Anda di halaman 1dari 15

Sabtu, 07 Desember 2019

PRAKTIKUM SISTEMATIKA MIKROBA


KLASIFIKASI BAKTERI DENGAN METODE KLASIFIKASI
MOLEKULER

OLEH:

MHD. RINALDI
1603123236
KELOMPOK 3

DOSEN PENGAMPU:
BERNADETA LENI FIBRIARTI, M.Si
DR. TETTY MARTALINDA, M.Si
NOVA WAHYU PRATIWI, M.Sc

LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Sistematika memiliki peran penting dalam ilmu Biologi untuk menyediakan


seperangkat pengetahuan dalam mengkarakterisasi organisme. Sistematika bertujuan
untuk memahami dan mendeskripsikan keanekaragaman suatu organisme dan melihat
hubungan kekerabatannya dengan organisme lainnya. Oleh karena itu, salah satu
tugas penting dalam sistematika adalah melihat hubungan evolusi untuk digunakan
sebagai landasan dalam melakukan penelitian (Suwanto 2014).

Ada dua pendekatan yang digunakan untuk melihat hubungan kekerabatan,


yaitu fenetik dan kladistik. Pendekatan fenetik yaitu melihat hubungan kekerabatan
berdasarkan kesamaan karakter atau ciri – ciri anggota suatu kelompok. Pendekatan
kladistik sering disebut sebagai pendekatan filogenetika. Pendekatan ini melihat
hubungan kekerabatan berdasarkan kesamaan karakter atau ciri – ciri anggota suatu
kelompok organisme yang diperkirakan diturunkan dari satu nenek moyang.
Pendekatan ini interpretasikan dalam analisis filogenetik dan pohon filogenetik
(Salaki & Sambiring 2011).

Pesatnya perkembangan teknik – teknik dalam bidang molekuler seperti PCR


(Polymerase Chain Reaction) dan sekuensing DNA yang digunakan dalam penelitian
filogenetika telah meningkat pesat pada semua tingkatan taksonomi. Penggunaan
sekuens DNA dalam studi filogenetika adalah bahwa terjadi perubahan basa
nukleotida menurut waktu. Penelitian dalam bidang molekuler saat ini semakin
diminati karena sekuens DNA menawarkan data yang lebih akurat, menyediakan
banyak karakter yang dapat diamati, dan telah terbukti menghasilkan sebuah
hubungan kekerabatan yang lebih alami (Fakruddin 2013).

Sumber karakter DNA dapat diperoleh dari inti (nDNA), kloroplas (cpDNA)
dan mitokondria (mtDNA). Tahapan – tahapan yang digunakan dalam klasifikasi
bakteri untuk melihat hubungan kekerabatan diantaranya perusakan dan pembuangan
dinding sel, pelisisan dinding sel, pembuangan debris sel, dan pemisahan DNA dari
protein dan RNA (Fakruddin 2013). Untuk itu, dilakukan praktikum sistematika
mikroba tentang klasifikasi bakteri dengan metode klasifikasi molekuler untuk
melihat DNA kromosom bakteri gram negatif.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari praktikum ini adalah:


1. Memperkenalkan prosedur klasifikasi bakteri melalui metode klasifikasi
molekuler
2. Mengetahui langkah-langkah untuk mengisolasi DNA bakteri

1.3 Manfaat

Adapun manfaat dari praktikum ini adalah praktikan dapat mengidentifikasi


dan mengklasifikasikan bakteri berdasarkan metode klasifikasi molekuler
II. TINJAUAN PUSTAKA

Sistematika mikrobia merupakan ilmu yang mempelajari keanekaragaman


mikrobia dan hubungan antar sesamanya, baik hubungan yang bersifat kemiripan
(fenetik) maupun yang bersifat kekerabatan (filogenetis). Cakupan kajian dalam
sistematika meliputi klasifikasi, tata nama dan identifikasi. Klasifikasi merupakan
suatu alat untuk mengelompokkan organisme ke dalam suatu kelompok atau takson
berdasarkan hubungan kemiripan ataupun kekerabatan. Identifikasi adalah proses
dan hasil penentuan apakah suatu organisme yang belum dikenal merupakan anggota
kelompok yang sudah diketahui sebelumnya atau bukan. Sedangkan tata nama
merupakan cara pemberian nama ilmiah kepada makhluk hidup berdasarkan kode tata
nama. Untuk dapat mengidentifikasi dan mengklasifikasi mikroorganisme pertama-
tama harus dipelajari karakteristik mikroorganisme tersebut (Pelczar et al. 1993).

Metode identifikasi bakteri secara garis besar dapat dibagi menjadi teknik (1)
genotipik yang berdasarkan pada profil materi genetik suatu organisme (utamanya
DNA) dan (2) teknik fenotipik yang berdasarkan pada profil sifat metabolik maupun
beberapa aspek komposisi kimianya. Sebelum berkembangnya teknik biologi
molekuler, mikrobia dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologi, fisiologi, dan
koloninya. Biotyping, serotyping, bacteriocin typing, phage typing, pola kerentanan
terhadap anti mikrobia, dan metode berbasis protein lainnya merupakan contoh
metode fenotipik yang umumnya digunakan (Pangastuti 2006).

Kelemahan metode fenotipik terkait tingkat reprodusibilitasnya, dimana


metode tersebut memberikan hasil yang berbeda-beda apabila diulang, sehingga
dianggap kurang handal (reliable). Selain itu, metode ini juga mengkarakterisasi
organisme berdasarkan produk ekspresi gen yang sangat sensitif terhadap berbagai
macam kondisi lingkungan seperti suhu pertumbuhan, fase pertumbuhan, dan mutasi
spontan. Kelemahan metode fenotipik ini menjadi dasar pengembangan metode
genotipik berbasis DNA. Sehingga, metode genotipik berbasis DNA menjadi lebih
popular dan diterima secara luas karena bersifat reprodusibel, praktis, menunjukkan
perbedaan antar spesies yang lebih kontras serta dapat membantu menghindari
duplikasi strain (Pangastuti 2006). Metode genotipik dapat dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu teknik berbasis sidik jari atau pola (Finger printing) dan teknik
berbasis sekuen atau urutan DNA (Sequencing/Alignment) (de Queiroz et al. 1990).

Selain analisis fenotipik, analisis secara molekuler perlu dilakukan untuk


konfirmasi identifikasi secara non-molekuler yang telah dilakukan. Menurut Suwanto
(1994) hasil analisis fenotipik seperti uji fisiologi atau biokimia sering sangat
dipengaruhi oleh faktor lingkungan atau kondisi sel itu sendiri. Metoda molekuler
yang berbasiskan DNA memiliki keuntungan karena keakuratan identifikasi tidak
tergantung pada kondisi lingkungan, umur atau sifat fisiologis dari bakteri, namun
tergantung pada kualitas DNA yang diekstraksi (Louws dan Cuppels 2001).

Pemikiran dasar penggunaan sikuen DNA dalam studi filogenetika adalah


bahwa terjadi perubahan basa nukleotida menurut waktu, sehingga akan dapat
diperkirakan kecepatan evolusi yang terjadi dan akan dapat direkonstruksi hubungan
evolusi antara satu kelompok organisme dengan yang lainnya. Beberapa alasan
mengapa digunakan sikuen DNA: (1) DNA merupakan unit dasar informasi yang
mengkode organisme; (2) relatif lebih mudah untuk mengekstrak dan
menggabungkan informasi mengenai proses evolusi suatu kelompok organisme,
sehingga mudah untuk dianalisis; (3) peristiwa evolusi secara komparatif mudah
untuk dibuat model; dan (4) menghasilkan informasi yang banyak dan beragam,
dengan demikian akan ada banyak bukti tentang kebenaran suatu hubungan
filogenetika (Felsenstein 1981).

Teknik molekuler yang digunakan untuk mendukung identifiaksi bakteri


secara non-molekuler adalah menggunakan sekuensing gen 16 Sr-RNA. Hal ini
karena ribosomal RNA ada pada semua organisme dan merupakan taerget molekul
yang baik. Sekuensing gen 16Sr-RNA dapat dilakukan dengan mengamplifikasi
bagian 16Sr-RNA dari DNA dengan menggunakan teknik PCR (polymerase chain
reaction) dan primer universal untuk prokaryot. Produk amplifiaksi PCR dapat
langsung disekuen atau dipurifiaksi dahulu diligasikan kedalam vektor. Hasil
sekuensing dapat dianalisis dengan menggunakan database internet dengan
menggunakan fasilitas program BLAST (Dickstein et al. 2001).

Teknik identifikasi bakteri berdasarkan sidik jari atau pola secara khusus
menggunakan metode sistematis dalam menghasilkan serangkaian fragmen dari DNA
kromosom organisme. Fragmen ini selanjutnya dipisahkan berdasarkan ukuran untuk
menghasilkan suatu profil atau sidik jari yang bersifat unik untuk organisme tersebut
dan kerabat terdekatnya. Cukup dengan informasi ini, seseorang dapat membuat
perpustakaan atau database sidik jari organisme yang telah dikenal dan dibandingkan
dengan organisme uji. Ketika profil dari kedua organisme tersebut cocok, maka
mereka dapat dianggap berkerabat dekat, biasanya pada tingkat strain atau spesies
(Schaad et al. dalam Braun-Kiewnick 2001).

Ada beberapa macam teknik sidik jari yang telah digunakan secara luas
terutama untuk identifikasi strain bakteri di bidang epidemiologi serta ekologi
mikrobia. Secara garis besar ada dua pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk
menentukan strain bakteri, Pertama, berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi
variasi sekuens dengan membandingkan ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang
dihasilkan melalui pemotongan DNA oleh enzim restriksi. Kedua, variasi multipel
amplikon dengan ukuran berbeda yang merupakan produk amplifikasi dengan primer.
Kelompok kedua ini mencakup repetitive sequence based-Polymerase Chain
Reaction (rep-PCR),Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan Arbitrary
Priming-PCR (AP-PCR) (West 1990).

Identifikasi Bakteri dengan sekuen 16S rDNA dan gen gyrB, Untuk
identifikasi bakteri berbasis sekuen biasanya digunakan suatu marker, baik yang
terdapat pada daerah gen maupun daeah DNA non-koding, dengan karakteristik
antara lain: pertama, sebagian besar merupakan housekeeping gene yang ada pada
semua bakteri; kedua, memiliki polimorfisme yang tinggi sehingga membuatnya
dapat dibedakan antara bakteri yang juga berbeda; ketiga, marker molekuler tersebut
harus bersifat sangat konservatif pada beberapa daerah sehingga memudahkan untuk
mendesain primer yang tepat untuk proses amplifikasi dengan PCR (Liu et al.,
2012). Ada beberapa gen dan daerah DNA yang memiliki kesemua ciri tersebut dan
telah digunakan secara luas untuk identifikasi bakteri, diantaranya gen 16S rRNA,
gen 23S rRNA, daerah ITS, gen rpoB, gen gyrB dan gen recA (Marchesi et al. 1998).

16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler karena molekul ini
ada pada setiap organisme dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme.
Analisis gen penyandi 16S rRNA praktis untuk definisi spesies, karena molekul ini
ada pada setiap organisme , sehingga dapat dirancang suatu primer yang universal
untuk seluruh kelompok (Pangastuti 2006). Data urutan basa gen penyandi 16S rRNA
memungkinkan digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang dapat
menunjukkan nenek moyang dan hubungan kekerabatan organisme (Ward 1998).

Pada tahun 1960-an, Dubnau et al. melaporkan sifat konservatif gen 16S
rRNA pada Bacillus spp. Penggunaan gen 16S rRNA yang luas untuk identifikasi
dan taksonomi kemudian digagas oleh Woese et al. (1980) yang menunjukkan bahwa
hubungan filogenetik bakteri, termasuk semua bentuk kehidupan, dapat ditentukan
dengan membandingkan suatu bagian kode genetik yang bersifat stabil. Kandidat
untuk daerah ini termasuk gen yang mengkode 5S, 16S, 23S rRNA, maupun daerah
IGS (Intergenic Spacer) Akan tetapi gen 5S rRNA (120 bp) dan 23S rRNA (3300 bp)
telah terbatas penggunaannya. Gen 16S rRNA (1650 bp) merupakan marker yang
paling sering digunakan dan telah merevolusi bidang sistematika mikrobia (Ward
1998).
III. METODE

3.1 Alat dan Bahan

Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu tabung Erlenmeyer, tabung
mikrosentrifus1,5, tabung sentrifus, mikropipet, water bath, GD Column, CT
Column, sumur elektroforesis, stirrer, kamera, alat elektroforesis.

Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu Isolat NR12, Isolat NR30,
Buffer GT, Protease K, Buffer GB, Etanol Absolut, Buffer Wash 1, Water Wash 2,
Loading Dye 2µL, Parafilm, DNA Marker.

3.2 Desain Praktikum

Ekstraksi isolat DNA

NR 10 R 47

sentrifugasi dan
pemisahan pelet

Pemberian buffer

Inkubasi
3.3 Cara Kerja

3.3.1 Ekstraksi Isolat DNA

Isolate NR 10 dan isolate R 47 dituang kedalam tabung mikrosentrifus 1,5.


Isolate dimasukkan kedalam tabung sentrifus dengan posisi seimbang lalu disentrifus
selama 3 menit dnegan kecepatan 4000 rpm sebanyak 3 kali ulangan. Supernathan
yang didapat dibuang lalu isolate bekteri ditambah lagi untuk mendapatkan pellet
yang banyak dan disentrifus lagi dengan cara yang sama. Buffer GT ditambahkan
sebanyak 200µL dengan menggunakan mikropipet dan diaduk hingga menyatu
dengan pellet. Proteinase K ditambahkan sebanyak 20µL dengan menggunkan
mikropipet lalu dijentikkan hingga menyatu. Tabung diinkubasi dalam waterbath
suhu 60ºC selama 10 menit dan tabung dibolak balik tiap 3 menit. Buffer GB
ditambahkan sebanyak 200µL dengan menggunakan mikropipet. Tabung diinkubasi
lagi dalam waterbath dengan suhu 70ºC selama 10 menit dan dibolak balik tiap 3
menit. Tabung disentrifus selama 2 menit dengan kecepatan 4000 rpm dan diulang
sebanyak 3 kali. Tabung yang berisi supernathan dipindahkan ke tabung baru lalu
etanol absolut ditambahkan sebanyak 200µL dengan menggunakan mikropipet.
Campuran tadi dimasukkan kedalam tabung GD Column yang telah dirakit dengan
tabung CT Column lalu ditutup. Tabung disentrifus lagi selama 2 menit dengan
kecepatan 4000 rpmdan diulang sebanyak 3 kali ulangan. Tabung GD Column
dipindahkan ke tabung CT Column yang baru dan wash buffer 1 ditambahkan
sebanyak 400µL. Tabung disentrifuse selama 2 menit dengan kecepatan 4000 rpm.
Supernathan pada tabung CT Column dibuang lalu wash buffer 2 ditambahkan
sebanyak 600µL. Tabung disentrifuse lagi selama 2 menit dengan kecepatan 4000
rpm. Supernathan dibuang dan tabung disentrifuse lagi selama 9 menit dengan
kecepatan 4000 rpm. GD Column dipindahkan ketabung mikrosentrifuse 1,5 baru dan
larutan elution buffer ditambahkan sebanyak 60µL lalu didiamkan selama 5 menit
pada suhu ruang. Tabung disentrifuse selama 1 menit dengan kecepatan 4000 rpm
sebanyak 3 kali ulangan.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

(NR 10) (R 47)

4.2 Pembahasan

Pada praktikum kali ini, dilakukan percobaan idententifikasi bakteri dengan


menggunakan metode klasifikasi molekuler. Metode ini berbeda dengan metode
klasifikasi numerik fenetik karena pada metode ini yang dilihat adalah kekerabatan
dari bakteri secara molekulernya. Metode ini lebih tepat digunakan untuk
mengidentifikasi bakteri karena kita dapat membandingkan DNA dari bakteri yang
akan kita amati dengan DNA bakteri lainnya sehingga dapat diketahui
kekerabatannya.

Dalam percobaan ini digunakan isolat bakteri NR 10 dan R 47. Kedua isolat
ini merupakan bakteri gram negatif. Penggunaan 2 bakteri yang berbeda ini berfungsi
untuk membedadakan DNA antar bakteri sehingga dapat diidentifikasi dan
diklasifkasikan jenisnya. Secara garis besar untuk mengisolasi DNA diperlukan
beberapa tahap yaitu perusakan dan pembuangan dinding sel, lisis sel, pembuangan
debris sel dan pemisahan DNA dari protein dan RNA.

Ekstraksi DNA bakteri NR 10 dan R 47 menggunakan protokol standar kit


dari Prestotm Mini gDNA Bacteria Kit yang secara garis besar merupakan protokol
yang digunakan dalam proses ekstraksi DNA untuk memisahkan genom DNA dari
molekul-molekul lain dalam sel, dengan cara lisis dinding sel, pengikatan
(penghilangan protein dan RNA) dan pengendapan DNA. Proses perusakan atau
pembuangan dinding sel dilakukan dengan pemberian lysozym yang berfungsi untuk
merusak dan membuang dinding sel bakteri sehingga DNA yang diinginkan bisa
dikeluarkan dari sel. Sedangkan untuk lisis sel dilakukan dengan pemberian triton X-
100 atau Sodium Dodesil Sulfat (SDS) yang berfungsi untuk lisis membran sel
bakteri dan mengeluarkan DNA genom.

Pembuangan debris sel dilakukan dengan cara sentrifugasi. Sentrifugasi


merupakan teknik untuk memisahkan campuran berdasarkan berat molekul
komponennya. Molekul yang mempunyai berat molekul besar akan berada di bagian
bawah tabung dan molekul ringan akan berada pada bagian atas tabung. Hasil
sentrifugasi akan menunjukkan dua macam fraksi yang terpisah, yaitu supernatan
pada bagian atas dan pellet pada bagian bawah, dimana proses sentrifugasi berfungsi
untuk memisahkan antara supernatan yang berisi debris sel dengan pellet, pada proses
ini supernatan akan dibuang. Sentrifugasi dilakukan beberapa kali agar pemisahan
DNA dengan komponen lainnya menjadi lebih baik.

Pemurnian bakteri DNA dilakukan dengan memindahkan lisat (zat yang berisi
isi sel sebelumnya hancur) ke dalam PrestoTM Spin Column yang kemudian
ditambahkan Wash Buffer 1 sebanyak 2 kali ke dalam Collection Tube, dimana
penambahan Wash Buffer 1 ini berfungsi untuk mencuci DNA dari bahan pengotor
DNA, dan dilanjutkan dengan proses sentrifugasi. Collection Tube kemudian
ditambahkan dengan Prestotm Genomic Elution Buffer yang berfungsi untuk
membersihkan DNA dari sisa-sisa pengotor yang masih tersisa dan pada tahap akhir
proses pemurnian DNA ditambahkan RNAse Pure Water yang berfungsi sebagai
penghilang sisa-sisa RNA yang masih tersisa sehingga didapatkan DNA yang benar-
benar murni.
Sebelum dilakukan pemurnian, isolat diinkubasi di waterbath selama 10 menit
dan dibalik setidak 3 menit. Inkubasi pertama dilakukan dengan suhu 60ºC. Dan
inkubasi kedua dilakukan pada suhu 70ºC selama 10 ment dan dibalik setiap 3 menit.
Pada proses inkubasi ini ditambahkan larutan buffer. Larutan penyangga (buffer)
adalah larutan yang dapat menjaga (mempertahankan) pH nya dari penambahan
asam, basa, maupun pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah (konstan)
setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu
menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar. Larutan buffer yang
digunakan pada isolasi DNA adalah GT buffer dan GB buffer.

Dari hasil ini sebenarnya dapat dilakukan elektroforesis untuk melihat


bagaimana pendaran DNA bakteri NR 10 dan DNA bakteri R 47, namun untuk
praktikum kali ini proses yang dilalui hanya sampai dengan inkubasi setelah
sentrifugasi dan pemisahan pelet.
V. PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Adapun kesimpulan dari percobaan ini adalah:

1. Klasifikasi molekuler merupakan salah satu dari metode untuk


mengidentifikasi dan mengklasifikasikan organisme, dimana klasifikasi
molekuler dilakukan untuk melengkapi dan mendukung data dari hasil metode
taksonomi numerik fenetik.
2. Isolasi DNA memiliki beberapa tahapan, yaitu perusakan dan pembuangan
dinding sel, lisis sel, pembuangan debris sel serta pemisahan DNA dari
protein dan RNA.
3. Hasil yang didapatkan pada praktikum inibelum bisa digunakan untuk
mengklasifikasi bakteri karena harus melewati tahapan lebih lanjut sehingga
hasilnya dapat dipercaya

5.2 Saran
Sebaiknya pada saat melakukan praktikum dilakukan dengan teliti dan
dipastikan bahan yang akan digunakan agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan
percobaan dan pengamatan
DAFTAR PUSTAKA

Braun-Kiewnick, Sands DC . 2001. Gram-negative bacteria Psudomonas, laboratory


Guide for Identification of plant Pathogenic Bacteria Third Edition. St. Paul
Minnesota. APS Press.

De Queiroz K, Gauthier J (1990) Phylogeny as a central principle in taxonomy:


phylogenetic definitions of taxon names. Syst Zool 39:307-322.

Dickstein, ER, Jones JB, Stead DE. 2001. Appendix. Automated Techniques. Di
dalam Schaad NW. et al., editor. Laboratory Guide For Identification of Plant
Pathogenic Bacteria. Thirtd Edition. APS Press. St. Paul Minnesota. Hal 343-
384.

Fakruddin, MD dan Mannan KSB. 2013. Method for Analyzing Diversity of


Microbial Communities in Natural Environment. Ceylon Journal of Science.
42(1): 19-33.

Felsenstein J. 1981. Evolutionary trees from DNA sequences: a maximum likelihood


approach. J Mol Evol 17:68-76

Louws, FJ, Cuppels, DA. 2001. Appendix. Molecular techniques. Di dalam: Schaad
NW. et al., editor. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic
Bacteria. Third Edition. APS Press. St Paul Minnesota. Hal 321-337.

Marchesi JR et al. 1998. Design And Evaluation Of Useful Bacterium Specific PCR
Primer That Amplify Genes Coding For Bacterial 16S-rRNA. Appl Environ
Microbiol 64:795-799.

Pangastuti A. 2006. Definisi Spesies Prokaryota Berdasarkan Urutan Basa Gen


Penyandi 16s rRNA dan Gen Penyandi Protein. Biodiversitas 7(3) : 292-296.

Pelczar, Michael, J., E.C.S Chan. 1993. Dasar – Dasar Mikrobiologi. UI Press.
Jakarta.

Salaki, CL dan Sembiring L. 2011. Aplikasi Metode ARDRA dalam Identifikasi


Isolat Bacillus thuringiensis Endogenik sebagai Pengendali Hama Kubis
(Crocidolomia binotalis). Eugenia 17(2): 108-114.
Suwanto, A. 1994. Strategies In Molecular Biology Techniques For Studying
Phytopathogenic Bacteria. Biotrop. Spec. Publ. 54:227-232.

Suwanto, A. 2014. Mikrobiom Manusia dan Pangan Fermentasi, Analisis Metanogen


dan Nutrigenomik Tempe Indonesia. Orasi Ilmiah Guru Besar Tetap Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor.

Ward, D.M. 1998. A natural species concepts for procaryotes. Current Opinion in
Microbiol 1: 271-277.

West JG, Faith DP. 1990. Data, methods and assumptions in phylogenetic inference.
Australian Syst Bot 3:9-20

Anda mungkin juga menyukai