Anda di halaman 1dari 7

RESUME MATERI PERKEMBANGAN TEKNIK IDENTIFIKASI JAMUR

MATA KULIAH TEKNIK PENELITIAN PENYAKIT TUMBUHAN

Oleh:
Nama : Lu’lu’il Maknunin
NIM : 2146000123

Dosen Pengampu:
Luqman Qurata Aini, SP., M.Si., Ph.D.

PROGRAM STUDI PATOLOGI TUMBUHAN


PASCASARJANA FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2021
Judul : Fungal Identification Using Molecular Tools: A Primer for the Natural
Products Research Community
Jurnal : Journal of Natural Products
Volume & Halaman : 80 halaman 756-770
Tahun : 2017
Penulis : Huzefa A. Raja, Andrew N. Miller, Cedric J. Pearce, Nicholas H. Oberlies

Jamur menjadi kelompok kedua terbesar organisme eukariotik di dunia dengan jumlah
spesies 1.5-5.1 juta spesies dan memiliki kemampuan untuk menempati segala ruang karena
ukurannya yang kecil sehingga identifikasi jamur hingga tingkat spesies sangat penting untuk
dilakukan sebagai dasar dalam ekologi, taksonomi, genomic, dan lainnya dalam penelitian
ilmiah terutama pada produksi alami jamur. Jamur berfungsi menghasilkan produk alami
berupa metabolit sekunder dengan aktivitas yang dilakukan sebagai penemuan obat dan
industri. Contohnya seperti jamur penisilin yang dapat digunakan sebagai obat penurun
kolesterol, antibiotic, dan imunomodulator. Dengan demikian, kedepannya senyawa kimia
jamur akan semakin berkembang dan menjadi industri baru serta identifikasi spesies yang
akurat dapat membuka informasi penting mengenai suatu spesies dan sifat biokimianya.
Namun berdasarkan data selama ini, identifikasi jamur hanya berdasarkan morfolofi dan
menggunakan data molecular. Sehingga perlu dikembangkan teknik identifikasi lainnya seperti
identifikasi taksonomi untuk mengetahui reproduktivitas dan kultur jamur. Pada makalah ini
akan dijelaskan mengenai penggunaan morfologi dalam identifikasi jamur hingga tingkat
spesies, gen ribosom nuklir untuk identifikasi jamur dan keterbatasan ITS sebagai penanda
kode DNA untuk identifikasi jamur di tingkat spesies, teknik pengunaan NCBI-BLAST untuk
barcode DNA, metode dalam konstruksi filogenetik dari urutan DNA untuk identifikasi spesies
jamur.
Pada umumnya, pendekatan morfologi dalam identifikasi spesies jamur kerap digunakan
namun kinerja klasifikasinya tidak terlalu baik karena karakter morfologi tidak selalu menjadi
pengelompokan yang akurat. Karakter morfologi seringkali tidak akurat karena adanya
pengaruh hibridasasi seperti pada tahap aseksual dan seksual dari jamur seringkali ditemui
makna ganda. Contohnya seperti strain jamur endosimbiotik yaitu jamur endofit dan
endolichenik yang digunakan untuk mengisolasi metabolit sekunder terkadang tidak
bersporulasi dalam kultur sehingga tidak memberikan karakter fenotipik untuk diidentikasi
berdasarkan morfologi. Identifikasi jamur berikutnya yaitu identifikasi berdasarkan urutan
kode batang DNA menggunakan wilayah ITS dan taksonomi DNA untuk memperikarakan
hubungan filogenetik. Pada metode ini dilakukan dengan membandingkan urutan DNA yang
ditemukan dengan database urutan seperti pada International Sequence Database (GenBank).
Identifikasi spesies pada metode ini akan dilihat dari kesamaan urutan dalam taksonomi DNA
dengan pendekatan filogenetik. Namun perlu digaris bawah bahwa beberapa barcode ini akan
terus berevolusi dan dalam melihat rekonstruksi filogenetik akan lebih rumit.
Selanjutnya adalah teknik menggunakan tiga gen ribosom nuklir dalam identifikasi
jamur dan memiliki keterbatasan wilayah ITS yang merupakan penanda DNA barcoding. ITS
adalah salah satu gen paling berguna karena merupakan bagian yang paling cepat dari rRNA
cistron. Gen ini juga lebih mudah diamplifikasi sehingga penggunaannya luas. ITS dipilih
sebagai barcode resmi untuk jamur konsorsium. Sehingga dua gen dari LSU dan ITS harus
diurutkan dengan benar karena relevansinya tinggi dalam taksonomi dan sistematika jamur.
LSU berguna dalam analisis filogenetik untuk menentukan hubungan spesies. Dengan
demikian, urutan nrDNA dari rRNA jamur berada di GenBank untuk identifikasi spesies
melalui barcode dan analisis filogenetik. Pada contoh di filum Ascomycota dan Basidiomycota
sebagai filum terbesar di kingdom fungi menjadi jamur yang paling banyak diisolasi metabolit
sekundernya. Hal ini menandakan bahwa peran ITS sebagai penanda DNA memiliki peran
tertinggi untuk identifikasi yang akurat.
Teknik berikutnya adalah cara menggunakan pencarian NCBI-BLAST untuk DNA
barcoding. Pencarian BLAST biasanya menggunakan koleksi nukleotida (BLASTn) yang
tercatat di RefSeq. Saat ini, para ahli telah mengusulkan seperangkat aturan kerja untuk data
ITS termasuk penyerahan data molekuler ke database publik untuk identifikasi jamur seperti
harus memverifikasi bahwa semua urutan telah mewakili wilayah ITS yang lengkap, kemudian
verifikasi untuk pengenalan urutan chimeric melalui BLAST dan verifikasi anotasi taksonomi.
Untuk pencarian BLAST, dimulai dengan dengan melihat kesamaan urutan untuk menetapkan
nama spesies berdasarkan pertimbangan hasil dari pencarian GenBank BLAST karena
variabilitas ITS. Selain itu, sangat penting bahwa urutan jamur disimpan di GenBank.
Banyaknya basis data molekuler yang dapat didedikasikan untuk identifikasi ITS dan
pengkodean ribosom dan protein. Pada situs ini akan terdapat pada web dan database online
yang otomatis diselaraskan pasangan serta identifikasi polifasik. Sehingga identifikasi jamur
dapat dilakukan terhadap data sekuens yang terlah diautentikasi dan meminimalisir adanya
kesalahan nama dan urutan ITS di GenBank. Teknik selanjutnya adalah menggunakan berbagai
gen pengkode protein untuk menambah atau menggant ITS dalam identifikasi tingkat spesies
melalui barcode karena adanya daerah intron yang terkadang berkembang lebih cepat
dibandingkan dengan ITS dan digunakan dalam analisis filogenetik karena resolusinya lebih
baik pada tingkat taksonomi dibandingkan dengan gen rRNA. Selain itu, gen-gen ini
memungkinkan pengenalan kesamaan yang mudah karena diyakini sebagai salinan tunggal
pada jamur dan lebih mudah disejajarkan pada gen rRNA. Metode yang digunakan dalam
konstruksi filogenetik dari urutan DNA untuk memfasilitasi identifikasi spesies jamur. Seperti
barcode DNA, taksonomi DNA dari urutan variasi genetik diantara urutan individu yang
berbeda. Dianjurkan untuk mengenali spesies jamur dengan memanfaatkan pendekatan nilai
prediktif. Taksonomi DNA untuk kelompok jamur tertentu dapat didasarkan pada satu atau
lebih wilayah pengkodean protein atau rDNA dan dapat diturunkan melalui metode filogenetik
menggunakan daerah gen dimanapun secara individu atau kombinasi. Sementara taksonomi
berbasis DNA dengan teori filogenik tidak selalu membantu mengidentifikasi spesies jamur
yang tepat.
Secara keseluruhan, hal yang dapat disimpulkan adalah bila memungkinkan, identifikasi
jamur harus dilakukan dengan menggunakan kombinasi karakter mikromorfologi, kultur, dan
molekuler. Dapat digunakan seluruh wilayah ITS sendiri atau kombinasi dengan dua domain
pertama dari LSU dan satu atau lebih gen penyusun protein harus dibandingkan dengan sekuens
yang diautentikasi untuk mendapatkan informasi pendukung. Wilayah ITS bekerja dengan baik
pada beberapa jamur namun harus digunakan dengan hati-hati terutama ketika pengguna hanya
menggunakan pencarian GenBank BLAST untuk diidentifikasi. Seorang peneliti juga harus
melakukan analisis filogenetik dengan gen ribosom nuklir terlebih dahulu karena lebih banyak
data tersedia dalam database public. Setelah penelitia mempersempit taksonomi dan jika gen
ribosom tidak meyakinkan, maka data pengkodean protein dapat digunakan dalam kombinasi
dengan gen ribosom untuk identifikasi di tingkat spesies agar lebih akurat. Taksonomi DNA
yang menggunakan analisis filogenik berguna untuk menempatkan urutan yang tidak diketahui
ke dalam klasifikasi yang ada dalam rancangan evolusi. Penggunaan sekuens DNA yang telah
diterbitkan sangat penting sebagai perbandingan dan jika memungkinkan dapat menggunakan
rujukan sumber asli. Pengguna juga harus selalu menyimpan data urutan ke GenBank agar
urutan dapat dilaporkan dan diterbitkan. Harus dipahami bahwa jumlah perkiraan jamur di
dunia sangat besar spesiesnya dan sebagian telah diurutkan untuk wilayah ITS dan tersedia di
INSD namun tidak semua jamur dapat diidentifikasi kelompoknya. Terlebih ketika dilakukan
kultur jamur yang menghasilkan senyawa baru, mungkin termasuk spesies baru.
Judul : Unambiguous Identification of Fungi: Where Do We Stand and How
Accurate and Precise is Fungal DNA Barcoding
Jurnal : IMA Fungus
Volume & Halaman : 11(14) halaman 1-32
Tahun : 2020
Penulis : Robert Lücking, M. Catherine Aime, Barbara Robbertse, Andrew N.
Miller, Hiran A. Ariyawansa, Takayuki Aoki, Gianluigi Cardinali, Pedro
W. Crous, Irina S. Druzhinina, David M. Geiser, David L. Hawksworth,
Kevin D. Hyde, Laszlo Irinyi, Rajesh Jeewon, Peter R. Johnston, Paul M.
Kirk, Elaine Malosso, Tom W. May, Wieland Meyer, Maarja Öpik,
Vincent Robert, Marc Stadler, Marco Thines, Duong Vu, Andrey M.
Yurkov, Ning Zhang and Conrad L. Schoch.

Jamur dan organisme mirip jamur merupakan kelompok organisme terbesar kedua
berdasarkan jumlah populasi global yakni sekitar 3 juta spesies. Jamur juga memiliki tubuh
yang sederhana dibandingkan organisme tingkat tinggi berdasarkan struktur morfologi dan
ekologinya. Hal ini menjadi sebuah tantangan untuk mengidentifikasi jamur secara akurat dan
tepat. Pada proses identifikasi jamur, umumnya dilakukan dengan pendekatan taksonomi yaitu
kombinasi antara silsilah (filogeni), fenotip (termasuk autekologi), dan biologi reproduksi. Saat
ini tidak ada alat tunggal untuk mengidentifikasi jamur, meskipun barcode DNA yang
menggunakan Internal Transscribed Spacer (ITS) tetap menjadi langkah diagnosis pertama
terutama dalam studi metabarcoding. Barcode DNA sekunder semakin banyak diterapkan
untuk kelompok jamur dimana ITS tidak memberikan presisi yang memadai. Selanjutnya,
pendekatan filogenetik berbasis urutan DNA yang diverifikasi selanjutnya direkomendasikan
sebagai alternative yang lebih akurat. Namun identifikasi ini harus dilakukan dengan hati-hati
dan variasi intragenomik dari ITS dan penanda barcode lainnya harus didokumentasikan
dengan baik karena keragaman fenotip tidak selalu merupakan representasi dari kekayaan
spesies. Strategi penting untuk meningkatkan identifikasi molekuler jamur adalah diawali
dengan mendokumentasikan secara luas variasi gen penanda intraspesifik dan intragenomik.
Selanjutnya adalah memperluas urutan gen dengan focus pada golongan yang tidak diambil
sampelnya. Ketiga adalah dengan meningkatkan ketepatan pelabelan urutan dan meningkatkan
jumlah urutan berdasarkan bahan yang berbeda-beda. Keempat, menghubungkan data urutan
ke informasi digital seperti GenBank untuk memperkaya barcode di masa mendatang.
Seperti halnya organisme lain, spesies jamur tidak hanya didefinisikan melalui
filogenetik dan fenotipik, tetapi juga melalui waktu asal dan diversifikasi berikutnya. Oleh
karena itu, sejarah evolusioner yang berbeda secara individual membuat tidak mungkin untuk
menerapkan kriteria umum dan tidak membingungkan mengenai pengenalan dan identifikasi
jamur. Praktik terbaik bergantung pada masing-masing kelompok, dan ambiguitas tetap ada
dalam banyak kasus, juga karena ketidaklengkapan alat identifikasi dan data referensi.
Keinginan untuk cepat melalui pendekatan otomatis seperti pengelompokan OTU dan
pemetaan BLAST berbasis kesamaan berpasangan memperkuat masalah ini. Eksplorasi dari
berbagai pendekatan konseptual untuk membatasi spesies jamur, termasuk biologi reproduksi,
saat ini hanya dapat digunakan untuk tingkatan terpilih termasuk organisme model. Karena
generalisasi dari studi masih terbatas, pendekatan ini harus diperluas untuk mencakup spesies
terpilih di semua kelompok jamur, yang mewakili keragaman fenotipe, garis keturunan, dan
senyawa kimia jamur untuk pemanfaatan penelitian lanjutan.
Untuk pengelompokan keanekaragaman jamur secara luas, pendekatan taksonomi
integratif (polifasik) dirasa paling efektif, disesuaikan dengan kelompok yang diteliti dan
menggabungkan data molekuler dan fenotipe. Pada berbagai kelompok, barcode DNA penanda
tunggal dirasa cukup, sedangkan taksa yang lebih kompleks memerlukan kombinasi barcode
penanda primer dan sekunder atau pendekatan multi-marker. Fenotipe tetap merupakan
komponen tambahan pada taksonomi jamur, mencakup juga data yang berasal dari kultur dan
sumber lainnya. Ahli taksonomi akan terus menjelaskan spesies baru tanpa adanya data
molekuler dalam kelompok dimana pendekatan ini dapat diketahui kebenarannya. Namun, data
fenotipik harus dianalisis secara menyeluruh sebelum menetapkan spesies baru dengan metode
apapun.
Jika materi gen memungkinkan pembuatan data molekuler tetapi metodologi untuk
melakukannya tidak tersedia, maka dapat dilakukan kolaborasi untuk menghasilkan data
tersebut yang dapat direkomendasikan. Secara umum, tujuan utama untuk mendokumentasikan
semua jamur dengan data molekuler. Data fenotipik sangat penting ketika menilai karakter
yang berbeda secara filogenetik melalui taksonomi integratif. Dalam beberapa kasus, Pada
tingkat molekuler, ITS tetap menjadi penanda barcode jamur secara umum yang dimulai dari
mengidentifikasi garis keturunan filogenetik. Dengan demikian dapat dianggap sebagai
diagnosis pertama. Dimana ITS tidak cukup untuk membedakan antara spesies, penanda
barcode sekunder atau pendekatan multi-lokus perlu digunakan untuk mencapai tingkat presisi
dan akurasi yang diinginkan. Gen penanda individu dapat dikategorikan spesies tertentu
ditentukan oleh konteks, dan kelayakan penanda tertentu serta tidak boleh ditransfer dari satu
kelompok taksonomi ke kelompok taksonomi lainnya, melainkan dieksplorasi untuk setiap
takson. ITS kemungkinan akan tetap menjadi penanda pilihan untuk studi metabarcoding
jamur, meskipun dalam pembacaan data akan sangat panjang atau penambahan penanda
barcode sekunder akan meningkatkan akurasi dan presisi. Namun, masalah saat ini yang
muncul dengan barcode DNA jamur bukan karena keterbatasan konsep akan tetapi karena
kekurangan database referensi, termasuk ketidaklengkapan dalam hal cakupan taksonomi.
Kurangnya keragaman genetik yang didokumentasikan dan ketidaktepatan label urutan
menjadi sebuah masalah. Oleh karena itu, upaya besar harus diarahkan untuk lebih
meningkatkan sumber daya ini khususnya perbaikan yang berkelanjutan dan kritis dari data
yang ada untuk mencapai label berkualitas tinggi.

Anda mungkin juga menyukai