Anda di halaman 1dari 22

Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)

1. Anatomi Sistem Pencernaan


Pada kedua ujung esophagus terdapat otot sfingter, sfingter esophagus bagian atas
(Upper Esophageal Sphincter/UES) pada otot cricopharingeus dan sfingter esophagus
bagian bawah (Lower Esophageal Sphincter/LES) pada gastroesophageal junction (GEJ).
Dalam keadaan normal berada dalam keadaan tonik atau kontraksi kecuali waktu menelan.
Sfingter esophagus bagian bawah bertindak sebagai sfingter dan berperan sebagai sawar
terhadap refluks isi lambung ke esophagus.4
Dinding esophagus seperti juga bagian lain dari saluran cerna, terdiri dari 4 lapisan
yaitu : mukosa, submokasa, muskularis dan serosa. Lapisan mukosa terbentuk dari epitel
berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring, epitel ini mengalami perubahan
mendadak pada berbatasan esophagus lambung (garis Z) dan menjadi epitel selapis toraks.
Mukosa esophagus dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi
lambung yang sangat asam. Lapisan submukosa mengandung sel-sel sekretori yang
menghasilkan mucus. Mukus mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan
melinduni mukosa dari cedera akibat zat kimia.4
Lapisan otot luar tersusun longitudinal dan lapisan dalam tersusun sirkular. Otot
pada 5% bagian atas esophagus merupakan otot rangka sedangkan otot pada separuh
bagian bawah merupakan otot polos. Bagian yang diantaranya itu terdiri dari campuran
otot rangka dan otot polos. Berbeda dengan saluran cerna lainnya, bagian luar esophagus
tidak memiliki lapisan serosa maupun selaput peritoneum, melainkan lapisan luar yang
terdiri dari lapisan ikat jarang yang menghubungkan esophagus dengan struktur-struktur
yang berdekatan.6
Persarafan esophagus dilakukan oleh saraf simpatis dan parasimpatis dari sistem
saraf otonom. Serabut parasimpatis dibawa oleh nervus vagus yang dianggap merupakan
saraf motorik esophagus. Fungsi serabut simpatis kurang diketahui. Selain persarafan
ekstrinsik tersebut terdapat jala-jala serabut saraf intramural intrinsic diantara lapisan otot
sirkular dan otot longitudinal (pleksus Aurbach atau Myenterikus) dan berperan untuk
mengatur peristaltik esophagus normal.6
Distribusi darah esophagus mengikuti pola segmental. Bagian atas disuplai oleh
cabang-cabang arteri tiroidea inferior dan subclavia. Bagian tengah disuplai oleh cabang-

cabang segmental aorta dan arteri bronchial. Sedangkan bagian subdiafragma disuplai oleh
arteri gastrika sinistra dan frenika inferior. Aliran darah vena juga mengikuti pola
segmental. Vena-vena esophagus daerah leher mengalirkan darah ke vena azygous dan
hemiazygous dan dibawah diafragma, vena esofagia masuk ke dalam vena gasrika
sinistra.6
2. Fisiologi Sistem Pencernaan
Transpor dan pencampuran makanan dalam saluran pencernaan
a

Mengunyah
Mengunyah makanan bersifat penting untuk pencernaan semua makanan, tetapi
terutama sekali untuk sebahagian besar buah dan sayur-sayuran mentah karena zat ini
mempunyai membran selulosa yang tidak dapat dicerna diantara bagian-bagian zat
nutrisi yang harus di uraikan sebelum makanan dapat di gunakan. Selain itu,
mengunyah akan membantu pencernaan makanan karena enzim-enzim pencernaan
hanya akan bekerja pada permukaan partikel makanan. Selain itu, menggiling
makanan hingga menjadi partikel-partikel dengan konsistensi sangat halus akan
mencegah ekskoriasi

traktus

gastrointestinal dan

meningkatkan kemudahan

pengosongan makanan dari lambung ke dalam usus halus dan kemudian ke semua
segmen usus berikutnya.7
b

Menelan
Pada umumnya, menelan dapat dibagi menjadi (1) tahap volunter, yang mencetuskan
proses menelan, (2) tahap faringeal, yang bersifat involunter dan membantu jalannya
makanan melalui faring ke dalam esofagus, dan (3) tahap esofageal, fase involunter
lain yang mempermudah jalannya makanan dari faring ke lambung.7
-

Tahap esofageal dari penelanan.


Esofagus terutama berfungsi untuk menyalurkan makanan dari faring ke lambung,
dan gerakannya diatur secara khusus untuk fungsi tersebut.
Normalnya esofagus memperlihatkan dua tipe peristaltik : peristaltik primer dan
peristaltik sekunder. Peristaltik primer hanya merupakan kelanjutan dari
gelombang peristaltik yang dimulai di faring dan menyebar ke esofagus selama
tahap faringeal dari penelanan.7

Gelombang ini berjalan dari faring ke lambung dalam waktu sekitar 8 sampai 10
detik. Makanan yang ditelan seseorang dalam posisi tegak biasanya dihantarkan ke
ujung bawah esofagus bahkan lebih cepat dari gelombang peristaltik itu sendiri,
sekitar 5-8 detik, akibat adanya efek gravitasi tambahan yang menarik makanan ke
bawah. Jika gelombang peristaltik primer gagal mendorong semua makanan yang
telah masuk esofagus ke dalam lambung, terjadi gelombang peristaltik sekunder
yang dihasilkan dari peregangan esofagus oleh makanan yang tertahan, dan terus
berlanjut sampai semua makanan dikosongkan ke dalam lambung. Gelombang
sekunder ini sebagian dimulai oleh sirkuit saraf mienterikus esofagus dan sebagian
oleh refleks-refleks yang dihantarkan melalui serat-serat aferen vagus dari esofagus
ke medula dan kemudian kembali lagi ke esofagus melalui serat-serat eferen vagus.
7

Susunan otot faring dan sepertiga bagian atas esofagus adalah otot lurik. Karena
itu, gelombang peristaltik di daerah ini hanya diatur oleh impuls saraf rangka
dalam saraf glosofaringeal dan saraf vagus. Pada duapertiga bagian bawah
esofagus, ototnya merupakan otot polos, namun bagian esofagus ini juga secara
kuat diatur oleh saraf vagus yang bekerja melalui hubungannya dengan sistem saraf
mienterikus. Sewaktu saraf vagus yang menuju esofagus terpotong, setelah
beberapa hari pleksus saraf mienterikus esofagus menjadi cukup terangsang untuk
menimbulkan gelombang peristaltik sekunder yang kuat bahkan tanpa bantuan dari
refleks vagal. Karena itu, sesudah paralisis refleks penelanan, makanan yang
didorong dengan cara lain ke dalam esofagus bagian bawah tetap siap untuk masuk
ke dalam lambung.7
Relaksasi reseptif dari lambung. Sewaktu gelombang peristaltik esofagus berjalan
ke arah lambung, timbul suatu gelombang relaksasi, yang dihantarkan melalui
neuron penghambat mienterikus, mendahului peristaltik. Selanjutnya, seluruh
lambung dan sedikit lebih luas bahkan duodenum menjadi terelaksasi swaktu
gelombang ini mencapai bagian akhir esofagus dan dengan demikian
mempersiapkan lebih awal untuk menerima makanan yang didorong ke bawah
esofagus selama proses menelan.7
-

Fungsi sfingter esofagus bagian bawah ( sfingter gastroesofageal)


Pada ujung bawah esofagus,meluas dari sekitar dua sampai lima sentimeter diatas
perbatasan dengan lambung, otot sirkular esofagus berfungsi sebagai sfingter
esofagus bagian bawah atau sfingter gastroesofageal. Secara anatomis,sfingter ini

tidak berbeda dengan bagian esofagus yang lain. Secara fisiologis normalnya
sfingter tetap berkonstriksi secara tonik (dengan tekanan intraluminal pada titik ini
di esofagus sekitar 30 mmHg), berbeda dengan bagian tengah esofagus antara
sfingter bagian atas dan bagian bawah, yang normalnya tetap berelaksasi. Sewaktu
gelombang peristaltik penelanan melewati esofagus, relaksasi reseptif akan
merelaksasi sfingter esofagus bagian bawah medahului gelombang peristaltik dan
mempermudah dorongan makanan yang ditelan ke dalam lambung. Sangat jarang,
sfingter tidak berelaksasi dengan baik, mengakibatkan keadaan yang disebut
akalasia.7
Isi lambung bersifat sangat asam dan mengandung banyak enzim proteolitik.
Mukosa esofagus, kecuali pada seperdelapan bagian bawah esofagus, tidak mampu
menahan kerja pencernaan yang lama dari sekresi getah lambung. Konstriksi tonik
dari sfingter esofageal bagian bawah akan membantu untuk mencegah refluks yang
bermakna dari isi lambung ke dalam esofagus kecuali pada keadaan abnormal.7
Pencegahan tambahan terhadap refluks dengan penutupan seperti katup di ujung
distal esofagus. Faktor lain yang mencegah refluks adalah mekanisme seperti katup
pada bagian esofagus yang pendek yang terletak tepat di bawah diafragma sebelum
mencapai lambung. Peningkatan tekanan intraabdominal akan mendesak esofagus
pada titik ini ke dalam pada saat yang bersamaan ketika tekanan ini meningkatkan
tekanan intragastrik. Jadi, penutupan seperti katup ini, pada esofagus bagian bawah
akan mencegah tekanan abdominal yang tinggi yang berasal dari desakan isi
lambung ke dalam esofagus. Kalau tidak, setiap kali kita berjalan, batuk atau
bernafas kuat, kita mungkin mengeluarkan asam ke dalam esofagus.7
3. Definisi
Gastroesofageal reflux (GER) atau Refluks Gastroesofageal (RGE) adalah suatu keadaan,
dimana terjadi disfungsi sfingter esofagus bagian bawah sehingga menyebabkan
regurgitasi isi lambung ke dalam esofagus. Gastroesophageal reflux disease (GERD)
adalah GER yang dihubungkan dengan gejala patologis yang mengakibatkan komplikasi
dan gangguan kualitas hidup.8,9
4. Etiologi
Inflamasi esophagus bagian distal terjadi ketika cairan lambung dan duedonum,
termasuk asam lambung, pepsin, tripsin, dan asam empedu mengalami regurgitasi ke

dalam esophagus. Penurunan tonus spingter esophagus bagian bawah dan gangguan
motilitas meningkatkan waktu pengosongan esophagus dan menyebabkan GER. Inflamasi
esophagus nantinya dapat mengakibatkan kedua mekanisme diatas, seperti lingkaran
setan.11
Walaupun penurunan tonus spingter bagian bawah terjadi pada bayi dengan GER,
GERD, dan kelainan dismotilitas, akan tetapi ada satu faktor yang belakangan diakui
sebagai pathogenesis terpenting pada GERD adalah terjadinya relaksasi transien spingter
esophagus bawah secara berulang. Faktor yang meningkatkan waktu pengosongan
esophagus termasuk didalamnya interaksi antara postur dan gravitasi, ukuran dan isi
makanan yang dimakan, pengosongan lambung abnormal, dan kelainan peristalsis
esophagus.11
5. Patogenesis
Gastroesophageal reflux adalah suatu proses fisiologis normal yang mucul beberapa
kali sehari pada bayi, anak dan dewasa yang sehat. Pada umumnya berlangsung kurang
dari 3 menit, terjadi setelah makan, dan menyebabkan beberapa gejala atau tanpa gejala.
Hal ini disebabkan oleh relaksasi sementara pada sfingter esofagus bawah atau
inadekuatnya adaptasi tonus sfingter terhadap perubahan tekanan abdominal. Kekuatan
sfingter esofagus bawah, sebagai barier antirefluks primer, normal pada kebanyakan anak
dengan gastroesophageal reflux.1, 12
Gastroesophageal reflux terjadi secara pasif karena katup antara lambung dan
esofagus tidak berfungsi baik, baik karena hipotonia sfingter esofagus bawah, maupun
karena posisi sambungan esofagus dan kardia tidak sebagaimana lazimnya yang berfungsi
sebagai katup. Kemungkinan terjadinya refluks juga dipermudah oleh memanjangnya
waktu pengosongan lambung.13
Jika sfingter esophagus bagian bawah tidak berfungsi baik, dapat timbul refluks
yang hebat dengan gejala yang menonjol. Meskipun dilaporkan bahwa tekanan
intraabdominal yang meninggi dapat menyebabkan refluks, tetapi mekanisme yang lebih
penting adalah peran tonus sfingter yang berkurang, baik dalam keadaan akut maupun
menahun.2
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) terjadi jika isi lambung refluks ke
esofafus atau orofaring dan menimbulkan gejala. Petogenesis GERD ini multifaktorial dan
kompleks, melibatkan frekuensi refluks, asiditas lambung, pengosongan lambung,

mekanisme klirens esofagus, barier mukosa esofagus, hipersensitivitas visceral, dan


respon jalan napas.12
Refluks paling sering terjadi saat relaksasi sementara dari sfingter esofagus bawah
tidak bersamaan dengan menelan, yang memungkinkan isi lambung mengalir ke esofagus.
Proporsi minor episode refluks terjadi ketika tekanan sfingter esofagus bawah gagal
meningkat saat peningkatan mendadak tekanan intraabdominal atau ketika tekanan
sfingter esofagus bawah saat istirahat berkurang secara kronis. Perubahan pada beberapa
mekanisme proteksi memungkinkan refluks fisiologis menjadi Gastroesophageal Reflux
Disease : klirens dan pertahanan refluks yang tidak memadai, lambatnya pengosongan
lambung, kelainan pada pemulihan dan perbaikan epitel, dan menurunnya reflex protektif
neural pada saluran aerodigestif.1
6. Manifestasi Klinis
Anamnesis
Kita harus ingat bahwa gejala tipical / khas (misalnya, heartburn, muntah,
regurgitasi) pada orang dewasa tidak dapat langsung dinilai pada bayi dan anak-anak.
Pasien anak dengan refluks gastroesophageal (RGE) biasanya menangis dan gangguan
tidur serta penurunan nafsu makan. Berikut ini adalah beberapa dari tanda-tanda umum
dan gejala refluks gastroesofagus pada populasi anak-anak:14
Tanda dan gejala gastroesophageal reflux pada bayi dan anak kecil :

Tangisan khas atau tidak khas / gelisah

Apnea / bradikardi

Kurang nafsu makan

Peristiwa yang mengancam nyawa/ALTE (Apparent Life Threatening Event)

Muntah

Mengi (wheezing)

Nyeri perut / dada

Stridor

Berat badan atau pertumbuhan yang buruk (failure to thrive)

Pneumonitis berulang

Sakit tenggorokan

Batuk kronis

Waterbrash

Sandifer sindrom (yaitu, sikap dengan opisthotonus atau torticollis)

Suara serak / laringitis


Tanda dan gejala pada anak yang lebih tua - Semua yang diatas, ditambah heartburn

dan riwayat muntah, regurgitasi, gigi tidak sehat, dan mulut berbau (halitosis).14

Pemeriksaan Fisik
Tidak ada tanda-tanda fisik klasik refluks gastroesophageal ditemukan pada populasi
anak-anak. Satu pengecualian akan menjadi sindrom Sandifer relatif tidak umum, yang
sering salah diagnosis sebagai spastic torticollis. Pada balita dan anak-anak yang lebih tua,
regurgitasi yang berlebihan dapat mengakibatkan masalah gigi signifikan disebabkan oleh
efek asam pada enamel gigi.14
ALTEs yang melibatkan apnea berhubungan dengan bradikardi, muka pucat, dan /
atau sianosis telah dikaitkan dengan refluks gastroesophageal, terutama pada bayi
prematur. Dalam peristiwa ini, refluks ke hipofaring dipostulatkan untuk mengarah ke
laryngospasm dan apnea obstruktif. Namun, data hanya menunjukkan hubungan yang
lemah diantara fenomena. Setiap hubungan tersebut hanya dapat ditentukan secara objektif
dengan memantau pH esofagus, dilakukan bersamaan dengan pneumography dan baik
termistor hidung atau merekam denyut oksimetri.14
Beberapa pasien memiliki gejala atipikal (misalnya, batuk malam hari, mengi, atau
suara serak sebagai keluhan utama saja). Refluks gastroesophageal merupakan faktor
penyulit pada asma. Mekanisme ini dapat mencakup microaspiration, yang mengarah ke
reflex bronkokonstriksi. Asosiasi gastroesophageal reflux dan jalan nafas atau penyakit
saluran pernapasan adalah umum. Batuk, stridor, dan faringitis semuanya telah dikaitkan
dengan refluks gastroesophageal. Selain itu, asosiasi dengan ruminasi umumnya diamati
pada pasien dengan gangguan perkembangan.14
Regurgitasi makanan, salah satu gejala presentasi yang paling umum pada anakanak, berkisar dari air liur sampai muntah proyektil. Paling sering, regurgitasi adalah
postprandial, meskipun penundaan 1-2 jam terjadi. Kita juga harus mempertimbangkan
anomali anatomi dan alergi protein pada anak muntah, serta gangguan metabolisme
bawaan (jarang).14

Esophagitis dapat bermanifestasi sebagai menangis dan rewel pada bayi yang belum
bisa bicara. Kegagalan untuk berkembang dapat mengakibatan asupan kalori yang tidak
cukup karena muntah berulang. Cegukan, gangguan tidur, dan sindrom Sandifer
(melengkung) juga telah terbukti berhubungan dengan refluks gastroesofagus dan
esofagitis.14
7. Diagnosa
7. 1. Riwayat dan Pemeriksaan Fisik
Peran utama dari mengetahui riwayat penyakit dan pemeriksaan fisik dalam evaluasi
GERD adalah untuk mengeliminasi kemungkinan penyakit lain dengan gejala yang sama
dan untuk mengidentifikasi komplikasi GERD. Gejala khas dari penyakit refluks pada
anak bervariasi sesuai dengan umur dan kondisi medis yang mendasari, namun
patofisiologi yang mendasari GERD dianggap sama pada segala usia termasuk bayi
prematur. Berdasarkan hasil studi, regurgitasi atau muntah, sakit perut, dan batuk , kecuali
heartburn, adalah gejala yang paling sering dilaporkan pada anak-anak dan remaja dengan
GERD. 1
7.2. Fluoroskopi dengan kontras barium
Fluoroskopi dan kontras barium merupakan metode yang sudah lama digunakan
untuk mendiagnosis refluks gastroesofageal. Pemeriksaan dengan kontras ini sering
mengalami kegagalan dalam mendeteksi refluks gastroesofageal secara dini, oleh karena
refluks yang terjadi sering bersifat intermitten, jarang bersifat kontinyu. Pemeriksaan
barium kontras dilaksanakan secara seris dengan mengamati refluks barium dari lambung
ke esofagus.8
Dengan memakai fluoroskpi, refluks gasroesofageal lebih mudah dideteksi.cara
pemeriksaan dengan fluoroskopi : sebelum dilakukan pemeriksaan fluoroskopi pada bayi
pemberian makanan dan minuman dikurangi, sedangkan pada anak yang lebih dewasa
harus puasa, gerakana anak dikurangi. Dalam posisi tidur barium diberikan sedikit demi
sedikit dicampur dengan makanan atau diberikan dengan memakai nasogastric tube.8
Pada bayi dapat diberikan dengan memakai botol susu. Pemberian barium untuk
mengevaluasi keadaan esofagus bagian atas terutama peristaltik esofagus dan regurgitasi
pada saat menelan. Setelah 1/3 dari total barium habis, dilakukan pemotretan dengan sinar
rontgen untuk mengevaluasi keadaan lambung dan duodenum, stenosis pilorus, malrotasi

intestinal dan melihat fungsi sfingter gastroesofageal dengan mengganti-ganti posisi


miring ke kiri dan ke kanan.8
7.3. PH monitoring16
Pemantauan pH esofagus adalah prosedur untuk mengukur reflux asam dari lambung
ke esofagus yang terjadi pada penyakit refluks gastroesophageal. Monitoring pH esofagus
digunakan

untuk

mendiagnosa efek GERD, untuk

menentukan

efektivitas

obat yang diberikan untuk mencegah refluks asam, dan untuk menentukan apakah episode
refluks asam yang menyebabkan episode nyeri

dada.

Pemantauan

pH

esofagus

juga dapat digunakan untuk menentukan apakah asam mencapai faring dan mungkin
bertanggung jawab atas gejala seperti batuk, suara serak, dan sakit tenggorokan.
Pemantauan pH esofagus dilakukan dengan melewatkan sebuah kateter plastik tipis
dengan diameter 1 / 16 inci melalui satu lubang hidung, terus ke belakang tenggorokan,
dan dan kedalam esofagus sejalan dengan gerakan menelan. Ujung kateter berisi sensor
yang bisa mendeteksi keadaan asam. Sensor diposisikan dalam esofagus tepat di atas
sfingter esofagus bagian bawah, sebuah area khusus pada otot esofagus yang terletak di
persimpangan antara esofagus dan lambung yang mencegah asam mengalami refluks ke
esofagus.
Kateter yang keluar dari hidung dihubungkan ke perekam yang bisa mendeteksi
refluks asam. Pasien dikirim rumah dengan kateter dan perekam terpasang dan kembali
keesokan harinya untuk melepaskan alat tersebut. Selama 24 jam kateter terpasang, pasien
bisa melakukan kegiatan seperti biasanya, misalnya, makan, tidur, dan bekerja. Makanan,
periode tidur, dan gejala dicatat oleh pasien dalam buku harian dan atau dengan menekan
tombol pada perekam. Setelah kateter dilepaskan, perekam disambungkan ke komputer
sehingga data yang telah dikumpulkan bisa diunduh ke komputer untuk selanjutnya
dianalisa dan dimasukkan ke dalam bentuk grafis.

Gambar 1. pH monitoring16

Gambar 2. Continous pH monitoring;


A. Refluks fisiologis; B. Refluks patologis16

Perangkat yang baru-baru ini dikembangkan untuk memantau pH esofagus adalah


dengan menggunakan kapsul. Kapsul tesebut berisi alat pendeteksi asam, baterai, dan
pemancar. Alat tersebut memantau asam di esofagus dan mengirimkan informasi ke
perekam yang dipasangkan pada ikat pinggang pasien. Kapsul ini dimasukkan ke dalam
esofagus dengan kateter melalui hidung atau mulut dan melekat pada lapisan esofagus
dengan sebuah klip. Kateter kemudian dilepaskan dari kapsul, sehingga tidak ada kateter
yang menonjol dari hidung. Kapsul tersebut bekerja selama dua hari atau tiga hari, dan
kemudian baterai mati. Lima sampai tujuh hari kemudian, kapsul jatuh dari lapisan
esofagus dan keluar melalui tinja sebagai kapsul yang tidak dapat digunakan kembali.
Kelebihan dari perangkat kapsul terkait dengan tidak adanya kateter yang
menghubungkan alat ke perekam. Ada kenyamanan yang lebih besar tanpa kateter di
bagian belakang tenggorokan, dan pasien lebih mungkin untuk pergi bekerja dan
melakukan lebih banyak kegiatan normal. Kelemahan dari kapsul adalah tidak dapat
digunakan dalam faring dan, sejauh ini, belum pernah digunakan dalam lambung.
7.4. Radio Nuclide Gastro Esofagosgrafi
Pemeriksaan

ini

dilakukan

dengan

Gastro

esofageal

scintigrafi

dengan

mempergunakan technetium 99m sulfur colloid. Teknik ini memerlukan waktu relatif
lebih panjang dan non invasif. Pemberian secara oral dan bahannya tidak diserap.

Kemudian keadaan ini dimonitor dengan gamma kamera. Kepekaannya 70-80 %. Adanya
aspirasi pada paru-paru dinyatakan dengan adanya radioaktifitas positif pada paru.8
Dengan scintigrafi ini Heyman dkk. dapat menunjukkan adanya aspirasi pada paruparu sebesar 0,025 ml. Cara ini cukup baik karena tidak memerlukan penenang yang
menurunkan sfingter esofagus bagian bawah.8

7.5. Biopsi esofagus


Dengan esofagoskopi dan diperiksa PA. Pada GERD didapatkan proliferasi lapisan
basal esofagus yang meningkat.8
7.6. Keterlambatan waktu pengosongan lambung
Keterlambatan waktu pengosongan lambung pada bayi dengan RGE diduga karena
terdapat ketidakmampuan otot fundus lambung untuk mengadakan kontraksi, untuk
mengosongkan isi lambung. Waktu pengosongan lambung dievaluasi 3-4 jam setelah
makan. Heillemer AC dkk. mengadakan penelitian terhadap 23 bayi pada usia 7-14 bulan
dengan mempergunakan esofageal manometer untuk melihat terjadinya refluks pada bayi,
3 jam sesudah diberi minum atau makan. Pada makanan ditambahkan 100uTc sulfur
koloid, ternyata didapatkan pengosongan lambung pada penderita adalah 1 jam.8

8. Penatalaksanaan GERD
Penatalaksanaan GERD mencakup beberapa aspek, antara lain :
8.1. Perubahan posisi
Posisi terlentang mengurangi jumlah paparan asam lambung pada esofagus yang
bisa dikteahui melalui pemeriksaan PH, dibandingkan dengan posisi telungkup. Akan
tetapi, posisi telentang dan posisi lateral berhubungan dengan meningkatnya angka
kejadian sindrom bayi mati mendadak atau sudden infant death syndrome (SIDS). Oleh
karena resiko tersebut, maka posisi telentang atau lateral tidak terlalu direkomendasikan
untuk bayi dengan GERD, tetapi sebagian besar bayi usia dibawah 12 bulan lebih
disarankan untuk ditidurkan dengan posisi telungkup.1
Bayi dengan GERD berat harus ditidurkan telungkup dengan posisi kepala lebih
tinggi (30o). Setelah menetek atau minum susu formula bayi digendong setinggi payudara

ibu, dengan muka menghadap dada ibu (seperti metoda kangguru, hanya baju tidak perlu
dibuka). Hal ini menyebabkan bayi tenang sehingga mengurangi refluks.8

Gambar 4. Modifikasi posisi pada bayi.18

Gambar 5. Posisi telungkup dengan kepala ditinggikan.19


8.2. Perubahan pola hidup pada anak dan dewasa
Pada anak yang lebih besar, tidak ada bukti yang jelas tentang pengurangan konsumsi
makanan-makanan tertentu. Pada dewasa, obesitas, makan berlebih, dan makan pada
malam hari sebelum tidur berhubungan dengan timbulnya gejala GERD. Posisi tidur
telentang atau posisi tidur pada sisi kiri dan atau peninggian kepala tempat tidur, bs
mengurangi gejala refluks.1
8.3. Terapi farmakologi
Agen farmakologi utama yang biasanya digunakan untuk mengatasi GERD adalah
agen buffering asam lambung, pertahanan mukosa, dan agen anti-sekretorik lambung.
Potensi efek samping dari penekanan sekresi asam lambung, termasuk peningkatan resiko
pneumonia community-acquired dan infeksi saluran pencernaan, perlu diimbangi dengan
manfaat terapi.1

Pada bayi yang didiagnosa GERD, diperlukan manajemen pengobatan yang tepat.
Obat penekan asam lambung berguna dalam mengobati esofagitis yang disebabkan oleh
refluks asam, bisa digunakan sebagai terapi tunggal maupun kombinasi dengan agen
prokinetik. Antagonis reseptor H2
nizatidine)

(H2RAs; eg, ranitidine, cimetidine, famotidine,

dan penghambat pompa proton inhibitors (PPIs; eg, omeprazole,

esomeprazole, lansoprazole) terbukti efektif dalam penatalaksanaan GERD. Sejumlah


studi telah mendemonstrasikan efektivitas dari H2RA pada orang dewasa dengan reflux,
dan 3 uji coba acak terkontrol pada anak menunjukkan bahwa H2RA efektif dalam
mengurangi gejala dan menyembuhkan esofagitis.22
Antagonis reseptor histamin H2 secara kompetitif menghambat aksi histamin pada
reseptor histamin H2 pada sel parietal lambung. Obat ini sangat selektif pada reseptor
histamin H2 dan memiliki sedikit atau tanpa efek pada reseptor histamin H1. Sel parietal
memiliki reseptor untuk histamin, asetilkolin, dan gastrin, yang semuanya dapat
merangsang sekresi asam hidroklorida ke dalam lumen gaster. Antagonis reseptor histamin
H2 menghambat sekresi asam yang dihasilkan oleh reseptor histamin, tapi tidak memiliki
efek pada sekresi asam yang dihasilkan oelh asetilkolin atau gastrin.8
Obat yang termasuk golongan ini adalah Cimetidin, Ranitidine, Famotidine, dan
Nizatidine. Antagonis reseptor histamin H2 dapat menurunkan penyerapan obat yang
memerlukan suasana asam (ketokonasol, itrakonasol). Simetidin menghambat enzim
sitrokom P-450 dan memiliki potensi untuk berinteraksi dengan obat lain yang
dimetabolisme oleh isoenzim ini (misalnya fenitoin, propanolol, teofilin, warfarin). 8
Ranitidin dan famotidin tampaknya sama efektifnya dengan simetidin dan nizatidin.
Suatu penelitian mengenai farmakokinetik dan farmakodinamik ranitidin (5mg/kg) pada
bayi berusia 6 minggu sampai 6 bulanyang menderita refluks gastroesofageal yang diberi
ranitidin dengan dosis 5 mg/kg BB, ternyata pH esofagus paralel dengan konsntrasi
ranitidin dalam pH dan pH dalam lambung tetap diatas 4 selama 9 jam setelah pemberian
obat ini. Pada pasien anak-anak berumur 6 bulan sampai 13 tahun dan mengalami
esofagitis yang refrakter dengan dosis normal ranitidin adalah 8 mg/kg/hari. Penggunaan
ranitidin dosis tinggi (20 mg/kg/hari) dapat mengurangi gejala dan memberikan
penyembuhan.8
Inhibitor pompa proton terikat dengan hydrogen/potassium adenosine triphospatase,
suatu enzim yang berperan sebagai pompa proton pada sel parietal, karena itu dapat
menghambat pertukaran ion yang merupakan langkah akhir pada sekresi asam
hidroklorida. Obat ini menghambat sekresi asam tanpa memandang apakah distimulasi

oleh histamine, asetilkolin, atau gastrin. Untuk sekresi dari sel parietal inhibitor pompa
proton memerlukan aktivasi dalam lingkungan. Supaya makanan tidak dapat
mempengaruhi absorpsi dan konsentrasi puncak obat dalam plasma, obat ini paling baik
diminum sekitar 30 menit sebelum makan. Obat ini kurang efektif selama kondisi puasa
saat kondisi asam lebih rendah.8
Inhibitor pompa proton dinonaktifkan oleh asam lambung. Oleh karena itu obat ini
diformulasi dengan enteric coating, sehingaa obat ini mampu melewati lambung dalam
keadaan utuh dan memasuki usus, dimana PH nya kurang asam dan obat diserap. Inhibitor
pompa proton memiliki elimanis waktu paruh yang pendek namun durasi aksi yang
panjang karena ikatan dengan pompa proton irreversibel dan penghentian aktifitas
farmakologi memerlukan sintesis enzim yang baru. Inhibitor pompa proton tidak
mempengaruhi motilitas lambung atau sekresi enzim lambung yang lainnya.8
Inhibitor pompa proton dapat berinteraksi dengan obat yang memerlukan lingkungan
asam untuk penyerapan (misalnya ketokonazol, itrakonazol). Inhibitor pompa proton
dimetabolisme oleh sitokrom P-450 2C19 dan 3A4 secara bervariasi dan dapat berinteraksi
dengan obat lain yang dimetabolisme oleh enzim ini. 8
Omeprasol dan lansoprasol golongan inhibitor pompa proton telah diijinkan
penggunaanya oleh FDA pada pasien anak. Keduanya tersedia dalam bentuk kapsul yang
mengandung granula salut enteric. Lansoprasol juga tersedia dalam bentuk granual untuk
penggunaanya dalam suspense oral dan secara oral dalam betuk talet yang mengandung
mikrogranula salut enteric. Oleh karena itu obat ini tidak boleh dikunyah, harus ditelan
dalam bentuk utuh karena akan menurunkan efektifitasnya. Esomeprasol (bentuk isomer S
dari omeprasol) tersedia sebagai kapsul yang mengandung enteric coated pellet , dan
rabeprasol, sedangkan pantoprasol tersedia dalam bentuk enteric coated tablets.8
Pantoprasol, rabeprasol, dan esomeprasol tidka dibenarkan penggunaanya oleh FDA
pada anak-anak. Saat ini percobaan klinis pada pasien anak-anak sedang dilaksanakan.8
Omeprasol dan lansoprasol sebaiknya diminum dengan sedikit jus buah yang agak
asam (jus apel, jeruk) atau yoghurt. Pada penelitian yang dilakukan pada pasien anak-anak
yang menderita esofagitis yang resisten terhadap antagonis reseptor histamin H2,
omeprasol efektif dalam memeperbaiki gejala dan menyembuhkan esofagitis. Pengobatan
selama 8 minggu dengan omeprasol 40 mg/hari/1,73 m2 luas permukaan tubuh atau
ranitidin dosis tinggi (20 mg/kg/hari) mengurangi paparan asam pada esofagus dan
mempercepat kesembuhan pada 25 orang bayi dan anak-anak yang berusia 6 bulan sampai
13 tahun dengan refluks esofagitis yang berat. Dosis omeprasol yang diperlukan untuk

menyembuhkan esofagitis kronik dan berat pada pasien anak-anak adalah 0,7-3,5
mg/kg/hari).8
Inhibitor pompa proton lebih efektif daripada antagonis reseptor histamine H2 dalam
mengurangi sekresi asam, mengurangi gejala RGE, dan emnyembuhkan esofagitis.
Inhibitor pompa proton juga lebih efektif daripada antagonis reseptor histamine H2 dalam
mempertahankan remisi.8
Perbaikan gejala bergantung pada dosis, dosis yang lebih tinggi dikaitkan dengan
perbaikan gejala yang lebih cepat. Namun, studi mengenai lansoprazol juga menunjukkan
bahwa bayi yang lebih muda dari 10 minggu mempunyai farmakokinetik yang berbeda
dan

memerlukan

lebih umum terjadi

dosis yang
dibanding

lebih
pada

rendah dan efek


bayi

yang

samping yang mungkin

lebih

muda dari 28 hari.

Beberapa studi melaporkan bahwa PPI adalah pengobatan yang efektif untuk esophagitis
akibat refluks, tetapi belum ada studi yang menunjukkan keunggulan H2RA dengan dosis
yang tinggi.22
Agen Prokinetik meningkatkan gerakan

peristaltik

esofagus,

mempercepat

pengosongan lambung, dan meningkatkan tonus sfingter esofagus bagian distal. Cisapride
efektif dalam menurunkan refluks, namun obat tersebut telah ditarik dari pasaran karena
efek toksik pada jantung berpotensi menyebabkan kematian dan tersedia hanya dalam
protokol

penggunaan

yang

Metoclopramid adalah obat antidopaminergik dan kholinomimetik

terbatas.
yang telah

digunakan. medis pengelolaan GERD.22


Cisaprid merupakan campuran agen seratonergic yang memfasilitasi pelepasan
asetilkolin pada sinaps dalam pleksus mienterikus sehingga meningkatkan pengosongan
lambung dan esofagus, serta gerakan peristaltik saluran cerna. Setelah diketahui bahwa
cisapride bisa menyebabkan pemanjangan inteval QT pada EKG, sehingga meningkatkan
angka kematian mendadak. Oleh karena itu obat ini penggunaanya terbatas pada programprogram yang diawasi oleh ahli gastroenterologi anak untuk percobaan klinis.1
Antasid menetralisir asam lambung, dan sodium alginate melindungi mukosa
esophagus dengan membentuk suatu gel pada permukaan. Sukralfat (suatu kompleks
aluminium dari sucrose sulfat) terikat pada dan melindungi mukosa esofagus. Efikasi obat
ini pada anak-anak yang mengalami refluks estrofageal belum diketahui dengan pasti.
Obat ini tidak dibenarkan penggunaan pada bayi dan aank oleh FDA dalam pengobatan
RGE. Penggunaan antacid yang mengandung aluminium dalam jangka panjang harus

dihindari karena resiko toksisitas aluminium. Obat ini dapat digunakan secara intermitten
untuk meredakan gejala RGE pada anak yang berumur lebih besar.8

Gambar 8.
Algoritma tatalaksana pada bayi dengan muntah berulang dan berat badan tidak bertambah12
Jika bayi yang sering muntah dengan berat badan tidak bertambah, maka penting
untuk melakukan evaluasi dignostik lebih lanjut. Pemeriksaan untuk menemukan penyebab
muntah (seperti pemeriksaan darah lengkap, elektrolit, bikarbonat, nitrogen urea, kreatinin,
alanin aminotransferase, amonia, glukosa, urinalisa, keton urin dan reduksi, dan skrining
galaktosemia

dan

penyakit

maple

sugar

urine.

Pemeriksaan

anatomi

saluran

gastrointestinal atas juga dianjurkan. Jika tidak ditemukan kelainan, tatalaksana termasuk
terapi medis, rawat inap dan biopsi endoskopi.
Rawat inap untuk observasi interaksi orangtua-anak dan mengoptimalkan tatalaksana.
Biopsi endoskopi bermanfaat untuk menemukan adanya esofagitis dan untuk menyingkirkan
penyebab lain yang menimbulkan muntah dan tidak bertambahnya berat badan. Untuk
meningkatkan asupan kalori pada bayi dilakukan dengan meningkatkan densitas formula, dan
penggunaan tube nasogastrik atau transpilorik. Terapi bedah jarang dilakukan. Follow-up
diperlukan untuk memastikan penambahan berat badan yang adekuat.12

Gambar 9. Algoritma tatalaksana pada anak atau dewasa dengan Heartburn kronis12
Pada anak yang lebih besar dan dewasa, gambaran klinis dan lokalisasi dari nyeri
esofagus lebih kurang sama, tapi pada anak yang lebih kecil gambaran klinis dan lokasi nyeri
mungkin atipik. Regurgitasi dari asam lambung ke mulut bisa terjadi. Intervesnsi awal dari
perubahan pola hidup, menghindari faktor pencetus, ditambah penggunaan terapi farmakologi
selama 2-4 minggu dengan H2RA atau PPI direkomendasikan. Jika tidak ada perbaikan,
maka selanjutnya anak bisa ditangani oleh ahli gastroenterologi untuk biopsi dengan
endoskopi saluran cerna atas. Jika terjadi perbaikan, terapi bisa dilanjutkan hingga 2-3 bulan,
jika gejala berulang ketika terapi dihentikan, sebaiknya dilakukan endoskopi untuk
mengetahui tingkat keparahan dari esofagitis.12

Gambar 10. Tatalaksana selanjutnya pada anak atau dewasa dengan esofagitis12
Para ahli menyarankan bahwa pada bayi dan anak dengan esofagitis,efektivitas terapi
bisa dipantau dengan melihat perbaikan gejala, kecuali untuk pasien dengan esofagitis erosif,
endoskopi berulang dianjurkan untuk memastikan penyembuhan. Jika pasien tidak berespon
terhadap terapi, terdapat 2 kemungkinan yang bisa menjelaskan hal tersebut: diagnosis tidak

benar atau penatalaksanaan yang inadekuat. Kemungkinan adanya diagnosa lain, seperti
esofagitis eosinofilik harus dipertimbangkan.12
Jika manifestasi klinis dan histopatologi berhubungan dengan diagnosa refluks
esofagitis, maka sebaiknya dilakukan evaluasi terhadap kemanjuran terapi. Monitoring pH
esofagus pada saat pasien menjalani terapi bisa menginformasikan apakah diperlukan
penggunaan obat untuk menurunkan sekresi asam lambung. Jika diagnosa tidak jelas,
monitoring pH esofagus pada saat pasien tidak menerima terapi mungkin berguna karena
berdasarkan hasil studi esofagitis biasanya berkaitan dengan GER.12
9.

Komplikasi GERD
Komplikasi yang sering ditumbulkan pada GERD, antara lain :
a

Esofagitis dan sekuelenya striktur, Barret Esofagus, adenocarcinoma


Esofagitis bisa bermanifestasi sebagai irritabilitas, anak tidak mau makan, nyeri pada
dada atau epigastrium pada anak yang lebih tua, dan jarang terjadi hematemesis,
anemia, atau sindrom Sandifer. Esofagitis yang berkepanjangan dan parah dapat
menyebabkan pembentukan striktura, yang biasanya berlokasi di distal esophagus,
yang menhasilkan disfagia, dan membutuhkan dilatasi esophagus yang berulang dan
fundoplikasi. Esofagitis yang berlangsung lama juga bisa menyebabkan perubahan
metaplasia dari epitel skuamosa yang disebut dengan Barret Esofagus, suatu precursor
untuk terjadinya adenocarcinoma esophagus.4

Nutrisi
Esofagitis dan regurgitasi bisa cukup parah untuk menimbulkan gagal tumbuh karena
deficit kalori. Pemberian makanan melalui enteral (nasogastrik atau nasoyeyunal atau
perkutaneus gastric atau yeyunal) atau pemberian melalui parenteral terkadang
dibutuhkan untuk mengatasi deficit tersebut.4

Extra esophagus
GERD dapat menimbulkan gejala pernapasan dengan kontak langsung terhadap
refluks dari isi lambung dengan saluran pernapasan (aspirasi atau mikroaspirasi).
Seringnya, terjadi interaksi antara GERD dan penyakit primer saluran pernapasan, dan
terciptalah lingkaran setan yang semakin memperburuk kedua kondisi tersebut. Terapi
untuk GERD harus lebih intens (biasanya melibatkan PPI) dan lama (biasanya 3
sampai 6 bulan).4

DAFTAR PUSTAKA

Yvan V. Pediatric gastroesophageal reflux clinical practice guidelines. Journal of


Pediatric Gastroenterology and Nutrition Vol. 49, No. 4, October 2009 : 498547.

Sunoto. Esofagus. Dalam : Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak. Editor : AH Markum ;
Ismail S, Alatas H, et al. Jakarta : FKUI, 1991; 415-21.

Ruigmez A, Wallander M, Lundborg P, Johansson S, Rodriguez L. Gastroesophageal


reflux disease in children and adolescents in primary care. Scandinavian Journal Of
Gastroenterology. 2010; 45(2): 139-146. Available from: MEDLINE with Full Text.

Orienstein SR, Peters J, Khan S, Youssef N, Hussain Z. The Esophagus. Dalam :


Behrman RE, Kliegman RM, Jenson HB. Nelson Textbook of pediatrics.edisi ke-17.
Philadelphia : Sounders ; 2004. h.1217-27.

Sadler, T.W. Sistem Pencernaan. Dalam: Embriologi Kedokteran Langman. Edisi ke7. Jakarta: EGC ; 2000. hal 246-9

Wilson LM, Lindseth GN. Gangguan esofagus. Dalam: Price SA,Wilson LM.
Patofisiologi konsep klinis proses-proses penyakit. Edisi ke-6. Jakarta : EGC ; 2006.
h. 404-16.

Guyton and Hall. Fisiologi Gangguan Gastrointestinal. Dalam: Buku Ajar Fisiologi
Kedokteran. Edisi 9. Jakarta: EGC; 2000. hal 1050-2

Suraatmaja,

Sudaryat.

Refluks

Gastroesofageal.

Dalam:

Kapita

Selekta

Gastroenterologi Anak. Jakarta: Sagung Seto; 2007; hal 229-35


9

Cezard J. Managing gastro-oesophageal reflux disease in children. Digestion. 2004 ;


69 Suppl; 13-8.

10

Srivastava R, Jackson W, Barnhart D. Dysphagia and gastroesophageal reflux


disease: dilemmas in diagnosis and management in children with neurological
impairment. Pediatric Annals [serial on the Internet]. 2010 ; 39(4): 225-31.

11 Jayant

Deodhar,

MD:

Pediatric

Esophagitis.

http://emedicine.medscape.com/article/928891-overview#showall [diakses 13 April


2011].
12 North American Society for Pediatric Gastroenterology and Nutrition. Pediatric GE
Reflux Clinical Practice Guideline. Journal of Pediatric Gastroenterology and
Nutrition, Vol. 32, Supplement 2, 2001; 1-31.

13 Rusdi I. Gangguan Ingesti, Anoreksia, Disfagia, dan Regurgitasi. Gastroenterologi


Anak Praktis. Balai Penerbitan FKUI, Jakarta 1988; 105-8.
14 Schwarz,

SM.

Pediatric

Gastroesophageal

Reflux

Clinical

Presentation.

http://emedicine.medscape.com/article/930029-clinical#showall (diakses 14 april


2011).
15 Salvatore S. 2005.

Gastroesophageal Reux Disease in Infants: How Much is

Predictable with Questionnaires, pH-metry, Endoscopy and Histology: Journal of


Pediatric Gastroenterology and Nutrition 40:210215
16 Jay W. Marks,

MD.

Esophageal

pH

monitoring

(Esophageal

pH

test).

http://www.medicinenet.com/esophageal_ph_monitoring/article.htm (diakses 23 April


2011).
17 Jay

W.

Marks,

MD.

Hiatal

Hernia.

http://www.medicinenet.com/hiatal_hernia/article.htm (diakses 23 April 2011)


18 Mount Nittany Medical Center. 2011. Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) in
Infant. http://www.mountnittany.org/wellness-library/healthsheets (diakses 23April
2011)
19 Pollywog

Baby.

Practical

Solutions

for

Infant

Reflux

and

Colic.

http://www.pollywogbaby.com/refluxandcolic/babyproducts.html (diakses 23 April


2011
20 Pulse

Pharmacy

Richmond.

Karicare

Food

Thickener.

http://www.pulsepharmacy.com.au/Product/Karicare-Food-Thickener-380g.aspx
(diakses 24 April 2011)
21 Jaksic T. Pediatric Gastroesophageal Reflux Surgery Treatment and Management.
2010. http://emedicine.medscape.com/article/936596-treatment#a1132 (diakses 23
April 2011)
22 Rainer Kubiak, James Andrews, Hugh W. Grant. Laparoscopic Nissen Fundoplication
Versus Thal Fundoplication in Children: Comparison of Short-Term Outcomes.
Journal of Laparoendoscopic & Advanced Surgical Techniques. September 2010,
20(7): 665-669. http://www.liebertonline.com/doi/abs/10.1089/lap.2010.0218 (diakses
23 April 2011)
23 Nissen Fundoplication Procedure. http://connect.in.com/hiatal-hernia/photos-9752wa94e8d87395b04a0.htm (diakses 23 APRIL 2011)
24 Georgeson,Steven S. Rothenberg. 2008. Endoscopic Surgery in Infants and Children.
http://books.google.co.id/ (diakses 24 April 2011)

25 Elsevier.

2010.

Three

Tipes

of

Fundoplication.

http://www.elsevierimages.com/image/24633.htm (diakses 24 April 2011)

Anda mungkin juga menyukai

  • Adat Khitanan Dedek
    Adat Khitanan Dedek
    Dokumen1 halaman
    Adat Khitanan Dedek
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Perawatan Diabetes Melitus
    Perawatan Diabetes Melitus
    Dokumen66 halaman
    Perawatan Diabetes Melitus
    Rina Budiarti
    Belum ada peringkat
  • PROLANIS
    PROLANIS
    Dokumen32 halaman
    PROLANIS
    Redho Afriando
    Belum ada peringkat
  • Diabetes Neuropati
    Diabetes Neuropati
    Dokumen19 halaman
    Diabetes Neuropati
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Pterigium Grade 3
    Pterigium Grade 3
    Dokumen11 halaman
    Pterigium Grade 3
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Jurnal Neuropati Diabetes
    Jurnal Neuropati Diabetes
    Dokumen27 halaman
    Jurnal Neuropati Diabetes
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Gynekologi
    Gynekologi
    Dokumen10 halaman
    Gynekologi
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • JIWA
    JIWA
    Dokumen17 halaman
    JIWA
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Agama
    Agama
    Dokumen37 halaman
    Agama
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Status
    Status
    Dokumen11 halaman
    Status
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Twiit
    Twiit
    Dokumen1 halaman
    Twiit
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • One Piece
    One Piece
    Dokumen1 halaman
    One Piece
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • JIWA
    JIWA
    Dokumen17 halaman
    JIWA
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Case Depresi
    Case Depresi
    Dokumen39 halaman
    Case Depresi
    Aulia Putri Mentari
    Belum ada peringkat
  • Anemia
    Anemia
    Dokumen19 halaman
    Anemia
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Ami
    Ami
    Dokumen16 halaman
    Ami
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Cholelitiasis Fix
    Cholelitiasis Fix
    Dokumen24 halaman
    Cholelitiasis Fix
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Bab III
    Bab III
    Dokumen6 halaman
    Bab III
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Refrat
    Refrat
    Dokumen17 halaman
    Refrat
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Hukum, Ham, Dan Demokrasi
    Hukum, Ham, Dan Demokrasi
    Dokumen18 halaman
    Hukum, Ham, Dan Demokrasi
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen5 halaman
    Bab I
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Skenario C
    Skenario C
    Dokumen3 halaman
    Skenario C
    Try Febriani Siregar
    Belum ada peringkat
  • Makalah Hukum Islam
    Makalah Hukum Islam
    Dokumen10 halaman
    Makalah Hukum Islam
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tutorial Dkenario C Blok 16
    Laporan Tutorial Dkenario C Blok 16
    Dokumen9 halaman
    Laporan Tutorial Dkenario C Blok 16
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Endocarditis
    Endocarditis
    Dokumen4 halaman
    Endocarditis
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Laporan FIX SKENARIO D 2014
    Laporan FIX SKENARIO D 2014
    Dokumen61 halaman
    Laporan FIX SKENARIO D 2014
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Perut Kembung
    Perut Kembung
    Dokumen1 halaman
    Perut Kembung
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat
  • Penanganan Limbah Padat
    Penanganan Limbah Padat
    Dokumen14 halaman
    Penanganan Limbah Padat
    Mukhlis Adam
    Belum ada peringkat
  • Laporan Tutorial
    Laporan Tutorial
    Dokumen49 halaman
    Laporan Tutorial
    Muhammad Agung Wijaksana
    Belum ada peringkat