Anda di halaman 1dari 34

1

PENGARUH KONSELING OBAT TERHADAP KEPATUHAN


PASIEN HIPERTENSI DI POLIKLINIK KHUSUS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG

ARTIKEL

Oleh :
DENIA PRATIWI
08 212 13 052

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2011

PENGARUH KONSELING OBAT TERHADAP KEPATUHAN PASIEN


HIPERTENSI DI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Oleh : Denia Pratiwi
Alamat : Jalan Pangeran Hidayat No 114 Pekanbaru-Riau
ABSTRAK
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh konseling terhadap kepatuhan
pasien hipertensi dinilai dari pengetahuan dan sikap. Rancangan penelitian yang dipakai
adalah The One Group Pretest-Posttest design yang merupakan penelitian experimental,
yaitu pre-experimental design.
Hasil penelitian menunjukkan dari 50 pasien bahwa terdapat perbedaan
pengetahuan, sikap dan tekanan darah (sistol dan diastol) sebelum dan sesudah konseling
dengan menggunakan uji t berpasangan. Nilai t hitung hasil perhitungan diperoleh nilai
berturut-turut -16.448, -26.518, 3.963 dan 2.087 dengan tingkat signifikansi 0.000, 0.000,
0.000 dan 0.042 (p<0.05). Sedangkan hasil analisis dengan menggunakan uji Regresi Linear
Sederhana pengaruh konseling obat terhadap pengetahuan pasien diperoleh nilai F hitung
82.327 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05), terhadap sikap pasien diperoleh nilai F
hitung 45.595 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05), terhadap tekanan darah sistol
pasien didapatkan nilai F hitung 8.396 dan tekanan darah diastol didapatkan nilai F hitung
0.385 dengan tingkat signifikansi 0.538 (p>0.05) yang berarti tidak ada pengaruh konseling
obat terhadap nilai tekanan darah diastol pasien hipertensi. Untuk melihat hubungan
karakteristik demografi (usia, lama menderita, jenis kelamin dan pendidikan) dengan
pengetahuan dan sikap digunakan uji statistik Chi-Square diperoleh nilai berturut-turut 5.451,
16.470, 1.478 dan 6.289 pada pengetahuan dengan tingkat signifikansi 0.793, 0.058, 0.687
dan 0.901 (p>0.05) dan 7.067, 5.781, 2.361, 20.842 pada sikap dengan tingkat signifikansi
0.630, 0.762, 0.501 (p>0.05) kecuali pendidikan berhubungan dengan sikap dengan tingkat
signifikansi 0.053 (p<0.05).
Dari hasil penelitian didapatkan kesimpulan konseling dapat meningkatkan
pengetahuan dan sikap pasien dan akan berpengaruh terhadap kepatuhan terhadap
pengobatan.

Kata Kunci : Hipertensi, Konseling, Kepatuhan

A. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Kepatuhan pasien berpengaruh terhadap keberhasilan suatu pengobatan.
Hasil terapi tidak akan mencapai tingkat optimal tanpa adanya kesadaran dari
pasien itu sendiri, bahkan dapat menyebabkan kegagalan terapi, serta dapat pula
menimbulkan komplikasi yang sangat merugikan dan pada akhirnya akan
berakibat fatal (Hussar, 1995). Terapi obat yang aman dan efektif akan terjadi
apabila pasien diberi informasi yang cukup tentang obat-obat dan penggunannya
(Cipolle, Strand & Morley, 2004). Pada pemberian informasi obat ini terjadi suatu
komunikasi antara apoteker dengan pasien dan merupakan salah satu bentuk
implementasi dari Pharmaceutical Care yang dinamakan dengan konseling
(Jepson, 1990; Rantucci, 2007).
Konseling

ditujukan

untuk

meningkatkan

hasil

terapi

dengan

memaksimalkan penggunaan obat-obatan yang tepat (Jepson, 1990, Rantucci,


2007). Salah satu manfaat dari konseling adalah meningkatkan kepatuhan pasien
dalam penggunaan obat, sehingga angka kematian dan kerugian (baik biaya
maupun hilangnya produktivitas) dapat ditekan (Schnipper, et al., 2006). Selain
itu pasien memperoleh informasi tambahan mengenai penyakitnya yang tidak
diperolehnya dari dokter karena tidak sempat bertanya, malu bertanya, atau tidak
dapat mengungkapkan apa yang ingin ditanyakan (Zillich, Sutherland, Kumbera,
Carter, 2005; Rantucci, 2007)
Menurut laporan Department of Health and Human Service ( DHHS )
tahun 1990, 48 % dari seluruh penduduk Amerika serikat, dan 55 % geriatri,

dalam beberapa hal, gagal mengikuti regimen pengobatan (Kessler, 1992).


Meskipun ketidakpatuhan tidak selalu menimbulkan konsekuensi, penelitian
menunjukkan bahwa 25 % pasien ini akan menggunakan obat dengan cara yang
dapat membahayakan kesehatan pasien. Ketidakpatuhan dapat memperlama masa
sakit atau meningkatkan keparahan penyakit. Tinjauan literatur rmemperlihatkan
bahwa 11% pasien masuk rumah sakit akibat ketidakpatuhan terhadap terapi obat
(Aslam, Tan & Prayitno, 2003).
Pasien yang perlu untuk diberi konseling adalah pasien-pasien yang
berkemungkinan untuk tidak patuh terhadap pengobatan seperti pasien yang
ditunjuk dokter, pasien dengan penyakit tertentu seperti hipertensi, gagal jantung,
pasien yang menerima golongan obat tertentu, pasien geriatrik, pediatrik, pasien
yang keluar dari Rumah Sakit, dan lain-lain (Hussar, 1995).
Surgeon General C. Everalt Koop dalam simposiumnya Meningkatkan
Kepatuhan Pengobatan, menyatakan bahwa ketidakpatuhan mengakibatkan
penggunaan obat yang salah dan bisa mengakibatkan memburuknya keadaan
pasien tersebut. Diperkirakan ada sekitar 125.000 kematian akibat ketidakpatuhan
pada pengobatan dengan penyakit kardiovaskuler (Hussar, 1995).
Penderita hipertensi merupakan salah satu pasien dengan kriteria pasien
yang harus diberi konseling, karena hipertensi merupakan penyakit yang sangat
perlahan apabila hipertensi tidak diketahui dan dirawat mengakibatkan kematian
karena payah jantung, infark miokardium, stroke, atau gagal ginjal dengan
demikian pemeriksaan tekanan darah secara teratur memilki arti penting dalam
perawatan hipertensi. Kurangnya kepatuhan pasien hipertensi juga merupakan

masalah dalam terapi hipertensi (Onzenoort, 2010). Penderita hipertensi tidak


sadar dengan karakter yang timbul tenggelam, ketika si penderita dinyatakan bisa
berhenti minum obat karena tekanan darahnya bisa normal, dia sering
menganggap kesembuhan permanen padahal sekali divonis hipertensi, penyakit
itu akan terus ada yang bisa dilakukan mengontrolnya dengan mengkonsumsi
obat penurun hipertensi dan menjalankan pola hidup sehat (Price & Lorraine,
1994).
Penanganan hipertensi pada tahap awal dilakukan dengan modifikasi gaya
hidup meliputi penurunan berat badan, pembatasan asupan garam, diet kolesterol
dan lemak jenuh, olahraga, pembatasan konsumsi alkohol dan kopi, relaksasi
untuk redakan stress dan menghentikan kebiasaan merokok. Selain itu penderita
hipertensi juga harus mempunyai pengetahuan dan sikap kepatuhan untuk dapat
menyesuaikan penatalaksanaan hipertensi dalam kehidupan sehari- hari (Woodley
& Allison, 1995).
Berdasarkan hasil penelitian sebelumnya menunjukkan bahwa kepatuhan
terjadi pada 27 pasien (77,15 %) dari 35 pasien hipertensi. Pasien yang
mengalami penurunan tekanan darah terjadi pada 26 pasien (74,28 %). R hitung
yang didapat 0.68 ini berarti 68% kepatuhan mempengaruhi nilai tekanan darah
(Utami, 2009). Pada beberapa jurnal juga menyebutkan bahwa konseling akan
meningkatkan kepatuhan pasien dinilai dari pengetahuan pasien, sikap dan
praktek pasien (Mellen, Palla, Goff, Bonds, 2004; Zillich, et al, 2005; Sushmita,
et al, 2010)

Oleh karena hal tersebut, maka penelitian ini dilakukan dengan harapan
mendapatkan suatu gambaran mengenai pengaruh konseling obat terhadap
kepatuhan pasien hipertensi rawat jalan sehingga didapatkan model yang sesuai
untuk konseling obat pada pasien hipertensi rawat jalan poliklinik khusus RSUP.
Dr. M. Djamil.

2.

Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas maka dirumuskan permasalahan

penelitian ini :
Bagaimana pengaruh pemberian konseling obat terhadap kepatuhan pasien
hipertensi di poliklinik khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang.

3. Tujuan Penelitian
2.1 Tujuan umum
Untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien
hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr. M. Djamil Padang
2.2 Tujuan khusus
1. Untuk mengetahui perbedaan pengetahuan dan sikap pasien hipertensi
sebelum dan sesudah diberi konseling obat
2. Untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap pengetahuan dan
sikap pasien hipertensi
3. Untuk mengetahui perbedaan nilai tekanan darah (sistol dan diastol)
pasien hipertensi sebelum dan sesudah konseling obat

4. Untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap nilai tekanan darah


(sistol dan diastol) pasien hipertensi

4.

Manfaat Penelitian
1. Bagi pihak manajemen RSUP Dr. M. Djamil Padang, hasil penelitian ini
dapat dipakai sebagai masukan untuk untuk menentukan model konseling
obat yang sesuai untuk pasien hipertensi di Poliklinik Khusus RSUP Dr.
M. Djamil Padang.
2. Bagi dunia pendidikan, hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan
kontribusi dalam pengayaan materi ilmu kefarmasian khususnya dalam
bidang farmasi klinik.
3. Bagi penelitian lain, hasil penelitian ini diharapkan dapat dipakai sebagai
bahan pembanding atau sebagai dasar penelitian selanjutnya untuk
memperoleh hasil yang lebih baik.
4. Bagi peneliti, penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman lapangan tentang penatalaksanaan konseling dan pengalaman
belajar untuk dapat memahami kaedah penelitian.
5. Pada pasien sendiri bahan pertimbangan dan masukan agar mengetahui
dampak yang diakibatkan jika tidak patuh dalam menjalankan terapi
hipertensi, sehingga pasien akan mematuhi aturan aturan dalam terapi
hipertensi.

B. Metode Penelitian
1.

Waktu dan Tempat Penelitian


Penelitian ini dilakukan di Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP Dr. M .

Djamil Padang dari bulan Februari - April 2011.


2.

Desain Penelitian
Penelitian ini merupakan metode penelitian experimental, menggunakan

pre-experimental design. Penelitian ini menggunakan pre test sebelum perlakuan


dan post test setelah diberi perlakuan, dengan rancangan yang digunakan adalah
The One Group Pretest-Posttest design (Sugiyono, 2007; TA, 2010). Dalam
rancangan ini digunakan satu kelompok subjek, pertama-tama dilakukan
pengukuran, lalu dikenakan perlakuan untuk jangka waktu tertentu, kemudian
dilakukan pengukuran untuk kedua kalinya. Pengambilan data dilakukan secara
prospektif.
Uji ada/tidaknya perbedaan antara nilai pre test dan post test dengan t
berpasangan dan ada/tidaknya pengaruh konseling dengan regresi linear.
3.

Populasi, Sampel dan Besaran Sampel Penelitian


Populasi pada penelitian ini adalah pasien hipertensi rawat jalan di

Poliklinik Khusus Hipertensi RSUP Dr. M. Djamil Padang


4.

Sampel Penelitian
Pasien dengan kriteria inklusi pada bulan Februari - April dan pengamatan

dilakukan setelah pasien berobat di rawat jalan Poliklinik Khusus Hipertensi


RSUP Dr. M. Djamil Padang.
5.

Kriteria inklusi

10

1. Pasien hipertensi yang berobat rawat jalan di Poliklinik Khusus Hipertensi


RSUP Dr. M. Djamil Padang pada bulan Februari-April 2011.
2. Pasien yang ada data nilai tekanan darah
6.

Kriteria ekslusi
1. Pasien

hipertensi

dengan

komplikasi

yang

dapat

mempengaruhi

pemeriksaan nilai tekanan darah seperti diabetes, gangguan ginjal dan hati
yang berat.
2. Pasien dengan gangguan kejiwaan
3. Pasien yang sedang hamil
7.

Klasifikasi variabel
Variabel yang dipakai dalam penelitian ini :

a. Variabel bebas (Independent Variable ) adalah konseling obat


b. Variabel Tergantung (Dependent Variable) adalah kepatuhan pasien
8.

Menghitung sisa jumlah tablet


Menghitung jumlah sisa tablet secara langsung dan menghitung tingkat
kepatuhan pasien dengan menggunakan rumus : (Jasti, et al., 2005)
Kepatuhan = jumlah obat jumlah sisa obat

x 100%

jumlah obat
9.

Instrumen Penelitian
Kuesioner yang dibuat berdasarkan panduan dari Departemen

Kesehatan (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2007), tabel induk
untuk skor pengetahuan, tabel induk untuk skor sikap, lembar pengumpul data

11

untuk hasil pemeriksaan tekanan darah dan menghitung jumlah sisa tablet, modul
obat dan Kartu Rawat Mandiri.
10.

Prosedur Pengumpulan Data

a. Data dari pasien baru yang memenuhi kriteria inklusi, dan data dari hasil
pemeriksaan untuk tekanan darah dicatat dari rekam medik dan dimasukkan
dalam lembar pengumpul data untuk hasil pemeriksaan tekanan darah
b. Pada saat pasien telah selesai melakukan pemeriksaan dilakukan pretest untuk
mengetahui pengetahuan pasien, sikap pasien dengan wawancara dan
menggunakan lembar kuesioner, setelah itu dilakukan konseling obat dengan
menggunakan modul dan contoh obat
c. Setiap 2 minggu kemudian selama 3 kali dilakukan penilaian ulang atau
posttest dengan menggunakan lembar kuesioner dan pemeriksaan ulang nilai
tekanan darah.
d. Data yang didapat kemudian direkapitulasi dalam tabel induk untuk
pengetahuan dan tabel induk sikap dalam bentuk yang sudah dinominalkan

C. Hasil Penelitian
1.

Umur pasien
Dalam penelitian ini umur yang paling muda adalah 34 tahun sedangkan
yang paling tua adalah 74 tahun. Umur tersebut kemudian dikategorikan
menjadi 4 golongan. Hasil selengkapnya mengenai distribusi umur dapat
dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 9. Distribusi Umur dan Jenis Kelamin Pasien Penderita Hipertensi

12

2.

No

Kategori
Usia (tahun)

1
2
3
4

33-43
44-54
55-65
>65
Jumlah

Jum Presen
lah tase
(%)
2
4
11
22
18
36
19
38
50
100

Kategori
Jenis
Kelamin
Laki-Laki
Perempuan

Jumlah
20
30

Presen
tase
(%)
40
60

Jumlah

50

100

Pendidikan pasien
Pendidikan terakhir pasien yang pernah ditempuh, dari hasil penelitian
menunjukkan dari 50 pasien pendidikan yang paling rendah adalah tamat
Sekolah Dasar, sedangkan yang paling tinggi adalah Sarjana Strata 2. Hasil
selengkapnya mengenai distribusi pendidikan terkahir dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 10. Distribusi Pendidikan Pasien Penderita Hipertensi
No
1
2
3
4
5

3.

Kategori Pendidikan
SD
SMP
SMA
S1
S2
Jumlah

Jumlah
1
1
36
11
1
50

Presentase (%)
2
2
72
22
2
100

Lama menderita hipertensi


Hasil penelitian mengenai lama pasien menderita hipertensi dikelompokkan
menjadi 4. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 11. Distribusi Lama Menderita Hipertensi
No
1
2

Lama Menderita Hipertensi


0-1 tahun
2-5 tahun

Jumlah
13
22

Presentasi
26
44

13

3
4

4.

6-10 tahun
>10 tahun
Jumlah

10
5
50

20
10
100

Hubungan karakteristik demografi pasien terhadap pengetahuan dan


sikap
Untuk melihat adanya hubungan antara karakteristik demografi dengan
pengetahuan dan sikap dilihat dengan menggunakan uji statistik crosstab
(tabulasi silang). Hasil selengkapnya dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel

12. Hubungan Karakteristik


Pengetahuan dan Sikap
Karakteristik
Demografi

Demografi

Pasien

Pengetahuan
Sikap
Kategori (%)
4 (sangat baik)
4 (sangat baik)
Umur (tahun)
33-43
0
0
44-54
11.1
22.2
55-65
5.6
11.1
>65
10
25
Pendidikan
SD
0
100
SMP
0
0
SMA
8.3
13.9
S1
9.1
18.2
S2
0
100
Lama Menderita (tahun)
0-1
0
16.7
2-5
13.6
18.2
6-10
10
10
> 10
0
33.3
Jenis Kelamin
Perempuan
10
20
Laki-laki
5
15

Terhadap

14

Untuk melihat ada atau tidaknya hubungan antar variabel tersebut


digunakan uji statistik Chi-Square. Hasil selengkapnya dapat dilihat pada
tabel di bawah ini :
Tabel 13. Hasil Uji Statistik Hubungan Karakteristik Demografi Pasien
Terhadap Pengetahuan dan Sikap
Karakteristik
Demografi
Umur
Pendidikan
Lama Menderita
Jenis kelamin

Pengetahuan
Sikap
Nilai Signifikansi Nilai Signifikansi
5.451
0.793
7.067
0.630
6.289
0.901
20.842
0.053
16.470
0.058
5.781
0.762
1.478
0.687
2.361
0.501

5. Obat-obat yang didapatkan dalam terapi


Obat-obat yang didapatkan pasien dalam terapi ada dalam bentuk tunggal dan
banyak dalam bentuk kombinasi, distribusi kombinasi obat pada pasien dapat
dilihat pada tabel berikut ini :
Tabel 14. Golongan dan Kombinasi Obat yang Digunakan
No Kombinasi
Golongan
obat jumlah
antihipertensi
pasien
1
Diuretik + ARB + CCB
18
2
Diuretik + CCB
11
3
Diuretik + ACE + CCB
5
4
Diuretik + ARB
4
5
Calcium Chanel Blocker (CCB)
3
6
Angiotensin Reseptor Bloker (ARB)
2
7
Angiotensin Converting Enzym (ACE)
2
8
CCB + ARB
2
9
Diuretik + ACE
1
10 Diuretik + CCB + -bloker
1
11 CCB + ARB + ACE + -bloker
1
Jumlah
50

Persentase
(%)
36
22
10
8
6
4
4
2
2
2
2
100

15

6. Hasil pengujian statistik untuk normalitas data


Uji normalitas data diperlukan untuk mengetahui distribusi sebuah data dimana
asumsi distribusi ini diperlukan untuk pengujian parametrik. Metode pengujian
yang digunakan adalah Kolmogrov Smirnov (KS) (Lampiran 11). Hasil
pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
Tabel 15. Hasil Uji Normalitas Kuisioner Sebelum dan Sesudah Konseling
Obat di RSUP Dr. M. Djamil
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Data
Pre test pengetahuan
Post test pengetahuan
Pre test sikap
Post test sikap
Pre test TD sistol
Post test TD sistol
Pre test TD diastol
Post test TD diastol

Nilai KS
0.728
0.509
0.599
0.566
0.544
0.487
0.767
0.598

Sig.
0.664 > 0.05
0.958 > 0.05
0.866 > 0.05
0.906 > 0.05
0.928 > 0.05
0.972 > 0.05
0.598 > 0.05
0.207 > 0.05

Keterangan
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal
Normal

7. Hasil pengujian kuisioner untuk validitas dan reliabilitas


Hasil uji validitas variabel pengetahuan (Lampiran 12) dengan menggunakan
uji product moment dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 16. Hasil Uji Validitas Kuisioner untuk Variabel Pengetahuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8

Item
P1
P2
P3
P4
P5
P6
P7
P8

Nilai r
o.855
0.850
0.683
0.544
0.605
0.307
0.312
0.177

P
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.030
0.028
0.219

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Not Valid

16

Uji reliabilitas variabel pengetahuan dengan menggunakan uji alpha cronbach


diperoleh hasil 0.744 (Lampiran 13). Oleh karena nilai alpha lebih besar dari
0.6 maka variabel pengetahuan adalah reliabel.
Hasil uji validitas variabel sikap (Lampiran 13) dengan menggunakan uji
product moment dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 17. Hasil uji validitas kuisioner untuk variabel pengetahuan
No
1
2
3
4
5
6
7
8
9

Item
S1
S2
S3
S4
S5
S6
S7
S8
S9

Nilai r
0.578
0.684
0.566
0.681
0.508
0.346
0.409
0.290
0.483

P
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.014
0.003
0.041
0.000

Keterangan
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid
Valid

Uji reliabilitas variabel sikap dengan menggunakan uji alpha cronbach diperoleh
hasil 0.712. Oleh karena nilai alpha lebih besar dari 0.6 maka variabel sikap
adalah reliabel.
8. Hasil statistik hubungan konseling dengan peningkatan pengetahuan
Hasil skor rata-rata pengetahuan pasien hipertensi sebelum konseling obat
adalah 20.38 4.24 dan sesudah konseling obat 26.38 3.21.
Hasil pengujian statistik pada skor pengetahuan sebelum dan sesudah
konseling obat dengan menggunakan uji t berpasangan diperoleh nilai t hitung
-16.448 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05). Sedangkan untuk
mengetahui pengaruh konseling obat terhadap pengetahuan pasien hipertensi

17

berdasarkan skor kuisioner, maka digunakan uji regresi linear sederhana


dengan hasil F hitung 82.327 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05).
9. Hasil statistik hubungan konseling dengan peningkatan sikap
Hasil skor rata-rata sikap pasien hipertensi sebelum konseling obat adalah
28.16 3.113 dan sesudah konseling obat 36.94 2.89.
Hasil pengujian statistik pada skor pengetahuan sebelum dan sesudah
konseling obat dengan menggunakan uji t berpasangan diperoleh nilai t hitung
-26.518 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05)
Sedangkan untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap pengetahuan
pasien hipertensi berdasarkan skor kuisioner, maka digunakan uji regresi linear
sederhana dengan hasil F hitung 45.595 dengan tingkat signifikansi 0.000
(p<0.05).
10. Hasil statistik hubungan konseling dengan tekanan darah
Tekanan darah dibagi atas tekanan darah sistol dan diastol. Kadar nilai tekanan
darah sistol rata-rata pasien hipertensi sebelum konseling 151 23.582 dan
sesudah konseling 138.40 14.758. Kadar nilai tekanan darah diastol rata-rata
sebelum konseling 88.40 12.513 dan sesudah konseling 84.40 6.440.
Hasil pengujian statistik pada skor pengetahuan nilai tekanan darah sistol
sebelum dan sesudah konseling obat dengan menggunakan uji t berpasangan
diperoleh nilai t hitung 3.963 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05). Hasil
pengujian statistik pada skor pengetahuan nilai tekanan darah diastol sebelum
dan sesudah konseling obat dengan menggunakan uji t berpasangan diperoleh
nilai t hitung 2.087 dengan tingkat signifikansi 0.042 (p<0.05). Sedangkan

18

untuk mengetahui pengaruh konseling obat terhadap nilai tekanan darah pasien
hipertensi berdasarkan skor kuisioner, maka digunakan uji regresi linear
sederhana pada tekanan darah sistol hasil F hitung 8.396 dengan tingkat
signifikansi 0.006 (p<0.05) dan pada tekanan darah diastol hasil F hitung 0.385
dengan tingkat signifikansi 0.538 (p>0.05).
11. Hasil statistik pengaruh pengetahuan dan sikap dengan nilai tekanan
darah
Untuk melihat pengaruh pengetahuan dan sikap pasien hipertensi terhadap
penurunan tekanan darah setelah konseling obat maka dilakukan pengujian
dengan menggunakan regresi linear berganda pada tekanan darah sistol
diperoleh nilai F hitung 0.060 dengan tingkat signifikansi 0.942 (p>0.05) dan
pada tekanan darah diastol diperoleh nilai F hitung 1.831 dengan tingkat
signifikansi 0.172 (p>0.05)
12. Hubungan pengetahuan dengan sikap
Hubungan pengetahuan dengan sikap diuji dengan menggunakan pearson
product moment. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar
0.291 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.041 (p<0.05) (Lampiran 23).
13. Hasil perhitungan pill count
Hasil perhitungan pill count untuk menilai kepatuhan pasien berdasarkan
masing-masing obat yang didapatkan (Lampiran 32). Masing-masing pasien
mendapatkan satu atau beberapa obat antihipertensi, persen kepatuhan
dihitung untuk masing-masing obat yang didapatkan pasien. Pada tabel di

19

bawah ini didapatkan ada 6 jenis obat yang kurang kepatuhannya dari 100%
pada pasien.
Tabel 18. Obat dengan Tingkat Kepatuhan Kurang dari 100%
No Nama Obat
1
Hydrochlorthiazid (HCT)
2
Amdixal (amlodipin)
3
Captopril
4
Valsartan
5
Irbesartan
6
diltiazem
Jumlah

Jumlah (%)
20
6
4
4
2
2
100%

D. Pembahasan
1. Distribusi demografi pasien
Untuk mengetahui hubungan antara tiap variabel demografi tersebut
(umur, pendidikan, lama menderita hipertensi dan jenis kelamin) terhadap
sikap diuji dengan Chi-Square (lampiran 28,29,30,301Dari hasil pengujian
diperoleh nilai 7.067, 20.842, 5.781, 2.361 dengan tingkat signifikansi 0.630,
0.053, 0.762, 0.501 (p> 0.05). Tingkat signifikansi pada umur, lama menderita
dan jenis kelamin lebih besar dari 0.05 maka tidak ada hubungan, sedangkan
pada pendidikan tingkat signifikansi lebih kecil dari 0.05 berarti ada
hubungan. Pada penelitian ini hal ini dapat disebabkan karena tingkat
pendidikan akan berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan dan sikap
setelah konseling karena berkaitan dengan kemampuan seseorang dalam
menerima dan mengolah informasi yang didapatkan dari konseling (Niven,
2002).

20

2. Perbedaan dan pengaruh konseling terhadap pengetahuan


Dari rata-rata pengetahuan pasien sebelum dan sesudah konseling
terdapat perbedaan pengetahuan yang bermakna pada pasien hipertensi,
berdasarkan hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji t berpasangan
diperoleh nilai t hitung -16.448 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05)
(Lampiran 14).
Peningkatan skor konseling setelah pasien menerima konseling
menunjukkan bahwa terjadi peningkatan pengetahuan pasien. Konseling dapat
meningkatkan pengetahuan pasien karena pasien diberikan informasi tentang
obat mencakup nama obat, dosis, waktu dan jadwal minum obat dan juga
tentang penyakitnya. Hal ini dapat dilihat pada pertanyaan pada aspek
pengetahuan nomor 4, dimana pasien dari awal yang tidak mengerti tentang
jadwal minum obat apakah sesudah makan atau sebelum makan menjadi tahu
dan teratur karena adanya pemberian Kartu Minum Obat Mandiri yang
digunakan sebagai pengingat. Selain itu pada pertanyaan nomor 7
meningkatnya pengetahuan pasien tentang cara mengatasi efek yang
merugikan dari obat yang dikonsumsi, pasien tidak mengerti bagaiman cara
mengatasi efek samping yang kadang muncul seperti pusing atau mual dan
muntah. Sedangkan pada pertanyaan nomor 6 tentang efek merugikan yang
muncul setelah minum obat tidak banyak mengalami peningkatan skor
sebelum dan sesudah konseling karena pasien mendapatkan obat yang sama
sebelum dan sesudah konseling sehingga efek yang dirasakan pun sama.
Sesuai dengan teori edukasi yang menyatakan bahwa konseling harus

21

bertujuan untuk mendidik pasien sehingga pengetahuan pasien terhadap obat


akan meningkat dan hal ini mendorong pada perubahan perilaku (Rantucci,
2007). Melalui konseling maka asumsi dan perilaku pasien yang salah akan
dapat diperbaiki/dikoreksi. Peningkatan pengetahuan ini sendiri juga harus
diikuti dengan peningkatan dalam kompetensi sosial. Kompetensi ini
mencakup kemampuan untuk mempersepsikan dan menginterpretasikan
secara akurat isyarat yang dibuat oleh konselor dan kapasitas untuk berprilaku
secara terampil dalam memberikan respon pada orang lain. Hal ini
diwujudkan dalam penelitian ini karena pasien selalu diberikan informasi
yang berulang-ulang selama tiga kali sehingga pasien dapat mengerti
informasi yang ingin disampaikan (Niven, 2002).
Sedangkan untuk melihat pengaruh konseling terhadap pengetahuan
dilakukan dengan uji regresi linear sederhana. Dari data yang diperoleh
didapatkan nilai F hitung 82.327 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05)
dan nilai R2 (koefisien determinasi) diperoleh nilai 0.632 (Lampiran 16).
Sedangkan nilai R (koefisien korelasi) 0.795 (79.5%) Ini berarti konseling
berpengaruh terhadap pengetahuan sebesar 79.5% dan sisanya dipengaruhi
oleh variabel lain. Nilai yang ditunjukkan melebihi dari 50%, ini berarti
konseling sangat berpengaruh terhadap peningkatan pengetahuan pasien
dibandingkan variabel lain, dan sisanya 20.5% bisa saja dipengaruhi oleh
jumlah dan karakteristik sampel penelitian. Pada penelitian ini sampelnya
tidak seragam mulai dari tingkat pendidikan sampai status sosial sehingga

22

didapatkan hasil yang tidak optimal karena untuk meningkatkan pengetahuan


memerlukan proses yang berbeda pada setiap pasien (Niven, 2002).
3. Perbedaan dan pengaruh konseling terhadap sikap
Dari rata-rata sikap pasien sebelum dan sesudah konseling terdapat
perbedaan pengetahuan yang bermakna pada pasien hipertensi, berdasarkan
hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji t berpasangan diperoleh
nilai t hitung -26.518 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05). Peningkatan
skor sikap yang terjadi setelah konseling menunjukkan bahwa informasi yang
didapat dari konseling dan meningkatkan pengetahuan pasien akan berdampak
terhadap perubahan sikap pasien terhadap penyakit dan pengobatannya. Hal
ini dapat dilihat pada pertanyaan pada aspek sikap nomor 6 yaitu pertanyaan
tentang dosis obat, pada awalnya pasien merasa tidak perlu untuk mengetahui
dosis obat yang diberikan oleh dokter tetapi setelah diberi konseling
bagaimana pentingnya mengetahui dosis obat yang biasa diminum karena
dosis menentukan ukuran kekuatan dari obat tersebut dan juga untuk
mengetahui apabila dokter meningkatkan dosis dari yang biasa diminum oleh
pasien. Pertanyaan nomor 5 tentang lama pemakaian obat antihipertensi juga
mengalami peningkatan skor, pada awalnya pasien tidak mengetahui berapa
lama mereka harus mengkonsumsi obat ini tetapi setelah diberi konseling
pasien mengerti bahwa obat ini harus selalu diminum untuk mengontrol
tekanan darah agar stabil dan menghindari terjadinya komplikasi. Sedangkan
pertanyaan nomor 7 tentang apakah pasien rajin mengontrol tekanan darah
peningkatan skor tidak terlalu banyak, hal ini disebabkan biasanya pasien

23

memang rajin untuk mengontrol tekanan darah walaupun tidak ke rumah sakit
biasanya mereka ke puskesmas terdekat dan bahkan ada yang memiliki alat
tensimeter sendiri. Sikap seseorang adalah komponen yang sangat penting
dalam perilaku kesehatannya, yang kemudian diasumsikan bahwa adanya
hubungan langsung antara sikap dan perilaku seseorang. Sikap terbentuk dari
3 komponen utama yaitu : (1) komponen afektif, berhubungan dengan
perasaan dan emosi tentang seseorang atau sesuatu, (2) komponen kognitif,
berhubungan dengan kepercayaan tentang sesorang atau sesuatu objek, (3)
komponen perilaku, sikap terbentuk dari tingkah laku atau perilaku. Untuk
mendapatkan sikap yang diinginkan maka pasien harus melewati 3 komponen
tersebut (Niven, 2002).
Sedangkan untuk melihat pengaruh konseling terhadap sikap
dilakukan dengan uji regresi linear sederhana. Dari data yang diperoleh
terdapat pengaruh konseling terhadap pengetahuan nilai F hitung 45.595
dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05) dan nilai R 2 (koefisien
determinasi) diperoleh nilai 0.487. Sedangkan nilai R (koefisien korelasi)
0.698 (69.8%). Ini berarti konseling berpengaruh terhadap sikap sebesar
69.8% dan sisanya dipengaruhi oleh variabel lain selain variabel bebas yang
diteliti. Nilai yang ditunjukkan melebihi dari 50%, ini berarti konseling
berpengaruh terhadap peningkatan sikap pasien dibandingkan variabel lain,
dan sisanya 30.2% bisa saja dipengaruhi oleh jumlah dan karakteristik sampel
penelitian. Perubahan sikap yang tidak terlalu tinggi mungkin disebabkan
karena perubahan sikap itu sulit dicapai karena sikap positif seseorang

24

terhadap kesehatan kemungkinan tidak otomatis berdampak pada perilaku


seseorang menjadi positif, tetapi sikap yang negatif terhadap kesehatan
hampir pasti berdampak negatif pada perilakunya (Niven, 2002).
4. Perbedaan dan pengaruh konseling terhadap nilai tekanan darah
Dari rata-rata nilai tekanan darah sistol dan diastol pasien sebelum dan
sesudah konseling terdapat perbedaan nilai tekanan darah sistol dan diastol
yang bermakna pada pasien hipertensi, berdasarkan hasil pengujian statistik
dengan menggunakan uji t berpasangan pada tekanan darah sistol diperoleh
nilai t hitung 3.963 dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05) dan tekanan
darah diastol diperoleh nilai t hitung 2.087 dengan tingkat signifikansi 0.042
(p<0.05).
Penurunan tekanan darah sistol dan diastol setelah konseling
menunjukkan bahwa konseling yang diberikan berpengaruh terhadap
pengetahuan dan sikap pasien sehingga akan menimbulkan tindakan untuk
patuh terhadap pengobatan. Pada penelitian lain juga diungkapkan bahwa
pada penelitian observasi pasien yang menerima manajemen pengobatan
hipertensi yang lebih intensif akan mendapatkan kontrol tekanan darah yang
baik (Rose, et al., 2009)
Sedangkan untuk melihat pengaruh konseling terhadap tekanan darah
sistol dan diastol dilakukan dengan uji regresi linear sederhana. Dari data
yang diperoleh terdapat pengaruh konseling terhadap tekanan darah sistol nilai
F hitung 8.396 dengan tingkat signifikansi 0.006 (p<0.05) dan nilai R 2
(koefisien determinasi) diperoleh nilai 0.149 dan nilai R (koefisien korelasi)

25

0.386 (38.6%). Pada tekanan darah diastol nilai F hitung 0.385 dengan tingkat
signifikansi 0.538 (p>0.05), nilai R 2 (koefisien determinasi) 0.008 dan nilai R
(koefisien korelasi) 0.089 (8.9%). Berarti hanya 38.6% konseling berpengaruh
terhadap tekanan darah sistol dan 8.9% terhadap tekanan darah diastol dan
lebih banyak dipengaruhi oleh variabel lain diluar penelitian ini.
Hasil uji regresi linear sederhana pengaruh konseling terhadap nilai
tekanan darah sistol menunjukkan hasil yang signifikan walaupun hanya
38.6% konseling yang berpengaruh. Sedangkan hasil uji regresi linear
sederhana pengaruh konseling terhadap nilai tekanan darah diastol
menunjukkan hasil yang tidak signifikan. Hal ini disebabkan oleh turunnya
tekanan darah diastol hanya sedikit menunjukkan perbaikan. Naik turunnya
tekanan darah tidak hanya karena obat tetapi naik turunnya tekanan darah
paling banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor psikologi, fluktuasinya
diakibatkan oleh interaksi yang komplek antara rangsangan lingkungan luar
dan respon individu pada sistem kardiovaskuler (Sulaiman, et al., 2009).
Adanya perbedaan signifikansi pada tekanan darah sistol dan diastol
mungkin disebabkan karena pasien hipertensi memiliki kenaikan yang berarti
pada tekanan darah sistol dan tidak terlalu berpengaruh terhadap tekanan
darah diastol. Pada kebanyakan pasien, tekanan darah diastol yang diinginkan
akan tercapai apabila tekanan darah sistol yang diinginkan sudah tercapai.
Karena kenyataannya tekanan darah sistol berkaitan dengan resiko
kardiovaskuler dibanding tekanan darah diastol, maka tekanan darah sistol

26

harus digunakan sebagai petanda klinis utama untuk pengontrolan penyakit


hipertensi (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006).
5.

Pengaruh pengetahuan dan sikap terhadap nilai tekanan darah


Untuk melihat pengaruh pengetahuan dan sikap pasien hipertensi

terhadap penurunan nilai tekanan darah setelah konseling dilakukan pengujian


dengan menggunakan uji regresi linear berganda. Hasil uji F pada tekanan
darah sistol menunjukkan nilai sebesar 0.060 dengan tingkat signifikansi
0.942 (p>0.05) dan pada tekanan darah diastol 1.831 dengan tingkat
signifikansi 0.172 (p>0.05). Hal ini berarti secara bersamaan variabel
pengetahuan dan sikap tidak berpengaruh terhadap nilai tekanan darah baik
sistol maupun diastol.
Hal ini disebabkan oleh banyak faktor yang mempengaruhi nilai
tekanan darah, walaupun pasien telah rajin minum obat tetapi faktor internal
dan eksternal akan sangat mempengaruhi. Faktor internal itu misalnya usia,
semakin tua umur maka arteri akan kehilangan elastisitasnya dan dapat
meningkatkan tekanan darah; stress; emosi yang berlebih; keadaan depresi
pasien. Faktor eksternal misalnya adanya permasalahan dari luar, pekerjaan,
obesitas, kebiasaan makan, cuaca, atau setelah melakukan suatu aktivitas
seperti merokok dan berlari (Sulaiman, et al., 2009; Sadorf, 2009; Calhoun &
Ahmed, 2010).
6.

Hubungan pengetahuan dengan sikap


Dari penelitian ini didapatkan hubungan pengetahuan terhadap sikap

secara signifikan berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan Pearson

27

Product Moment. Hasil pengujian menunjukkan bahwa nilai r hitung sebesar


0.291 dengan tingkat signifikansi sebesar 0.041 (p<0.05). Dengan demikian
terdapat hubungan antara pengetahuan dengan sikap.
Pengetahuan dan sikap akan sangat berhubungan, tetapi untuk
membentuk sikap memerlukan suatu proses yang panjang. Meningkatnya
pengetahuan akan meningkatkan keterampilan yang lebih jauh dan kesadaran
terhadap komunikasi interpersonal akan mendalam. Komunikasi ini akan
mempengaruhi perubahan sikap karena adanya suatu bentuk komunikasi
persuasif yang efektif untuk mengubah sikap seseorang menjadi lebih sehat
(Nelvin, 2002).
7.

Perhitungan pill count


Dari penelitian ini didapatkan persen kepatuhan yang dihitung
berdasarkan rumus, maka didapatkan hasil ada 19 obat dengan % kepatuhan
kurang dari 100%
Kepatuhan itu sendiri dapat didefinisikan yaitu dimana pasien
mengikuti atau mematuhi segala intruksi tenaga kesehatan (Metry, 2002).
Evaluasi kepatuhan yang digunakan pada penelitian ini adalah pill
count (menghitung jumlah obat sisa), metode ini dinilai lebih efektif dan
efisien dalam mengukur tingkat kepatuhan pasien (Jasti, et al., 2005).
Hasilnya didapatkan ada 6 buah obat pada 14 pasien yang memiliki persentase
kepatuhan kurang dari 100%.

28

Berbagai macam faktor yang mempengaruhi ketidakpatuhan pasien


dalam mengkonsumsi obatnya, di sini diperlukan peran seorang apoteker agar
faktor-faktor ketidakpatuhan tersebut dapat diminimalkan (Sulaiman, et.al,
2009). Pemberian informasi tentang obat sehingga pasien merasa yakin
dengan keefektifan obat anti hipertensinya, membuka sebuah komunikasi
dengan pasien sehingga ketika pasien merasa tidak cocok dengan suatu obat
karena efek sampingnya dapat langsung dikonsultasikan yang terjadi selama
ini pasien merasa lebih baik diam karena komunikasi yang terbatas
sebelumnya. Ketakutan pasien yang berlebihan karena harus meminum obat
anti hipertensi seumur hidup juga akan menjadi masalah, di sini konselor
harus menekan kan bahwa obat anti hipertensi yang dikonsumsi adalah aman
sehingga tidak apa-apa dikonsumsi seterusnya. Ini penting untuk mengontrol
tekanan darah agar selalu stabil sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang
parah seperti stroke, gagal ginjal, gagal jantung dan yang lainnya (Direktorat
Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, 2006).

E. Kesimpulan
Dari penelitian Pengaruh Konseling Obat terhadap Kepatuhan Pasien Hipertensi
Rawat Jalan di RSUP DR. M. Djamil Padang, dapat diambil kesimpulan
sebagai berikut :
1. Terdapat pengaruh konseling obat terhadap kepatuhan pasien hipertensi
poliklinik di RSUP DR. M. Djamil Padang, dilihat dari :

29

a.

Terdapat perbedaan pengetahuan dan sikap yang bermakna pada pasien


hipertensi setelah dilakukan konseling obat, berdasarkan hasil
pengujian statistik dengan menggunakan uji t berpasangan diperoleh
nilai t hitung -16.448 dan -26.518 dengan tingkat signifikansi 0.000
(p<0.05).

b.

Ada pengaruh konseling obat terhadap pengetahuan pasien hipertensi


berdasarkan hasil pengujian statistik dengan nilai F hitung 82.327
dengan tingkat signifikansi 0.000 (p<0.05). Ada pengaruh konseling
obat terhadap sikap pasien hipertensi berdasarkan hasil pengujian
statistik dengan nilai F hitung 45.595 dengan tingkat signifikansi 0.000
(p<0.05). Artinya konseling obat dapat meningkatkan pengetahuan dan
sikap pasien.

c.

Terdapat perbedaan tekanan darah sistol dan diastol yang bermakna


pada pasien hipertensi setelah dilakukan konseling obat, berdasarkan
hasil pengujian statistik dengan menggunakan uji t berpasangan
diperoleh nilai t hitung 3.963 dan 2.087 dengan tingkat signifikansi
0.000 dan0.042 (p<0.05).

d.

Ada pengaruh konseling obat terhadap nilai tekanan darah sistol pasien
hipertensi berdasarkan hasil pengujian statistik dengan nilai F hitung
8.396 dan tidak ada pengaruh konseling obat terhadap nilai tekanan
darah diastol pasien hipertensi berdasarkan hasil pengujian statistik
dengan nilai F hitung 0.385 dengan tingkat signifikansi 0.538 (p>0.05),
Artinya konseling obat dapat menurunkan tekanan darah sistol pasien.

30

2. Terdapat hubungan yang bermakna antara pengetahuan terhadap sikap


setelah konseling dengan nilai pearson Chi-Square 20.842 dengan tingkat
signifikansi 0.053 (p<0.05) dan tidak terdapat hubungan yang bermakna
antara

umur, pendidikan, lama

menderita,

jenis

kelamin dengan

pengetahuan dan umur, lama menderita, jenis kelamin dengan sikap.

F. Saran
1. Perlu adanya pemberian konseling pada pasien hipertensi rawat jalan
dengan jangka waktu yang lebih lama untuk mendapatkan hasil yang
optimal
2. Perlu dilakukan konseling obat dengan bantuan kelompok pasien dan
bantuan audio visual untuk mendapatkan hasil yang optimal
3. Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai hubungan konseling obat
dengan pengetahuan dan sikap untuk menilai kepatuhan.
4. Perlu dilakukannya kembali penyediaan fasilitas untuk dilakukannya
konseling pada pasien hipertensi poliklinik khusus RSUP DR. M. Djamil
Padang.

31

DAFTAR PUSTAKA
Aslam, Mohammed., Tan, Chik Kaw., Prayitno, Adji. 2003. Farmasi Klinis. Jakarta:
PT Elex Media Komputindo.
Cipolle, RJ., Strand, LM., Morley, PC. 2004. Pharmaceutical Care Practice : The
Clinicians Guide (2th Ed). New York: The McGraw Hill Co.
Hussar, DA., 1995. Patient Compliance, in Remington: The Science and Practice of
Pharmacy (1796-1807), Volume II, USA: The Philadelphia Collage of Pharmacy and
Science.
Jasti, Sunitha., Siega-Riz, AM., Cogswell, ME., Hartzema, AG, Bentleyt, ME. 2005.
Pill Count Adherence to Prenatal Multivitamin/Mineral Supplement Use Among
Low-Income Women. USA : The American Society for Nutritional Science. 135:
1093-1101.
Jepson, M.H. 1990. Patient Compliance and Counselling, Diana M., Aulton,
ME.(Editor), London: Pharmaceutical Practice, Churscill Livingstone.
Kessler, D. A, 1992. A Challenge for American Pharmacist, Am Pharm,
;NS32(1):33-36.
Mellen, P. B., Palla, S. L., Goff, D. C., Bonds, D. E. (2004). Prevalence of Nutrition
and Exercise Counseling for Patients With Hypertension. J. Gen Intern Med, 19, 917924.
Onzenoort, H.A.W. 2010. Assesing Medication Adherence Simultaneously by
Electronic Monitoring and Pill Count in Patients With Mild to Moderate
Hypertension. USA : American Journal of Hypertension. 23, 149-154.
Price, SA dan M. W. Lorraine. 1994. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit, Edisi IV Jilid I, Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Rantucci, MJ., 2007. Komunikasi Apoteker-Pasien (Edisi 2). Penerjemah : A. N.
Sani. Jakarta : Penerbit Kedokteran EGC.
Schnipper, JL, Jennifer, LK, Michael, CC, Stephanie, AW, Brandon, AB, Emily, T,
Allen, K, Mark, H, Christoper, LR, Sylvia, CM, David, WB. 2006. Role of
Pharmacist Counseling in Preventing Adverse Drug Events After Hospitalization.
USA : Archives of Internal Medicine. Vol 166.565-571.

32

RIWAYAT HIDUP

Penulis

dilahirkan pada tanggal 22 Desember 1986 di

Pekanbaru, sebagai anak ketiga dari empat bersaudara dari


ayah Drs. H. Muhammad Razif dan IbuHj. Suprihatin.
Penulis menamatkan SD pada tahun 1998, SMP tahun 2001 dan SMA pada tahun
2004 di Pekanbaru. Penulis memperoleh gelar Sarjana Farmasi pada Universitas
Andalas di Padang tahun 2008 dan memperoleh gelar Apoteker pada Fakultas
Farmasi Universitas Andalas di Padang tahun 2010.
Pada tahun 2009 meneruskan pendidikan pada Program Studi Farmasi
Peminatan Farmasi Komunitas dan Klinis Program Pascasarjana Universitas Andalas
di Padang.

33

PENGARUH KONSELING OBAT TERHADAP KEPATUHAN PASIEN


HIPERTENSI DI POLIKLINIK KHUSUS RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
Oleh : Denia Pratiwi
Alamat : Jalan Pangeran Hidayat No 114 Pekanbaru-Riau

34

Anda mungkin juga menyukai