Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

I. Latar Belakang
Banyaknya jenis-jenis bakteri yang terdapat di alam ini baik yang bersifat
patogen maupun nonpatogen memicu berkembangnya teknologi-teknologi berbagai
cara untuk mengidentifikasi mikroba ataupun bakteri untuk memastikan spesies dari
bakteri yang diuji.
Identifikasi bakteri pada saat ini masih dilakukan secara konvensional melalui
studi morfologi dan biokimia menggunakan buku sumber Bergey’s Manual of
Systematic Bacteriology. Metode identifikasi konvensional hanya berhasil mendeteksi
satu atau dua jenis bakteri saja atau satu persen dari total mikroba dalam tanah. Metode
ini memperbesar kemungkinan bakteri lain yang memiliki fenotip yang sama
teridentifikasi menjadi spesies yang sama, padahal keduanya belum tentu secara genetik
memiliki kesamaan. Sementara itu, bakteri jenis tertentu terkadang memiliki
kemampuan membentuk endospora, sehingga hanya aktif pada waktu tertentu sesuai
kondisi optimum pertumbuhannya. Hal ini dapat menghambat proses identifikasi
bakteri menggunakan metode konvensional.
Untuk mengidentifikasi secara pasti pada tingkatan spesies diperlukan analisis
lanjut secara molekuler. Teknik identifikasi menggunakan metode biologi molekuler
telah berhasil mengidentifikasi kelompok mikroorganisme dari lingkungan secara
spesifik. Teknologi analisis sikuen gen 16S rRNA atau 16S rDNA, gen yang mengkode
RNA ribosomal pada subunit kecil ribosom dan memiliki urutan yang khas dan berbeda
pada setiap bakteri, sehingga bisa dijadikan penanda molekuler untuk proses
identifikasi, memiliki keuntungan seperti bersifat universal, representatif, dan praktis
untuk mengkonstruksi kekerabatan filogenetik pada tingkat spesies. Oleh karena itu,
dalam penelitian ini akan dilakukan identifikasi secara molekuler untuk mengetahui
kelompok mikroorganisme dari lingkungan secara spesifik dengan memasukkan
sekuens 16S rRNA sampel dalam bentuk format FASTA yang diinput ke dalam situs
NCBI.

II. TUJUAN DAN MANFAAT PRAKTIKUM


1. Tujuan Praktikum
A. Mahasiswa memahami tahap-tahap identifikasi mikroorganisme secara
molekuler
B. Mahasiswa mampu menganalisis sampel berupa urutan nukleotida yang
diberikan dengan software BLASTn dan NCBI hingga mendapatkan
kesimpulan dan hasil identifikasi

2. Manfaat Praktikum
A. Dapat melakukan teknik identifikasi bakteri secara molekular berdasarkan
informasi materi genetik
B. Dapat memberikan kesimpulan mengenai spesies bakteri yang diuji melalui
identifikasi bakteri secara molekuler berdasarkan informasi genetik
III. RUMUSAN MASALAH
Metode identifikasi konvensional hanya berhasil mendeteksi satu atau dua jenis bakteri
saja atau satu persen dari total mikroba. Teknik yang saat ini populer untuk
mengidentifikasi dan menganalis komunitas mikroorganisme tanah adalah dengan
menggunakan teknologi analisis sekuen gen 16S rRNA atau 16S rDNA. Metode ini
memiliki keunggulan karena urutan basa nitrogen dari seluruh spesies bakteri yang
telah ditemukan dapat dijadikan pedoman apabila ditemukan spesies baru. Sehingga,
rumusan masalah di atas dapat diuraikan menjadi pertanyaan penelitian sebagai berikut
:
A. Bagaimana hasil dari sekuens sampel genetik dalam FASTA format?
B. Bagaimana hasil dari BLAST identifikasi bakteri secara molekuler
berdasarkan informasi materi genetik?
C. Apakah jenis bakteri yang diperoleh dari hasil identifikasi bakteri secara
molekuler berdasarkan informasi materi genetik?

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Metode identifikasi bakteri secara garis besar dapat dibagi menjadi teknik genotipik
yang berdasarkan pada profil materi genetik suatu organisme (utamanya DNA) dan teknik
fenotipik yang berdasarkan pada baik profil sifat metabolik maupun beberapa aspek komposisi
kimianya. Sebelum berkembangnya teknik biologi molekuler, mikrobia dikarakterisasi
berdasarkan sifat morfologi, fisiologi, dan koloninya. Biotyping, serotyping,bacteriocin typing,
phage typing, pola kerentanan terhadap anti mikrobia, dan metode berbasis protein lainnya
merupakan contoh metode fenotipik yang umumnya digunakan.

Dasar Klasifikasi Bakteri


Kelemahan metode
fenotipik terkait
tingkat

reprodusibilitasnya, dimana metode tersebut memberikan hasil yang berbeda-beda apabila


diulang, sehingga dianggap kurang handal (reliable). Selain itu, metode ini juga
mengkarakterisasi organisme berdasarkan produk ekspresi gen yang sangat sensitif terhadap
berbagai macam kondisi lingkungan seperti suhu pertumbuhan, fase pertumbuhan dan mutasi
spontan. Kelemahan metode fenotipik ini menjadi dasar pengembangan metode genotipik
berbasis DNA. Sehingga, metode genotipik berbasis DNA menjadi lebih popular dan diterima
secara luas karena bersifat reprodusibel, praktis, menunjukkan perbedaan antar spesies yang
lebih kontras serta dapat membantu menghindari duplikasi strain. Metode genotipik ini dapat
dibagi menjadi dua kelompok, yaitu teknik berbasis sidik jari atau pola dan teknik berbasis
sekuen atau urut DNA.
1. Analisis Sidik Jari Menggunakan rep-PCR

Sebelumnya telah disebutkan bahwa salah satu metode genotipik untuk identifikasi
bakteri adalah teknik berdasarkan sidik jari atau pola. Teknik ini secara khusus
menggunakan metode sistematis dalam menghasilkan serangkaian fragmen dari DNA
kromosom organisme. Fragmen ini selanjutnya dipisahkan berdasarkan ukuran untuk
menghasilkan suatu profil atau sidik jari yang bersifat unik untuk organisme tersebut dan
kerabat terdekatnya. Cukup dengan informasi ini, seseorang dapat membuat perpustakaan
atau database sidik jari organisme yang telah dikenal dan dibandingkan dengan organisme
uji. Ketika profil dari kedua organisme tersebut cocok, maka mereka dapat dianggap
berkerabat dekat, biasanya pada tingkat strain atau spesies .
Ada beberapa macam teknik sidik jari yang telah digunakan secara luas terutama untuk
identifikasi strain bakteri di bidang epidemiologi serta ekologi mikrobia. Secara garis besar
ada dua pendekatan umum dari teknik sidik jari untuk menentukan strain bakteri (Demezas,
2011). Pertama, berdasarkan analisis RFLP yang mendeteksi variasi sekuens dengan
membandingkan ukuran dan jumlah fragmen restriksi yang dihasilkan melalui pemotongan
DNA oleh enzim restriksi. Kedua, variasi multipel amplikon dengan ukuran berbeda yang
merupakan produk amplifikasi dengan primer. Kelompok kedua ini mencakup repetitive
sequence based-Polymerase Chain Reaction (rep-PCR) (Versalovic et al., 1994), Randomly
Amplified Polymorphic DNA (RAPD).
Rep-PCR pertama kali diperkenalkan oleh Versalovic et al.(1991) dan menghasilkan
sidik jari DNA yang terdiri atas multipel amplikon DNA dengan ukuran berbeda-beda.
Amplikon ini mengandung segmen kromosom DNA yang bersifat unik yang berada
diantara sekuen repetitif, dimana sekuen repetitif tersebut menjadi target penempelan
primer (tabel 1) dengan sekuen repetitif.
Ada tiga elemen sekuen DNA repetitif yang bersifat konservatif yang biasa digunakan
untuk tujuan typing, yaitu sekuen REP, ERIC, dan BOX (Genersch & Otten, 2003).
Elemen REP (Repetitive Extragenic Palindromic) merupakan unit palindromik yang
mengandung loop yang bervariasi pada struktur stem-loopnya (Stern et al., 1984). Elemen
ERIC (Enterobacterial Repetitive Intergenic Consensus) ditandai dengan struktur
palindromik pusat yang bersifat konservatif (Hulton et al., 1991). Sementara elemen BOX
terdiri atas beberapa subunit berbeda yang bersifat konservatif, yaitu boxA, boxB, dan
boxC dan hanya boxA yang diketahui memiliki sekuen yang sangat konservatif pada
banyak bakteri.

Primer yang umum digunakan pada rep-PCR

rep-PCR telah banyak digunakan untuk berbagai tujuan, antara lain untuk identifikasi
methylobacter yang berasosiasi dengan tanaman, untuk membedakan strainEschericia coli dari
ekologi yang berbeda, serta untuk penentuan diversitas genetik pada Pseudomonas
fluorescence.
Contoh Profil REP-PCR serta dendrogramnya

2. Identifikasi Bakteri dengan sekuen 16S rDNA dan gengyrB.

Untuk identifikasi bakteri berbasis sekuen biasanya digunakan suatu marker, baik yang
terdapat pada daerah gen maupun daeah DNA non-koding, dengan karakteristik antara lain:
pertama, sebagian besar merupakan housekeeping gene yang ada pada semua bakteri;
kedua, memiliki polimorfisme yang tinggi sehingga membuatnya dapat dibedakan antara
bakteri yang juga berbeda; ketiga, marker molekuler tersebut harus bersifat sangat
konservatif pada beberapa daerah sehingga memudahkan untuk mendesain primer yang
tepat untuk proses amplifikasi dengan PCR. Ada beberapa gen dan daerah DNA yang
memiliki kesemua ciri tersebut dan telah digunakan secara luas untuk identifikasi bakteri,
diantaranya gen 16S rRNA, gen 23S rRNA, daerah ITS, gen rpoB, gen gyrB dan gen recA.
Pada tahun 1960-an, Dubnau et al. melaporkan sifat konservatif gen 16S rRNA pada
Bacillus spp. Penggunaan gen 16S rRNA yang luas untuk identifikasi dan taksonomi
kemudian digagas oleh Woese et al. (1980) yang menunjukkan bahwa hubungan
filogenetik bakteri, termasuk semua bentuk kehidupan, dapat ditentukan dengan
membandingkan suatu bagian kode genetik yang bersifat stabil. Kandidat untuk daerah ini
termasuk gen yang mengkode 5S, 16S, 23S rRNA, maupun daerah IGS (Intergenic Spacer)
(Clarridge, 2004). Akan tetapi gen 5S rRNA (120 bp) dan 23S rRNA (3300 bp) telah
terbatas penggunaannya. Gen 16S rRNA (1650 bp) merupakan marker yang paling sering
digunakan dan telah merevolusi bidang sistematika mikrobia.
Gen 16S rRNA mengkode rRNA subunit kecil ribosom organisme prokariot. Gen tersebut
banyak digunakan dalam analisis filogenetik karena terdistribusi secara universal, bersifat
konservatif, memiliki peran penting pada ribosom dalam sintesis protein, tidak ditransfer
secara horizontal, serta kecepatan evolusi dengan variasi tingkat yang tepat di antara
organisme. Molekul 16S rRNA memiliki daerah variabel dan konservatif, dimana primer
universal untuk amplifikasi gen 16S rRNA secara lengkap biasanya dipilih dari daerah
konservatif tersebut, sementara daerah variabel lebih banyak digunakan untuk taksonomi
perbandingan.
Gen gyrB menyandi subunit B protein DNA girase, DNA topoisomerase tipe II, yang
berperan penting dalam replikasi DNA dan terdistribusi secara universal di antara spesies
bakteri. Kecepatan evolusi molekuler dari gen gyrB lebih cepat dibandingkan sekuen 16S
rRNA. Sekuen gen gyrB telah banyak digunakan untuk identifikasi spesies bakteri, seperti
spesies Campylobacter, kelompok Bacillus subtilis , kelompokBacillus cereus , dan spesies
Pandorea.

BAB III
METODELOGI PENELITIAN

A. ALAT DAN BAHAN


Alat yang digunakan: Laptop yang terhubung dengan internet
Bahan yang digunakan: Sampel berupa urutan nukleotida

A. TEMPAT PRAKTTIKUM
Laboratorium Mikrobiologi Fakultas Farmasi Universitas Pancasila

B. CARA KERJA

1. Dibuka website NCBI di www.ncbi.nlm.nih.gov kemudian diklik “BLAST”


2. Diklik “Nucleotide BLAST”

3. Kode genom dimasukkan ke dalam kolom seperti tertera pada gambar

4. Diklik “BLAST”
5. Diperoleh hasil sebagai berikut, kemudian diklik hasil paling atas yang memiliki
Query Cover sebesar 100% atau mendekati 100%

6. Diperoleh hasil sebagai berikut :


BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL PENGAMATAN
(Terlampir)
B. PEMBAHASAN

(Andreas Yansen – 2015210019)

1. National Center for Biotechnology Information (NCBI) merupakan hasil dari


berbagai kelompok penelitian lintas ilmu yang berfungsi menyediakan maupun
menyempurnakan pengetahuan mengenai biologi molekuler. Dibentuk pada tahun
1988 di Bethesda, Maryland, USA sebagai pelengkap dari Institut Kesehatan
Nasional (NIH) dan Perpustakaan Obat Nasional (NLM). NCBI merupakan
lembaga yang didirikan untuk membantu memahami mekanisme molekuler yang
mempengaruhi kesehatan manusia dan penyakit dengan cara :
 Membuat dan memelihara database publik
 Mengembangkan perangkat lunak untuk menganalisis data genom
 Melakukan penelitian dalam biologi komputasi
Fokus kegiatan NCBI adalah penelitian biologi murni. Biologi molekuler sebagai
jalan untuk mengembangkan penelitian dan membuka pemahaman mengenai
biomedis.
2. NCBI memiliki tujuan untuk mengembangkan teknologi informasi terbaru yang
membantu dalam pemahaman proses molekuler dan genetik yang mendasar
sebagai pengontrol kesehatan dan penyakit. Sistem analisis pada NCBI berguna
untuk menyimpan dan menelaah pengetahuan tentang biologi molekuler,
biokimia, genetika, dan memfasilitsi penggunaan database dan perangkat lunak
oleh para peneliti maupun komunitas medis. Pengumpulan informasi bioteknologi
secara nasional maupun internasional yang terkoordinasi dengan penelitian
berbasis komputer dan pengolahan informasi dalam menganalisis struktur dan
fungsi molekul biologis penting.
3. Berdasarkan hasil identifikasi mikroorganisme secara molekuler ini, diperoleh
hasil yakni bakteri Echerechia coli strain MS7163 yang teridentifikasi sebesar 99%
dengan Query coverage sebesar 100%. Query coverage adalah persentasi dari
panjang nukleotida yang selaras dengan database yang terdapat pada BLAST.
4. Berdasarkan phylogenetic tree Escherechia coli strain MS7163 berkerabat dekat
dengan Escherechia coli strain ZHRA3. Dan Gracilibacilllushalotolerans
berkerabat dekat dengan Gracillibacillusdipsosauri. Bacillusvelezeins berkerabat
dekat dengan Bacillussubtilisstrain.

BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
(Andreas Yansen-2015210019)
 Berdasarkan kode genom yang diperiksa, diperoleh hasil yakni bakteri
Echerechia coli strain MS7163.
 Dari hasil percobaan yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa sampel uji
menunjukkan adanya kemiripan dengan Escherechia coli strain MS7163
dengan kemiripan 99%. Berdasarkan phylogenetic tree Echerechia coli strain
MS7163 berkerabat dekat dengan Escherechia coli strain ZHRA3.

BAB VI
DAFTAR PUSTAKA

1. https://www.scribd.com/document/326093587/PENGENALAN-NCBI
2. https://www.ncbi.nlm.nih.gov/
3. https://www.nlm.nih.gov/pubs/factsheets/ncbi.html

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai