Dosen Pengampu:
Prof. Dr. Ir. Achmadi Priyatmojo, M.Sc.
Disusun Oleh:
Fusarium sp. adalah salah satu genus dari kingdom Fungi yang kebanyakan dari
anggotanya dikenal sebagai patogen pada tumbuhan. Fusarium adalah genus yang sangat
kompleks. Dasar dari sistem taksonomi modern di Fusarium didasarkan pada Wollenweber dan
Reinkings (1935). Sistem ini didasarkan pada 16 bagian, 65 spesies dan 77 varietas sub-spesifik
(formae speciales). Sejak itu, telah mengalami beberapa perubahan ketika Booth (1971)
mengakui 51 spesies dan varietas, Gerlach dan Nirenberg (1982) diakui 101, dan Nelson et al.
(1983) hanya 30 spesies. Fusarium proliferatum yang merupakan anggota dari Fusarium
fujikuroi species complex (FFSC) (Abbas dkk. 1998).
Fusarium proliferatum merupakan jamur patogen penyebab penyakit busuk pada
beberapa tanaman pertanian. F. proliferatum dilaporkan mempunyai fragmen DNA yang
spesifik. Laporan ini berdasarkan dari hasil studi tentang jumlah set strain yang relative kecil
sehingga penggunaannya belum dalam skala luas. Polimorfisme pada urutan mtDNA untuk F.
proliferatum telah dilaporkan dan polimorfisme ini digunakan untuk menunjukkan bahwa
beberapa strain ganda dapat secara simultan menyerang tanaman inang tunggal. Inang dari F.
proliferatum diantaranya padi, sorgum, pisang dan jeruk (Pinaria, 2020).
2.2.2 RAPD
RAPD adalah teknik berbasis PCR yang menggunakna primer acak tunggal
yang digunakan untuk menentukan urutan sekuens. Polimorfisme diamati serta dinilai
sebagai tanda ada tidaknya fragmen yang berkaitan dengan variasi urutan, bertujuan
untuk menyisipkan, mengahapus atau mengganti nukleotida. Teknik RAPD telah
banyak digunakan dengan tujuan identifikasi dengan banyak tanaman (McGregor et al.,
2000). RAPD dalam mempelajari keragaman genetik, hubungan anatar kekerabatan,
dan identifikasi varietas merupakan marka molekular yang lebih cepat dibanding
Amplified Fragment Length Polymorphism (AFLP) dan Restriction Fragment Lenght
Polymorphisme atau (RFLP) (Randriani et al., 2012). RAPD merupakan salah satu
metode yang digunakan pada menyediakan karakteristik fingerprints dan produksi dari
genom kompleks tanpa informasi sekuen sebelumnya. Informasi genetik yang
disediakan dari metode RAPD dalam bentuk pola pita kaakteristik. Jarak pita DNA
informatif pada RAPD sebagian besar antara 300-3000 bp. Metode RAPD sangat
penting dalam bidang pemuliaan tanaman yang mampu menganalisis keragaman
genetik dengan baik dari tumbuhan dan pola hubungan kekerabatan mampu disajikan
dalam proses analisis genetik (Purnomo dan Ferniah, 2018). Variasi genetik berbasis
RAPD dinilai berdasarkan metode PCR melaui amplifikasi DNA genom dengan
berubah-ubahnya urutan nukleotida. Penanda RAPD dapat dideteksi polimorfisme
tingkat tinggi dan mampu menghasilkan penanda genetik dengan kualitass baik (Ashraf
et al., 2014).
2.3 Phylogenetik
Filogenetika adalah salah satu jenis klasifikasi berdasarkan taksonomi terhadap suatu
organisme yang didasarkan pada sejarah evolusi, merekonstruksi perjalanan evolusi suatu taksa
tertentu berdasarkan tingkat kemiripan karakterkarakter yang sudah dikumpulkan dalam suatu
spesies untuk kemudian diklasifikasikan. Karakter-karakter tersebut dapat berupa, dan
seringkali digunakan, dalam bentuk karakter molekuler dimana semakin mirip karakter
molekuler suatu individu terhadap individu yang lain, maka semakin dekat hubungan kedua
individu tersebut. Kedua individu tersebut akan dianggap memiliki keturunan nenek moyang
yang sama sehingga membentuk kelompok individu tersendiri yang disebut kelompok
Monofiletik. Analisis Filogenetika sebenarnya adalah usaha dalam mengetahi proses
perubahan karakter selama perkembangan evolusi dalam waktu tertentu (Hennig, 1966)
BAB 3. METODOLOGI
Gambar 1. Hasil amplifikasi PCR pada media agarose (dari kiri ke kanan) (M) Marker, (1)
kode sampel 10, (2) Kode sampel 38, (3) Kode sampel 48, (4) kontrol positif, (5) Kontrol
negative.
Berikut merupakan hasil visualisasi PCR pathogen Fusarium poliferatum
menggunakan Primer universal ITS. Hasil visualisasi DNA merupakan isolate F. poliferatum
sesuai dengan kontrol positif yang diberikan yaitu teramplifikasi dikisaran basa 700 bp.
Fragmen DNA dengan ukuran tersebut sesuai dengan ukuran yang diharapkan dengan primer
tersebut (Gambar 1).
Gambar 4. Hasil amplifikasi PCR-RAPD pada media agarose dari kiri ke kanan (Primer OPA
3 1-4) (Primer OPA 4 1-4) (M) Marker, (1) Sampel kode 10, (2) Sampel kode 38, (3) sampel
kode 48, (4) sampel kode 7, (1) Sampel kode 10, (2) Sampel kode 38, (3) sampel kode 48, (4)
sampel kode 7
4.1.5 Hasil UPGMA diagnosis
UPGMA mengelompokkan hasil berdasarkan kekerabatan suatu mikroorganisme, pada
hasil praktikum ini semakin terlihat jelas bahwa kode sampel 7 spesies Fusarium andyazy
berbeda kekerabatannya terhadap ke empat kode sampel 10, 38 dan 48 yang mana ketigas
sampel tersebut merupakan spesies Fsuarium poliferatum
Gambar 5. Dendrogram yang dihasilkan dari analisis cluster UPGMA yang menggambarkan
hubungan kekerabatan Fusarium poliferatum dengan Fusarium andyazy
menggunakan
4.2 Pembahasan
Upaya manajemen penyakit tumbuhan merupakan hal yang penting dalam memastikan
keberhasilan kegiatan budidaya. Deteksi dini merupakan upaya dari suatu proses dalam
pengungkapan akan adanya kemungkinan penyakit terjadi serta untuk mengatasi berbagai
permasalahan yang mungkin timbul dan menerapkan pengendalian yang aman, efektif dan
efisien yang dibutuhkan sedini mungkin. Prosesnya dapat dimulai dengan mengidentifikasi
penyebab penyakit yang ditemukan dilapang. Identifikasi berdasarkan kenampakan gejala dan
tanda, monitoring vector dan inang alternatif tentunya belum memberikan informasi yang
sepenuhnya akurat. Tahapan selanjutnya untuk memperjelas hasil dapat dilakukan dengan
mengambil sampel bergejala penyakit kuning tersbut untuk dilakukan berbagai pengujian yang
dibuthkan seperti pengujian serological dan molekuler.
Patogen Fusarium poliferatum yang digunakan pada praktikum diagnosis tanaman ini
berasal dari tiga daerah sampel yaitu Sumatra Utara, Bali dan NTT. Ketiga jamur memiliki
pigmentasi warna ungu yang menjadi penciri utama Fusarium sp pada media buatan. Jamur
yang telah di tumbuhkan pada medium PDB cair berumur 7 hari di saring untuk mendapatkan
koloni murni yang selanjutnya dilakukan ekstraksi DNA menggunkan GeneId yang
pelaksanaannya menggunakan protocol yang telah ada pada KIT tersebut. Proses ekstraksi
harus dijauhkan dari kontaminasi bahan pembawa lain seperti kontaminasi jamur lain serta
jumlah DNA yang memadai, hal ini sesuai dengan pernyataan Mulyatni et al., (2011 dalam
Rakhmana et al., 2015) menyatakan bahwa visualisasi sampel DNA yang terang dan tebal
memiliki konsentrasi dan tingkat kemurnian tinggi. Hasil visualisasi pada agar agarose
menunjukkan DNA Fusarium poliferatum teramplifikasi pada 700 bp, pada panjang tersebut
adalah panjang yang diharapkan untuk mendeteksi spesies Fusarium poliferatum dengan
menggunakan primer universal ITS. Hal ini juga di buktikan dengan adanya kontrol positif
yang menunjukkan hal yang sama yaitu teramplifikasi di 700 bp (Gambar 4.1). Dengan
demikian ketiga sampel yang berasal dari Sumatra Utara, Bali dan NTT merupakan spesien
Fusarium poliferatum. Setelah diketahui spesies pathogen Fusarium poliferatum, DNA
pathogen Fusarium poliferatum yang telah berhasil di isolasi tersebut dijadikan dasar
percobaan pengujian PCR selanjutnya yaitu RAPD dan RFLP.
PCR-RFLP bertujuan untuk menvisualisasi perbedaan pada level DNA yang
berdasarkan pada penggunaan enzim pemotongan (restriction enzyme) yang dapat memotong
DNA pada sekuens nukleotida spesifik (Montaldo dan Herre, 1998). Karena sifat yang spesifik,
maka enzim akan memotong situs yang dikenalinya. Pada metode RFLP praktikum kali ini
menggunakan TEF1-α dengan melihat pemotongan pada enzim tersbut maka akan terlihat
dengan jelas identifikasi hingga tingkat spesie fusarium polifertum. Dengan menggunakan
Teknik identifikasi ini sebagai penciri genetik akan terlihat perbanyakan DNA secara cepat
dengan memakai Polymerase Chain Reaction (PCR) dan polimorfisme fragmennya dilakukan
dengan enzim restriksi, sehingga mampu mengidentifikasi genotipe secara jelas pula. Hasil
sekuensing gen dengan restriksi TEF1-α analisis pola pemotongan enzim restriksi
menunjukkan tidak adanya perbedaan strain Fusarium poliferatum. Pola pita hasil pemotongan
enzim restriksi F. poliferatum sampel Sumatra Utara, Bali dan NTT berbeda dengan isolate
Fusarium andyazy sebagai kontrol. Teknik RFLP digunakan untuk mengetahui perbedaan
sampel dengan cara melakukan pemotongan terhadap DNA hasil amplifikasi PCR. Hidayat et
al. (1999). Untuk lebih meyakinkan perbedaan antar isolate sampel perlu pengujian dengan
analisis sikuen DNA (telah dilakukan oleh coast Dr. syafiqa) sehingga selanjutnya adalah
membandingkan hasil urutan gen TEF1-α dengan gen yang tersimpan di NCBI menggunakan
Teknik BLASTn yang didapatkan cluster bahwa sampel kode 38 asal Bali (F. proliferatum
TEF gene) memiliki hubungan dekat dengan LC17725_IFM52350 (teridentifikasi sebagai F.
proliferatum, Pramunadipta dkk. 2021) dengan similaritas sebesar 93%. Klaster F.
proliferatum AB917017_MAFF410715 dan F. proliferatum MAFF410716 memiliki
similaritas dengan klaster F. proliferatum TEF gene kode sampel 38 dan F. proliferatum
LC17725_IFM52350 sebesar 50%. F. proliferatum TEF gene kode sampel 10 dan F.
proliferatum TEF gene kode sampel 48 juga berada dalam satu klaster dengan 4 isolat
sebelumnya dan menunjukkan similaritas sebesar 100% yang teridentifikasi sebagai F.
proliferatum. Menurut Pramunadipta dkk. 2021, keseluruhan isolat yang disebutkan termasuk
kedalam anggota Fusarium fujikuroi species complex (FFSC). Berdasarkan identifikasi awal
mengenai karakteristik morfologi, Fusarium spp. diklasifikasikan sebagai anggota dari FFSC,
FIESC dan Fusarium spp. tak dikenal. Hasil urutan gen TEF 1-alpha dihasilkan 44 spesies
Fusarium. Dalam penelitian saat ini, F. andiyazi, F. fujikuroi, F. pseudocircinatum, F.
proliferatum, dan F. sacchari termasuk kedalam anggota FFSC (O’Donnell dkk. 2015) yang
diidentifikasi sebagai patogen penyebab penyakit busuk. F. proliferatum menjadi spesies
utama yang diidentifikasi dalam kompleks FFSC ini (13 dari 20 isolat). Dan untuk, F. fujikuroi,
F. pseudocircinatum, dan F. sacchari dinilai sebagai patogen penyebab penyakit busuk batang
yang baru ditemukan (Pramunadipta dkk. 2021).
Pengujian PCR-RAPD bertujuan untuk mendeteksi polimorfisme pada tingkat DNA.
Metode ini dikembangkan oleh Welsh and Mc Clelland (1990) dengan cara mengkombinasikan
teknik PCR menggunakan primer – primer dengan sequens acak untuk keperluan amplifikasi
lokus acak dari genom. Pada praktikum ini PCR-RAPD menggunakan primer OPA 3 dan OPA
4 (f/r). Sekuens oligonukleotida untuk masing-masing primer sebagai berikut OPA3 (5-
AGTCAGCCAC-3) dan OPA4 (5-ATCGGGCTG-3) (Ekowati dkk. 2011). Primer OPA
digunakan untuk melihat polimorfisme pada ketiga isolate kode 10, 38 dan 48 dengan
pembanding isolate kode 7 (Fusarium Andyazy). Hasil yang diperoleh ketiga isolate kode 10,
38 dan 48 yang berasal dari ketiga daerah sampel yang berbeda memiliki similaritas pita band
DNA. Hal ini menunjjuka primer OPA 3 dan OPA 4 dapat digunakan sebagai primer untuk
melihat similaritas isolate. Hal ini sesuai dengan penelitian Maki dkk (2010) yang telah
menggunakan 20 jenis primer dari OPA (OPA1 sampai OPA20) untuk mengetahui adanya
variasi genetik dari isolat tertentu dan hanya primer OPA1-OPA5 menunjukkan polimorfisme
pada isolat yang digunakan. Polimorfisme dari ke empat isolate mampu dibedakan dengan
primer OPA 3 dan OPA 4 yang digunakan untuk membedakan genotopnya. Polimorfisme juga
bisa dilakukan dengan melihat hubungan kekerabatan yang ada antar ketiga isolate Fusarium
poliferatum dengan isolate Fusarium andyazy dengan menggunakan metode klastering
UPGMA untuk mengkonstruksi dendogram. UPGMA mengelompokkan hasil berdasarkan
kekerabatan suatu mikroorganisme, pada hasil praktikum ini semakin terlihat jelas bahwa kode
sampel 7 spesies Fusarium andyazy berbeda kekerabatannya terhadap ke empat kode sampel
10, 38 dan 48 yang mana ketigas sampel tersebut merupakan spesies Fsuarium poliferatum.
Pada pohon filogenetik (Gambar 4.1.4.) diketahui bahwa terdapat dua isolat yang merupakan
outgroup yaitu F. andiyazi kode sampel 7 dan isolat dengan assessed number MN534059_CBS
490.86. Tujuan digunakannya outgroup adalah sebagai pembanding hasil similaritas antar satu
jenis dan pada jenis yang berbeda.
BAB 5. KESIMPULAN
5.1 Kesimpulan
1. Isolate asal Sumatra Utara, Bali dan Nusa Tenggara Timur merupakan isolate Fusarium
poliferatum yang teramplikfikasi di 700 bp menggunakan primer universal ITS
2. primer OPA 3 dan OPA 4 mampu mengidentifikasi keragaan Fusarium sp. hasil analisis
PCR-RAPD spesifik dengan gen Fusarium poliferatum dan F. andiazy. Terdapat
perbedaan pita DNA antara F. poliferatum dengan F. andyazy yang menunjukkan
tingkat polimorfisme antar spesies.
3. Hasil PCR-RFLP menggunakan sepasang primer EF1 238 (Forward) dan EF2 239
(Reverse) dengan enzim restriksi TEF alfa 1 menunjukkan perbandingan pola RFLP
yang terlihat jelas. Pola pemotongan enzim restriksi menunjukkan tidak adanya
perbedaan strain Fusarium poliferatum. Kecuali pada Fusarium andyazy sebagai
pembeda (kontrol)
4. Pohon pilogenetik terbentuk dengan menunjukkan cluster yang jelas antara F.
poliferatum dengan F. andyzay
DAFTAR PUSTAKA
Abbas HK, Cartwright RD, Shier WT, Abouzied MM, Bird CB, Rice LG et al (1998) Natural
occurrence of fumonisins in rice with Fusarium sheath rot disease. Plant Dis 82:22–
25. https://doi.org/ 10.1094/PDIS.1998.82.1.22.
Adriyansyah, F., Hanum, L., Muharni, M dan Windusari, Y. 2018. Analisis Polimorfisme Padi
Varietas Lokal Sumatera Selatan Berdasarkan Pendekatan PCR-RAPD. Jurnal Lahan
Suboptimal, 7(1): 50-58.
Ashraf, K., Ahmad, A., Chaudhary, A., Mujeeb, M., Ahmad, S., dan M. Amir. 2014. Genetic
Diversity Analysis of Zingiber Officinale Roscoe by RAPD Collected from
Subcontinent of India. Saudi Journal of Biology Science, XXI(2), 159- 165.
Ekowati, N., R.S. Kasiamdari, N. Pusposendjojo dan C.J. Soegihardjo. 2011. Variasi Genetik
Berdasarkan Penanda Molekular Random Amplified Polymorphic DNA Pada Jamur
Shiitake (Lentinula edodes). Biota Vol. 16 (2): 178−186. ISSN 0853-8670.
Hidayat, S.H., Rusli, E.S. & Aidawati, N. 1999. Penggunaan primer universal dalam PCR
untuk mendeteksi virus gemini pada cabe. Prosiding Kongres Nasional XV dan
Seminar Ilmiah PFI Purwokerto 16-18 September 1999. Hal 355- 359
Maki, C.S., Teixeira, F.F., Paiva, E. dan Meirelles, L.D.P. 2001. Analyses of genetic variability
in Lentinula edodes through mycelia responses to different abiotic conditions and
RAPD molecular markers. Braz. J. Microbiol., 32 (3): 1−5.
McGregor, C.E., Lambert. C.A., Greyling, M.M., Louw, J.H., dan L, Warnich. 2000. A
Comparative Assesment of DNA Fingerprinting Techniques (RAPD, ISSR, AFLP,
and SSR) in Tetraploid Potato (Solanun tuberosum L.) Germplasm. Euphytica 113 :
135-144. University of Stellenbosch, Republic of South Africa.
Pinaria, A.2020. Jamur Fusarium yang Berasosiasi dengan Penyakit Busuk Batang Vanili di
Indonesia. UNSRAT PRESS. Manado.
Prasetya, A., Mutaqin, K, H., Sinaga, S, M dan Giyanto. 2017. Identifikasi Molekuler
Fitoplasma yang Berasosiasi dengan Tanaman Kaktus Hias Opuntia sp. Jurnal
Fitopatologi Indonesia, 13(4): 145-152.
Purnomo, E dan R.S, Ferniah. 2018. Polimorfisme Cabai Rawit dan Cabai Gendot dengan
Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA) Menggunakan Primer OPA-
8. Berkala Bioteknologi, Vol.1, No.1.
Rakhmana, S., Saryono & Nugroho, TT. 2015. Ekstraksi DNA dan Amplifikasi ITS rDNA
Isolat Fungi Endofit LBKURCC67 Umbi Tanaman Dahlia (Dahlia variabilis). JOM
FMIPA 2(1): 145-151
Randriani, E., Tresniawati, C., dan Syafaruddin. 2012. Pemanfaatan Teknik Random
Amplified Polymorphic DNA (RAPD) Untuk Pengelompokan Secara Genetik Plasma
Nutfah Jambu Mete (Anacardium occidentale L.). Buletin RISTRI, Vol.3 (1). Balai
Penellitian Tanaman Industri dan Penyegar, Sukabumi.
Rusli, M.H. 2012. Detection, Control and Resistance Expression in Oil Palm (Elaeis guneensis)
Causes by Fusarium oxysporum f.sp. elaeidis. Disertasi . University of Bath: United
Kingdom.
Sari, W., Wiyono, S., Nurmansyah, A., Munif, A dan Poerwanto, R. 2017. Keanekaragaman
dan Patogenesitas Fusarium spp. Asal Beberapa Kultivar Pisang. Jurnal Fitopatologi
Indonesia, 13(6); 216-228.
Sudiono, Hidayat, S. H., Suseno, R dan Sosromarnoso, S. 2004. Penggunaan Teknik PCR dan
RFLP untuk Deteksi dan Analisis Keragaman Virus Gemini pada Tanaman Tomat yang
Berasal dari Berbagai Daerah di Jawa Barat dan Lampung. J. Hama dan Penyakit
Tumbuhan Tropika, 4(2): 89-93.