Anda di halaman 1dari 20

1

PENGGUNAAN TEKNOLOGI DNA TYPING UNTUK MENGANALISIS SIFAT MOLEKULER


TANAMAN KELAPA SAWIT KOMERSIAL (Elaeis guineensis Jacq.) UNTUK
MENDETEKSI KEBERADAAN BENIH OFF TYPE

Arnen Pasaribu1), Dian Arvita2), dan Lollie Agustina P.Putri3)


1) Mahasiswa Program Magister Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Jalan Prof. A.Sofyan. No.3, Medan 20155, email : pasaribu30@gmail.com
2) Mahasiswa Program Studi Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Jalan Prof. A.Sofyan. No.3, Medan 20155, email : dian29arvita@gmail.com
3) Dosen Program Magister Agroekoteknologi, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara,
Jalan Prof. A.Sofyan. No.3, Medan 20155, email : lollie_agustina@yahoo.com

ABSTRAK

Tanaman kelapa sawit merupakan tanaman yang memiliki nilai ekonomi yang tinggi
oleh sebab itu proses perakitan untuk menemukan varietas unggul terus dilakukan.
Tujuan penelitian ini untuk mengidentifikasi benih off type, DNA typing dan nilai
keragaman molekuler pada marka RAPD dan SSR. Metode penelitian dilakukan
dengan mengamati pola pita yang terbentuk, pengamatan terhadap peubah genetik
dan analisis Principal Coordinat (PCOA). Analisis data dilakukan dengan
menggunakan softwer Power Marker 3.25, Gen Alex Versi 6.501 dan DARwin 6.0.
Kesimpulan pada menunjukkan bahwa marka RAPD dan SSR telah dapat
mengidentifikasi benih off type sebanyak 1 sampel dari 30 sampel yang diuji,
selanjutnya bahwa FR-304 merupakan DNA typing pada varietas komersial yang
diuji dan nilai keragaman molekuler pada marka RAPD sebesar 60.29% sedangkan
lokus SSR sebesar 75.39%.

Kata Kunci : Kelapa sawit, RAPD, SSR, Off type


2

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Kelapa sawit merupakan tanaman penghasil minyak sawit dan inti sawit
sebagai salah satu primadona tanaman perkebunan yang menjadi sumber penghasil
devisa non migas bagi Indonesia. Produksi kelapa sawit ASEAN dikuasai oleh dua
negara, yaitu Indonesia dan Malaysia. Berdasarkan data FAO, selama tahun 2009-
2012 Indonesia berada di posisi pertama sebagai negara penghasil kelapa sawit
terbesar di ASEAN dengan rata-rata kontribusi produksi sebesar 50,99% dari total
produksi kelapa sawit ASEAN, sedangkan Malaysia berada di peringkat kedua
dengan kontribusi mencapai 45,10% (Kementerian Pertanian, 2014).
Proses pemuliaan tanaman kelapa sawit terus dilakukan untuk mendapatkan
tanaman kelapa sawit yang memliki karakter unggul. Penanaman kelapa sawit
dengan benih unggul akan dapat meningkatkan produksi dan produktifitas kelapa
sawit nasional. Proses benih unggul tersebut telah diolah sebaik mungkin, namun
demikian kemunculan benih off type tidak dapat dihindarkan yang menyebabkan
menurunnya kemurnian benih. Kualitas benih dapat menurun karena persentase
kemurnian benih yang rendah sehingga berakibat kemunculan benih tipe simpang
(off type), umur panen yang tidak sama serta munculnya variasi pada karakter
morfologi tanaman. Ahadiyat dan Darjanto (2010) benih bermutu adalah benih yang
memiliki tingkat kemurnian 100%, mempunyai kelebihan tertentu, sesuai dengan
jumlah yang dibutuhkan, sesuai untuk daerah pengembangan, harga yang
terjangkau dan daya hasil tinggi
Tanaman tipe simpang (Off Type) adalah tanaman atau benih yang
menyimpang dari sifat-sifat suatu varietas diluar batas kisaran yang telah ditetapkan
(Permentan, 2014), (Deptan, 2014). Selanjutnya, Tim Penyusun (2014) menjelaskan
bahwa proses produksi dengan menjaga kemurnian genetik benih hibrida penting
dilakukan untuk melindungi petani dari penyimpangan yang berakibat pada tidak
berhasilnya peningkatan produk pertanian.
Oleh sebab itu, kemurniaan genetik suatu benih perlu untuk ditingkatkan.
kemurnian genetik dinyatakan sebagai persentase jumlah tanaman yang murni
3

secara genetik sesuai dengan deskripsi varietas yang dimaksud. Kontaminasi genetik
sering ditemukan dalam uji kemurnian genetik yang dapat terdiri dari tipe simpang
(off-type), tetua betina yang tidak terhibridisasi atau campuran varietas lain.
Kegiatan pengawasan terhadap kemurniaan benih biasanya dilakukan dengan
pengamatan terhadap tampilan visual tanaman, analisis fisiologi dan biokimia atau
dikenal dengan istilah Grow Out Test (GOT). Pengamatan GOT sangat dipengaruhi
oleh faktor lingkungan sehingga hasilnya kurang akurat. Untuk meningkatkan
keakuratan hasil test GOT tersebut dapat dilakukan dengan menggunakan teknik
DNA Typing dengan pemanfaatan teknologi molekuler. Hal ini juga dijelaskan oleh
Dualembang, et al. (2010) yang menyatakan bahwa identifikasi menggunakan
marka molekuler dapat memberikan hasil yang lebih cepat, efektif, dan akurat
dibandingkan dengan karakterisasi berdasarkan ciri-ciri morfologi. Karakterisasi
menggunakan marka molekuler dapat dilakukan pada stadium awal, bahkan dapat
dilakukan pada benih.
Pada lokus terdapat alel yang memuat DNA dalam jumlah yang beragam, hal
ini menyebabkan terjadinya perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya.
Hal ini dikenal dengan sebutan DNA polimorpisme yang dapat dideteksi dengan
menggunakan metode PCR. Untuk mendeteksi DNA polymorisme tersebut dikenal
dengang sebutan DNA typing (Bathusha, 2013).
Pengamatan terhadap DNA polimorpisme dapat dilakukan dengan
menggunakan marka molekuler seperti RAPD dan SSR. Kedua marka ini memiliki
tingkat sensifitas yang tinggi untuk mengamati tingkat keragaman genetik pada
tanaman yang memiliki kerabat dekat. Penanda genetik hanya berguna apabila
polimorfik dan terpaut dengan sifat yang akan diamati atau dengan penanda genetik
lain. Syarat polimorfik diperlukan karena penanda genetik harus bisa membedakan
individu-individu dalam populasi yang diteliti. Syarat terpaut dengan penanda, gen
atau sifat lain diperlukan karena fungsi penanda genetik adalah sebagai tanda
pengenal yang harus melekat pada sifat yang diteliti (Sharma et al. 2008). Kegiatan
identifikasi pita spesifik akan sangat bermanfaat dalam identifikasi karakter tertentu
yang terdapat pada tanaman yang diuji (Istino, et al. 2012).
4

Oleh sebab itu, penggunaan teknik DNA typing perlu dilakukan untuk
mendapatkan hasil dengann tingkat presisi data yang lebih akurat sehingga akan
dapat meningkatkan tingkat kemurniaan suatu benih yang pada akhirnya akan
memberikan manfaat kepada para petani tradisonal kelapa sawit dan juga dapat
meningkatkan akurasi data pada proses pemuliaan tanaman.

Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeteksi keberadaan benih off type pada benih kelapa sawit komersial
dengan menggunakan marka RAPD dan SSR.
2. Untuk mengidentifikasi marka molekuler yang dapat dijadikan sebaga DNA
Typing pada tanaman kelapa sawit komersial.
3. Untuk mengetahui nilai keragaman molekuler pada marka RAPD dan SSR pada
tanaman kelapa sawit komersial.

Kegunaan Penulisan
1. Sebagai salah satu penerapan teknologi marka molekuler untuk mendeteksi
keberadaan benih off type pada tanaman kelapa sawit komersial.
2. Bahan informasi terkait dengan DNA typing sebagai marker untuk kelapa sawit
komersial.
3. Sebagai salah satu bahan informasi bagi pihak-pihak yang membutuhkan.
5

BAHAN DAN METODE

Tempat dan Waktu


Penelitian ini akan dilaksanakan pada Bulan Maret 2015 sampai dengan
Februari 2016 di Laboratorium Terpadu, Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera
Utara, Medan.

Bahan dan Alat


Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah daun muda berusia tiga
Minggu Setelah Tanam (MST) yang berasal dari benih kelapa sawit komersial.
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian ini antara lain nitrogen cair, buffer
CTAB, buffer TAE, buffer TE, buffer TBE, chloroform isoamilakohol (KIAA) dengan
perbandingan 24 : 1, NaCl, NaOH, Na-EDTA, HCl, isopropanol dingin,
β-mercaptoetanol , agarose (promega V3121), master mix (promega M7122),
leader invitrogen ukuran 100 bp dan marker bench top 1 kb DNA Ladder, 4 lokus
SSR (SSR-I, FR-391, FR-304 dan FR-10219) berdasarkan www.corsat.agr.ku.ac.
(2015) dan 4 marka RAPD (OPH-6, SB-19, OPD-3 dan OPD-20) berdasarkan Operon
Technolgy, Almaeda, USA.
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini antara lain tisu, timbangan
digital, hot plate (biosan), mortar, centrifuge (Eppendorf 5415), vortex, freezer, PCR
tube 0.2 ml dan 1.5 ml, mikropipet ukuran 1-50 µl, 100-500 µl, pinset, sarung
tangan karet, tips pipet (putih, kuning dan biru), autoclave, kamera, water bath, pH
meter elektrik, perangkat elektroforesis (power supply, well, dan chamber)
pengaduk magnetik, alat-alat gelas (gelas ukur, gelas beker, erlemeyer),
elektroforesis (Power PAC 3000, biorad), PCR (Thermal cycler) applied biosystem,
Gel Doc (UV cambridge), hand seal, pirex, masker dan alat tulis.

Isolasi DNA
Isolasi DNA dilakukan terhadap daun benih kelapa sawit yang masih muda (3
MST). Prosedur isolasi DNA diadaptasi dari metode CTAB oleh Orozco-Castilo (1994).
dengan beberapa modifikasi.
6

Uji Kualitas DNA


Uji kualitas dilakukan dengan menggunakan metode elektroforeis dengan
tegangan listrik 75 volt dengan selama 60 menit. Hasil elektroforesis diamati
menggunakan UVitec-cambridge.

Uji Kuantitas DNA


Pengujian kuantitas DNA dilakukan dengan metode nanophotometer pada
panjang gelombang (λ) 260, dan 280 nm dengan menggunakan stok DNA hasil
isolasi dan pemurnian. DNA mempunyai kemurnian tinggi jika ratio nilai
absorbansi pada panjang gelombang 260 nm dan 280 nm berkisar antara 1,8 – 2,0
(Sambrook et al. 1989).

Amplifikasi PCR- Lokus Simple Sequences Repeats (SSR)


Pembuatan master mix PCR dilakukan dalam tube dengan komposisi untuk
satu kali reaksi dengan total volume 25 µl antara lain Go Taq PCR 12.5 µl, nuclease
free water 8.5 µl, primer forward 1 µl, primer reverse 1 µl dan DNA sampel 2 µl
dengan konsentrasi DNA sebesar 10 µg/ml. Proses amplifikasi dilakukan
menggunakan mesin PCR. Program amplifikasi terdiri atas siklus denaturasi awal 4
menit pada suhu 94ºC, diikuti 35 siklus denaturasi 94ºC, selama 30 detik, tahapan
penempelan 52ºC selama 1 menit 15 detik, perpanjangan 72ºC selama 1 menit 30
detik, dan elongasi akhir pada 72ºC selama 8 menit. Elektroforesis hasil amplifikasi
dengan lokus SSR dilakukan pada gel agarose 4% dalam TBE1X pada tegangan 60
volt selama 4 jam kemudian didokumentasikan dengan menggunakan UVTEC-
Cambridge.

Amplifikasi PCR-Marka Random Amplfied Polymorphic DNA (RAPD)


Pembuatan master mix PCR dilakukan dalam tabung mikro dengan komposisi
untuk satu kali reaksi dengan total volume 25 µl antara lain Go Taq PCR 12.5 µl,
nuclease free water 9.5 µl, primer 1 µl dan DNA sampel 2 µl dengan konsentrasi
DNA sebesar 10 µg/ml. Proses amplifikasi dilakukan menggunakan mesin PCR.
Program running PCR berdasarkan pada penelitian Setio (2001) yang terdiri atas 45
7

siklus dengan reaksi predenaturasi 940C selama 2 menit, denaturasi 940C selama 1
menit, annealing 360C selama 1 menit, extension 720C selama 2 menit, post
extension 720C selama 10 menit, dan kondisi akhir PCR 40C . Elektroforesis hasil
amplifikasi dengan lokus SSR dilakukan pada gel agarose 2% dalam TAE1X pada
tegangan 75 volt selama 1 jam kemudian didokumentasikan dengan menggunakan
UVTEC-Cambridge.

Analisis Data
Analisis data dilakukan pada kedua marka molekuler baik itu pada marka
RAPD dan SSR. Dokumentasi hasil elktroforesis akan diubah kedalam data biner,
dimana pita yang tampak di ubah kedalam kode 1 sedangkan pita yang tidak
tampak diubah kedalam kode 0. Nilai PIC untuk dominan marker seperti RAPD
memiliki nilai maksimum yaitu 0.5 untuk fi = 0.5 (Ma et al. 2013). Perhitungan PIC
pada RAPD dihitung dengan menggunakan Excel 2007. Polymorphic Information
Content (PIC) untuk beberapa marker dihitung dengan menggunakan rumus:
PICi = 2fi (1-fi)
Dimana:
PICi = Polymorphic Information Content (PIC) pada marker
fi = frekuensi dari pita primer yang muncul
(1-fi) = frekuensi dari pita yang tidak muncul
Persentase pita polimorfik menggunakan rumus berikut :
∑ lokus yang polimorfik
% Pita Polimorfik = ∑ 𝑙𝑜𝑘𝑢𝑠 𝑠𝑒𝑚𝑢𝑎𝑛𝑦𝑎
x 100

Nilai polymorphic information content (PIC) marka SSR dihitung dengan


menggunakan software Power Marker 3.25 (Liu, 2005). Botsein et al. (1980)
mengklasifikasikan nilai PIC menjadi 3 kelas yaitu : PIC > 0.5:sangat informatif ;
0.25 > PIC < 0.5: sedang PIC < 0.25: rendah. Untuk menghitung jumlah alel efektif
per lokus (Na), observed heterozigosity (Ho) dan expected heterozigosity (He)
digunakan GenAlex ver. 6.501 (Peakall dan Smouse, 2012). Principal Coordinates
Analysis (PCoA), suatu jenis analisis faktorial pada tabel ketidaksamaan untuk
mendapatkan nilai keragaman molekuler dihitung dengan menggunakan DARwin
Softwere Versi 6 (Perreira dan Jacquemoud-Collet, 2014).
8

HASIL DAN PEMBAHASAN

Profil Uji Kualitas DNA Komersial Tanaman Kelapa Sawit

Analisis kualitas DNA tanaman merupakan pemeriksaan yang dilakukan


terhadap DNA stok hasil isolasi. Hal ini dilakukan untuk mengetahui tingkat kualitas
DNA tanaman yang telah diuji dengan menggunakan prinsip elektroforesis. Dengan
uji kualitas akan diketahui tingkat kemurniaan DNA hasil isolasi. Adapun hasil uji
kualitas DNA stok tanaman yang telah berhasil disolasi disajikan pada Gambar 1.

1 Well 1

Well 2

Gambar 1. Visualisasi 3D Hasil Uji Kualitas Hasil Isolasi DNA Tanaman Kelapa Sawit Komersial
Keterangan : Lingkaran 1 : menunjukkan hasil ketidakadaan DNA hasil ekstraksi
Lingkaran 2 : menunjukkan smear, well 1 dan well 2 menunjukkan material
genetik isolasi DNA

Pada Gambar 1. dapat diketahui hasil visualisasi 3D uji kualitas tanaman


kelapa sawit komersial. Berdasarkan hasil uji kualitas dapat diketahui bahwa hanya
ada dua sampel yang tidak mengandung DNA sama sekali dan hal ini ditunjukkan
oleh lingkaran nomor 1. Isolasi DNA akan semakin baik jika isolasi DNA tersebut
memiliki kualitas yang baik dan hal ini ditunjukkan dengan keberadaan pita yang
tidak mengandung kontamin dari bahan-bahan kimia yang mungkin terbawa secara
tidak sengaja pada saat proses isolasi DNA berlangsung.
Jika diamati pada Gambar 1. dapat diketahui bahwa keberadaan kontaminasi
dari bahan-bahan kimia yang terbawa pada saat proses isolasi masih dapat terlihat
dan hal ini bisa dilihat pada lingkaran 2. Kontaminan yang terbawa secara tidak
9

sengaja pada saat proses isolasi DNA merupakan senyawa-senyawa kimia berupa
karbohidrat, lemak, protein, lipid dan metabolit sekunder. Keberadaan kontaminan
tersebut dapat menyebabkan terjadinya smear sehingga kontaminan ini akan dapat
mengganggu proses isolasi DNA karena senyawa-senyawa tersebut akan melekat
bersama dengan DNA pada tanaman, selain itu juga keberadaan senyawa-senyawa
ini dapat menganggu proses amplifikasi pada saat PCR. Mafthuchah dan Zainuddin
(2013) menjelaskan bahwa polisakarida dan metabolit sekunder yang terbawa
selama proses isolasi dapat mempersulit isolasi asam nukleat.
Selain zat metabolit sekunder, smear juga dapat berasal dari bahan-bahan
kimia yang terbawa pada saat isolasi dan juga bisa berupa senyawa DNA yang
mengalami degradasi. Hal ini telah dijelaskan oleh Mulyani et al. (2011) bahwa
smear merupakan zat sisa yang berasal dari larutan-larutan yang terbawa selama
proses isolasi DNA, selain itu juga dpat berupa DNA yang telah terdegradasi selama
proses isolasi. Keberadaan kontaminan tersebut bisa menganggu proses amplifikasi
PCR sehingga akan mempersulit proses pengerjaan selanjutnya. Untuk mengatasi
masalah smear ini dapat dilakukan dengan jalan melakukan sterilisasi kembali atau
purifikasi pada stok DNA dengan cara melakukan sentrifius pada kecepatan 13.000
rpm pada suhu 4°C dan disterilisasi dengan menggunakan ethanol absolute.
Ethanol absolute dapat memisahkan kontaminan dari larutan pelet DNA
karena ethanol absolute merupakan salah satu bahan kimia yang mudah menguap
sehingga dengan demikian zat kontaminan dapat terpisah dari pelet DNA.
Penggunaan ethanol absolute sebagai bahan untuk purifikasi pada proses isolasi
DNA juga telah diterapkan pada penelitian-penelitian sebelumnya diantaranya
adalah Suriasih (2015), Ardiana (2009) dan Faatih (2009). Penggunaan ethanol
absolute akan berpengaruh positif terhadap kemurnian DNA. Azizah et al. (2014)
menjelaskan bahwa ethanol absolute akan mengurangi kontaminan yang berada
pada DNA. Selanjutnya penelitian yang dilakukan oleh Sahu et al. (2012) juga
menunjukkan bahwa ethanol akan meningkatkan kemurnian DNA dengan cara
menghilangkan klorofil dan pigmen yang terbawa pada proses isolasi. Dengan
demikian, penggunaan ethanol absulte pada saat proses purifikasi dapat
meningkatkan hasil kemurniaan DNA.
10

Profil Uji Kuantitas DNA Komersial Tanaman Kelapa Sawit


Uji kuantitas DNA merupakan langkah yang dilakukan untuk melihat tingkat
kemurniaan DNA yang diukur secara kuantitatif. Hasil ini akan memperkuat dan
memperjelas hasil uji kualitas. Hasil uji kuanitas dilakukan dengan menggunakan
prinsip panjang gelombang yang dapat diserap oleh senyawa tersebut, karena setiap
senyawa kimia seperti senyawa metabolit sekunder, polisakarida dan senyawa-
senyawa aromatik lainnya memiliki penyerapan terhadap panjang gelombang yang
berbeda-beda, seperti senyawa flavonoid menyerap pada panjang gelombang 250-
450 nm (Neldawanti, et al. 2013), senyawa aromatik (1630-1450 cm-1) dan fenol
(1300-1000 cm-1) (Tim Penyusun, 2007), dan senyawa albumin (380-780 nm)
(Serlawaty, et al. 2015), sedangkan DNA sendiri diserap dengan baik pada 260/280
yaitu 1.8-2.0 (Sambrook, et al. 1989).
Rataan panjang serapan yang dapat diserap oleh DNA sebesar 1.33 dengan
panjang gelombang berkisar antara 0.64 sampai dengan 2.09. Panjang gelombang
yang dapat diserap oleh DNA adalah sekitar 1.80 sampai dengan 2.00. Berdasarkan
hasil penelitian dapat diketahui ada tiga individu yang memiliki nilai absorbansi 1.80
sampai 2.00. Sedangkan individu yang menunjukkan nilai absorbansi di bawah 1.80
menunjukkan bahwa sampel tersebut diduga lebih banyak mengandung protein.
lemak, metabolit sekunder dan lipid akan tetapi jika nilai absorbansi yang
ditunjukkan lebih dari 2.00 maka sampel tersebut mengandung RNA.
Selain dipengaruhi oleh nilai absorbansi, kejelasan pita hasil elektroforesis
juga dapat dipengaruhi oleh konsentrasi DNA yang dihasilkan oleh hasil ekstrasi
selama proses isolasi DNA. Berdasarkan hasil penelitian ini diperoleh rataan
konsentrasi DNA adalah sebesar 421.89 µg/µl. Jika dibandingkan dengan penelitian
yang dilakukan oleh Syahputra (2016) menunjukkkan nilai rataan konsetrasi DNA
sebesar 61.05. Hal ini berarti bahwa rataan nilai konsentrasi DNA yang dihasilkan
pada penelitian ini lebih tinggi. Tinggi rendahnya konsentrasi DNA juga akan dapat
mempengaruhi keberhasilan dalam pengerjaan analisis DNA typing pada tanaman
kelapa sawit.
11

Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis Pada Marka RAPD (Random Amplified
Polymorpism DNA)
Analisis selanjutnya akan diperoleh bagaimana gambaran pola pita hasil
elektroforesis dengan menggunakan marka RAPD. Marka RAPD merupakan salah
satu marka berbasis DNA molekuler yang dapat menunjukkan tingkat keragaman
genetik pada suatu spesies. Adapun hasil pola pita DNA pada tanaman kelapa sawit
komersial berdasarkan marka RAPD disajikan pada Gambar 2.
L 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12

1kb 1
3000 bp
1000 bp

250 bp

2
1kb
3000 bp
1000 bp

250 bp
1kb 3
3000 bp
1000 bp

250 bp
1kb 4
3000 bp
1000 bp

250 bp

Gambar 2. Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis dengan Menggunakan Marka RAPD
Keterangan : L = Marker Ladder 1 kb; persegi kuning menunjukkan
ketidakmunculan pita, 1 : Primer OPH-6, 2 : Primer SB-19, 3 : Primer OPD-3,
4 : Primer OPD-20
12

Berdasarkan Gambar 2. dapat diketahui bahwa seluruh individu yang diuji


menunjukkan bahwa primer-primer ini mampu teramplifikasi. Artinya bahwa
sequence DNA yang telah digunakan telah mampu diperbanyak dengan
menggunakan prinsip PCR. Hal inilah yang menjadi salah satu kelebihan dari teknik
analisis DNA, dimana dengan menggunakan prinsip PCR maka dapat diperoleh
kopian DNA dalam jumlah yang besar dengan waktu yang relatif singkat. Irawan
(2008) menjelaskan bahwa metode PCR merupakan salah satu metode yang banyak
digunakan untuk memperbanyak salinan DNA dalam waktu yang relatif singkat.
Penggunaan marka RAPD pada penelitian telah mampu menunjukkan
keberhasilannya. Marka RAPD pada penelitian mampu secara bersamaan
mununjukkan adanya satu individu yang berbeda dengan individu lainnya. Hal ini
terlihat dengan cara mengamati pola pita yang dihasilkan, dari 30 individu yang diuji
ada 1 individu yang menunjukkan ketidakmunculan pita dan hal ini konsisten pada
empat marka yang diuji yaitu individu No.#30. Hal ini berarti bahwa secara genetik
tanaman ini berbeda dengan tanaman lainnya yang berarti bahwa tanaman ini
kemungkinan termasuk benih off type.
Berdasarkan hasil elektroforegram pada Primer RAPD tersebut dapat
diketahui bahwa 29 tanaman sampel yang diuji bersifat dominan sedangkan sampel
sampel no.#30 menunjukkan sifat resesif. Zulfahmi (2013) menjelaskan RAPD
merupakan salah satu marka molekuler yang bersifat dominan dimana jika pita
muncul menunjukkan sifat alel dominan dan jika pita tidak muncul sifat alel resesif.
Dengan teridentifikasinya sifat alel yang resesif maka dapat diasarankan
bahwa penanaman benih nomor #30 tidak dianjurkan karena dikhawatirkan sifat
yang akan muncul merupakan sifat negatif. Untuk membuktikan hal ini, maka
analisis selanjutnya dibutuhkan dengan mengamati pola pita yang dihasilkan pada
marka yang berbeda. Jika hasilnya konsisten maka memang benar sampel No.#30
bukan berasal dari jenis yang sama. Ada banyak jenis marka yang bisa digunakan
untuk mengkonfirmasi hasil dari analisis RAPD ini diantaranya adalah penggunaan
marka SSR.
13

Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis Dengan Menggunakan Lokus SSR


(Simple Sequence Repeats)
Konfimasi terhadap hasil elektroforegram dari RAPD dapat dilakukan dengan
menggunakan lokus SSR. Hasil persilangan akan menghasilkan benih yang
heterozigot dimana alel yang dihasilkan merupakan pewarisan dari kedua induknya.
Oleh sebab itu, jenis marka yang sesuai adalah lokus SSR. Adapun hasil visualisasi
dari marka SSR pada 30 individu yang diuji dapat dilihat pada Gambar 3.
L 5 18 23 21 15 20 29 27 8 16 11 44 26 38 35 31 36 9 40 2 47 6 42 45 3 48 30 37 24 12

1
2072 bp
600 bp

100 bp

2
2072 bp
600 bp

100 bp
2072 bp 3
600 bp

100 bp

4
2072 bp
600 bp

100 bp

Gambar 3. Pola Pita DNA Hasil Elektroforesis dengan Menggunakan Lokus SSR
Keterangan : L = Marker Ladder 100 bp; lingkaran kuning menunjukkan
ketidakmunculan pita, 1 : SSR-1, 2 : FR-391, 3 : FR-394, 4: FR10219.

Berdasarkan Gambar 3. dapat diketahui bahwa hampir seluruh marka yang


digunakan menunjukkan adanya amplifikasi PCR kecuali pada individu No. #30
14

sehingga dengan hasil ini maka dapat diketahui bahwa individu no. #30 berasal dari
jenis yang berbeda atau termasuk kedalam benih off type. Hasil pada marka SSR ini
memperkuat hasil pada marka RAPD, sehingga hasil dari pengamatan pada pola pita
SSR dapat mengkonfirmasi hasil yang diperoleh pada marka RAPD Gambar 2.
Keberadaan individu yang berasal dari varietas yang berbeda namun terletak
dalam kemasan yang sama bisa terjadi. Hal ini dapat disebabakan oleh karena pada
dasarnya dalam proses pemuliaan tanaman bisa terjadi benih off type dimana benih
ini muncul karena terjadi penyimpangan secara genetik. Penyimpangan secara
genetik ini akan dapat menurunkan kemurnian benih. Selain itu juga, kegiatan pada
saat penyortiran juga dapat menyebabkan kesalahan sehingga benih yang bersifat
resesif tercampur.

Profil Kuantitatif Hasil Elektroforesis dengan Menggunakan RAPD dan SSR


Profil kuantitatif digunakan untuk menganalisis bagaimana pola pita yang
dihasilkan oleh masing-masing marka yang digunakan pada penelitian ini. Adapun
profil kuantitatifa dari marka RAPD disajikan pada Tabel 3.
Tabel 1. Profil kuantiatif elektorforesis kelapa sawit dengan menggunakan RAPD
Persentase
Nama Ukuran Pita Total Jumlah Pita Jumlah Pita
No Pita Polimorfik PIC
Primer (bp) Pola Pita Polimorfik Monomorfik
(%)
1 OPH-6 254-2050 5 5 0 100 % 0.480
2 SB-19 711-3509 4 4 0 100 % 0.219
3 OPD-3 1165-1355 8 8 0 100 % 0.478
4 OPD-20 211-1056 7 7 0 100 % 0.441
Total 43 43 0 - 3.333
Rata-rata 4.7 4.7 - 100 % 0.373

Berdasarkan Tabel 1. dapat diketahui bahwa persentase pita polimorfik


mencapai 100%. Polimorfik artinya pita yang ditunjukkan oleh masing-masing
individu yang diuji minimal ada satu pita yang berbeda. Persentase kandungan
polimorfisme (PIC) pada 4 marka RAPD berkisar antara 0.219 sampai dengan 0.441.
Berdasarkan Ma et al. (2013) bahwa nilai PIC maksimum yang ditunjukkan oleh
marka RAPD adalah 0.5. Tingkat PIC menunjukkan kemampuan primer untuk
membedakan antara satu individu dengan individu lainnya.
15

Primer yang menunjukkan tingkat PIC tertinggi terdapat pada OPH-6 (0.480)
sedangkan terendah terdapat pada SB-19. Semakin tinggi nilai PIC maka akan
semakin tinggi tingkat kemampuan primer tersebut untuk menunjukkan adanya
perbedaan secara genetik. Selanjutnya Ma et al. (2013) menjelaskan semakin besar
nilai PIC maka pprimer tersebut semakin baik untuk dijadikan sebagai penanda
molekuler. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa primer yang telah digunakan
telah mampu menunjukkan adanya perbedaan genetik. Analisis selanjutnya
dilakukan untuk melihat bagaimana tingkat polimorfisme pada tanaman yang diuji
berdasarkan primer SSR. Adapun profil kuantitatif elektroforesisnya disajikan pada
Tabel 2.
Tabel 2. Profil kuantiatif elektorforesis kelapa sawit dengan menggunakan SSR
No. Primer Ukuran Alel (bp) N Na Ne Ho He PIC
1 SSR I 190,215,252 30 3.000 2.476 0.933 0.596 0.509
2 FR-391 278, 308 29 2.000 1.979 0.000 0.495 0.372
3 FR-304 120 30 1.000 1.000 0.000 0.000 0.000
4 FR-10219 256,270,387 27 4.000 3.673 1.000 0.728 0.678
Rataan 29 2.333 2.031 0.514 0.391 0.329

Berdasarkan hasil analisis kuantitatif dapat diketahui nilai PIC berkisar antara
0.000 sampai dengan 0.678. Berdasarkan studi literatur dapat diketahui ada
beberapa acuan yang dpat dijadikan sebagai standar penggunaan marka SSR yaitu
berdasarkan Yu et al. (2009) yang menyebutkan standar marka SSR yang dapat
digunakan untuk menganalisis keragaman genetik adalah pada marka yang memiliki
lebih dari 4 alel dan PIC 0.7. Standar selanjutnya berdasarkan Billotte et al. (2001)
yang menyebutkan bahwa nilai PIC diatas 60% dan jumlah alel perlokus sebanyak 5.
Berdasarkan kedua standar ini marka yang paling mendekati adalah marka FR-10219
dengan nilai PIC 0.678 dan jumlah alel perlokus sebanyak 3.
Nilai PIC sebesar 0.000 menunjukkan bahwa marka yang digunakan bersifat
homozigot atau jumlah pita yang ditunjukkan memperlihatkan pola yang
menunjukkan profil yang sama. Berdasarkan Gambar 3 pita yang ditunjukkan
sebanyak 1 pada 120 bp. Berdasarkan hasil ini maka lokus FR-304 merupakan marka
SSR yang dpat dijadikan sebagai penanda spesifik atau DNA typing (DNA
fingerprinting) pada tanaman kelapa sawit komersial yang dijadikan sebagai objek
16

penelitian ini. Selanjutnya lokus FR-304 dapat digunakan untuk mendeteksi


kemurniaan benih kelapa sawit komersial spesifik. Hal ini sesuai dengan Mulsanti et
al. (2013) yang menjelaskan bahwa identifikasi kebenaran suatu genotipe tanaman
menggunakan marka SSR monomorfik merupakan salah satu metode yang dapat
digunakan untuk menguji kemurnian benih hibrida.

Hasil Keragaman Molekuler Berdasarkan Analisis Principal Coordinat


Analysis (PCOA) RAPD dan Lokus SSR (Simple Sequence Repeats)
Analisis selanjutnya dilakukan untuk mengetahui gambaran keragaman
molekuler tanaman kelapa sawit komersial dengan menggunakan marka RAPD
dan lokus SSR. Adapun hasil analisis PCOA berdasarkan marka RAPD dan lokus SSR
disajikan pada Gambar 4.

Aksis I : 42.35% A Aksis I : 41.03% B

Aksis II : 34.36%
Aksis II : 17.94%

Gambar 4. Keragaman Molekuler Berdasarkan Analisis Principal Coordinat Analysis


(PCOA) RAPD dan Lokus SSR
Keterangan : A : PCOA berdasarkan marka RAPD, B : PCOA berdasarkan
Marka SSR

Berdasarkan Gambar 4. dapat diketahui keragaman molekuler antara


marka RAPD dan lokus SSR. Adapun nilai keragaman molekuler pada marka RAPD
adalah sebesar 60.29% sedangkan nilai keragaman molekuler dengan menggunakan
17

lokus SSR adalah sebesar 75.39%. Berdasarkan hal ini dapat diketahui bahwa nilai
keragaman molekuler yang ditunjukkan oleh lokus SSR lebih tinggi dibandingkan
dengan marka RAPD. Artinya bahwa berdasarkan marka yang digunakan untuk DNA
typing nilai varian yang paling baik ditunjukkan oleh lokus SSR. Jika dibandingkan
dengan penelitian Putri (2010) yang mendapatkan nilai keragaman molekuler
31.64% dari origin Avros, Eona, origin Lame, Origin Ghana dan Nigeria.
Berdasarkan hasil analisis PCOA dapat diketahui bahwa individu No. #30
memisah dengan individu lainnya. Hal ini berarti bahwa individu No.#30 memang
merupakan individu yang berbeda. Dengan demikian penggunaan teknik marka
RAPD dan SSR telah mampu mengidentifikasi keberadaan benih yang berbeda
dengan benih lainnya walaupun secara visual benih tersebut terlihat sama. Hal ini
sesuai dengann Novita (2013) yang menyebutkan variasi pada tanaman dapat dilihat
dengan menggunakan berbagai pendekatan diantaranya pendekatan morfologi,
biokimia dan molekuler. Namun, penanda morfologi memiliki keterbatasan yaitu
hasilnya dapat dipengaruhi oleh lingkungan dan bersifat subjektif. Selain itu, Emad
and Soon (2014) menyimpulkan bahwa marka molekuler (SSR) dapat digunakan
sebagai alat untuk mendeteksi keberadaan benih illegitim.
KESMPULAN
1. Keberadaan benih off type telah teridentifikasi berdasarkan penggunaan marka
RAPD dan SSR yaitu pada nomor individu #30.
2. Primer yang dapat dijadikan sebagai DNA Typing sebagai penanda pada varietas
komersial tanaman kelapa sawit adalah FR-304.
3. Nilai keragaman molekuler pada marka RAPD sebesar 60.29% sedangkan lokus
SSR sebesar 75.39%.
UCAPAN TERIMA KASIH
Kami mengucapkan terima kasih kepada PT. Socfin Indonesia yang bersedia
memberikan material genetik tanaman sebagai objek penelitian, selanjutnya kami
juga mengucapkan terima kasih kepada UPT. BIBD Dinas Peternakan dan Kesehatan
Hewan Provinsi Sumatera Utara, Medan atas izin dalam pemakaian nitrogen cair.
Tidak lupa, kami juga mengucapkan terima kasih kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam penulisan karya ilmiah ini.
18

DAFTAR PUSTAKA

Ahadiyat, Y.R. dan Darjanto. 2010. Upaya pemurnian varietas kedeleai dengan
seleksi massa berdasarkan karakter morfologi dan analisis isoenzim.
Agrosains. 12 (1) : 14-18.

Ardiana, D.W. 2009. Teknik isolasi dna genom tanaman pepaya dan jeruk dengan
menggunakan modifikasi buffer CTAB. Buletin Teknik Pertanian. 14 (1) :
1-5.

Azizah, N.N., Muthia, N.M., Dwi, L., dan Dahlia. 2014. Optimalisasi isolasi dan
purifikasi DNA Petunia hybrida seri rose picotedengan kit isolasi geneaid.
Prosiding Seminar Nasional XI Pendidikan Biologi UNS. 07 Juni 2014 :
273-278.

Batusha, S., 2013. The Application of IRAP Markers in The Breeding of Papaya.
[Dissertation]. Institute of Biological Science. Faculty of Science.
University of Malaya. Kuala Lumpur.

Billotte, N., Risterucci, A.M., Barcelos, E., Noyer, J.L., Amblard, P., and Baurens,
F.C., 2001. Develpomen characterisation and across-taxa utility of oil
palm (Elais guineensis Jacq.) Microsatellite Markers. Genome, 44 (33),
413-425.

Botstein D, White RL, Skolnick M, and Davis RW, 1980. Construction of a genetic
linkage map in man using restriction fragment length polymorphisms.
Am. J. Hum. Genet. 32:314–331.

Deptan. 2014. Benih Unggul Sumatera Barat Meningkatkan Produksi


Mensejhaterakan Petani. Dinas Pertanian Tanaman Pangan Provinsi
Sumatera Barat. Balai Benih Induk Tanaman Padi Palawija dan
Hortikulturta. Sumatera Barat.

Dualembang, E. Yunus, M. dan Azrai. 2010. Krakterisasi genetik koleksi plasma


nutfah sorgum (Sorgum bicolor L. Moensch) berbasis marka SSR (Simple
Sequence Repeats). Jurnal Penelitian. 1 : 1-14.

Emad, O.H.A., and Soon, G.T. 2014. Using monomorphic microsatellite markes in oil
palm (Elaeis guineensis Jacq.). Journal of Botanical Science. 3 (4) : 1-6.

Faatih, M. 2009. Isolasi dan digesti DNA kromosom. Jurnal Penelitian Sains dan
Teknologi. 10 (1) : 61-67.
19

Hack, S.M., Huckket, B.I., dan Butterfield, M.K., 2002. Application of microsatellite
analysis to the screening of putative parents of sugarcane cross AA40.
Proc S Afr Sug Technol Ass. 76 :232-234.

Irawan, B. 2008. Genetika Molekuler. Aerlangga University Press. Surabaya.

Istino, F., Jamsari, Suliansyah,I. dan Gustian. 2012. Studi hubungan karakter
morfologi, anatomi, dan molekuler terkait potensi kadar katekin pada
tanaman gambir (Uncaria gambir (Hunter) Roxb.). Artikel Disetasi
Universitas Andalas. 5-25.

Kementerian Pertanian, 2014. Outlook Komoditi Kelapa Sawit. Pusat Data dan
Sistem Informasi Pertanian. Sekretariat Jenderal Kementerian Pertanian.

Liu, K., Muse, SV. 2005. Power Marker : An integrated analysis environment for
genetic marker analysis. Bioinformatics, 21 : 2128-2129.

Ma. X., X.Y. Gu, T.T. Chen, S.Y. Chen, L.K. Huang and X.Q. Zhang. 2013. Genetic
relationships between Lolium (Poaceae) species revealed by RAPD
markers. Genet. Mol. Res. 12 (3): 3246-3255.
Maftuchah dan A. Zainuddin. 2013. Studi pendahuluan variasi genetik jarak pagar
(Jatropha curcas L.) lokal berdasarkan Random Amplified Polymorphic
DNA. Pusat Pengembangan Bioteknologi Universitas Muhammadiyah
Malang : 123-131.

Mulyani Y, Purwanto A, Nurruhwati I, 2011. Perbandingan beberapa metode isolasi


dna untuk deteksi dini koi herpes virus (KHV) pada Ikan Mas (Cyprinus
carpio L.). Jatinangor : Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan,
Universitas Padjadjaran. Jurnal Akuatika, 8 (11): 1-16.

Neldawanti, Ratnawulan, dan Gunedi. 2013. Analisisis Nilai Absorbansi dalam


Penentuan Kadar Flavonoid untuk Berbagai Jenis Daun Tanaman Obat.
Jurnal Pillar of Physiscs. 2 : 76-83.

Permentan, 2014. Peraturan Menteri Republik Indonesia.


No.111/Permentan/SR.120/9/2014. Diakses dari :
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=
1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiEyK6L8ajOAhXKN48KHYPTBhAQFgge
MAA&url=http%3A%2F%2Fperundangan.pertanian.go.id%2Fadmin%2Ff
ile%2FPermentan%2520No.111%2520Tahun%25202014%2520SOP%2
520Benih%2520Teh.pdf&usg=AFQjCNHbwkrp_52Zqs5Sb7oWjuN1GRXiy
Q&sig2=ZHz5sB0cJGli0czFf_I3Wg. Pada Tanggal 04 Agustus 2016.

Perreira dan Jacquemoud-Collet, 2014. Softwere DARwin (Dissimiliarity Analysis


Representation for Windows). Diakses dari: http://darwin.cirad.fr Last
update 2014/10/20.
20

Putri, L.A.P. 2010. Pendugaan parameter genetik dan karakterisasi molekuler


keragaman genetik dengan menggunakan marka mikrosatelit (SSR) pada
kelapa sawit. [disertasi]. Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.
Bogor.

Raisawati, T., 2010. Monitoring keragaan bibit kelapa sawit di pembibitan utama.
Jurnal Akta Agrosia. 2 (13) : 29-34.

Sahu, S.K., Thangaraj, M., Kathiresan, K. 2012. DNA Extraction Protocol for Plants
with Levels of Secondary Metabolites and Polysaccarides without Using
Liquid Nitrogen and Phenol. International Scholarly Research Network.
2012 : 1-6.

Sayaka, B., Kariyasa, I.K., Waluyo, Marisa, Y., dan Nurasa. 2006. Laporan Akhir
Penelitian TA 2006. Analisis Sistem Perbenihan Komoditas Pangan
Perkebunan Utama. Pusat Sosial Ekonomi Kebijakan Pertanian. Badan
Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.
Jakarta.

Serlawaty, D., Syarmalina dan Novita, S. 2015. Analisis kandungan lemak dan
protein terhadap kualitas soyghurt dengan penambahan susu kim. Jurnal
Berkala Ilmiah Farmasi. 4 (2) :35-40.

Sharma, A., A. G. Namdeo and K.R.Mahadik. 2008. Molecular markers: new


prospects in plant genome analysis. Pharmacognosy Reviews 2 (3): 23-
31.

Suariasih, K. 2015. Pemotongan dan menyambung DNA dalam Kloning gen, studi
kloning gen prolidase dari bakteri asam laktat. Media Ilmiah Teknologi
Pangan. 2 (2) : 1-11.

Syahputra, I. 2016. Validasi Keturunan Kelapa Sawit Material Genetik PT. Socfindo
Berdasarkan Marka SSR. [Tesis]. Universitas Sumatera Utara. Medan.

Tim Penyusun. 2007. Modul Kuliah. Spektoskopi. Fakultas Farmasi Universitas


Sanata Dharma. Yogyakarta.

YU, Q., J. LUO, X. HAN, Y.Z. ZHU, C. CHEN, J.X. LIU and H. SHENG. 2009. Genetic
diversity and relationships of 10 Chinese goat breeds in the Middle and
Western China. Small Ruminant Research. 2 (3) 15-20.

Anda mungkin juga menyukai