Anda di halaman 1dari 11

BAB 2

TINJAUN PUSTAKA

2.1 PERTANIAN BERKELANJUTAN

Notohaprawiro (2006) mendefinisikan kegiatan pertanian berkelanjutan


sebagai sebuah sistem pengelolaan pertanian terpadu yang secara berangsur-angsur
meningkatkan penghasilan tiap satuan lahan dengan tetap mempertahankan
keutuhan dan keanekaragaman ekologi dan hayati sumberdaya alam yang ada
dalam jangka panjang, memberikan keuntungan ekonomi bagi setiap orang,
menyumbang terhadap peningkatan mutu kehidupan, dan memperkuat
pembangunan ekonomi negara.

Sehubungan dengan pertanian berkelanjutan, White (2011) menyatakan


bahwa peran pemuda pada pertanian harus dipertimbangkan. Populasi penduduk
dunia semakin bertambah dari tahun ke tahun. Keadaan ini berimbas kepada
meningkatnya kebutuhan pangan dunia. Penduduk yang berusia muda semakin
meningkat, namun peningkatan ini tidak diikuti dengan peningkatan ketersediaan
lapangan pekerjaan sehingga pengangguran semakin meningkat. Lebih dari
setengah populasi negara-negara berkembang adalah penduduk yang tergolong
pemuda dan 70% di antaranya hidup dalam kemiskinan ekstrim, tinggal di daerah
pedesaan. Keadaan ini semakin buruk karena ketertarikan pemuda terhadap
pertanian semakin berkurang. Padahal menurut pengamatan White (2011),
pertanian merupakan salah satu pekerjaan yang sangat dibutuhkan karena sektor ini
mampu menyerap tenaga kerja dalam jumlah yang cukup besar, sehingga tidak
menutup kemungkinan bahwa ketika pertanian bisa dikembangkan dengan baik,
maka sektor ini memiliki potensi yang cukup besar untuk menyediakan pekerjaan
bagi banyak orang dan ini akan berdampak pada menurunnya pengangguran di
pedesaan.

2.2 PERAN PEMUDA

Menurut Soentoro dalam Sawit, dkk (1993) pemuda yang berusia atau yang
berumur lanjut di pertanian kurang memiliki pendidikan formal yang tinggi. Secara
umum seseorang yang memiliki pendidikan lebih tinggi cenderung memilih
pekerjaan di sektor formal di kota. Sedangkan pekerjaan di non pertanian yang jauh
lebih menonjol di perdesaan terdapat dalam sektor informal yang relatif tidak
membutuhkan tingkat pendidikan formal. Dengan makin majunya pendidikan di
perdesaan (paling tidak sampai saat ini) diduga akan menjadi salah satu penyebab
terjadinya urbanisasi ke kota yang akhirnya akan menimbulkan masalah
kesempatan kerja di kota. Menurut Ihalauw, et al (1993), berbagai studi yang
dilakukan menunjukkan bahwa angkatan mudalah yang pertama-tama banyak
berpaling ke bidang non pertanian. Hal ini tampaknya bukan semata-mata oleh
kurangnya peluang, atau lebih rendahnya upah. Diduga hal ini dipengaruhi oleh
perubahan sikap terhadap pekerjaan di bidang pertanian, terutama untuk secara
langsung bergelimang lumpur.

Salah satu strategi untuk mengatasi masalah kualitas Sumberdaya manusia


(SDM) petani, adalah mulai memikirkan regenerasipara pelaku pertanian. Artinya
peningkatan kualitas SDM dapat mulai ditata dengan memberikan perhatian yang
serius terhadap pembinaan dan pengembangan para pemuda perdesaan yang saat
ini terlibat langsung atau tidak langsung dalam aktivitas pekerjaanpekerjaan di
sektor pertanian. Dalam konteks ini perhatian juga seyogyanya mulai diarahkan
pada para pemuda dengan lebih spesifik mencermati kualifikasi berupa ciri spesifik,
yang dapat digunakan sebagai dasar menentukan strategi pengembangan pemuda
tani perdesaan (Muskin, 2009)

2.3 STARTUP

Perkembangan teknologi yang sangat cepat berdampak pada pertumbuhan


ekonomi. Berbagai perusahaan baru muncul khususnya dibidang teknologi, startup
menjadi salah satu jenis perusahaan yang paling banyak di bicarakan orang.
Berbagai ide baru yang diciptakan perusahaan startup mengendalikan bisnis
elektronik dunia (Chenoweth, 2008). Sudah banyak startup indonesia yang berhasil
membuktikan kesuksesan mereka sampai tingkat dunia, diantaranya GO-Jek,
Traveloka, dan Tokopedia, mereka hampir mencapai status startup Unicorn
(Newsletter, 2015). Pemerintah sendiri pun tidak tinggal diam dalam fenomena ini,
pemerintah berusaha membantu anak bangsa untuk dapat sukses di bidang ini, salah
satunya dengan membuat program gerakan nasional 1000 startup yang berada
dibawah kementrian komunikasi dan informatika (Http://1000startupdigital.id/,
2016). Startup merupakan organisasi yang dirancang untuk menciptakan
produk/layanan dibawah kondisi yang tidak pasti (Ries, 2011). Startup yang sukses
bukan berasal dari pendahulunya yang berhasil tetapi dapat dipelajari dan dapat
diajarkan (Blank, 2014).

Start up adalah sebuah perusahaan rintisan, atau perusahaan yang belum


lama beroprasi. Startup adalah institusi manusia yang dirancang untuk menciptakan
produk atau jasa ditengah ketidakpastian yang ekstrem (Ries, 2011). Start up
dirancang untuk menemukan sebuah model bisnis yang dapat berulang dan berskala
(Blank, 2014). Dari definisi tersebut dapat diartikan start up adalah sebuah
perusahaan rintisan yang dirancang untuk menemukan model bisnis yang tepat
untuk perusahaannya agar dapat bertahan ditengan ketidakpastian yang ekstrem.
Bill gross melakukan riset dengan melakukan analisis 200 startup yang sukses dan
gagal dari startup yang berada didalam idealab dan beberapa startup di luar idealab
seperti Uber, AirBnb, YouTube, dan lainnya, mengungkapkan ada 5 faktor yang
menentukan kesuksesan sebuah startup. Kelima faktor tersebut adalah timing, team,
idea, bisnis model, dan funding (www.inc.com, 2017). Dari 200 startup tersebut, 42
persen kesuksesan mereka dipengaruhi oleh faktor timing yang tepat. Kemudian
diikuti oleh faktor team sebanyak 32 persen, idea 28 persen, bisnis model 24 persen
dan funding 14 persen.

2.4 PERTANIAN TERPADU TANAMAN-TERNAK-IKAN ( TRISULA)

Trisula merupakan istilah dalam pertanian atau sering dikenal dengan pertanian
terpadu tanaman - ternak- ikan. Channabasavanna et al. (2009) melaporkan bahwa
integrasi tanaman dengan ikan, unggas, dan kambing memberikan produktivitas
lebih tinggi dari pada sistem padi-padi. Kathleen (2011) menyatakan bahwa
pertanian integrasi tanaman-ternak dapat memperbaiki kualitas tanah,
meningkatkan hasil, menghasilkan pangan beragam dan memperbaiki efisiensi
penggunaan lahan. Manfaat integrasi tanaman-ternak dan tanaman-ikan dapat
disintesis melalui: (1) aspek agronomi yaitu peningkatan kapasitas tanah untuk
berproduksi, (2) aspek ekonomi yaitu diversifikasi produk, hasil dan kualitas yang
lebih tinggi, serta menurunkan biaya, (3) aspek ekologi yaitu menurunkan serangan
hama dan penggunaan pestisida, dan pengendalian erosi, dan (4) aspek sosial yaitu
distribusi pendapatan lebih merata.

Pertanian terpadu, menurut Tipraqsa et al. (2007) juga bisa menciptakan


lapangan kerja baru di pedesaan sehingga urbanisasi berkurang. Alternatif pola
pertanian terpadu yakni kombinasi tanaman-ternak-ikan, jumlahnya bisa sangat
banyak. Ketika dihadapkan pada alternatif tersebut perlu ada suatu model
perancangan untuk menentukan pilihan pola pertanian terpadu yang optimal secara
ekologis dan ekonomis.

Menurut Mugnisjah et al. (2000) LEISA merupakan nama program


tanaman terpadu tanaman-ternak-ikan. LEISA lebih cepat dicapai jika komoditi
yang diusahakan telah beradaptasi dengan lingkungannya dan biasa diusahakan
masyarakat. Berdasarkan kajian karakteristik lahan, praktik usaha pertanian, dan
pasar produk maka diduga komoditi tanaman berumur pendek, ternak, dan ikan
berpotensi dikembangkan. Oleh karena itu, pertanian terpadu dalam penelitian ini
dirancang dengan komponen bayam, kangkung, cabai; ternak sapi, itik petelur; ikan
patin, dan ikan nila.

Ternak mempunyai posisi yang strategis dalam system pertanian terpadu


(Hasnudi dan Saleh,2004), yakni melalui ternak selain diperoleh produksi utama
berupa daging , juga akan diperoleh limbah berupa kotoran padat dan cair untuk
pupuk organic dan biogas. Pupuk kandang selanjutnya digunakan untuk budidaya
pertanian organik dan penanaman rumput-rumputan sebagai pakan ternak, sehingga
terjadi siklus hara secara ber-kelanjutan. Di kota Pekanbaru sudah ada petani yang
menjadikan kotoran sapi untuk biogas sehingga untuk memasak dan kebutuhan
listrik rumahtangga sudah terpanuhi, sehingga dapat mengurangi penge-luaran
rumahtangga. yang menyatakan bahwa ternak sapi berperan sebagai mesin
pengolah limbah atau pabrik penghasil bahan organik, dimana ternak sapi
berpotensi menghasilkan kompos yang sangat dibutuhkan untuk pemeliharaan
kesuburan tanah.
2.5 KEBIJAKAN PEMERINTAH

Menurut Tito Pranolo (2000), kebijakan nasional pembangunan pertanian


di suatu negara juga tentunya tidak lepas dari pengaruh faktor eksternal, apalagi
dalam era globalisasi yang dicirikan adanya keterbukaan ekonomi dan perdagangan
yang lebih bebas, akan sulit ditemukan adanya kebijakan nasional pembangunan
pertanian yang steril dari pengaruh-pengaruh faktor eksternal. Faktor eksternal
yang mempengaruhi kebijakan nasional pembangunan pertanian di Indonesia
antara lain; (i) kesepakatan-kesepakatan internasional, seperti WTO, APEC dan
AFTA; ii) kebijaksanaan perdagangan komoditas pertanian di negara-negara mitra
perdagangan indonesia; (iii) lembaga-lembaga internasional yang memberikan
bantuan kepada Indonesia terutama dalam masa krisis. Dalam situasi normal
dimana tidak terjadi krisis, maka 2 (dua) faktor pertama itulah yang lebih banyak
mempengaruhi kebijakan pembangunan pertanian, namun dalam situasi krisis
seperti pada saat ini pengaruh dari lembaga-lembaga internasional seperti IMF dan
Bank Dunia akan lebih besar dari pada kesepakatan internasional seperti WTO,
APEC dan AFTA, dalam mewarnai kebijakan pangan nasional.

Pada hakikatnya, kebijakan pemerintah memiliki tiga tujuan utama yaitu


efisiensi (efficiency), pemerataan (equity), dan ketahanan/stabilitas
(security/stability). a. Efisiensi tercapai apabila alokasi sumberdaya ekonomi yang
langka keberadaannya mampu menghasilkan pendapatan maksimum, serta alokasi
barang dan jasa yang menghasilkan tingkat kepuasan konsumen yang paling tinggi.
b. Pemerataan diartikan sebagai distribusi pendapatan di antara kelompok
masyarakat atau wilayah yang menjadi target pembuat kebijakan. Biasanya,
pemerataan yang lebih baik akan dicapai melalui distribusi pendapatan yang lebih
baik atau lebih merata. Namun, karena kebijakan adalah aktivitas pemerintah, maka
para penentu kebijakan (secara tidak langsung juga voters dalam sebuah sistem
demokrasi) yang menentukan definisi pemerataan itu. Sebagai contoh, salah satu
langkah menurut Awang Faroek Ishak2 untuk mencapai tujuan pemerataan di
Kalimantan Timur adalah melalui revitalisasi pertanian dalam arti luas yaitu dengan
membuat kebijakan di sektor agribisnis di bidang perkebunan kelapa sawit. Tujuan
kebijakan ini adalah untuk meningkatkan kesempatan kerja dan pendapatan
masyarakat melalui pengembangan perkebunan. c. Ketahanan (pangan) akan
meningkat apabila stabilitas politik maupun ekonomi memungkinkan produsen
maupun konsumen meminimumkan adjustment costs.
Peran kelembagaan dalam membangun dan mengembangkan sektor
pertanian di Indonesia. Di tingkat makro nasional, peran lembaga pembangunan
pertanian sangat menonjol dalam program dan proyek intensifikasi dan peningkatan
produksi pangan. Kegiatan pembangunan pertanian dituangkan dalam bentuk
program dan proyek dengan membangun kelembagaan koersif (kelembagaan yang
dipaksakan), seperti Padi Sentra, Demonstrasi Massal (Demas), Bimbingan Massal
(Bimas), Bimas Gotong Royong, Badan Usaha Unit Desa (BUUD), Koperasi Unit
Desa (KUD), Insus, dan Supra Insus. Pada subsector peternakan dikembangkan
berbagai program dan lembaga pembangunan koersif, seperti Bimas Ayam Ras,
Intensifikasi Ayam Buras (Intab), Intensifikasi Ternak Kerbau (Intek), dan berbagai
program serta kelembagaan intensifikasi lainnya. Kondisi di atas menunjukkan
signifikansi keberdayaan kelembagaan dalam akselerasi pembangunan sektor
pertanian. Hal ini sejalan dengan hasil berbagai pengamatan yang menyimpulkan
bahwa bila inisiatif pembangunan pertanian dilaksanakan oleh suatu kelembagaan
atau organisasi, di mana individuindividu yang memiliki jiwa berorganisasi
menggabungkan pengetahuannya dalam tahap perencanaan dan implementasi
inisiatif tersebut maka peluang keberhasilan pembangunan pertanian menjadi
semakin besar (Sradisastra, 2011).

2.6 PEMASARAN HASIL PRODUKSI

Pemasaran adalah suatu rangkaian kegiatan yang terjadi dalam proses


mengalirkan barang Dan jasa dari sentra produksi ke sentra konsumsi guna
memenuhi kebutuhan dan memberikan kepuasan bagi konsumen serta memberikan
keuntungan bagi produsen. Konsep ini menunjukkan bahwa peranan pemasaran
sangat penting dalam rangka meningkatkan nilai guna bentuk, nilai guna waktu,
nilai guna tempat dan nilai guna hak milik dari suatu barang dan jasa secara umum
dan juga pada komoditas pertanian (Limbong dan Sitorus, 1992).

Abott dan Makeham (1990) menyatakan bahwa pemasaran komoditas


pertanian dimulai pada saat petani merencanakan produksinya untuk memenuhi
permintaan pasar. Setelah panen, komoditas tidak selamanya langsung dapat
dinikmati oleh konsumen karena: (a) Tempatnya yang jauh dari pusat konsumsi
sehingga diperlukan transportasi untuk membawanya atau memindahkannya ke
tempat yang memerlukannya, (b) Komoditas pertanian bersifat musiman sementara
konsumsi berlangsung sepanjang waktu atau sepanjang tahun, sehingga proses
penyimpanan diperlukan untuk menyesuaikan permintaan dan penawaran, (c)
Komoditas pertanian jarang dalam kondisi yang langsung dapat dikonsumsi,
sehingga diperlukan proses sortasi, pencucian dan pemrosesan dengan berbagai
cara dan harus diberikan kepada konsumen dalam jumlah yang cukup, dan (d)
Petani mengharapkan pembayaran secara langsung saat produknya berpindah
kepemilikannya, sehingga pengaturan keuangan diperlukan untuk menangani
seluruh tahap pemasaran sampai pengecer menjual produk tersebut kepada
konsumen.

Pelaku-pelaku yang terlibat dalam kelembagaan pemasaran komoditas


pertanian akan melibatkan petani sebagai penjual hasil pertaniannya dan pedagang
dengan berbagai tingkatannya. Sementara, aturan main dibangun oleh para pelaku
yang bertransaksi, serta peran dari para pelaku pemasaran dalam membangun
aturan main tersebut. Kemungkinan yang terjadi adalah adanya pelaku pemasaran
yang dominan perannya dalam menentukan aturan main (asimetris), namun tidak
tertutup kemungkinan bahwa aturan main akan dibangun berdasarkan kesepakatan
karena posisi dan peran masing-masing pelaku pemasaran relatif sama (simetris).
Posisi dan peran itu sendiri dapat ditentukan oleh aktivitas pelaku, asset dan akses
yang dimiliki pelaku pemasaran (Creswell, J.W, 1994);

Suatu sistem pemasaran komoditas pertanian yang efisien itu harus


memenuhi dua syarat yaitu: 1) Mampu menyampaikan hasil pertanian dari
produsen kepada konsumen dengan biaya yang semurah-murahnya; dan (2) mampu
mengadakan pembagian balas jasa yang adil dari keseluruhan harga konsumen
terakhir kepada semua pihak yang ikut serta didalam kegitan produksi dan
pemasaran komoditas pertanian tersebut. Pembagian yang adil dalam konteks
tersebut adalah pembagian balas jasa fungsi-fungsi pemasaran sesuai kontribusi
masing-masing kelembagaan pemasaran yang berperan. (Mubyarto,1989)
DAFTAR PUSTAKA

Abot,J.C dan J.P. Makeham. 1990. Agricultural Economic and Marketing in The
Tropics. Longman. Essex.
Blank, S. (2014). What‘s A Startup? First Principles. Nature Reviews Drug
Discovery, 13(8), 570–570. http://doi.org/10.1038/nrd4404
Channabasavanna, A.S., D.P. Biradar, K.N. Prabhudev, M. Hegdea. 2009.
Development of profitable integrated farming system model for small and
medium farmers of Tungabhadra project area of Karnataka. Karnataka J.
Agric. Sci. 22:25-27.
Chenoweth, S. (2008). Undergraduate software engineering students in startup
businesses. Software Engineering Education Conference, Proceedings,
118–128. http://doi.org/10.1109/CSEET.2008.27
Creswell, Jhon W. 1994. Research Design: Qualitative and Quantitative Research
Approach. Sage Publication
Http://1000startupdigital.id/. (2016). Gerakan 1000 StratUp, 6–7. Retrieved from
http://1000startupdigital.id/
Ihalauw J., Kartoredjo J. S., Suwondo, K. Dan Widjajanto, L. 1993. Penguasaan
Tanah Serta Implikasinya terhadap Ketetatan Budidaya dalam Mubyarto.
1993. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedasaan. Yogyakarta: BPFE.
Iskandar Hadi Nuhung, 2003. Membangun Pertanian Masa Depan. Suatu Gagasan
Pembaharuan Aneka Ilmu, Jakarta.

Kathleen, H. 2011. Integrated crop/livestock agriculture in the United States: A


Review. J. sustainable Agric. 35:376-393.
Limbong, W.H dan P. Sitorus. 1995. Kajian Pemasaran Komoditi Pertanian
Andalan. Sosek Pertanian IPB, Bogor.
Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. LP3ES. Jakarta. Pelita. 2008. Tiga
Paket Kebijakan Atasi Keterbatasan Pasokan Kedelai
Mugnisjah, W.Q., Suwarto, A.S. Solihin. 2000. Agribisnis terpadu bersistem LEISA
di lahan basah: Model hipotetik. Bul. Agron. 28:49-61.
Muksin, et al. 2009. Kualifikasi Pemuda Tani Perdesaan di Jawa Timur. Jurnal
Penyuluhan.Vol. 5 No. 1
Newsletter, O. (2015). Tiga Startup Indonesia Yang Segera Menyandang Status
Unicorn, 1–9.
Notohaprawiro T. 2006. Pembangunan pertanian berkelanjutan dalam konntek
globalisasi dan demokratisasi ekonomi. Ilmu Tanah dan Lingkungan. 6(2):
137-142. [Internet]. [diunduh 27 Maret 2013]
Ries, E. (2011). The Lean Startup. New York: Crown Business.
Sawit H., Yusuf Saefuddin, dan Sri Hartoyo. 1993. Aktivitas Non Pertanian Pola
Musiman dan Peluang Kerja Rumah Tangga di Pedasaan Jawa Di dalam:
Mubyarto. Peluang Kerja dan Berusaha di Pedasaan. Yogyakarta: BPFE
Siswati,L dan R. Nizar. 2012. Model Pertanian Terpadu Tanaman Hortikultura dan
Ternak Sapi untuk Meningkatkan Pendapatan Petani. Jurnal Peternakan
Indonesia. Vol. 14 (2) ISSN 1907-1760

Sudaryanto.T, I.W. Rusastra dan Saptana (2001). Perspektif Pengembangan


Ekonomi Kedele di Indonesia. Forum Agro Ekonomi, Vol. 19 No. 1 Juli
2001.
Suradisastra, K. 2011. Revitalisasi Kelembagaan untuk Mempercepat
pembangunan Sektor Pertanian dalam Era Otonomi Daerah. Jurnal
Pengembangan Inovasi Pertanian 4(2), 2011: 118-136
Suwarto, et al. 2015. Perancangan Model Pertanian Terpadu Tanaman-Ternak dan
Tanaman-Ikan di Perkampungan Teknologi Telo, Riau. J. Agron. Indonesia
43 (2) : 168 - 177
Tipraqsa, P., E.T. Craswell, A.D. Noble, D. Schmidt-Vogt. 2007. Resource
integration for multiple benefits: Multifunctionality of integrated farming
systems in Northeast Thailand. Agric. Sys. 94:694-703.
Tito Pranolo, 2000. Pembangunan Pertanian dan Liberalisasi Perdagangan Makalah
disampaikan pada Konpernas XIII Perhepi, Jakarta 12 Pebruari 2000.
White B. 2011. Who will own the countryside? dispossession, rural youth and the
future of farming. International Institute of Social Studies. [Internet].
[dapat diunduh dari: http://pustaka.litbang.go.id
PEMBAHASAN

Pemuda merupakan salah satu agen perubahan, mereka mampu merubah


dunia kearah yang lebih baik dengan control kearah positif. Pemuda-pemuda
indonesia yang dominan merupakan anak seorang petani yang menjadikan mereka
berstatus anak petani terkadang membuat mereka terbatas dalam menyalurkan ide
dan gagasan mereka. Mereka juga terbatas dengan biaya untuk melanjutkan
pendidikan padahal sekarang pendidikan sangat penting untuk menjamin kehidupan
yang layak dimasa depan.

Pertanian selalu dipandang sebelah mata oleh masyarakat. masyarakat


sudah tertanaman keyakinan bahwa pertanian tidak penting mungkin salah satu
ilmuan berapa puluh tahun lalu ikut berperan dalam mengubah pandangan
masyarakat. Sebuah negara akan maju bila menerapkan industrialisasi karena harga
dari produk industri berkali-kali lipat lebih mahal dari hasil pertanian. Hal ini
membuat indonesia menjadi berusaha mengubahaluan kearah industrialisasi dan hal
ini memberi dampak buruk pada sektor pertanian. Fokus pemerintah pada industri
dan pertanian yang terabaikan.

Pertanian merupakan sektor penting yang membuat indonesia terkenal


dengan sumberdaya alam dan hasil pertaniannya. Dipandang sebelah mata dan
dianggap sebagai kasta terendah membuat anak petani menjadi berkecil hati tetapi
pemuda – pemuda itu sebenarnya memiliki kekuatan yang bisa merubah pertanian
indonesia menjadi lebih baik dengan cara memanfaatkan teknologi.

Globalisasi yang terjadi saat ini mengantarkan pada generasi baru untuk
menjadi lebih hebat dari generasi sebelumnya dengan teknologi-teknologi cangih
yang diciptakan. Berbagai teknologi digunakan diberbagai bidang seperti
kesehatan, pendidikan, petahanan, sampai pertanian. Dulu petani indonesia
menggunakan alat sederhana untuk mengelolah lahan tetapi sekarang berbagai alat
mereka gunakan membantu dalam mengelolah lahan agar lebih cepat. Bukan hanya
itu teknologi juga membuat hasil pertanian lebih berkualitas dan tingkat kuantitas
yang dihasilkan tinggi.
Sebuah startup e-tani yang akan membantu para petani melalui para
pemuda-pemuda yang ada disekitar mereka. Pemuda-pemuda yang memiliki rasa
nasionalisme yang tinggi. pemuda yang masih peduli dengan indonesia dan para
petani didalamnya. Pemuda pemuda ini akan diberikan materi dari penyuluh
melalui startup yang akan disebar luaskan dari berbagai aplikasi pendukung seperti
instagram, youtube, dan blog. Diskusi – diskusi online akan sering dilakukan antara
penyuluh dari pemuda- pemuda yang ada di desa tersebut. Pemuda-pemuda ini juga
akan mendata keubutuhan saprodi dari para petani saat akan adanya bantuan dari
pemerintah ini sebagai salah satu bentuk kontribusi dalam memajukan indonesia.

Melalui start up ini pemuda akan membantu para petani dalam


memasarkan hasil pertanian mereka ke dekat -dekat daerah itu karena hasil
produksi pertanian tidak mempunyai waktu yang lama agar tetap segar. Start up ini
juga akan membantu pemerintah dalam mendata berapa jumlah saprodi yang
dibutuhkan oleh para petani dan penyuluh juga memberikan tips dan trick
menghadapi masalah kedepannya.

Salah satu hal yang akan sangat ditekankan oleh e-tani yaitu tentang
trisula. Trisula merupakan istilah lain dari pertanian terpadu tanaman-ternak-ikan.
Dimana e-tani akan mengajak para petani menerapkan trisula di desa mereka
melalui para pemuda desa yang akan menjadi penyalurnya. Program trisula ini akan
sangat menguntungkan bagi petani kerena mereka bukan hanya menanam tanaman
tapi ternak dan ikan. 3 hal ini saling berikatan dan menguntungkan satu sama lain
dimana sisa – sisa tanaman bisa jadi makanan ikan, dan sisa kotoran ternak bisa
menjadi pupuk serta air dari ikan untuk menyiram tanaman.

Bila petani menerapkan hal itu maka akan adanya peningkatan pendapatan dimana
Petani akan mendapat pendapatan setiap hari dengan 3 sektor yang
menguntungkannya. Kehidupan petani lambat laun akan meningkat menjadi lebih
sejahtera dan anak para petani akan mendapatkan kesempatan untuk merasakan
pendidikan dijenjang yang tinggi.

Anda mungkin juga menyukai