Anda di halaman 1dari 19

1

Kerangka Berfikir Pemanfaatan Ketersediaan Sumber Daya Manusia untuk Meningkatkan Produksi Sektor Pertanian

Manusia

Jumlah Banyak
Monitoring
dan Evaluasi

Belum Memiliki
Keahlian dalam
Bercocok Tanam

Jaminan
Keamanan
Penanaman
nilai sosial dan
spritual

Upaya
Peningkatan
Keahlian Bertani

Pendidikan dan
Pelatihan

Penyamaan
Persepsi antara
Pemerintah dan
Masyarakat

Kesepakatan
Lokal
Pemberian Modal Usaha

Penyediaan Tempat
Tinggal
Diharapkan
diperoleh SDM
yang Ahli

Distribusi Ke
Berbagai Wilayah

Peningkatan
Produksi

Penyediaan Sarana dan


Prasarana Pertanian

BAB I. PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Kondisi krisis ekonomi yang dialami Indonesia telah membangkitkan
kesadaran sebagian publik dan pembuat kebijakan tentang betapa pentingnya
pembangunan bidang pertanian. Bidang pertanian telah menunjukkan ketahanan
yang luar biasa dalam pembangunan nasional dan bahkan mampu menjamin
keberlangsungan kehidupan dan pendapatan bagi kebanyakan masyarakat pada
kondisi krisis dewasa ini. Pertanian mempunyai potensi tidak saja untuk menjadi
tumpuan dalam penyerapan tenaga kerja dan membuka berbagai lapangan usaha,
tetapi juga dapat diandaikan sebagai penghasil dan sekaligus penghemat devisa.
Sejak tahun 1990 perhatian pemerintah mulai diarahkan pada sektor
industri, dan jasa seiring dengan terjadinya transformasi ekonomi dari negara
agraris menjadi negara industri sehingga peran sector pertanian mulai menurun
dalam menyebabkan struktur perekonomian, Produk Domestik Bruto (PDB),
pembangunan ekonomi dan kebijakan politik mengarah pada sektor industri dan
jasa. Fokus pembangunan ekonomi lebih banyak diarahkan pada sektor industri
dan jasa, bahkan yang berbasis teknologi tinggi dan intensif capital. Namun pada
tahun 1997/1998 krisis ekonomi menunjukkan bahwa sektor pertanian memiliki
daya tahan yang cukup tinggi terhadap goncangan ekonomi dibandingkan sektor
lain sehingga dapat menyelamatkan memerintahan dan negara dari kebangkrutan
(Gerard and Ruf, 2001).
Dari peristiwa tersebut membuktikan bahwa sektor pertanian harus tetap
mendapatkan perhatian pemerintah karena memiliki dasar yang kuat sebagai
penopang perekonomian nasional (Arifin, 2005).
Mengapa pertanian Thailand bisa berkembang dan mampu mencapai pasar
global? Di Negeri Gajah Putih itu pengembangan pertanian tidak hanya ditangani
oleh Departemen Pertanian, tetapi ditunjang oleh seluruh sektor, sehingga semua
sumber daya, mulai dari kredit hingga transportasi diarahkan ke sana. Sebaliknya
di Indonesia, bicara pertanian berarti bicara Departemen Pertanian. Kenyataan ini

barangkali yang menyebabkan pertanian di Republik ini tidak berkembang seperti


di negara lain (Purwiyatno, dkk. 200).
Pertanian Indonesia hanya diarahkan untuk makanan atau pangan. Padahal
pertanian bisa menyadiakan bahan mentah untuk industri manufaktur, untuk
industri kerajinan ukir-ukiran, kayu anyaman dan lain-lainnya, di samping itu
untuk bahan bangunan. Selain itu, pertanian pun bisa diarahkan untuk
meningkatkan devisa sekaligus memproduksi barang substitusi impor. Bahan
pakan ternak dan perikanan yang selama ini diimpor, bisa disediakan oleh
pertanian, misalnya jagung. Mencari sumber energi lestari untuk mengantisipasi
hilangnya sumber-sumber migas di masa mendatang, ke mana lagi kalau tidak ke
pertanian.
Richard Rugless beserta istrinya Nancy D. Rugless mendefenisikan
pengertian produksi secara lebih luas yaitu In border terms any process that
creates value or adds value to already existing goods is production (secara lebih
luas, setiap proses yang menciptakan nilai atau memperbesar nilai sesuatu barang
adalah produksi). Secara lebih jelas bahwa setiap proses yang menciptakan nilai
atau memperbesar nilai sesuatu barang adalah produksi (Rosyidi, 2005).
Produksi merupakan sesuatu yang diperoleh sebagai akibat bekerjanya
faktor produksi (input) secara sekaligus yaitu tanah, modal, tenaga kerja dan
manajemen (Mubyarto, 1994). ). Produksi komoditas pertanian dapat dinyatakan
sebagai perangkat prosedur dan kegiatan yang terjadi dalam penciptaan komoditas
berupa kegiatan usaha tani maupun usaha lainnya. Proses produksi lebih dikenal
sebagai budi daya tanaman merupakan usaha bercocok tanam di lahan untuk
menghasilkan bahan segar (raw material). Bahan segar tersebut dijadikan bahan
baku untuk menghasilkan bahan setengah jadi (work in process) atau barang jadi
(finished product) di industri-industri pertanian atau dikenal dengan nama
agroindustri (agrifood industry). Beberapa faktor yang mempengaruhi produksi
pertanian antara lain lahan pertanian, tenaga kerja, modal, pupuk, pestisida, bibit,
teknologi dan manajemen (Rahim dan Astuti, 2008).
Berdasarkan pendapat dari Rahim dan Astuti (2008) dapat diketahui
bahwa salah satu cara untuk meningkatkan produksi pertanian adalah dengan cara
memanfaatkan sumber daya manusia sebagai tenaga kerja serta dengan

memperluas areal pertanaman. Jumlah penduduk Indonesia yang begitu besar


merupakan potensi yang harus dimanfaatkan. Pada Tabel 1 dapat dilihat distribusi
kepadatan penduduk, jumlah penduduk, persentase penduduk dan laju
pertumbuhan penduduk Tahun 2010.
Tabel 1. Distribusi Kepadatan Penduduk, Jumlah Penduduk, Persentase
Penduduk dan Laju Pertumbuhan Penduduk
Provinsi
Aceh
Sumatera Utara
Sumatera Barat
Riau
Jambi
Sumatera Selatan
Bengkulu
Lampung
Kep. Bangka Belitung
Kepulauan Riau
DKI Jakarta
Jawa Barat
Jawa Tengah
DI Yogyakarta
Jawa Timur
Banten
Bali
NTB
NTT
Kalimantan Barat
Kalimantan Tengah
Kalimantan Selatan
Kalimantan Timur
Sulawesi Utara
Sulawesi Tengah
Sulawesi Selatan
Sulawesi Tenggara
Gorontalo
Sulawesi Barat
Maluku
Maluku Utara
Papua Barat
Papua
Sumber : BPS (2010)

Kepadatan
Penduduk
78
179
116
64
62
82
86
220
75
206
14518
1222
989
1107
786
1106
676
243
97
30
14
94
17
164
43
173
59
93
69
33
33
8
9

Jumlah
Penduduk
4494410
12982204
4846909
5538367
3092265
7450394
1715518
7608405
1223296
1679163
9607787
43053732
32382657
3457491
37476757
10632166
3890757
4500212
4683827
4395983
2212089
3626616
3553143
2270596
2635009
8034776
2232586
1040164
1158651
1533506
1038087
760422
2833381

Persentase
Penduduk
1.9
5.46
2.04
2.34
1.3
3.14
0.72
3.2
0.52
0.71
4.04
18.12
13.6
1.45
15.75
4.48
1.64
1.89
1.97
1.85
0.93
1.53
1.5
0.95
1.11
3.38
0.94
0.44
0.49
0.65
0.44
0.32
1.2

Laju
Pertumbuhan
Penduduk
2.36
1.10
1.34
3.58
2.56
1.85
1.67
1.24
3.14
4.95
1.41
1.90
0.37
1.04
0.76
2.78
2.15
1.17
2.07
0.91
1.79
1.99
3.81
1.28
1.95
1.17
2.08
2.26
2.68
2.80
2.47
3.71
5.39

Dilihat dari jumlah penduduknya Indonesia termasuk negara terbesar


ketiga iantara negara-negara sedang berkembang setelah Gina dan India. Hasil
pencacahan lengkap sensus penduduk 1990, penduduk Indonesia berjumlah 179,4
juta jiwa. Berdasarkan hasil proyeksi penduduk, julah penduduk pada tahun 1995
mencapai 195,3 juta jiwa.
Kepadatan di 33 Propinsi masih belum merata. Berdasarkan sensus
penduduk tahun 2010 sekitar 60% penduduk tinggal di Pulau Jawa, padahal luas
Pulau Jawa hanya sekitar 7% dari seluruh wilayah daratan Indonesia. Dilain
pihak, Kalimantan yang memiliki 28% dari luas total, hanya dihuni oleh 5%
penduduk Indonesia. Dengan demikian kepadatan penduduk secara regional juga
sangat timpang, sementara kepadatan mencapai 18.000 penduduk jika
dibadningkan dengan Kalimantan dan Papu masing-masing hanya 100 dan 8
penduduk.
Ketidakseimbangan

kepadatan

penduduk

ini

mengakibatkan

ketidakmerataan pembangunan baik fisik maupun non phisik yang selanjutnya


mengakibatkan keinginan untuk pindah semakin tinggi. Arus perpindahan
penduduk

biasanya

bergerak

dari

daerah

yang

agak

terkebelakang

pembangunannya ke daerah yang lebih maju, sehingga daerah yang sudah padat
menjadi semakin padat. Keadaan seperti ini juga akan berpengaruh terhadap
produksi dan produktivitas sektor pertanian.
Namun, disisi lain hal ini merupakan hal yang sangat positif jika dapat
dimanfaatkan sebagai tenaga kerja pertanian dengan cara mendistribusikan
penduduk tersebut ke wilayah-wilayah yang memiliki tingkat kepadatan penduduk
yang masih rendah. Potensi sumber daya lahan Indonesia masih banyak yang
belum dimanfaatkan. Berdasarkan data BPS, luas lahan pertanian sekitar 70,20 ha,
dan sebagaian besar berupa lahan perkebunan (18,50 juta ha), tegalan (14,60 juta
ha), lahan tidur (11,30 juta ha) dan sawah (7,90 ha). Berdasarkan data dapat
diketahui bahwa lahan tidur yang mencapai 11,30 juta ha masih berpotensi
dimanfaatkan sebagai lahan-lahan pertanian yang produktif .

Sumber : BPS (2005)


Namun, untuk mendistribusikan penduduk ke wilayah tersebut diperlukan
suatu program yang berkesinambungan dan berkelanjutan selain itu diperlukan
berbagai upaya agar potensi sumber daya manusia yang ada dapat dimanfaatkan
secara optimal. Masalah-masalah lain seperti ketenagakerjaan 77% angkatan kerja
masih berpendidikan rendah. Dampaknya terhadap pendapatan perkapita yang
pada gilirannya akan berpengaruh terhadap kualitas hidup. Juga terhadap
kehidupan rumah tangga seperti perceraian dan perkawinan yang akan
berpengaruh terhadap angka kelahiran dan kematian yang dalam banyak hal
dijadikan indikator bagi kesejahteraan suatu negara. Nampaknya sederhana, tetapi
harus diingat bahwa manusia adalah sebagai subjek tetapi juga sekaligus objek
pembangunan sehingga bila tidak diantisipasi mungkin pada gilirannnya akan
berakibat ketidakstabilan atau kerapuhan suatu Negara (Sri, 2003).
Di Indonesia dari tingkat partisipasi anak usia sekolah baru mencapai 53%
meskipun wajib belajar pendidikan dasar 9 tahun telah dicanangkan oleh
pemerintah. Dibanding negara tetangga, tingkat partisipasi pendidikan kita
tergolong rendah. Hongkong misalnya tahun 1985 telah mencapai 95%, Korea
Selatan 88% dan Singapura telah mencapai 95 % (Surabaya Post, 2 Oktober
1995).
Berdasarkan hal ini maka perlu dibuat program yang jelas, terarah, dan
berkesinambungan. Upaya peningkatan keahlian bertani penduduk terlebih dahulu
harus ditingkatkan. Langkah tersebut dapat dilakukan dengan cara penyamaan

persepsi antara masyarakat dan pemerintah, penanaman nilai social dan spiritual
serta pembuatan lambaga pendidikan dan pelatihan tentang pertanian. Selain into
juga daerah tujuan transmigrasi ke lokasi tujuan harus dipersiapkan secara
matang. Hal itu dapat diwujudkan dengan cara identifikasi faktor pendukung
dalam distribusi wilayah, penyediaan sarana dan prasarna pertanian, penyediaan
tempat tinggal, pemberian modal usaha, kesepakatan lokal, jaminan keamanan,
monitoring dan evaluasi
1.2.Tujuan Penulisan
Untuk megetahui pemanfaatan ketersediaan sumber daya manusia untuk
meningkatkan produksi sektor pertanian.

1.3. Kegunaaan Penulisan


Sebagai salah satu sumber bahan bacaan terkait dengan pemanfaatan
sumber daya manusia untuk meningkatkan produksi sektor pertanian.

BAB II .PEMANFAATAN KETERSEDIAAN SUMBER DAYA MANUSIA


UNTUK MENINGKATKAN PRODUKSI SEKTOR PERTANIAN
Pemanfaatan sumber daya manusia yang ada di Indonesia akan dapat
meningkatkan produksi sektor pertanian yaitu dengan cara mendistribusikan atau
memindahakan penduduk ke wilayah non produktif. Program ini juga dapat
dikatakan sebagai program transmigrasi. Diharapakan lahan yang tidak terpakai
dapat dimanfaatkan untuk ditanami komoditi pertanian sehingga disamping
meningkatkan produksi juga dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
Menurut UU No.3 Tahun 1972 yang menyebutkan bahawa tujuan
trasmigrasi adalah Peningkatan taraf hidup, pembangunan daerah, pemerataan
jumlah penduduk, pemanfaatan sumber daya alam sertan kesatuan dan persatuan
bangsa.
Program transmigrasi di Indonesia kemudian terus berlanjut hingga
beberapa periode, dari mulai Prapelita, Pelita I-VI, Reformasi, Gotong Royong,
hingga periode sekarang. Masing-masing dengan strategi serta fokus yang
berbeda. Selama menjalankan program tersebut, tentu banyak sekali masalah yang
muncul. Salah satunya yang sangat mencuat adalah masalah ketidaksiapan daerah
penempatan dalam menerima transmigran. Kasus-kasus seperti resistensi warga
setempat, masalah status tanah, hingga medan terlalu berat pun banyak menghiasi
pemberitaan media massa. Kejadian-kejadian ini sempat membuat image
transmigrasi terpuruk (Balatrans, 2013).
Program penditribusian penduduk telah dilakukan ke daerah Kalmantan
Timur. Penempatan transmigran di Propinsi Kalimantan Timur umumnya
berorientasi pemenuhan kebutuhan tenaga kerja yang disesuaikan dengan
kebutuhan daerah. Adanya daya tarik ini para transmigran dari daerah asal di
pulau Jawa tertarik untuk mengikuti Program Transmigrasi Swakarsa Mandiri
(TSM). Program Transmigrasi Swakarsa Mandiri di Propinsi Kalimantan Timur,
dilaksanakan dalam rangka penataan penduduk desa dan pemenuhan penduduk
serta jumlah penempatan Transmigrasi Swakarsa Mandiri. Sampai tahun 2000
telah ditempatkan 10.290 KK TSM.

2.1.Upaya Peningkatan Keahlian Bertani Masyarakat


Jhonston and Mellor (2007) menyatakan bahwa pertumbuhan sektor
pertanian yang makin menurun juga disebabkan karena ekspansi produksi sektor
pertanian terhadap input tenaga kerja mengikuti hukum constant dan diminishing
return.
Pemanfaatan lahan tidur atau non produktif akan semakin optimal jika
sumberdaya manusia yang digunakan adalah tenaga-tenaga yang telah ahli dan
memiliki skil dasar tentang pertanian. Oleh sebab itu, peningkatan kualitas sumber
daya manusia dapat dilakukan dengan cara pemberian pembekalan sebelum
diterjunkan ke lapangan. Upaya yang dapat dilakukan akan dibahas pada paragraf
sebagai berikut:
2.1.1. Penyamaan Persepsi antara Masyarakat dan Pemerintah tentang .
Peningkatan Produksi Pertanian
Penyamaan persepsi antara masyarakat dan pemerintah perlu untuk
dilakukan karena selama ini persepsi masyarakat terhadap sektor pertanian masih
memiliki sentiment negatif. Penyamaan persepsi tersebut bertujuan untuk
menghindari adanya kesalahpahaman terkait dengan distribusi penduduk kedaerah
atau lahan yang kurang produktif. Sebagaimana kita ketahui bahwa pola piker
massyarakat saat sekarang ini adalah berfikir serba praktis sehingga membuat
masyarakat cenderung untuk memilih lapangan kerja yang berada di kantoran,
padahal tidak semua orang memiliki kapasitas untuk bekerja di kantoran tersebut.
Untuk itu pemerintah terlebih dahulu menyingkirkan pola pikir kantoran
seperti ini. Ketika masyarakat mendengar kata transmigrasi maka yang muncul
dalam benak kita adalah perpindahan penduduk dari suatu tempat ke tempat lain
untuk kepentingan meningkatkan taraf ekonomi. Namun di sisi yang lain juga
untuk mengurangi kepadatan penduduk di sebuah daerah sehingga perlu adanya
pergeseran dan pemerataan.
Namun dalam kenyataannya, untuk menjalankan program itu tidak
semudah membalik telapak tangan dan tidak sesederhana tujuan yang digagas
pemerintah. Karena sasaran program itu adalah manusia yang memiliki sifat dan
watak yang bermacam-macam. Perlu sosialisasi yang komprehensif dan

10

menyeluruh serta pemahaman yang cukup dimengerti oleh kelompok sasaran


(Karimata, 2014).
Mitah (1990) menyebutkan bahwa persepsi pada hakikatnya adalah proses
kgonitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang
lingkungan baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan dan
penciuman. Kunci untuk memahami perspsi terletak pada pengenalan bahwa
persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya
suat penrhadap catatan yang benar situasi. Persepsi meliputi semua proses yang
dilakukan seseorang dalam memahami informasi mengenai lingkungannya.
Fungsi persepsi itu sangat dipengaruhi oleh tiga variabel yaitu objek atau
peristiwa yang dipahami, lingkungan terjadinya persepsi dan orang-orang yang
mengalami persepsi.
Persepsi adalah pengalaman seseorang tentang obyek, peristiwa, atau
hubunganhubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan
menafsirkan pesan. Dua faktor yang mempengaruhi proses pembentukan persepsi
yaitu faktor stuktural dan faktor fungsional. Faktor struktural berasal sematamata
dari sifat rangsangan (stimuli) fisik dan efekefek saraf yang ditimbulkannya pada
sistem saraf individu. Itu berarti secara struktural persepsi ditentukan oleh jenis
dan bentuk rangsangan yang diterima. Sedangkan faktor fungsional berasal dari
kebutuhan, pengalaman masa lalu, dan halhal lain yang termasuk ke dalam faktor
pribadi, jadi yang menentukan persepsi secara fungsional ialah karakteristik orang
yang memberi respons terhadap rangsangan tersebut (Rakhmat, 2004).
Oleh sebab itu pemerintah harus dapat membuat persepsi masyarakat
menjadi lebih positif terhadap program distribusi penduduk ke lahan yang kurang
produktif. Hal tersebut dapat diwujudkan dengan cara membuat kerjasama antara
ahli psikologi manusia dengan pemerintah.

2.1.2. Penanaman Nilai Sosial dan Spritual


Manusia lahir kedunia atas karunia Allah SWT. Yang tidak berdaya, tetapi
dilengkapi dengan berbagai kemampuan dasar yang penuh kemungkinan, sebagai
alat supaya dapat berbuat dan bekerja, cipta, rasa, karsa dan karya untuk kemudian
mengabdikan diri kepada penciptanya

11

( Q.S. An Nahl : 78 dan Qs : Al Hajj : 5).


Untuk dapat bertahan hidup di daerah yang berbeda sebaiknya pemerintah
tidak melupakan penanaman nilai social dan spiritual kepada masyarakat yang
bersedia didistribusikan ke darah lahan tidur. Hal ini akan menjadi bekal bagi
mereka ketika berada di daerah lain tersebut. Dengan ditanamkannya nilai sosial
dan spiritual seseorang tersebut akan seimbang antara kehidupan dunia dan
akhirat, serta akan lebih dapat menghargai orang lain di sekitarnya.
Ditengah kehidupan masyarakat saat ini nilai-nilai atau norma-norma lokal
sudah mulai memudar yang disebabkan oleh bermacam faktor diantaranya oleh
sinergitas faktor sosial ekonomi, sosial budaya, sosial politik/hukum dan
teknologi. Faktor ekonomi misalnya pendapatan rendah sementara jumlah
penduduk terus meningkat yangmenyebabkan meningkatnya kebutuhan akan
sumber penghidupan, serta tingginya tingkat kecemburuan sosial akibat kebebasan
beberapa pihak luar yang mengambil dan memanfaatkan hutan dan hasil hutan
yang berada disekitar tempat tinggal meraka. Kalau ditinjau dari faktor sosial
budaya lemahnya kontrol sosial hukum adat dan melemahnya kepercayaan
terhadap pemangku dan lembaga adat yang ada di tingkat masyarakat. Dalam
faktor sosial hukum/politik adalah disebabkan adanya kebijakan sentralistik dalam
pengelolaan dan pemanfaatan hutan. Sedangkan dari ilmu pengetahuan dan
teknologi. Semakin meningkatnya pendidikan dan pengetahuan masyarakat serta
penguasaan teknologi talah merubah pola fikir masyarakat untuk memanfaatkan
hutan secara berlebihan tanpa mempertimbangkan keberlanjutannya.

2.1.3. Pendidikan dan Pelatihan


Calon transmigran dengan kompetensi yang rendah adalah sebuah
keniscayaan, karena transmigrasi merupakan salah satu program

yang

dimaksudkan untuk menanggulangi masalah kemiskinan dan pengangguran.


Sebagian besar calon transmigran adalah mereka yang secara ekonomi kalah
bersaing ketika di daerah asalnya. Persoalannya adalah bagaimana pemerintah
mempersiapkan calon transmigran yang demikian menjadi transmigran yang
kompeten.

12

2.2. Distribusi Penduduk ke Lahan Pertanian


Pemerintah mulai dari pusat hingga daerah perlu terus menggalakkan
program transmigrasiuntuk membuka lapangan kerja kepada masyarakat
menengah ke bawah. Dan meminimalisir (kalau tidak bisa menghindari) ramairamainya masyarakat yang ikut Tenaga Kerja Indonesia (TKI) ke luar negeri
dengan hanya iming-iming gaji tinggi dan tidak berfikir resikonya. Dan ironisnya,
tidak sedikit TKI yang pulang dengan tangan hampa dan bahkan masih membawa
masalah. Program transmigrasi dari semua sisi sangat menguntungkan. Dari sisi
lapangan pekerjaan para transmigran diberi 2 hektar lahan untuk dikelola sebagai
hak milik. Disediakan rumah layak huni dengan semua kebutuhan rumah tangga
dipenuhi, dan biaya hidup selama tahun pertama juga ditanggung penuh
pemerintah setempat (Karimata, 2014).
2.2.1. Identifikasi Faktor Pendukung dalam Distribusi Wilayah
Seiring dengan diberlakukannya UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang
Pemerintahan Daerah yang disempurnakan dengan Undang-Undang Nomor 32
Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah dan UU Nomor 25 Tahun 1999 tentang
Perimbangan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Daerah serta Peraturan
Pemerintah RI Nomor 25 Tahun 2000 tentang Kewenangan Pemerintah dan
Kewenangan Provinsi sebagai Daerah Otonom, sangatmempengaruhi dalam
proses penyelenggaraan transmigrasi termasuk di Kabupaten Mimika. Dengan
paradigma barunya dalam penyelenggaraan transmigrasi Pemerintah Pusat
berfungsi sebagai steering sedangkan Pemerintah Daerah dalam hal ini
Pemerintah Kabupaten Mimika mempunyai fungsi operasional sebagai rowing.
Program

pembangunan

transmigrasi

diposisikan

sebagai

bagian

dari

pembangunan daerah. Perencanaan dimulai dari bawah (bottom up planning)


dengan mengadopsi aspirasi yang berkembang yang muncul dari masyarakat
(Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi, 2005).
2.2.2. Penyediaan Sarana dan Prasarana Pertanian
Dengan mengoptimalkan dukungan pemerintah daerah, lintas sektor serta
partisipasi swasta dan masyarakat ( lokal, nasional, maupun internasional) maka

13

kawasan permukiman trasnmigrasi akan meningkat daya tariknya dan selanjutnya


berkembang menjadi kawasan andalan daerah. Untuk mewujudkan keterpaduan,
permukiman transmigrasi harus dibangun dengan menggunakan pendekatan
kawasan melalui koordinasi lintas sektor. Dengan adanya otonomi daerah, Bupati
harus dapat berperan sebagai integrator kegiatan lintas sektor seperti
kependudukan,
Selanjutnya

kesehatan,
Bupati

pendidikan,

dapat

agama,

mengajukan

pertanian,
usulan

dan

lain-lain.

program

kepada

Departemen/Kementerian yang terkait untuk memperoleh dukungan pendanaan


dan program (Soegiharto dan Najiyati, 2010).
Infrastruktur pengelolaan lahan dan air adalah bangunan di tingkat
desa/tingkat usaha tani baik berupa jalan usaha tani, jalan produksi, Jaringan
Irigasi Tingkat Usaha Tani/Desa, sumur resapan, bangunan konservasi tanah dll
yang berguna untuk mendukung pembangunan pertanian baik subsektor tanaman
pangan, hortikultura, perkebunan, maupun peternakan (Prihastomo, 2008).
2.2.3. Penyediaan Tempat Tinggal
Dalam Peraturan Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Republik
Indonesia Nomor 2 Tahun 2012 Tentang Perubahan Atas Lampiran Peraturan
Menteri Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Nomor Per.03/Men/I/2010 Tentang
Rencana Strategis Kementerian Tenaga Kerja Dan Transmigrasi Tahun 20102014 bahwa arah kebijakan pembangunan perdesaan di kawasan transmigrasi
adalah memperkuat kemandirian desa dalam pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan, meningkatkan ketahanan desa sebagai wilayah produksi, serta
meningkatkan daya tarik perdesaan melalui peningkatan kesempatan kerja,
kesempatan berusaha dan pendapatan seiring dengan upaya peningkatan kualitas
sumber daya manusia dan lingkungan.
Arah kebijakan tersebut akan dilaksanakan melalui 2 (dua) program, yaitu:
1) Program pembinaan pembangunan kawasan transmigrasi, meliputi kegiatan:
a) penyediaan tanah transmigrasi;
b) penyusunan rencana pembangunan kawasan transmigrasi dan penempatan
transmigrasi;
c) pembangunan permukiman di kawasan transmigrasi;
d) fasilitasi perpindahan dan penempatan transmigrasi;dan

14

e) pengembangan peran serta masyarakat dalam pembangunan transmigrasi.


2) Program pembinaan pengembangan masyarakat dan kawasan transmigrasi,
meliputi kegiatan sebagai berikut :
a) pengembangan sarana dan prasarana di kawasan transmigrasi;
b) pengembangan usaha di kawasan transmigrasi;
c) peningkatan kapasitas SDM dan masyarakat di kawasan transmigrasi;
d) penyerasian lingkungan di kawasan transmigrasi;dan
e) penyusunan rencana teknis pengembangan masyarakat

transmigrasi dan

kawasan transmigrasi.
2.2.4. Pemberian Modal Usaha
Dalam kaitannya dengan pemberdayaan masyarakat, peningkatan modal
usaha didalam kawasan perencanaan secara khusus dilakukan meliputi 2 hal yaitu
modal ketrampilan dan modal finansial (dengan tetap memperhatikan modalmodal yang sudah tersedia lainnya).
2.2.4.1. Modal Ketrampilan
Peningkatan ketrampilan masyarakat dalam hal mengembangan potensi
hasil pertanian khususnya jagung, yang akan dilakukan pengembangan skala
usahanya sehingga produk Jagung dari kawasan ini akan melimpah. Peningkatan
ketrampilan ini diutamakan untuk memberikan nilai tambah hasil pertanian
menjadi produk-produk baru.
2.2.4.2. Modal Financial
Dalam pengembangan usaha masyarakat, salah satu kendala didalam
kawasan perencanaan selain ketrampilan adalah modal finansial. Program
pemberdayaan masyarakat dapat dijadikan suatu model bantuan modal finansial
bagi pengembangan usaha kawasan. Selain dari program pemberdayaan
masyarakat, bantuan kredit mikro dari lembaga keuangan (bank) juga diharapkan
akan dapat memberikan kontribusi bagi peningkatan taraf hidup masyarakat di
kawasan ini. Maka dengan demikian pemberian pinjaman modal usaha
selanjutnya diarahkan pada pengembangan usaha pertanian.
2.2.5. Kesepakatan Lokal

15

Pembuatan kesepakatan merupakan hal yang harus diperhatikan karena


jika hal ini tidak dilakasanakan dapat menimbulkan kecemburuan antara warga
pendatang dengan warga asli daerah
Adanya kecemburuan ekonomi, sosial dan budaya menjadi persoalan besar
dalam mensukseskan pelaksanaan program transmigrasi di Indonesia pasca era
reformasi dan otonomi daerah. Menurunnya jumlah transmigran yang dikirim
akibat masih adanya penolakan dari masyarakat local. Hingga saat ini, sekita 31
kabupaten, 382 kecamatan dan 1.183 desar telah dijadikan lokasi tujuan
transmigrasi. Kendala sosial budaya antara transmigran dan penduduk lokal
seharusnya bisa dikomunikasikan. Sangat disayangkan karena banyak transmigran
yang pulang ke daerah asal karena komunikasi sosial budaya dengan penduduk
asli tidak berjalan dengan baik. Jangan sampai program transmigrasi berhenti
karena ada konflik sosial, budaya dan etnis (Suratman, 2013).
2.2.6. Jaminan Keamanan Penggunaan Lahan
Salah satu hal yang harus diperhatikan adalah jaminan keamanan terhadap
lahan yang digunakan oleh warga transmigran. Hal tersebut dapat diwujudkan
dengan pemberian sertifikasi atas tanah yang digunakan sehingga dikemudian hari
tidak menimbulkan masalah sengketan dan konflik tanah. Adanya sengketa tanah
yang terjadi antara penduduk asli dan pendatang dan antar sesama transmigran
merupakan salah satu masalah lain yang timbul akibat transmigrasi (Kustadi
dalam Warsito et.al;1995). Contohnya di Luwu, penduduk asli merasa dirugikan
karena kehilangan hak atas bidang-bidang tanah tertentu. Ada juga kasus lainnya,
penduduk asli mendapatkan tanah pengganti yang jauh dari desa. Akibat
transmigrasi penduduk, daerah transmigrasi semakin padat karena membanjirnya
transmigran. Selain itu, letak daerah transmigran yang terpencil sehingga sulit
untuk dicapai, dan hasrat penduduk yang ingin bertransmigrasi menjadi masalah
di daerah asal sehingga penduduk tersebut cenderung menggunakan calo.
Sertipikasi Tanah Transmigrasi adalah sub komponen dari komponen
kegiatan legalisasi asset. Sertpikasi Tanah Transmigrasi adalah proses
administrasi pertanahan yang meliputi adjudikasi, penerbitan surat keputusan
pemberian hak atas tanah, pendaftaran tanah dan penerbitan sertipikat hak atas

16

tanah bagi warga transmigrasi. Pensertipikatan tanah transmigrasi merupakan


salah satu tahapan (segment) dalam rangkaian proses pembangunan transmigrasi.
Sertipikasi tanah transmigrasi dilaksanakan secara terpadu dan terintegrasi
dengan

rangkaian

kegiatan

penempatan

(pemukiman)

dan

pembinaan

transmigrasi. Setiap transmigran yang telah dimukimkan dan telah memenuhi


semua persyaratan yang ditentukan akan mendapatkan bidang tanah untuk
pekarangan, lahan usaha 1 dan lahan usaha 2. Semua bidang tanah dimaksud akan
diserahkan kepada setiap kepala keluarga transmigran dengan satus hak yang
bersertipikat. Tujuan pensertipikatan tanah transmigrasi adalah memastikan
bahwa setiap kepala keluarga transmigrasi yang telah ditempatkan dan telah
memenuhi semua persyaratan yang ditentukan peraturan perundang-undangan,
mendapat bidang tanah yang dijanjikan dengan status hak yang kuat
(bersertipikat) (BPN, 2014).
Pensertipikatan tanah transmigrasi merupakan salah satu wujud upaya
pemerintah dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang
diselenggrakan

secara

koordinatif

lintas

instansi.

Di

dalam

kegiatan

pensertipikatan tanah transmigrasi koordinasi yang baik senantiasa menjadi factor


kunci keberhasilan. Jajaran Badan Pertanahan Nasional berkoordinasi secara
teknis dengan Kementerian Transmigrasi di tingkat pusat dan dengan Pemerintah
Provinsi (khususnya SKPD yang membidangi ketransmigrasian) serta Pemerintah
Kabupaten/Kota (khususnya SKPD yang membidangi ketransmigrasian) (BPN,
2014).
Di dalam penetapan lokasi pensertipikatan tanah transmigrasi disyaratkan
kejelasan status tanah lokasi pemukiman, yakni harus merupakan bagian darti
tanah yang telah berstatus Hak Pengelolaan Transmigrasi serta tidak sedang dalam
sengketa dengan pihak lain atau memiliki permasalahan yang belum terselesaikan.

2.2.7. Monitoring dan Evaluasi


Sebuah program yang telah beralangsung haru dimonitoring dan dievaluasi
agar program tersebut dapat berjalan dengan baik. Monitoring dan evaluasi
tersebut dilakukan secara terjadwal sehingga masalah-masalah yang akan timbul
maupun sudah timbul dapat diatasi secepat mungkin.

17

BAB III. SIMPULAN


3.1. Simpulan
Banyaknya jumlah penduduk di Indonesia merupakan suatu potensi yang
harus dimanfaatkan dengan cara mendistribusikan penduduk tersebut keberbagai
daerah yang memiliki lahan yang belum dimanfaatkan secara optimal (lahan
tidur).

18

DAFTAR PUSTAKA
Arifin, B. 2005. Pembangunan Pertanian Paradigma Kebijakan dan Strategi
Revitalisasi, PT. Grasindo Pustaka Utama. Jakarta.
Balatrans, 2013.
Hitam dan Putih Transmigrasi.
Diakses dari
:http://balatrans.disnakertrans.jabarprov.go.id/index.php/web/berita/detail/
70/hitam-putih-transmigrasi.
BPN,

2014.
Sertifikasi
Tanah
Transmigrasi.
Diakses
http://www.bpn.go.id/Program/Legalisasi-Aset/ProgramProgram/Sertipikasi-Tanah-Transmigrasi.

dari

Direktorat Jenderal Pemberdayaan Sumberdaya Kawasan Transmigrasi, 2005.


Penyelenggaraan Program Transmigrasi di Propinsi Kalimantan Timur
Dalam Rangka Kunjungan Kerja DPR RI di Propinsi Kalimantan Timur.
Garerd F. and Ruf F., 2001. Agriculture in Crisis: People, Commodities and
Natural Resources in Indonesia, 1996- 2000. Curzon Press. Richmond.
UK.
Karimata, 2014. Transmigrasi dan Membongkar Pola Pikir Instan Masyarakat.
Diakses dari: http://karimatafm.com/transmigrasi-dan-membongkar-polapikir-instan-masyarakat.php.
Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES, Jakarta.
Purwiyatno, H., Anas, M.F., dan Herry, S. 2000. Pertanian Motor Penggerak
Pembangunan Nasional. Prosiding Diskusi Panl Peranan Teknologi
Pertanian Sebagai Faktor Dominan untuk Memposisikan Pertanian sebagai
Common Platform Pembangunan Nasional. ISBN 979-95626-2-7.
Rahim, A. dan Hastuti, D.R.D. 2008. Ekonomika Pertanian_Pengantar, Teori dan
Kasus, Penebar Sawadaya, Jakarta.
Rakhmat, J., 2004. Psikologi Komunikasi. PT Rosdakarya Group. Bandung.
Rosyidi, S, 2005. Pengantar Teori Eknomi Pendekatan Teori Ekonomi Mikro dan
Makro Edisi Revisi. PT. Grafindo Persada. Jakarta.
Soegiharto dan Najiyati, 2010. Peran Transmigrasi dalam Penanggulangan
Kemiskinan. Skripsi. IAIN Cerebon
.
Sri, R.S., 2003. Masalah Kependudukan di Negara Indonesia. Paper Fakultas
Kesehatan Masyarakat. Universitas Sumatera Utara. Medan.

19

Suratman, 2013. Program Transmigrasi Terkendala Penduduk Lokal. Diakses dari


:
http://unisifm.com/program-transmigrasi-terkendala-penduduk-lokalyogya-radio-jogja/#.VIUabNKsVfA.
Warsito, Rukmandi et al.1995.Transmigrasi Dari Daerah Asal Sampai Benturtan
Budaya di Tempat Pemukiman. Raja Grafindo Pusaka: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai