ABSTRAK
Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi
oleh sebab itu proses perakitan untuk menemukan varietas unggul terus dilakukan.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi benih off type, DNA typing dan nilai
keragaman molekuler pada marka RAPD dan SSR. Metode penelitian dilakukan
dengan mengamati pola pita yang terbentuk, pengamatan terhadap peubah genetik
dan analisis Principal Coordinat (PCOA). Analisis data dilakukan dengan
menggunakan softwer Power Marker 3.25, Gen Alex Versi 6.501 dan DARwin 6.0.
Kesimpulan pada menunjukkan bahwa marka RAPD dan SSR telah dapat
mengidentifikasi benih off type sebanyak 1 sampel dari 30 sampel yang diuji,
selanjutnya bahwa FR-304 merupakan DNA typing pada varietas komersial yang
diuji dan nilai keragaman molekuler pada marka RAPD sebesar 60.29% sedangkan
lokus SSR sebesar 75.39%.
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
sebagai salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil
devisa non migas bagi Indonesia. Produksi kelapa sawit ASEAN dikuasai oleh dua
negara, yaitu Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan data FAO, selama tahun 2009-
2012 Indonesia berada di posisi pertama sebagai negara penghasil kelapa sawit
terbesar di ASEAN dengan rata-rata kontribusi produksi sebesar 50,99% dari total
produksi kelapa sawit ASEAN, sedangkan Malaysia berada di peringkat kedua
dengan kontribusi mencapai 45,10% (Kementerian Pertanian, 2014).
Proses pemuliaan tanaman kelapa sawit terus dilakukan untuk mendapatkan
tanaman kelapa sawit yang memliki karakter unggul. Penanaman kelapa sawit
dengan benih unggul akan dapat meningkatkan produksi dan produktifitas kelapa
sawit nasional. Proses benih unggul tersebut telah diolah sebaik mungkin, namun
demikian kemunculan benih off type tidak dapat dihindarkan yang menyebabkan
menurunnya kemurnian benih. Kualitas benih dapat menurun karena persentase
kemurnian benih yang rendah sehingga berakibat kemunculan benih tipe simpang
(off type), umur panen yang tidak sama serta munculnya variasi pada karakter
morfologi tanaman. Ahadiyat dan Darjanto (2010) benih bermutu adalah benih yang
memiliki tingkat kemurnian 100%, mempunyai kelebihan tertentu, sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan, sesuai untuk daerah pengembangan, harga yang
terjangkau dan daya hasil tinggi
Tanaman tipe simpang (Off Type) adalah tanaman atau benih yang
menyimpang dari sifat-sifat suatu varietas diluar batas kisaran yang telah ditetapkan
(Permentan, 2014), (Deptan, 2014). Selanjutnya, Tim Penyusun (2014) menjelaskan
bahwa proses produksi dengan menjaga kemurnian genetik benih hibrida penting
dilakukan untuk melindungi petani dari penyimpangan yang berakibat pada tidak
berhasilnya peningkatan produk pertanian.
Oleh sebab itu, kemurniaan genetik suatu benih perlu untuk ditingkatkan.
kemurnian genetik dinyatakan sebagai persentase jumlah tanaman yang murni
3
secara genetik sesuai dengan deskripsi varietas yang dimaksud. Kontaminasi genetik
sering ditemukan dalam uji kemurnian genetik yang dapat terdiri dari tipe simpang
(off-type), tetua betina yang tidak terhibridisasi atau campuran varietas lain.
Kegiatan pengawasan terhadap kemurniaan benih biasanya dilakukan dengan
pengamatan terhadap tampilan visual tanaman, analisis fisiologi dan biokimia atau
dikenal dengan istilah Grow Out Test (GOT). Pengamatan GOT sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sehingga hasilnya kurang akurat. Untuk meningkatkan
keakuratan hasil test GOT tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
DNA Typing dengan pemanfaatan teknologi molekuler. Hal ini juga dijelaskan oleh
Dualembang, et al. (2010) yang menyatakan bahwa identifikasi menggunakan
marka molekuler dapat memberikan hasil yang lebih cepat, efektif, dan akurat
dibandingkan dengan karakterisasi berdasarkan ciri-ciri morfologi. Karakterisasi
menggunakan marka molekuler dapat dilakukan pada stadium awal, bahkan dapat
dilakukan pada benih.
Pada lokus terdapat alel yang memuat DNA dalam jumlah yang beragam, hal
ini menyebabkan terjadinya perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya.
Hal ini dikenal dengan sebutan DNA polimorpisme yang dapat dideteksi dengan
menggunakan metode PCR. Untuk mendeteksi DNA polymorisme tersebut dikenal
dengang sebutan DNA typing (Bathusha, 2013).
Pengamatan terhadap DNA polimorpisme dapat dilakukan dengan
menggunakan marka molekuler seperti RAPD dan SSR. Kedua marka ini memiliki
tingkat sensifitas yang tinggi untuk mengamati tingkat keragaman genetik pada
tanaman yang memiliki kerabat dekat. Penanda genetik hanya berguna apabila
polimorfik dan terpaut dengan sifat yang akan diamati atau dengan penanda genetik
lain. Syarat polimorfik diperlukan karena penanda genetik harus bisa membedakan
individu-individu dalam populasi yang diteliti. Syarat terpaut dengan penanda, gen
atau sifat lain diperlukan karena fungsi penanda genetik adalah sebagai tanda
pengenal yang harus melekat pada sifat yang diteliti (Sharma et al. 2008). Kegiatan
identifikasi pita spesifik akan sangat bermanfaat dalam identifikasi karakter tertentu
yang terdapat pada tanaman yang diuji (Istino, et al. 2012).
4
Oleh sebab itu, penggunaan teknik DNA typing perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil dengann tingkat presisi data yang lebih akurat sehingga akan
dapat meningkatkan tingkat kemurniaan suatu benih yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat kepada para petani tradisonal kelapa sawit dan juga dapat
meningkatkan akurasi data pada proses pemuliaan tanaman.
Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeteksi keberadaan benih off type pada benih kelapa sawit komersial
dengan menggunakan marka RAPD dan SSR.
2. Untuk mengidentifikasi marka molekuler yang dapat dijadikan sebaga DNA
Typing pada tanaman kelapa sawit komersial.
3. Untuk mengetahui nilai keragaman molekuler pada marka RAPD dan SSR pada
tanaman kelapa sawit komersial.
Kegunaan Penulisan
1. Sebagai salah satu penerapan teknologi marka molekuler untuk mendeteksi
keberadaan benih off type pada tanaman kelapa sawit komersial.
2. Bahan informasi terkait dengan DNA typing sebagai marker untuk kelapa sawit
komersial.
3. Sebagai salah satu bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
5
Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan terhadap daun benih kelapa sawit yang masih muda (3
MST). Prosedur isolasi DNA diadaptasi dari metode CTAB oleh Orozco-Castilo (1994).
dengan beberapa modifikasi.
6
siklus dengan reaksi predenaturasi 940C selama 2 menit, denaturasi 940C selama 1
menit, annealing 360C selama 1 menit, extension 720C selama 2 menit, post
extension 720C selama 10 menit, dan kondisi akhir PCR 40C . Elektroforesis hasil
amplifikasi dengan lokus SSR dilakukan pada gel agarose 2% dalam TAE1X pada
tegangan 75 volt selama 1 jam kemudian didokumentasikan dengan menggunakan
UVTEC-Cambridge.
Analisis Data
Analisis data dilakukan pada kedua marka molekuler baik itu pada marka
RAPD dan SSR. Dokumentasi hasil elktroforesis akan diubah kedalam data biner,
dimana pita yang tampak di ubah kedalam kode 1 sedangkan pita yang tidak
tampak diubah kedalam kode 0. Nilai PIC untuk dominan marker seperti RAPD
memiliki nilai maksimum yaitu 0.5 untuk fi = 0.5 (Ma et al. 2013). Perhitungan PIC
pada RAPD dihitung dengan menggunakan Excel 2007. Polymorphic Information
Content (PIC) untuk beberapa marker dihitung dengan menggunakan rumus:
PICi = 2fi (1-fi)
Dimana:
PICi = Polymorphic Information Content (PIC) pada marker
fi = frekuensi dari pita primer yang muncul
(1-fi) = frekuensi dari pita yang tidak muncul
Persentase pita polimorfik menggunakan rumus berikut :
∑ lokus yang polimorfik
% Pita Polimorfik = ∑ 𝑙𝑜𝑘𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎
x 100
1 Well 1
Well 2
Gambar 1. Visualisasi 3D Hasil Uji Kualitas Hasil Isolasi DNA Tanaman Kelapa Sawit Komersial
Keterangan : Lingkaran 1 : menunjukkan hasil ketidakadaan DNA hasil ekstraksi
Lingkaran 2 : menunjukkan smear, well 1 dan well 2 menunjukkan material
genetik isolasi DNA
sengaja pada saat proses isolasi DNA merupakan senyawa-senyawa kimia berupa
karbohidrat, lemak, protein, lipid dan metabolit sekunder. Keberadaan kontaminan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya smear sehingga kontaminan ini akan dapat
mengganggu proses isolasi DNA karena senyawa-senyawa tersebut akan melekat
bersama dengan DNA pada tanaman, selain itu juga keberadaan senyawa-senyawa
ini dapat menganggu proses amplifikasi pada saat PCR. Mafthuchah dan Zainuddin
(2013) menjelaskan bahwa polisakarida dan metabolit sekunder yang terbawa
selama proses isolasi dapat mempersulit isolasi asam nukleat.
Selain zat metabolit sekunder, smear juga dapat berasal dari bahan-bahan
kimia yang terbawa pada saat isolasi dan juga bisa berupa senyawa DNA yang
mengalami degradasi. Hal ini telah dijelaskan oleh Mulyani et al. (2011) bahwa
smear merupakan zat sisa yang berasal dari larutan-larutan yang terbawa selama
proses isolasi DNA, selain itu juga dpat berupa DNA yang telah terdegradasi selama
proses isolasi. Keberadaan kontaminan tersebut bisa menganggu proses amplifikasi
PCR sehingga akan mempersulit proses pengerjaan selanjutnya. Untuk mengatasi
masalah smear ini dapat dilakukan dengan jalan melakukan sterilisasi kembali atau
purifikasi pada stok DNA dengan cara melakukan sentrifius pada kecepatan 13.000
rpm pada suhu 4°C dan disterilisasi dengan menggunakan ethanol absolute.
Ethanol absolute dapat memisahkan kontaminan dari larutan pelet DNA
karena ethanol absolute merupakan salah satu bahan kimia yang mudah menguap
sehingga dengan demikian zat kontaminan dapat terpisah dari pelet DNA.
Penggunaan ethanol absolute sebagai bahan untuk purifikasi pada proses isolasi
DNA juga telah diterapkan pada penelitian-penelitian sebelumnya diantaranya
adalah Suriasih (2015), Ardiana (2009) dan Faatih (2009). Penggunaan ethanol
absolute akan berpengaruh positif terhadap kemurnian DNA. Azizah et al. (2014)
menjelaskan bahwa ethanol absolute akan mengurangi kontaminan yang berada
pada DNA. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sahu et al. (2012) juga
menunjukkan bahwa ethanol akan meningkatkan kemurnian DNA dengan cara
menghilangkan klorofil dan pigmen yang terbawa pada proses isolasi. Dengan
demikian, penggunaan ethanol absulte pada saat proses purifikasi dapat
meningkatkan hasil kemurniaan DNA.
10
Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis Pada Marka RAPD (Random Amplified
Polymorpism DNA)
Analisis selanjutnya akan diperoleh bagaimana gambaran pola pita hasil
elektroforesis dengan menggunakan marka RAPD. Marka RAPD merupakan salah
satu marka berbasis DNA molekuler yang dapat menunjukkan tingkat keragaman
genetik pada suatu spesies. Adapun hasil pola pita DNA pada tanaman kelapa sawit
komersial berdasarkan marka RAPD disajikan pada Gambar 2.
L 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12
1kb 1
3000 bp
1000 bp
250 bp
2
1kb
3000 bp
1000 bp
250 bp
1kb 3
3000 bp
1000 bp
250 bp
1kb 4
3000 bp
1000 bp
250 bp
Gambar 2. Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis dengan Menggunakan Marka RAPD
Keterangan : L = Marker Ladder 1 kb; persegi kuning menunjukkan
ketidakmunculan pita, 1 : Primer OPH-6, 2 : Primer SB-19, 3 : Primer OPD-3,
4 : Primer OPD-20
12
1
2072 bp
600 bp
100 bp
2
2072 bp
600 bp
100 bp
2072 bp 3
600 bp
100 bp
4
2072 bp
600 bp
100 bp
Gambar 3. Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis dengan Menggunakan Lokus SSR
Keterangan : L = Marker Ladder 100 bp; lingkaran kuning menunjukkan
ketidakmunculan pita, 1 : SSR-1, 2 : FR-391, 3 : FR-394, 4: FR10219.
sehingga dengan hasil ini maka dapat diketahui bahwa individu no. #30 berasal dari
jenis yang berbeda atau termasuk kedalam benih off type. Hasil pada marka SSR ini
memperkuat hasil pada marka RAPD, sehingga hasil dari pengamatan pada pola pita
SSR dapat mengkonfirmasi hasil yang diperoleh pada marka RAPD Gambar 2.
Keberadaan individu yang berasal dari varietas yang berbeda namun terletak
dalam kemasan yang sama bisa terjadi. Hal ini dapat disebabakan oleh karena pada
dasarnya dalam proses pemuliaan tanaman bisa terjadi benih off type dimana benih
ini muncul karena terjadi penyimpangan secara genetik. Penyimpangan secara
genetik ini akan dapat menurunkan kemurnian benih. Selain itu juga, kegiatan pada
saat penyortiran juga dapat menyebabkan kesalahan sehingga benih yang bersifat
resesif tercampur.
Primer yang menunjukkan tingkat PIC tertinggi terdapat pada OPH-6 (0.480)
sedangkan terendah terdapat pada SB-19. Semakin tinggi nilai PIC maka akan
semakin tinggi tingkat kemampuan primer tersebut untuk menunjukkan adanya
perbedaan secara genetik. Selanjutnya Ma et al. (2013) menjelaskan semakin besar
nilai PIC maka pprimer tersebut semakin baik untuk dijadikan sebagai penanda
molekuler. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa primer yang telah digunakan
telah mampu menunjukkan adanya perbedaan genetik. Analisis selanjutnya
dilakukan untuk melihat bagaimana tingkat polimorfisme pada tanaman yang diuji
berdasarkan primer SSR. Adapun profil kuantitatif elektroforesisnya disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Profil kuantiatif elektorforesis kelapa sawit dengan menggunakan SSR
No. Primer Ukuran Alel (bp) N Na Ne Ho He PIC
1 SSR I 190,215,252 30 3.000 2.476 0.933 0.596 0.509
2 FR-391 278, 308 29 2.000 1.979 0.000 0.495 0.372
3 FR-304 120 30 1.000 1.000 0.000 0.000 0.000
4 FR-10219 256,270,387 27 4.000 3.673 1.000 0.728 0.678
Rataan 29 2.333 2.031 0.514 0.391 0.329
Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dapat diketahui nilai PIC berkisar antara
0.000 sampai dengan 0.678. Berdasarkan studi literatur dapat diketahui ada
beberapa acuan yang dpat dijadikan sebagai standar penggunaan marka SSR yaitu
berdasarkan Yu et al. (2009) yang menyebutkan standar marka SSR yang dapat
digunakan untuk menganalisis keragaman genetik adalah pada marka yang memiliki
lebih dari 4 alel dan PIC 0.7. Standar selanjutnya berdasarkan Billotte et al. (2001)
yang menyebutkan bahwa nilai PIC diatas 60% dan jumlah alel perlokus sebanyak 5.
Berdasarkan kedua standar ini marka yang paling mendekati adalah marka FR-10219
dengan nilai PIC 0.678 dan jumlah alel perlokus sebanyak 3.
Nilai PIC sebesar 0.000 menunjukkan bahwa marka yang digunakan bersifat
homozigot atau jumlah pita yang ditunjukkan memperlihatkan pola yang
menunjukkan profil yang sama. Berdasarkan Gambar 3 pita yang ditunjukkan
sebanyak 1 pada 120 bp. Berdasarkan hasil ini maka lokus FR-304 merupakan marka
SSR yang dpat dijadikan sebagai penanda spesifik atau DNA typing (DNA
fingerprinting) pada tanaman kelapa sawit komersial yang dijadikan sebagai objek
16
Aksis II : 34.36%
Aksis II : 17.94%
lokus SSR adalah sebesar 75.39%. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa nilai
keragaman molekuler yang ditunjukkan oleh lokus SSR lebih tinggi dibandingkan
dengan marka RAPD. Artinya bahwa berdasarkan marka yang digunakan untuk DNA
typing nilai varian yang paling baik ditunjukkan oleh lokus SSR. Jika dibandingkan
dengan penelitian Putri (2010) yang mendapatkan nilai keragaman molekuler
31.64% dari origin Avros, Eona, origin Lame, Origin Ghana dan Nigeria.
Berdasarkan hasil analisis PCOA dapat diketahui bahwa individu No. #30
memisah dengan individu lainnya. Hal ini berarti bahwa individu No.#30 memang
merupakan individu yang berbeda. Dengan demikian penggunaan teknik marka
RAPD dan SSR telah mampu mengidentifikasi keberadaan benih yang berbeda
dengan benih lainnya walaupun secara visual benih tersebut terlihat sama. Hal ini
sesuai dengann Novita (2013) yang menyebutkan variasi pada tanaman dapat dilihat
dengan menggunakan berbagai pendekatan diantaranya pendekatan morfologi,
biokimia dan molekuler. Namun, penanda morfologi memiliki keterbatasan yaitu
hasilnya dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan bersifat subjektif. Selain itu, Emad
and Soon (2014) menyimpulkan bahwa marka molekuler (SSR) dapat digunakan
sebagai alat untuk mendeteksi keberadaan benih illegitim.
KESMPULAN
1. Keberadaan benih off type telah teridentifikasi berdasarkan penggunaan marka
RAPD dan SSR yaitu pada nomor individu #30.
2. Primer yang dapat dijadikan sebagai DNA Typing sebagai penanda pada varietas
komersial tanaman kelapa sawit adalah FR-304.
3. Nilai keragaman molekuler pada marka RAPD sebesar 60.29% sedangkan lokus
SSR sebesar 75.39%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada PT. Socfin Indonesia yang bersedia
memberikan material genetik tanaman sebagai objek penelitian, selanjutnya kami
juga mengucapkan terima kasih kepada UPT. BIBD Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Sumatera Utara, Medan atas izin dalam pemakaian nitrogen cair.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam penulisan karya ilmiah ini.
18
DAFTAR PUSTAKA
Ahadiyat, Y.R. dan Darjanto. 2010. Upaya pemurnian varietas kedeleai dengan
seleksi massa berdasarkan karakter morfologi dan analisis isoenzim.
Agrosains. 12 (1) : 14-18.
Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi dna genom tanaman pepaya dan jeruk dengan
menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian. 14 (1) :
1-5.
Azizah, N.N., Muthia, N.M., Dwi, L., dan Dahlia. 2014. Optimalisasi isolasi dan
purifikasi DNA Petunia hybrida seri rose picotedengan kit isolasi geneaid.
Prosiding Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi UNS. 07 Juni 2014 :
273-278.
Batusha, S., 2013. The Application of IRAP Markers in The Breeding of Papaya.
[Dissertation]. Institute of Biological Science. Faculty of Science.
University of Malaya. Kuala Lumpur.
Billotte, N., Risterucci, A.M., Barcelos, E., Noyer, J.L., Amblard, P., and Baurens,
F.C., 2001. Develpomen characterisation and across-taxa utility of oil
palm (Elais guineensis Jacq.) Microsatellite Markers. Genome, 44 (33),
413-425.
Botstein D, White RL, Skolnick M, and Davis RW, 1980. Construction of a genetic
linkage map in man using restriction fragment length polymorphisms.
Am. J. Hum. Genet. 32:314–331.
Emad, O.H.A., and Soon, G.T. 2014. Using monomorphic microsatellite markes in oil
palm (Elaeis guineensis Jacq.). Journal of Botanical Science. 3 (4) : 1-6.
Faatih, M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi. 10 (1) : 61-67.
19
Hack, S.M., Huckket, B.I., dan Butterfield, M.K., 2002. Application of microsatellite
analysis to the screening of putative parents of sugarcane cross AA40.
Proc S Afr Sug Technol Ass. 76 :232-234.
Istino, F., Jamsari, Suliansyah,I. dan Gustian. 2012. Studi hubungan karakter
morfologi, anatomi, dan molekuler terkait potensi kadar katekin pada
tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.). Artikel Disetasi
Universitas Andalas. 5-25.
Kementerian Pertanian, 2014. Outlook Komoditi Kelapa Sawit. Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.
Liu, K., Muse, SV. 2005. Power Marker : An integrated analysis environment for
genetic marker analysis. Bioinformatics, 21 : 2128-2129.
Ma. X., X.Y. Gu, T.T. Chen, S.Y. Chen, L.K. Huang and X.Q. Zhang. 2013. Genetic
relationships between Lolium (Poaceae) species revealed by RAPD
markers. Genet. Mol. Res. 12 (3): 3246-3255.
Maftuchah dan A. Zainuddin. 2013. Studi pendahuluan variasi genetik jarak pagar
(Jatropha curcas L.) lokal berdasarkan Random Amplified Polymorphic
DNA. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah
Malang : 123-131.
Raisawati, T., 2010. Monitoring keragaan bibit kelapa sawit di pembibitan utama.
Jurnal Akta Agrosia. 2 (13) : 29-34.
Sahu, S.K., Thangaraj, M., Kathiresan, K. 2012. DNA Extraction Protocol for Plants
with Levels of Secondary Metabolites and Polysaccarides without Using
Liquid Nitrogen and Phenol. International Scholarly Research Network.
2012 : 1-6.
Sayaka, B., Kariyasa, I.K., Waluyo, Marisa, Y., dan Nurasa. 2006. Laporan Akhir
Penelitian TA 2006. Analisis Sistem Perbenihan Komoditas Pangan
Perkebunan Utama. Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.
Serlawaty, D., Syarmalina dan Novita, S. 2015. Analisis kandungan lemak dan
protein terhadap kualitas soyghurt dengan penambahan susu kim. Jurnal
Berkala Ilmiah Farmasi. 4 (2) :35-40.
Suariasih, K. 2015. Pemotongan dan menyambung DNA dalam Kloning gen, studi
kloning gen prolidase dari bakteri asam laktat. Media Ilmiah Teknologi
Pangan. 2 (2) : 1-11.
Syahputra, I. 2016. Validasi Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT. Socfindo
Berdasarkan Marka SSR. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan.
YU, Q., J. LUO, X. HAN, Y.Z. ZHU, C. CHEN, J.X. LIU and H. SHENG. 2009. Genetic
diversity and relationships of 10 Chinese goat breeds in the Middle and
Western China. Small Ruminant Research. 2 (3) 15-20.