Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN TAKSONOMI TUMBUHAN NON VASKULER

KERAGAMAN JENIS MAKROALGA DI PANTAI MERTASARI

Oleh:

Ida Ayu Mirah Meliana Dewi (1808531019)

Wahyuning Dwi Putri (1808531028)

Stefanny (1808531032)

Gusti Ayu Putu Intan Pandini (1808531033)

Ni Putu Arya Shintya Anggraeni (1808531047)

Clotilda Elviani Jaya (1808531048)

Alifya Ibnu Aziz (1808531049)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS UDAYANA

2019
Pendahuluan

Alga adalah tumbuhan nonvaskular yang memiliki bentuk thallus yang beragam dan memiliki
pigmen. Alga terdapat dua macam yaitu makro alga dan mikro alga. Makroalga adalah protista
multiseluler yang tumbuh menenpel pada substrat di dasar laut dan struktur tubuhnya menyerupai
tumbuhan namun tidak berpembuluh. Makroalga laut dapat diklasifikasikan berdasarkan kandungan
pigmen fotosintetis dan pigmen sensoris yang terkandung di dalamnya, yaitu : Chlorophyta (alga
hijau), Rhodophyta (alga merah), dan Phaeophyta (alga coklat) (Atmadja dkk., 1996).

Makroalga termasuk dalam tumbuhan talus karena tidak memiliki akar, batang, daun, bunga,
buah dan biji sejati. Secara umum, tubuh makroalga laut berupa talus yang terdiri dari holdfast, stipe,
dan blade pada beberapa jenis dilengkapi dengan pneumatocyst. Holdfast adalah bagian yang
menyerupai akar yang berfungsi untuktempat melekatnya pada substrat. Stipe adalah bagian yang
menyerupai batang, dan blade merupakan bagian yang menyerupai daun (Sumich, 1992).

Makroalga dapat hidup di air tawar maupun di air laut. Keberadaan makroalga laut dapat
ditemukan tersebar di zona intertidal dan subtidal dimana cahaya matahari untuk proses fotosintesis
masih tersedia (Dometilla dkk., 2013). Penyebaran tiap jenis mikroalga laut pada zona intertidal dapat
membentuk pola zonasi di dalam komunitasnya. Pola zonasi intertidal laut memiliki karakteristik
bersubstrat batu. Pada tipe pantai berbatu seperti di Pantai Mertasari dapat dengan mudah ditemui
makroalga baik Rhodophyta, Chlorophyta maupun Phaeophyta. Tipe pantai berbatu sendiri adalah tipe
pantai yang didominasi oleh substrat dari bebatuan. Tipe pantai ini paling banyak mengandung
makroorganisme dan memiliki keragaman fauna dan flora yang tinggi (Wentworth, 1992).

Praktikum ini dilakukan dengan rumusan masalah yaitu, apa saja jenis-jenis makroalga yang
terdapat di Pantai Mertasari? Dan bertujuan untuk mengetahui jenis-jenis makroalga yang ada di
Pantai Mertasari.

Metode Praktikum

Waktu dan tempat pelaksanaan yaitu tanggal 16 November 2019 pukul 06.00 WITA di Pantai
Mertasari. Alat da bahan yang digunakan antara lain, plastik bening ziplock, pinset, sarung tangan
lateks, dan ember besar. Metode yang digunakan yaitu metode eksploratif atau menjelajahi, yaitu
menjelajahi sekitar Pantai Mertasari untuk menemukan alga jenis Rhodophyta, Chlorophyta dan
Phaeophyta. Alga yang ditemukan, diambil menggunakan pinset dan dimasukkan ke dalam plastik
ziplock yang telah diisi dengan air laut dan diberi alcohol 95%. Alga yang telah diambil selanjutnya
dilakukan identifikasi di dalam lab.

Identifikasi dilakukan dengan alga dikeluarkan dari plastik ziplock dan dicuci dengan air
mengalir. Alga selanjutnya dikeringkan dan diletakkan di atas kertas HVS putih dengan penggaris
sebagai skala. Alga di dokumentasikan dengan kamera, dokumentasi dilakukan dengan kamera yang
diletakkan tegak lurus terhadap penggaris.
Hasil dan Pembahasan

 Tabel Keanekaragaman Jenis Makroalga Di Pantai Mertasari

No Divisi Kelas Ordo Famili Genus Spesies


1 Rhodophyta Rhodophyceae Gigartinales Cystocloniaceae Hypnea Hypnea sp.
2 Rhodophyta Rhodophyceae Gigartinales Gracilariaceae Gracilaria Gracilaria sp.
3 Rhodophyta Florideophyceae Gigartinales Gigartinaceae Chondrus Chondrus sp.
4 Rhodophyta Rhodophyceae Ceramiales Rhodomellaceae Laurencia Laurencia sp.
5 Chlorophyta Chlorophyceae Ulvales Ulvaceae Enteromorpha Enteromorpha sp.
6 Rhodophyta Rhodophyceae Gigartinales Gracilariaceae Glacilaria Glacilaria sp.
7 Chlorophyta Ulvophyceae Ulvales Ulvaceae Ulva Ulva sp.
8 Phaeophyta Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Carpophyllum Carpophyllum
maschalocarpum
9 Phaeophyta Phaeophyceae Fucales Sargassaceae Sargassum Sargassum
crassifolium

 Histogram Keanekaragaman Jenis Makroalga Di Pantai Mertasari

∑ Jenis
6

5
5

2 2
2

0
Chlorophyta Phaeophyta Rhodophyta
Divisi
∑ Jenis
Deskripsi Jenis

1. Hypnea sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Order : Gigartinales
Family : Cystocloniaceae
Genus : Hypnea
Species : Hypnea sp.
(Kützing, 1847).

Gambar Hypnea sp.

Deskripsi :
Thallus memiliki bentuk silindris yang memanjang dan berumbai dengan permukaan yang licin dan
tidak bersegmen. Percabangan talus runcing pada bagian ujung abang dan membentuk percabangan yang
lebat. Cabang talus lebih pendek dari talus utama. Warna talus merah kecoklatanukuran thalus kecil,
sekitar diameter 0,5 mm. Terdapat duri – duri cabang yang pendek menyerupai tanduk.
Algae ini tumbuh tersebar luas di perairan tropis sampai perairan subtropis. Umumnya Hypnea sp.
tumbuh melekat pada batu atau bersifat epifit pada berbagai substrat dan memiliki sebaran tumbuh yang
luas dan umum didapati di perairan Indonesia (Lalopua, 2018).Hypnea sp. tumbuh di paparan batu
terumbu karang bersubstrat pasir yang bisa bertoleransi terhadap kekeringan mencapai 28-32oC.Hypnea
sp. merupakan alga yang bersifat periklinal atau musiman yang hidupnya dipengaruhi oleh musim. Alga
ini juga dapat tumbuh di area air payau (Kadi, 2017).
2. Gracilaria sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Famili : Gracilariaceae
Genus : Gracilaria
Species : Gracilaria sp.
(Anggadiredja dkk., 2006)

Gambar Gracilaria sp.

Deskripsi
Gracilaria mempunyai bentuk thallus silindris dengan percabangan mulai dari yang sederhana
sampai kompleks, di atas percabangan umumnya bentuk thalli (kerangka tubuh tanaman), permukaannya
halus atau berbintil-bintil. Panjang dapat mencapai 30 cm atau lebih. Gracilaria hidup dengan melekatkan
thallusnya pada substrat yang berbentuk pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun
kayu, pada kedalaman sampai sekitar 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air (Winarno, 1996).
Gracilaria memiliki suatu alat cengkeram berbentuk cakram yang dikenal dengan sebutan 'hold fast'. Jika
dilihat secara sepintas, tumbuhan ini berbentuk rumpun, dengan tipe percabangan tidak teratur,
'dichotomous', 'alternate', 'pinnate', ataupun bentuk-bentuk percabangan yang lain. (Doty, 1985).

Thalli vegetative Gracilaria terdiri dari korteks dan medula. Lapisan


terluar 1-2 adalah sel pigmen fikoeritrin. Medula terdiri dari sel
parenkim besar.

Tetra sporangia tersebar padat di permukaan korteks. Setiap tetra


sporangia terdiri dari empat tetraspora yang tersusun dengan cara
menyilang.

Cystocarp menonjol, menonjol bundar atau setengah bola, tersebar


di permukaan daun. Ini dapat dibagi menjadi 4 bagian.
3. Chondrus sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Class : Florideophyceae
Ordo : Gigartinales
Family : Gigartinaceae
Genus : Chondrus
Spesies : Chondrus sp.
(Tjitrosoepomo, 1989)

Gambar Chondrus sp.

Deskripsi
Thalus berbentuk pipih, memiliki percabangan dikotom pendek. teksturnya elastic seperti tulang
rawan, sekilas terlihat bentuknya mirip kipas yang bertumpuk dengan panjang 21 cm. Alga ini bercabang
empat atau lima kali dengan cara dikotomis seperti kipas. Konstituen utama adalah tubuh mucilaginous,
terbuat dari polisakarida karagenan yang terdiri dari sekitar 55% . Organisme ini juga terdiri dari protein
hampir 10% dan sekitar 15% materi, dan kaya akan yodium dan belerang (Dawes,1990).
Mempunyai pigmen klorofil a dan b dan pigmen tambahan berupa karotenoid, zexantin, dan
lutein. Chondrus sp. mengalami sebuah pergantian generasi dengan dua tipe yaitu seksual dan aseksual.
Seksual haploid gametofit dan aseksual diploid sporophya. Tiga tahap (jantan, betina dan sporophyte) sulit
untuk dibedakan ketika mereka tidak subur, namun gametophytes sering menunjukkan warna biru.
Tumbuh diseluruh pantai , paling banyak di pantai Irlandia dan Britania raya dan juga ditemukan di
sepanjang pantai Eropa, pantai Atlantik Canada (Kasi, 2001).
Chondrus sp. merupakan sumber industri carragenean (lamda karaginan) sangat penting
peranannya sebagai stabilisator (pengatur keseimbangan), thickner (bahan pengental), pembentuk gel,
pengemulsi, sebagai pengental dan penstabil. Dapat juga digunakan sebagai pengental dalam calico
pencetakan dan anggur dan lain-lain. Sifat ini banyak dimanfaatkan dalam industry makanan yaitu dalam
produk susu seperti es krim dan makanan olahan obat-obatan, kosmetik, tekstil, cat, pasta gigi dan
industry lainnya yang biasa digunakan (Lűning, 1990).
4. Laurencia sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Devisi : Rhodophyta
Classis : Rhodophyceae
Ordo : Ceramiales
Familiy : Rhodomellaceae
Genus : Laurencia
Spesies : Laurencia sp.
(Tjitrosoepomo, 1989).

Gambar Laurencia sp.

Deskripsi
Spesies ini memiliki tubuh yang berbentuk silindrik atau memipih, berwarna merah kecoklatan dan
mempunyai cabang-cabang bersebelah menyebelah (pinnate) yang terdiri dari axis (cabang utama),
primary branch dan secondary branch. Umumnya melekat pada batu dan tersebar didaerah terumbu
karang (Mc Counnaughey,1983). percabangan Dichotomous membentuk rumpun yang rimbun, lebih kecil
dan lebih memanjang yang berwarna hijau tua sampai merah kecoklatan karena adanya pigmen fikoeritrin.
Axis pada spesies ini terkesan rebah dan memiliki holdfast untuk melekatkan diri pada substrat. Di
percabangan axis terdapat primary branch yang pada ujungnya terdapat spical pit (Lűning,1990).
Pertumbuhan di spical pit lebih cepat dari pada bagian thallus lainnya. Alga ini termasuk alga
tetrasporofik yang selauxilarynya akan terbentuk setelah melakukan fertilisasi dan tumbuh di atas sel
pendukung karpogonium (Lűning,1990). Alga ini merupakan bahan makanan sebagai bahan pembuat agar-
agar karena kandungan serat dan karbohidratnya yang tinggi. Alga ini paling banyak digunakan sebagai
hidrokoloid, terutama pada pangan, farmasi, kosmetik dan sebagai anti jamur/anti fungal. Alga ini banyak
ditemukan di pantai selatan Yogjakarta, teluk pananjung Jawa Barat dan juga di perairan kepulauan Riau
(Tjitrosoepomo, 1989).
5. Enteromorpha sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Class : Chlorophyceae
Ordo : Ulvales
Family : Ulvaceae
Genus : Enteromorpha
Species : Enteromorpha sp.
(Aysel dkk., 2006).

Gambar Enteromorpha sp.

Deskripsi
Enteromorpha sp. memiliki ciri – ciri antara lain berukuran kecil, berbentuk rumpun, sebagian tengah
dan ujung berisi satu pirenoid, dan kloroplas berbentuk seperti mangkuk (Aslan, 1998). Enteromorpha sp.
memiliki panjang thallus 1 – 35 cm dan lebarnya 2 – 20 mm. Thallusnya berwarna hijau muda, dan memiliki
percabangan yang banyak (Trono, 1997).
Habitat Enteromorpha sp. adalah melekat pada batu – batuan dan organism laut yang lain. Beberapa
jenis dari Enteromorpha sp. dapat bertahan hidup pada perairan dengan kadar garam yang tinggi, pada
rawa – rawa, maupun perairan yang berpasir.Enteromorpha sp. dapat bertahan pada kondisi suhu 28 °C.
Enteromorpha sp. dapat dimakan langsung, dikeringkan, maupun dimasak terlebih dahulu. Pemanfaatan
Enteromorpha sp. sebagai bahan makanan sudah tersebar secara luas di dunia termasuk Asia. Bangsa Asia
juga memanfaatkan Enteromorpha sp. sebagai makanan ikan dan babi, sebagai umpan memancing, pupuk,
dan untuk pengobatan. Enteromorpha sp. yang telah dikeringkan digunakan untuk lapisan atas sup
(Novaczek, 2001).
Enteromorpha merupakan genus dari alga hijau yang tersebar luas di perairan Asia Tenggara
sedangkan 17 jenis tersebar di Samudera Hindia, 21 jenis tersebar di Amerika Utara, dan 16 jenis terdapat
di sebelah timur Amerika (van Reine dan Trono, 2002). Enteromorpha sp. memiliki senyawa aktif asam
akrilat, dimetil sulfida, propiotetin dan senyawa terpenoid (sineol, linalool, geraniol, dan d-limonen)
(Glombitza, 1979).
6. Gracilaria sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Rhodophyta
Class : Rhodophyceae
Ordo : Gigartinales
Family : Gracilariaceae
Genus : Glacilaria
Species : Glacilaria sp.
(Lobban dan Harrison, 1994).

Gambar Gracilaria sp.

Deskripsi
Ciri morfologi dari Gracilaria sp. adalah mempunyai bentuk thallus silindris dengan percabangan
mulai dari yang sederhana sampai pada yang rumit dan rimbun, di atas percabangan umumnya bentuk
thalli (kerangka tubuh tanaman) agak mengecil, permukaannya halus atau berbintil-bintil, diameter thallus
berkisar antara 0,5-2 mm dan berwarna merah. Warna pada tallus Gracilaria sp. ini dapat berubah warna
menjadi hijau atau warnanya memudar karena peristiwa bleaching (Komarawidjaja, 2011). Panjang dapat
mencapai 30 cm atau lebih dan Gracilaria sp. tumbuh di rataan terumbu karang dengan air jernih dan arus
cukup dengan salinitas ideal berkisar 20-28 ppm. Seperti pada alga kelas lainnya, morfologi rumput laut
gracilaria tidak memiliki perbedaan antara akar, batang dan daun. Tanaman ini berbentuk batang yang
disebut dengan tallus (jamak: thalli) dengan berbagai bentuk percabangannya dan memiliki konseptakel
pada bagian ujung tallusnya. Untuk melekatkan dirinya, Gracilaria sp. memiliki suatu alat cengkeram
berbentuk cakram yang dikenal dengan sebutan 'hold fast'. Jika dilihat secara sepintas, tumbuhan ini
berbentuk rumpun, dengan tipe percabangan tidak teratur, 'dichotomous', 'alternate', 'pinnate', ataupun
bentuk-bentuk percabangan yang lain (Anggadiredja, 2006).
Gracilaria sp. merupakan rumput laut yang banyak terdapat di perairan laut Indonesia. Masyarakat
pesisir mengenal Gracilaria dengan berbagai nama lokal/sebutan, antara lain Janggut Dayung (Bangka),
Sango-sango, Dongi-dongi (Sulawesi), Bulung Embulung (Jawa), Bulung Sangu (Bali), Bulung Tombong Putih
(Labuhan haji, Lombok), Lotu-Lotu Putih (Ambon), Agar-agar Jahe dan Rambu Kasang (Santika dan Maruf,
2014). Secara alami gracilaria hidup dengan melekatkan (sifat benthic) thallusnya pada substrat yang
berbentuk pasir, lumpur, karang, kulit kerang, karang mati, batu maupun kayu, pada kedalaman sampai
sekitar 10 sampai 15 meter di bawah permukaan air (Lobban dan Harrison, 1994). Sifat-sifat oseanografi,
seperti sifat kimia-fisika air dan substrat, macamnya substrat serta dinamika/pergerakan air, merupakan
faktor-faktor yang sangat menentukan pertumbuhan Glacilaria. Di alam kita dapat menemukan Gracilaria
sp. dalam 3 bentuk pertumbuhan. Secara morfologi memang ketiga bentuk pertumbuhan tadi sangat sulit
dibedakan, namun jika dilihat dari segi anatomi maka dapat dibedakan menjadi bentuk sporofit adalah
tumbuhan yang memiliki kromosom diploid (2n), bentuk gametofit adalah bentuk tumbuhan haploid (1n),
dan bentuk karposporofit adalah bentuk tumbuhan haplodiploid. Umumnya, karposporofit dapat
dibedakan dari sporofit dan gametofit, karena pada permukaan thallus sering di jumpai tonjolan-tonjolan
bulat. Daur hidup Gracilaria bersifat 'trifasik' (3 bentuk pertumbuhan), yang mengalami pergantian
generasi antara seksual dan aseksual. Apabila awal perkembangbiakan dimulai dari generasi aseksual maka
akan terlihat bahwa sporofit akan membentuk suatu badan yang disebut dengan tetrasporangia. Adapun
bentuk dan ukuran tetrasporangia pada masing-masing jenis sangat bervariasi (Akmal dkk., 2008).
7. Ulva sp. Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Chlorophyta
Class : Ulvophyceae
Ordo : Ulvales
Family : Ulvaceae
Genus : Ulva
Species : Ulva sp.
(Guiry and Guiry, 2015).

Gambar Ulva sp.

Deskripsi
Termasuk dalam divisi Chlorophyta ditandai dengan warna tallus hijau seperti apel. Morfologi
berupa tallus tipis dan gepeng seperti pedang melipat dengan tepi bergelombang. Bagian tengah berwarna
lebih pucat dan semakin ke tepi semakin gelap. Habitat ditemukan menempel di batu karang. Tallus licin
dan dibagian pangkal terdapat penebalan (Kadi, 1996). Specimen ini memiliki panjang 14 cm.
Tallus mengandung klorofil a dan terdiri atas dua lapis sel. Tidak ada diferensiasi jaringan dan
seluruh sel memiliki bentuk kurang lebih sama kecuali pada sel-sel basal yang membentuk holdfast.
Masing-masing sel terdiri atas sebuah nucleus, kloropas berbentuk cangkir dan sebuah pirenoid. Ulva sp.
dapat tumbuh hingga 100 cm. Alga ini biasanya terdapat di zona intertidal sampai kedalaman 10 m.
seringkali melakukan asosiasi pada substrat yang tepat dengan daerah yang memiliki nutrient yang tinggi
seperti bakau. Habitat pada karang dan di bawah aliran pasang surut. Salinitas yang baik untuk
pertumbuhan alga ini adalah 29-31.5 % pada kisaran suhu 28-31°C (Reine dan Junior, 2002).
Siklus reproduksi terdiri dari dua fase yaitu fase haploid dan diploid. Fase haploid, gametofit
menghasilkan gamet biflagella, sedangkan pada fase diploid, sporofit menghasilkan zoospore
quandriflagella (Beach et al., 1995). Alga jenis ini dimanfaatkan sebagai salah satu sumber makanan karena
mengandung 14.9 % protein dan 0.2 % serat serta vitamin B1, Vitamin C dan Iodin 31 ppm (Hatta and
Dardjat, 2001).
8. Carpophyllum maschalocarpum Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Class : Phaeophyceae
Order : Fucales
Family : Sargassaceae
Genus : Carpophyllum
Spesies : Carpophyllum maschalocarpum
(Broady et al., 2012)

Gambar Carpophyllum maschalocarpum

Deskripsi
Tinggi tanaman dapat mencapai 1,5 m. Batang utama (stipe) pipih, bilah lepas secara bergantian
dan pipih dan tersusun di satu bidang, memiliki vesikel (kantong udara) yang diuntit dan ellipsoid. Holdfast
pipih dengan alat tambahan lateral, seperti pasak. Warna coklat tua dan teksturnya kasar, kuat danl entur.
C. Maschalocarpum merupakan alga fucalean umum yang endemik di Selandia Baru. Semua spesies
Carpophyllum adalah dioecious. Thallus betina menghasilkan telur nonmotil besar (berdiameter 200 lm)
yang diekstrusi ke permukaan wadah tetapi ditahan oleh tangkai mucilaginous selama fertilisasi. Setelah
pembuahan, zigot tetap melekat pada induk thallus hingga 28 hari sebelum dilepaskan. Karena telur dan
zigot memiliki daya apung negatif, spesies diharapkan memiliki kemampuan dispersi yang rendah pada
tahap ini, penyebaran jarak jauh dapat terjadi karena thallus dewasa biasanya memiliki pneumatokista dan
sering ditemukan mengambang di permukaan laut. Thalus betina mengambang yang mengandung zigot
atau kuman dapat membentuk populasi baru jika tidak ada pejantan subur (Buchanan and Zuccarello,
2012).
C. maschalocarpum membentuk tegakan luas di daerah subtidal dangkal di pantai berbatu
Selandia Baru, di mana ia adalah spesies alga yang paling melimpah kedua oleh biomassa dan organisme
penataan penting. Spesies ini ada di sekitar pulau utama Selandia Baru dan Kepulauan Chatham tetapi
tidak ada di tenggara Pulau Selatan dan pulau-pulau sub-Antartika. Jangkauan luas C. maschalocarpum,
memiliki habitat di tempat berbatu menjadikannya organisme yang ideal untuk menyelidiki proses
filogeografi. Kisaran spesies dapat terganggu oleh rusaknya habitat yang signifikan, termasuk pantai
endapan lunak yang luas di sekitar kedua pulau utama Selandia Baru dan membentang perairan dalam
antara Kepulauan Utara dan Selatan (Selat Cook), dan antara daratan dan Kepulauan Chatham, 650 km
sebelah timur dari daratan. Faktor-faktor yang memediasi dua mekanisme penyebaran harus menjadi
penentu utama struktur genetik dalam C. maschalocarpum. Jika penyebaran dengan mengambang thallus
jarang terjadi, kami mengharapkan diferensiasi populasi yang tinggi, khususnya antara populasi yang
dipisahkan oleh diskontinuitas di habitat (Buchanan and Zuccarello, 2012).
9. Sargassum crassifolium Klasifikasi

Kingdom : Plantae
Divisi : Phaeophyta
Kelas : Phaeophyceae
Ordo : Fucales
Famili : Sargassaceae
Genus : Sargassum
Spesies : Sargassum crassifolium
(Bold and Wayne, 1985)

Gambar Sargassum crassifolium

Deskripsi
Sargassum sp. memiliki bentuk thallus gepeng, banyak percabangan yang menyerupai pepohonan
di darat, bangun daun melebar, lonjong seperti pedang, memiliki gelembung udara yang umumnya soliter,
batang utama bulat agak kasar, dan holdfast (bagian yang digunakan untuk melekat) berbentuk cakram.
Pinggir daun bergerigi jarang, berombak, dan ujung melengkung atau meruncing. Sargassum biasanya
dicirikan oleh tiga sifat yaitu adanya pigmen coklat yang menutupi warna hijau, hasil fotosintesis
terhimpun dalam bentuk laminaran dan alginate serta adanya flagel. Pada umumnya Sargassum tumbuh
di daerah terumbu karang (coral reef). Daerah ini akan kering pada saat surut rendah, mempunyai dasar
berpasir dan terdapat pula pada karang hidup atau mati. Pada batu-batu ini tumbuh dan melekat rumput
laut coklat (Atmadja dkk., 1996).
Karakteristik biologi rumput laut Sargassum crassifolium (alga coklat) hidup dan tumbuh di daerah
pesisir pantai dengan substrat batu karang. Sargassum crassifolium tumbuh di daerah intertidal, subtidal
sampai daerah dengan ombak besar dan arus yang deras. Alga ini tumbuh pada daerah tropis dengan suhu
27-300C, salinitas 32-33 ppt dan kedalaman 0,5-10 m (Handayani dkk., 2004).
Tumbuhan ini bernilai ekonomi tinggi dalam bidang industry makanan maupun bukan makanan
(industry kosmetik, tekstil, dan farmasi), untuk memenuhi permintaan dalam negeri maupun luar negeri
(Indriani dan Sumiarsih, 1992). Manfaat rumput laut sebagai bahan pangan sudah lama diketahui. Di
Indonesia rumput laut sudah lama dimanfaatkan penduduk pantai untuk sayur, lalapan, acar, kue,
puding, dan manisan. Salah satu rumput laut yang dapat dimakan adalah Sargassum sp., yang
merupakan golongan ganggang coklat (Phaeophyta) terbesar di laut tropis. Rumput lauti ni mempunyai
kemelimpahan dan sebaran yang sangat tinggi, terdapat hamper diseluruh wilayah laut Indonesia
(Atmadja dkk., 1996). Secara umum, rumput laut Sargassum sp. belum banyak dikenal dan
dimanfaatkan, padahal dari beberapa penelitian, dilaporkan bahwa ini mempunyai kandungan
nutrisi/zat gizi cukup tinggi, seperti protein dan beberapa mineral esensial, hanya saja analisis komposisi
nutrisinya masih belum lengkap (Handayani dkk., 2004).
Kesimpulan

Berdasarkan pengamatan yang telah kami lakukan, ditemukan beberapa jenis makroalga, dari
divisi Chlorophyta sebanyak dua jenis, yaitu Enteromorpha sp. dan Ulva sp., divisi Rhodophyta
sebanyak lima jenis, yaitu Hypnea sp., Gracilaria sp., Chondrus sp., Laurencia sp., dan Glacilaria sp.
serta divisi Phaeophyta sebanyak dua jenis, yaitu Carpophyllum maschalocarpum dan Sargassum
crassifolium. Jenis makroalga dari divisi Rhodophyta paling banyak ditemukan.
DAFTAR PUSTAKA

Akmal, Ilham, Suaib, M., Irwan dan Arifin, M. 2008. Produksi Spora dalam Upaya Penyediaan Bibit
Rumput Laut Gracilaria verrucosa. Indonesian Aquaculture, Yogyakarta.
Anggadiredja, J.T. 2006. Rumput Laut. Penebar Swadaya. Jakarta.
Aslan, L. M. 1998. Budidaya dan Pengelolaan Rumput Laut. Penerbit Kanisius. Yogyakarta.
Atmadja, W.S., Kadi, Sulidtijo, dan Satari. 1996. Mengenal Jenis-Jenis Laut Indonesia. Puslitbang
Oceanologi LIPI. Jakarta.
Atmadja, W.S., A. Kadi, Sulistidjo, dan Rachmaniar. 1996. Pengenalan Jenis-jenis Rumput Laut.
Puslitbang Oseanologi LIPI. Jakarta.
Bold, H. C and M. Wayne. 1985. Introduction to the algae, structure, and reproduction. Second Edition.
Prentice-Hall. New Jersey.
Broady, P.A., E.A. Flint., W.A. Nelson., C.V. Cassie., M.D. De Winton and P.M. Novis. 2012. Divisi
Chlorophyta and Charophyta: green algae, in: Gordon, D.P. (Ed.). New Zealand inventory of
biodiversity: 3. Kingdoms Bacteria, Protozoa, Chromista, Plantae, Fungi. pp. 347-381.
Buchanan, J. and G.C. Zuccarello. 2012. Decoupling of Short- and long-distance Dispersal Pathways In
The Endemic New Zealand Seaweed Carpophyllum Maschalocarpum (Phaeophyceae, Fucales).
J. Phycol. 48,518–529.
Dawes, C. J. 1990. Marine Botany A Wiley Interscience. Publication John Wiley & Sons. New York.
Dometilla, C., T. Brintha., S. Sukumaran and S. Jeeva. 2013. Diversity and distribution of Seaweeds in
The Mutton Coascal Waters, South-West Coast of India. Journal Biodiversity. 4(03) : 105-110.
Doty, M.S. 1985. Eucheuma alvarezii sp.nov (Gigartinales, Rhodophyta) from Malaysia. Taxonomy of
Economic Seaweeds. California Sea Grant College Program. California
Glombitza, K. W. 1979. Antibiotics From Algae In : Hoppe et al. (eds.) Marine Algae in Pharmaceutical
Science. Walter de Gruyter. Berlin.
Guiry, M.D and G.M. Guiry. 2015. AlgaeBase World-wide Electronic Publication. National University of
Ireland. Galway. Accessed through : World Register of Marine Species at
http://www.marinespecies.org/aphia.php?p=taxdetails&id=144296 on 18th November 2019.
Handayani, T., Sutarno, dan A. Setyawan. 2004. Analisis Komposisi Nutrisi Rumput Laut Sargassum
crassifolium J. Agardh. Biofarmasi 2. (2): 45-52.
Hatta, A.M dan R. Dardjat. 2001. Chlorophyta in: Van, R and W.F.P. Trono (Eds.). 2002. Cryptogams:
Algae. Plant Resources of South East Asian. 15(1): 162-166.
Indriani, H. dan E. Sumiarsih. 1992. Budidaya, Pengolahan dan Pemasaran Rumput Laut. Penebar
Swadaya. Jakarta.
Kadi, A. 1996. Pengenalan Jenis Algae Hijau (Chlorophyta). Pusat Penelitian Oseanografi LIPI. Jakarta.
Kadi, A. 2017. Interaksi Komunitas Makroalga dengan Lingkungan Perairan Teluk Carita Pandeglang.
Biosfera. 34(1) : 32-38.
Kasija, R dan S. Juwana. 2001. Biologi Laut :Ilmu Pengantar Tentang Biologi Laut.. Djambatan. Jakarta.
Kerswell, A.P., 2006. Global Biodiversity Patterns of bentic Marine Algae. Ecology. 87(10) : 2479-2488.
Komarawidjaja, W. 2011. Rumput Laut Gracilaria sp. sebagai Fitoremedian Bahan Organik Perairan
Tambak Budidaya. Jurnal Teknologi Lingkungan, 6(2):410-415.
Kützing, F.T. 1847. Diagnosen und Bemerkungen zu neuen oder kritischen Algen. Botanische Zeitung.
Nordhausen.
Lalopua, V.M. 2018. Karakteristik Fisisk Kimia Nori Rumput Laut Merah Hypnea sp. Menggunakan
Metode Pembuatan Berbeda dengan Penjemuran Matahari. Jurnal BIAM. 14(01): 28-36.
Lobban, C.S. dan Harrison, P.J. 1994. Seaweed Ecology and Physiology. Cambridges University Press,
USA.
Lűning, K. 1990. Seaweeds - Their Environment, Biogeography, and Ecophysiology. A Wiley Interscience
Publication. New York.
McCounnaughey, B. H. dan Zottoli. 1983. Introduction Marine Biology. The C. V. Mosby Company. St.
Louis. Toronto-London. United State of America.
Novaczek, I. 2001. A Guide to the Common and Edible and Medicinal Sea Plants of the Pacific Island.
University of the South Pacific.
Reine, W.F.P dan G.C.T Junior. 2002. Cryptogams Algae Prosea Foundation Bogor. Plant Resources of
South East Asian. 15(1): 134-140.
Santika, L.G., dan Maruf, W.F. 2014. Karakteristik Agar Rumput Laut Gracilaria verrucosa Budidaya
Tambak dengan Perlakuan Konsentrasi Alkali pada Umur Panen yang Berbeda. Jurnal
Pengolahan dan Bioteknologi Hasi lPerikanan, 3(4):98-105.
Sumich, J.L. 1992. Marine Life an Introdution to The Biology of Marine Life. Wm. C. Brown Publisher.
Lowa.
Tjitrosoepomo, G. 1989. Taksonomi Tumbuhan (Schizophyta, Thallophyta, Bryophyta,
Pteridophyta).GadjahMada University Press. Yogyakarta.
Trono, G. C. 1997. Seaweed Resources Of The Philippines. Buereau of Agricultural Research.
Department of Agricultural, Diliman, Quezon City.
Van Reine, W. F. P., dan Trono, G. C. 2002. Plant Resources of South East Asia. Prosea. Bogor.
Wentworth, C.K. 1992. A Scale of Grade and Class Terms for Clastis Sediments. Journal Geology.
30(377): 377-392.
Winarno, F.G. 1996. Teknologi Pengolahan Rumput Laut. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai