Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.

Latar Belakang
Mandailing Natal merupakan salah satu daerah di Sumatera Utara yang memiliki

keanakeragaman hayati yang tinggi dimana Mandailing Natal mana baru saja ditunjuk sebagai
Tanaman Nasional Batang Gadis (TNBG), Mandailing Natal (Madina), Sumatera Utara. Salah
satu primadona adalah tanaman kentang hutanagodang. Kentang Hutanagodang sejak dahulu
kala sudah menjadi tanaman budidaya pavorit petani Ulupungkut, Mandailing Natal (Madina)
dan menjadi kentang yang sangat digemari konsumen karena memiliki cita rasa dan kualitas
yang tinggi (Mandailingonline, 2013).
Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) Mandailing Natal
(Madina), satu-satunya kawasan di Madina yang membudidayakan kentang
hanya Ulu Pungkut. Pada tahun 2007 luas tanam dan luas panen kentang di
kecatamatan berdataran tinggi ini seluas 30 hektar, tahun 2008 seluas 42
hektar, tahun 2009 seluas 43 hektar, tahun 2010 seluas 7 hektar, tahun
2011 seluas 9 hektar. Sementara dari sisi produksi, tahun 2007 sebanyak
697 ton, tahun 2008 sebanyak 975 ton, tahun 2009 sebanyak 998 ton, tahun
2010

sebanyak

pengembangan

163
ke

ton,

depan,

tahun
Ulu

2011
Pungkut

sebanyak
dari

sisi

208,98
luas

ton.

Untuk

kebun

masih

memungkinkan. BPS Madina menyebutkan saat ini luas tegal atau atau
kebun di Kecamatan Ulu Pungkut sekitar hektar 254 hektar.

Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa kentang hutanagodang terus mengalami
penurunan

luas lahan sehingga

menyebabkan berkurangnya jumlah populasi kentang

hutangodang jika hal ini terus dibiarkan maka akan menyebabkan hilangnya spesies kentang
hutanagodang.
Berdasarkan data yang diperoleh dari Dinas Pertanian (2009) bahwa kentang yang ada di
Sumatera Utara berasal dari Kabupaten Simalungun, Karo, Tapanuli Utara, Tapanuli Selatan,
Dairi, Tobasa, Madina, H. Hasundutan dan Samosir. Oleh sebab itu, penelitian ini akan melihat
bagaimana perbandingan karakter kuantitatif dan kualitatif dari masing-masing tanaman kentang
yang ada di Provinsi Sumatera Utara sehingga akan diperoleh hasil bagaimana perbandingan
antara kentang hutanagodang dengan kentang lain yang ada di Sumatera Utara.
Penentuan keragaman genetik dapat didasarkan pada sifat agronomi, morfologi dan
marka molekuler. Namun penanda molekuler dapat menunjukkan perbedaan genetik pada tingkat
yang lebih rinci dan tanpa dipengaruhi oleh faktor lingkungan serta melibatkan teknik yang
memberikanhasil keragaman genetik yang cepat. Secara garis besar teknik marka molekuler
kontribusi dalam identifikasi plasma nutfah, konservasi, pemilihan tetua untuk program seleksi.
Keunggulan dari marka DNA ini dapat memberikan polimorfisme pita DNA dalam jumlah
banyak, konsisten dan tidak dipengaruhi lingkungan. Marka RAPD merupakan salah satu
penanda DNA yang menggunakan prinsip kerja reaksi polimerisasi berantai dengan
menggunakan mesin PCR (Polymerase Chain Reaction) (Lollie, et al. 2013).
Penanda RAPD merupakan DNA marker berbasis PCR (Polymerase Chain Reaction)
denngan biaya yang relatif lebih ekonomis jika dibandingkan dengan marka lain karena tidak
memerlukan enzim restriksi dan enzim ligase maupun adapter seperti pada AFLP. Namun,

RAPD memiliki kelemahan yaitu sangat sesistif terhadap bahan kimia yang digunakan dan tidak
dapat membedakan individu homozigot dan heterozigot karena RAPD bersifat sebagai penanda
dominan.

Pemilihan

marka

yang

akan

digunakan

dalam

analisis

genetik

perlu

mempertimbangkan tujuan yang diinginkan, sumber dana yang dimiliki, fasilitas yang tersedia,
serta kelebihan dan kekurangan masing-masing tipe marka (Azrai, 2006).
Dwiatmini, et al. (2003) menjelaskan bahwa secara umum tahapan dalam proses analisis
genetik menggunakan RAPD yaitu isolasi DNA (Deoksiriboncleutida) genom, pemurnian, dan
penetepan kualitas dan kuantitas DNA, seleksi primer dan analisis polimorfisme. Pada saat
tahapan RAPD tersebut sering dijumpai permasalahan seperti degradasi DNA oleh ezim
endonklease, tingginya kandungan polisakarida, adanya senyawa inhibitor seperti polifenol dan
metabolit sekunder yang dapat menganggu reaksi ezimatik. Oleh sebab itu, tingkat kemurnian
DNA hasil isolasi menjadi penentu keberhasilan amplifikasi DNA (Puchooa, 2004).
1.2.
Perumusan Masalah
1. Tererosinya sumber plasma nutfah tanaman kentang merupakan hal
yang merugikan.
2. Identifikasi dan Karakterisasi terhadap sifat yang khas pada tanaman ini
masih perlu dilakukan baik secara penotipik dan genotip.
1.3. Tujuan Penelitian
1. Menganailisis dan mengevaluasi karakteristik dan keragaman kentang
berdasarkan penanda morfologi.
2. Menganalisis dan mengevaluasi karakteristik dan keragaman kentang
berdasarkan penanda RAPD.
3. Menganalisis dan mengevaluasi kedekatan jarak genetik tanaman
kentang di beberapa daerah di Sumatera Utara.

1.4. Kegunaan Penelitian


Penelitian ini sebagai kegiatan ilmiah untuk menyusun tesis dan
memperoleh

gelar

magister

pertanian

di

Program

Magister

Sekolah

Pascasarjana Fakultas Pertanian, Universitas Sumatera Utara, Medan serta


diharapkan sebagai informasi bagi pihak yang membutuhkan.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Keragaman Genetik
Keragaman genetik merupakan aspek yang penting dalam pelestarian tanaman.
Pengetahuan tentang keragaman genetik menjadi modal dasar bagi pakar pemuliaan tanaman dan
genetik populasi dalam perbaikan genetik dan pengembangan kualitas tanaman (Robiah 2004)
serta identifikasi gen-gen yang berpotensi membawa sifat unggul. Pemanfaatan penanda
molekuler merupakan teknik yang efektif dalam analisis genetik dan telah banyak diaplikasikan
secara luas dalam program pemuliaan tanaman (Karsinah et.al 2002).
Tingkat keragaman individu dalam populasi menggambarkan status keberadaan spesies
tersebut di alam. Populasi dengan keragaman genetik yang tinggi mempunyai peluang hidup
yang lebih baik karena mempunyai kemampuan yang lebih baik untuk beradaptasi dengan
lingkungannya. Dalam pemuliaan tanaman, keragaman genetik dalam populasi tanaman
mempunyai arti yang sangat penting untuk pengembangan sumber genetik yang diperlukan
dalam pemuliaan tanaman (Mangoendidjojo, 2003).
Keragaman genetik alami merupakan sumber bagi setiap program pemuliaan tanaman.
Variasi ini dapat dimanfaatkan, seperti semula dilakukan manusia, dengan cara melakukan
introduksi sederhana dan teknik seleksi atau dapat dimanfaatkan dalam program persilangan
yang canggih untuk mendapatkan kombinasi genetik yang baru. Jika perbedaan antara dua
individu yang mempunyai faktor lingkungan yang sama dapat diukur, maka perbedaan ini

berasal dari variasi genotip kedua tanaman tersebut. Keragaman genetik menjadi perhatian utama
para pemulia tanaman, karena melalui pengelolaan yang tepat dapat dihasilkan varietas baru
yang lebih baik (Welsh, 1991).
Penanda Morfologi
Penanda ini mudah dilihat oleh mata dan telah banyak digunakan sejak masa awal
genetika. Contohnya adalah warna, ukuran, atau bentuk organ tertentu. Walaupun mudah dan
masih dipakai (biasanya digunakan untuk mengontrol berhasilnya suatu persilangan), penanda
morfologi dapat termodifikasi oleh pengaruh lingkungan sehingga dianggap tidak stabil. Selain
itu, penanda morfologi jumlahnya sangat terbatas dan untuk mengamatinya orang harus
menunggu hingga sifat penanda itu muncul (Enik, 2012).
Dalam Purwantoro et al (2005) kekerabatan secara fenotipe merupakan kekerabatan yang
didasarkan pada analisis sejumlah penampilan fenotipe dari suatu organisme. Hubungan
kekerabatan antara dua individu atau populasi dapat diukur berdasarkan kesamaan sejumlah
karakter dengan asumsi bahwa karakter-karakter berbeda disebabkan oleh adanya perbedaan
susunan genetik. Gen merupakan potongan DNA yang hasil aktivitasnya (ekspresinya) dapat
diamati melalui perubahan karakter morfologi yang dapat diakibatkan oleh pengaruh lingkungan
Analisis RAPD
AND (asam deoksiribonukleat) adalah bahan yang diwariskan dan
merupakan unsure pokok kromosom yang disebut dengan nuklein atau
bahan yang ada hubungannya dengan nucleus. AND terdapat hampir
seluruhnya dalam kromosom organism tingkat tinggi. Struktur kimia AND
terdiri atas deoksiribosa (pentose), fosfat (PO 4) dan empat macam basa

organic. Basa-basa organiknya ada dua yaitu purin-adenin (A) dan guanine
(G) dan pririmidin timin (T) dan sitosin (S) (Crowder, 1990).
Metode RAPD digunakan untuk emngidentifikasi sejumlah polimorfisme DNA yang
menggunakan oligonukleotida pendek (biasanya 10 bp) sebagai pimer yang akan berikatan
dengan bagian komplemennya. Tergantung pada daerah pelekatan primer yang komplemen yang
dicampuri pada genom individu tersebut dan panjangnya urutan DNA yang diintervensi, primer
mengamplifikasi 0 sampai 30 produk amplifikasi. Beratus-ratus primer RAPD tersedia secara
komersial dari Tekhnologi Operon Inc. Alameda dan beberapa primer digunakan secara bebas.
Banyak penanda polimorfisme bisa diidentifikasi. Spesies yang berbeda dapat menunjukkan
tingkat polimorfisme yang berbeda, sebanding dengan variasi lokus RAPD dan jumlah lokus
yang diamplifikasi (Anggraeni, 2008).
Teknik RAPD hanya digunakan pada satu primer arbitrasi yang dapat menempel pada
kedua utas DNA setelah didenaturasi pada situs tertentu yang homolog dengan spesifitas
penempelan yang tinggi. Potongan DNA yang teramplifikasi berdasarkan pilihan penempelan
yang bersifat acak dan tidak harus berkaitan dengan gen tertentu. Penggunaan penanda RAPD
relatif sederhana dan mudah dalam hal preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih
cepat dibandingkan dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan
jumlah karakter yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk keperluan analisis
keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar belakang genomnya, baik organisme
tingkat tinggi (eukariot) maupun organisme tingkat rendah (prokariot) (Bardakci 2001).
Marka RAPD biasanya berperilaku sebagai marka genetik dominan. Dominasi dalam hal
ini tidak menunjuk pada pengertian klasik tentang interaksi antar alel intralokus, tetapi lebih
semata-mata pada sudut pandang hubungan fenotipe dan genotipe. Bila pita RAPD teramati pada

gel, fragmen yang berasal dari amplifikasi satu atau dua takar (dosage) alelik tidak bisa
dibedakan. Dalam hal ini pada individu diploid homozigot (AA) untuk lokus RAPD, amplifikasi
dilakukan dari dua kopi alel RAPD (A). Pada individu heterozigot (Aa) untuk lokus yang sama,
alel (A) diamplifikasi dan alel (a) tidak diamplifikasi. Deteksi fragmen RAPD tidak cukup
memiliki kepekaan kuantitatif untuk membedakan dua kondisi tersebut. Pada dua kondisi
tersebut akan teramati intensitas pita yang identik. Sementara itu, genotipe homozigot resesif (aa)
dikenali dengan tidak munculnya pita (Surahman et al 2007).
Ada beberapa alas an dalam pemakaian teknik RAPD pada analisi genetik antara lain
tidak membutuhkan latar belakang pengetahuan genom yang akan dianalisis, primer secara
universal dapat digunakan untuk organism prokariot maupun eukariot, mampu menghasilkan
karakter relative tidak terbatas jumlahnya, bahan yang digunakan relative murah dan tidak
bergantung pada bahan radioaktif, mudah dalam hal preparasi, dan memberikan hasil lebih cepat
dibandingkan dengan analisis keragaman molekuler lainnya. Keunggulan teknis RAPD adalah
kesederhanaan, kecepatan dan kepraktisannya (Jayusman, 2002).
Marka molekuler pada tanaman dapat dibedakan menjadi dua yaitu penanda yang
mendasarkan teknik PCR dan yang tidak mendasarkan teknik PCR. Penanda molekuler yang
mendasarkan teknik PCR antara lain RAPD, AFLP dan SSR, sedangkan penanda molekuler yang
tidak mendasarkan teknik PCR yaitu RFLP (Enik, 2012).
Pemilihan Primer RAPD merupakan salah satu keberhasilan dalam suatu penelitian.
Primer merupakan DNA pendek yang terdiri atas beberapa nukleotida sebagai pemula pada
proses sintesis DNA dengan PCR (Bintang, 2010). Pada proses PCR biasanya membutuhkan
sepasang primer (forward dan reverse) yang dirancang agar menempel spesifik pada daerah
tertentu pada DNA cetakan. Berbeda dengan primer pada umumnya, pada teknik RAPD, primer

memiliki urutan basa yang pendek yaitu 10 basa. Primer tersebut bersifat tunggal yang
memiliki rangkaian nukleotida acak, digunakan untuk mendeteksi polimorfisme DNA (Surahman
et al 2007).
PCR

adalah suatu metode in vitro untuk mengahasilkan sejumlah

besar fragmen DNA spesifik dengan panjang dan sekuens yang telah
ditentukandari sejumlah template kompleks. Metode PCR didasarkan pada
amplifikasi enzimatik suatu fragmen DNA yang diikat oleh dua primer
oligonuleutida yang menggabung untaian sekuen target yang berlawanan.
Primer-primer ini terorientasi dengan ujung 3 yang menjadi titik sentuh satu
dengan yang lain. Siklus panas denaturasi template yang berulang,
annealing primer dengan sekuens komplementernya dan

pengembangan

primer ter-annealing dengan hasil DNA polymerase dalam amplifikasi


segmen DNA secara eksponensial yang ditentukan oleh ujung 5 dari primer
PCR. Setelah n jumlah siklus reaksi, maka 2n molekul-molekul target dapat
dihasilkan (Nasir, 2002).
Kerangka Berfikir Penelitian
Hipotesis
DAFTAR PUSTAKA
Azrai, M. 2006. Sinergi Teknologi Marka Molekuler dalam Pemuliaan Tanaman Jagung. Jurnal
Litbang Pertanian. Balai Penelitian Tanaman Serelia. Makassar. Hlm. 81-89.
Puchooa, D. 2004. A Simple, Rapid and Efficient Method For The Extraction Of Genomic DNA
From Lychee (Litchi chinensis Som.). African Journal of Biotechnology. Pages : 253-255.
Nasir, M. 2002. Bioteknologi Molekuler Teknik Rekayasa Genetik Tanaman. Penerbit PT.Citra
Aditya Bakti. Bandung.

Enik, N.A. 2012. Seminar Penggunaan Penanda Marka Molekuler untuk Mempercepat dan
Mempermudah Perbaikan Kualitas Tanaman Teh (Camellia sinensis L. O.Kuntze.). Makalah.
Program Studi Pemuliaan Tanaman. Jurusan Budidaya Pertanian. Fakultas Pertanian. Universitas
Gadjah Mada. Yogyakarta.
Bardacki F. 2001. Random amplified polymorphic DNA (RAPD) Markers. Turk J Biol Vol. 25.
Pages 185 196.
Surahman M, Muhamad S, Toding T. 2007. Perakitan Varietas Semangka (Citrullus lanatus
(Thunberg) Matsum & Nakai) Banpa biji Tahan Terhadap Penyakit Layu Fusarium dengan
Memanfaatkan Marka RAPD Laporan Penelitian Hibah Bersaing]. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.
Bintang M. 2010. Biokimia Teknik Penelitian. Erlangga. Jakarta.
Jayusman, 2002. Variabilitas Genetik Intrapopulasi dan Interpopulasi Plasma Nutfah Kelapa
Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Berdasarkan Marka Isozim dan RAPD. Tesis. Program
Pascasarjana. Universitas Sumatera Utara. Medan.
Anggraeni, E. 2008. Random Aplified DNA (RAPD), Suatu Metode Analisis DNA dalam
Menjelaskan Berbagai Fenomena Biologi. Jurnal Biospescies. Vol. 1 No.2. Hlm. 73-76.
Karsinah, Sudarsono, Setyobudi I, Aswidinnoor H. 2002. Keragaman genetik plasma nutfah
jeruk berdasarkan analisis penanda RAPD. Jurnal Bioteknologi Pertanian.Vol. 7. Hlm. 8-16.
Robiah HR. 2004. Analisis Keanekaragaman Genetik Pisang Introduksi (Musa sp) berdaarkan
fenotipik dan RAPD. Tesis. Sekolah Pascsarjana, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Mangoendidjojo, W., 2003. DasarDasar Pemuliaan Tanaman. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.
Welsh, J.R., 1991. Dasar-Dasar Genetika dan Pemuliaan Tanaman. Erlangga, Jakarta.
Crowder, L.V. 1990. Genetika Tumbuhan. Gadjah Mada University Press. Yogyakarta.
Purwantoro, A., E. Ambarwati, dan F.Setianingsih, 2005. Kekerabatan Antar Anggrek Spesies
Berdasarkan Sifat Morfologi Tanaman Dan Bunga. Ilmu Pertanian Vol. 12 No.1. Hlm. 1 11.
Lollie, A.P.P., Mahyuni, K.H., Basyuni, dan Indra, E. S., 2013. Analisis Awal : Pemakaian Marka
Molekuler RAPD untuk Pendugaan Keragamaan Genetik Plasma Nutfah Aren Sumatera Utara.
Prosiding Seminar Nasional Agrovorestri. Hlm. 707-709.

Anda mungkin juga menyukai