Anda di halaman 1dari 3

Tugas 1

Nama : iip firmansyah


Nim : 043933456
Mata kuliah : dasar-dasar agribisnis

1. Sebutkan peranan agribisnis dalam ekonomi Indonesia menurut Saragih (2010) ?


2. Hal-hal apa saja yang mendukung prospek pembangunan agribisnis di Indonesia?

Pertama, peranan agribisnis dalam pembentukan PDB. Perekonomian Indonesia pada tahun 2009
mengalami pertumbuhan sebesar 4,5 persen dibanding tahun 2008. Nilai Produk Domestik Bruto
(PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2009 mencapai Rp 2.177,0 triliun, sedangkan pada tahun
2008 dan 2007 masing-masing sebesar Rp 2.082,3 triliun dan Rp 1.964,3 triliun. Bila dilihat
berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp 662,0 triliun, yaitu dari Rp 4.951,4
triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp 5.613,4 triliun pada tahun 2009. Perekonomian
Indonesia pada tahun 2009 mengalami pertumbuhan sebesar 4,5 persen dibanding tahun 2008. Nilai
Produk Domestik Bruto (PDB) atas dasar harga konstan pada tahun 2009 mencapai Rp 2.177,0
triliun, sedangkan pada tahun 2008 dan 2007 masing-masing sebesar Rp 2.082,3 triliun dan Rp
1.964,3 triliun. Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2009 naik sebesar Rp 662,0 triliun,
yaitu dari Rp 4.951,4 triliun pada tahun 2008 menjadi sebesar Rp 5.613,4 triliun pada tahun 2009.
Sektor pertanian memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan PDB dengan kenaikan sebesar 4,1
persen. Sampai saat ini non-migas menyumbang sekitar 90 persen PDB, dan agribisnis
berkontribusi sebesar 20 persen pada tahun 2009.

Dari sisi permintaan (demand side), pertumbuhan ekonomi ditentukan oleh peningkatan konsumsi
domestik, investasi, pengeluaran pemerintah dan ekspor bersih. Di antara komponen pertumbuhan
ekonomi tersebut variabel konsumsi domestik merupakan penyumbang terbesar dalam
pertumbuhan ekonomi nasional selama ini. Di masa yang akan datang, selain konsumsi domestik,
ekspor bersih juga diharapkan cukup besar peranannya sebagai sumber pertumbuhan ekonomi.

Untuk meningkatkan konsumsi domestik berarti kita harus meningkatkan daya beli (pendapatan riil)
penduduk Indonesia. Cara yang paling efektif dan produktif untuk meningkatkan pendapatan
penduduk adalah dengan mengembangkan kegiatan ekonomi di mana sebagian besar penduduk kita
menggantungkan kehidupan ekonominya. Dengan perkataan lain, di masa yang akan datang kita
perlu memberi perhatian lebih serius untuk mengembangkan sektor ekonomi yang menjadi
tumpuan perekonomian

rakyat sekaligus mampu menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan di pasar internasional.


Dengan demikian, sektor ekonomi tersebut dapat meningkatkan pendapatan rakyat.

Kemudian dari sisi penawaran (supply side), pertumbuhan ekonomi akan ditentukan oleh
peningkatan produktivitas tenaga kerja, teknologi dan akumulasi modal. Untuk mengembangkan
pertumbuhan ekonomi, kita perlu mengembangkan sektor-sektor ekonomi yang berbasis di dalam
negeri dalam arti teknologinya telah dan mudah kita kuasai/kembangkan, melibatkan tenaga kerja
nasional dengan segala keberadaannya dan menggunakan barang-barang modal yang telah dan
mudah kita hasilkan untuk menghasilkan produk-produk yang dibutuhkan oleh masyarakat Indonesia
dan masyarakat internasional.
Kedua, peranan agribisnis dalam penyerapan tenaga kerja. Karakteristik teknologi yang digunakan
dalam agribisnis bersifat akomodatif terhadap keragaman kualitas tenaga kerja, sehingga tidak
mengherankan agribisnis menjadi penyerap tenaga kerja nasional yang terbesar. Sektor agribisnis
menyerap lebih dari 75% angkatan kerja nasional termasuk di dalamnya 21,3 juta unit usaha skala
kecil berupa usaha rumah tangga pertanian. Apabila seluruh anggota rumah tangga diperhitungkan
maka sekitar 80% dari jumlah penduduk nasional menggantungkan hidupnya pada sektor agribisnis.

Ketiga, peranan agribisnis dalam perolehan devisa. Selama ini selain ekspor migas, hanya agribisnis
yang mampu memberikan net-ekspor secara konsisten. Bahkan sejak 1993 net-ekspor agribisnis
telah mampu melampaui net-ekspor migas. Net-ekspor agribisnis terus mengalami kenaikan setiap
tahunnya. Saat ini Indonesia memiliki 10 produk utama andalan ekspor yang mampu menyumbang
sekitar 50% dari total ekspor non migas Indonesia. Termasuk dalam katagori 5 besar produk andalan
ekspor Indonesia adalah Tekstil dan Produk Tekstil (TPT), disusul elektronik, karet dan produk karet,
sawit dan produk hasil hutan. Untuk produk lainnya adalah alas kaki, otomotif, udang, kakao dan
kopi. Sawit dan produk sawit serta karet dan produk karet tercatat sebagai produk yang di tahun
2008 ekspornya mengalami pertumbuhan yang cukup besar masing-masing 111,8% dan 36,2%
dibandingkan tahun sebelumnya. Komoditi lainnya yang tahun 2008 mengalami pertumbuhan
ekspor tinggi adalah kopi dan kakao masing-masing 80,9% dan 35,2%. Namun disayangkan nilai
ekspor kedua produk tersebut masing sangat kecil dibandingkan dengan nilai ekspor sawit dan karet.

Keempat, peranan agribisnis dalam penyediaan bahan pangan, Ketersediaan berbagai ragam dan
kualitas pangan dalam jumlah pada waktu dan tempat yang terjangkau masyarakat merupakan
prasyarat penting bagi keberhasilan pembangunan di Indonesia. Sejarah modern Indonesia
menunjukkan bahwa krisis pangan secara langsung mempengaruhi kondisi sosial, politik, dan
keamanan nasional.

Bagi bangsa Indonesia, dengan jumlah penduduk tahun 1997 mencapai 200 juta jiwa dan pada tahun
2020 diperkirakan mencapai sekitar 220 juta jiwa, pengadaan pangan merupakan persoalan yang
serius. Pengalaman sejarah pembangunan Indonesia menunjukkan bahwa masalah ketahanan
pangan (food security) sangat erat kaitannya dengan stabilitas ekonomi (khususnya inflasi), biaya
produksi ekonomi agregat (biaya hidup), dan stabilitas sosial politik nasional. Oleh karena itu,
ketahanan pangan menjadi syarat mutlak bagi penyelenggaraan pembangunan nasional.

Persoalan ketahanan pangan menyangkut aspek-aspek berikut. Pertama, penyediaan jumlah bahan-
bahan pangan yang cukup untuk memenuhi permintaan pangan yang meningkat baik karena
pertambahan penduduk, perubahan komposisi penduduk maupun akibat peningkatan pendapatan
penduduk. Kedua, pemenuhan tuntutan kualitas dan keanekaan bahan pangan untuk mengantisipasi
perubahan preferensi konsumen yang semakin peduli pada masalah kesehatan dan kebugaran.
Ketiga, masalah pendistribusian bahan-bahan pangan pada ruang (penduduk yang tersebar pada
sekitar 10.000 pulau) dan waktu (harus tersedia setiap hari sepanjang tahun). Keempat, masalah
keterjangkauan pangan (food accessibility), yakni ketersediaan bahan pangan (jumlah, kualitas,
ruang dan waktu) harus dapat dijangkau oleh seluruh masyarakat. Secara teori, pengadaan pangan
dapat dipenuhi dari produksi domestik, impor atau kombinasi keduanya. Bila kita mengandalkan
impor bahan pangan dan pasar internasional, di samping akan menguras devisa yang sangat besar
juga mengandung risiko besar.
Kelima, peranan agribisnis dalam mewujudkan pemerataan hasil pembangunan (equity).
Pemerataan pembangunan sangat ditentukan oleh 'teknologi' yang digunakan dalam menghasilkan
output nasional, yaitu apakah bias atau pro terhadap faktor-faktor produksi yang dimiliki oleh rakyat
banyak. Saat ini faktor produksi yang banyak dimiliki oleh sebagian besar rakyat adalah sumber daya
lahan, flora dan fauna, serta sumber daya manusia. Untuk mewujudkan pemerataan di Indonesia
perlu digunakan 'teknologi' produksi output nasional yang banyak menggunakan sumber daya
tersebut, yaitu agribisnis. Melalui pembangunan agribisnis, dengan sumber davanya tersebar di
seluruh pelosok tanah air, diharapkan mampu melibatkan partisipasi seluruh wilayah dan rakyat
Indonesia dan sekaligus ikut menikmati outputnya melalui pendapatan yang diperoleh dari
pembayaran faktor produksi

Keenam, peranan agribisnis dalam pelestarian lingkungan. Kegiatan agribisnis yang berlandaskan
pada pendayagunaan keanekaragaman ekosistem di seluruh tanah air memiliki potensi melestarikan
lingkungan hidup. Peranan agribisnis dalam pelestarian lingkungan ini sudah disadari oleh banyak
negara. Jepang, di mana perekonomiannya tidak lagi berbasis agribisnis, berupaya mempertahankan
sekitar 30 persen wilayahnya sebagai wilayah pertanian guna menjaga keseimbangan alamnya.

Peranan sektor agribisnis yang demikian besar dalam perekonomian nasional memiliki implikasi
penting dalam pembangunan ekonomi nasional ke depan (Saragih, 2010). Pernyataan tersebut
semestinya dapat menjadi gambaran betapa besarnya potensi yang dimiliki oleh Indonesia di sektor
agribisnis, namun sampai saat ini pada kenyataannya Negara kita masih belum bisa memanfaatkan
potensi tersebut secara optimal. Salah satu prestasi yang pernah diraih adalah tahun 80-an kita
berhasil mencapai swasembada beras, namun sayangnya belum diikuti dengan swasembada pangan
lainnya.

Pengamatan empiris menunjukkan bahwa tidak banyak negara di dunia ini yang dapat mencapai
tahapan pembangunan berkelanjutan yang digerakkan oleh sektor industri (barang dan jasa)
berbasis ilmu dan teknologi modern tanpa didahului dengan pencapaian tahapan pembangunan
pertanian yang andal dan kuat. Bahkan, banyak negara di dunia yang pendapatan per kapitanya
kurang dari US$ 2.500, bidang pertanian masih menjadi sektor yang sangat penting bagi
perekonomian nasionalnya.

Belum berhasilnya negara Indonesia membangun negara yang berbasis pertanian memang tak lepas
dari berbagai kendala dan faktor. Pada masa lalu, khususnya beberapa tahun menjelang krisis
ekonomi (1997-1998), sektor pertanian ternyata lebih diarahkan sebagai sektor penunjang dan
pendukung pembangunan dan tidak dijadikan sebagai sektor andalan atau basis pembangunan
ekonomi nasional. Akibatnya, walaupun tingkat produksi berbagai komoditas pertanian berhasil
ditingkatkan dan pertumbuhan ekonomi nasional juga tinggi, tetapi pertumbuhannya tidak merata.
Pertumbuhan ekonomi hanya terkonsentrasi pada kelompok tertentu dan tidak berkelanjutan.
Seharusnya bagi sebagian besar negara di dunia, sektor pertanian menjadi tulang punggung bagi
tegaknya struktur ekonomi nasional dan berlangsungnya pemerataan pendapatan antar berbagai
lapisan masyarakat secara adil (Saragih, 2010).

Anda mungkin juga menyukai