OLEH:
MHD. RINALDI
1603123236
KELOMPOK 3
DOSEN PENGAMPU:
BERNADETA LENI FIBRIARTI, M.Si
DR. TETTY MARTALINDA, M.Si
NOVA WAHYU PRATIWI, M.Sc
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2019
I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Sumber karakter DNA dapat diperoleh dari inti (nDNA), kloroplas (cpDNA)
dan mitokondria (mtDNA). Tahapan – tahapan yang digunakan dalam klasifikasi
bakteri untuk melihat hubungan kekerabatan diantaranya perusakan dan pembuangan
dinding sel, pelisisan dinding sel, pembuangan debris sel, dan pemisahan DNA dari
protein dan RNA (Fakruddin 2013). Untuk itu, dilakukan praktikum sistematika
mikroba tentang klasifikasi bakteri dengan metode klasifikasi molekuler untuk
melihat DNA kromosom bakteri gram negatif.
1.2 Tujuan
1.3 Manfaat
Metode identifikasi bakteri secara garis besar dapat dibagi menjadi teknik (1)
genotipik yang berdasarkan pada profil materi genetik suatu organisme (utamanya
DNA) dan (2) teknik fenotipik yang berdasarkan pada profil sifat metabolik maupun
beberapa aspek komposisi kimianya. Sebelum berkembangnya teknik biologi
molekuler, mikrobia dikarakterisasi berdasarkan sifat morfologi, fisiologi, dan
koloninya. Biotyping, serotyping, bacteriocin typing, phage typing, pola kerentanan
terhadap anti mikrobia, dan metode berbasis protein lainnya merupakan contoh
metode fenotipik yang umumnya digunakan (Pangastuti 2006).
Teknik identifikasi bakteri berdasarkan sidik jari atau pola secara khusus
menggunakan metode sistematis dalam menghasilkan serangkaian fragmen dari DNA
kromosom organisme. Fragmen ini selanjutnya dipisahkan berdasarkan ukuran untuk
menghasilkan suatu profil atau sidik jari yang bersifat unik untuk organisme tersebut
dan kerabat terdekatnya. Cukup dengan informasi ini, seseorang dapat membuat
perpustakaan atau database sidik jari organisme yang telah dikenal dan dibandingkan
dengan organisme uji. Ketika profil dari kedua organisme tersebut cocok, maka
mereka dapat dianggap berkerabat dekat, biasanya pada tingkat strain atau spesies
(Schaad et al. dalam Braun-Kiewnick 2001).
Ada beberapa macam teknik sidik jari yang telah digunakan secara luas
terutama untuk identifikasi strain bakteri di bidang epidemiologi serta ekologi
mikrobia. Secara garis besar ada dua pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk
menentukan strain bakteri, Pertama, berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi
variasi sekuens dengan membandingkan ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang
dihasilkan melalui pemotongan DNA oleh enzim restriksi. Kedua, variasi multipel
amplikon dengan ukuran berbeda yang merupakan produk amplifikasi dengan primer.
Kelompok kedua ini mencakup repetitive sequence based-Polymerase Chain
Reaction (rep-PCR),Randomly Amplified Polymorphic DNA (RAPD) dan Arbitrary
Priming-PCR (AP-PCR) (West 1990).
Identifikasi Bakteri dengan sekuen 16S rDNA dan gen gyrB, Untuk
identifikasi bakteri berbasis sekuen biasanya digunakan suatu marker, baik yang
terdapat pada daerah gen maupun daeah DNA non-koding, dengan karakteristik
antara lain: pertama, sebagian besar merupakan housekeeping gene yang ada pada
semua bakteri; kedua, memiliki polimorfisme yang tinggi sehingga membuatnya
dapat dibedakan antara bakteri yang juga berbeda; ketiga, marker molekuler tersebut
harus bersifat sangat konservatif pada beberapa daerah sehingga memudahkan untuk
mendesain primer yang tepat untuk proses amplifikasi dengan PCR (Liu et al.,
2012). Ada beberapa gen dan daerah DNA yang memiliki kesemua ciri tersebut dan
telah digunakan secara luas untuk identifikasi bakteri, diantaranya gen 16S rRNA,
gen 23S rRNA, daerah ITS, gen rpoB, gen gyrB dan gen recA (Marchesi et al. 1998).
16S rRNA dapat digunakan sebagai penanda molekuler karena molekul ini
ada pada setiap organisme dengan fungsi yang identik pada seluruh organisme.
Analisis gen penyandi 16S rRNA praktis untuk definisi spesies, karena molekul ini
ada pada setiap organisme , sehingga dapat dirancang suatu primer yang universal
untuk seluruh kelompok (Pangastuti 2006). Data urutan basa gen penyandi 16S rRNA
memungkinkan digunakan untuk mengkonstruksi pohon filogenetik yang dapat
menunjukkan nenek moyang dan hubungan kekerabatan organisme (Ward 1998).
Pada tahun 1960-an, Dubnau et al. melaporkan sifat konservatif gen 16S
rRNA pada Bacillus spp. Penggunaan gen 16S rRNA yang luas untuk identifikasi
dan taksonomi kemudian digagas oleh Woese et al. (1980) yang menunjukkan bahwa
hubungan filogenetik bakteri, termasuk semua bentuk kehidupan, dapat ditentukan
dengan membandingkan suatu bagian kode genetik yang bersifat stabil. Kandidat
untuk daerah ini termasuk gen yang mengkode 5S, 16S, 23S rRNA, maupun daerah
IGS (Intergenic Spacer) Akan tetapi gen 5S rRNA (120 bp) dan 23S rRNA (3300 bp)
telah terbatas penggunaannya. Gen 16S rRNA (1650 bp) merupakan marker yang
paling sering digunakan dan telah merevolusi bidang sistematika mikrobia (Ward
1998).
III. METODE
Alat yang digunakan pada praktikum ini yaitu tabung Erlenmeyer, tabung
mikrosentrifus1,5, tabung sentrifus, mikropipet, water bath, GD Column, CT
Column, sumur elektroforesis, stirrer, kamera, alat elektroforesis.
Bahan yang digunakan pada praktikum ini yaitu Isolat NR12, Isolat NR30,
Buffer GT, Protease K, Buffer GB, Etanol Absolut, Buffer Wash 1, Water Wash 2,
Loading Dye 2µL, Parafilm, DNA Marker.
NR 10 R 47
sentrifugasi dan
pemisahan pelet
Pemberian buffer
Inkubasi
3.3 Cara Kerja
4.1 Hasil
4.2 Pembahasan
Dalam percobaan ini digunakan isolat bakteri NR 10 dan R 47. Kedua isolat
ini merupakan bakteri gram negatif. Penggunaan 2 bakteri yang berbeda ini berfungsi
untuk membedadakan DNA antar bakteri sehingga dapat diidentifikasi dan
diklasifkasikan jenisnya. Secara garis besar untuk mengisolasi DNA diperlukan
beberapa tahap yaitu perusakan dan pembuangan dinding sel, lisis sel, pembuangan
debris sel dan pemisahan DNA dari protein dan RNA.
Pemurnian bakteri DNA dilakukan dengan memindahkan lisat (zat yang berisi
isi sel sebelumnya hancur) ke dalam PrestoTM Spin Column yang kemudian
ditambahkan Wash Buffer 1 sebanyak 2 kali ke dalam Collection Tube, dimana
penambahan Wash Buffer 1 ini berfungsi untuk mencuci DNA dari bahan pengotor
DNA, dan dilanjutkan dengan proses sentrifugasi. Collection Tube kemudian
ditambahkan dengan Prestotm Genomic Elution Buffer yang berfungsi untuk
membersihkan DNA dari sisa-sisa pengotor yang masih tersisa dan pada tahap akhir
proses pemurnian DNA ditambahkan RNAse Pure Water yang berfungsi sebagai
penghilang sisa-sisa RNA yang masih tersisa sehingga didapatkan DNA yang benar-
benar murni.
Sebelum dilakukan pemurnian, isolat diinkubasi di waterbath selama 10 menit
dan dibalik setidak 3 menit. Inkubasi pertama dilakukan dengan suhu 60ºC. Dan
inkubasi kedua dilakukan pada suhu 70ºC selama 10 ment dan dibalik setiap 3 menit.
Pada proses inkubasi ini ditambahkan larutan buffer. Larutan penyangga (buffer)
adalah larutan yang dapat menjaga (mempertahankan) pH nya dari penambahan
asam, basa, maupun pengenceran oleh air. pH larutan buffer tidak berubah (konstan)
setelah penambahan sejumlah asam, basa, maupun air. Larutan buffer mampu
menetralkan penambahan asam maupun basa dari luar. Larutan buffer yang
digunakan pada isolasi DNA adalah GT buffer dan GB buffer.
5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
Sebaiknya pada saat melakukan praktikum dilakukan dengan teliti dan
dipastikan bahan yang akan digunakan agar tidak terjadi kesalahan saat melakukan
percobaan dan pengamatan
DAFTAR PUSTAKA
Dickstein, ER, Jones JB, Stead DE. 2001. Appendix. Automated Techniques. Di
dalam Schaad NW. et al., editor. Laboratory Guide For Identification of Plant
Pathogenic Bacteria. Thirtd Edition. APS Press. St. Paul Minnesota. Hal 343-
384.
Louws, FJ, Cuppels, DA. 2001. Appendix. Molecular techniques. Di dalam: Schaad
NW. et al., editor. Laboratory Guide for Identification of Plant Pathogenic
Bacteria. Third Edition. APS Press. St Paul Minnesota. Hal 321-337.
Marchesi JR et al. 1998. Design And Evaluation Of Useful Bacterium Specific PCR
Primer That Amplify Genes Coding For Bacterial 16S-rRNA. Appl Environ
Microbiol 64:795-799.
Pelczar, Michael, J., E.C.S Chan. 1993. Dasar – Dasar Mikrobiologi. UI Press.
Jakarta.
Ward, D.M. 1998. A natural species concepts for procaryotes. Current Opinion in
Microbiol 1: 271-277.
West JG, Faith DP. 1990. Data, methods and assumptions in phylogenetic inference.
Australian Syst Bot 3:9-20