Review Article
Identifikasi Bakteri secara Molekular Menggunakan 16S rRNA
Shafa Noer1*
1
Fakultas MIPA, Prodi Pendidikan Biologi, Universitas Indraprasta PGRI
*email: shafa_noer@yahoo.co.id
dari DNA yang sekarang paling umum digunakan rRNA, karena memiliki hasil analisis yang serupa
untuk tujuan taksonomi untuk bakteri adalah gen tanpa harus mensekuensing genom utuh dari suatu
16S ribosomal Ribonucleic acid (16S rRNA) bakteri.
(Bottger, 1989). Sedangkan gen lainnya seperti 5S
dan 23S dinilai lebih sulit untuk diterapkan dalam
identifikasi bakteri. Karena kecepatan analisis dan
kepraktisannya, maka tidak mengherankan saat
ini gen 16S rRNA banyak digunakan dalam
berbagai bidang penelitian bakteriologi terutama
untuk tujuan identifikasi (Akihary & Kolondam,
2020).
PEMBAHASAN
Keterbatasan Penggunaan Sekuens 16S rRNA utama dalam dinding sel bakteri. Selanjutnya,
dalam Identifikasi Bakteri dilakukan penambahan deterjen Sodium
Pada beberapa genus, terdapat daerah dodecyl sulfate (SDS) bertujuan untuk
'blindspots', di mana urutan 16S rRNA tidak menghancurkan lapisan lemak pada membran
memiliki perbedaan yang cukup untuk sel (Clark & Pazdernik, 2009).
pengidentifikasian spesies tertentu. Dalam keadaan Protein merupakan pengotor utama dalam
ini, target alternatif harus diteliti. Sebagai contoh, ekstraksi DNA dari bakteri dan dapat dirusak
groEL adalah gen penting yang umum digunakan dengan menambahkan proteinase K. Fenol
selain 16S rRNA yang berguna untuk klasifikasi digunakan untuk mengekstrak protein sel.
dan identifikasi dari banyak kelompok bakteri, Pelarut organik ini dapat mengendapkan protein
seperti Staphylococci dan spesies Burk holderia tetapi membiarkan asam nukleat (DNA dan
(Kwok & Chow, 2003). Sekuens 16S rRNA juga RNA) tetap dalam larutan (Brown, 1991).
memiliki keterbatasan bagi beberapa spesies 2. Amplifikasi gen 16S rRNA
Staphylococcus tertentu. Oleh karena itu, urutan DNA yang telah diekstraksi digunakan
gen groEL dan tuf telah diusulkan sebagai metode sebagai cetakan untuk mengamplifikasi segmen
molekuler yang lebih sesuai untuk sekitar 500 atau 1.500 bp dari urutan gen 16S
mengidentifikasi spesies Staphylococcus (Heikens rRNA menggunakan Polymerase chain
et al., 2005). reaction (PCR). Primer yang umum atau primer
Selain itu, jika seseorang ingin membandingkan universal yang komplementer dengan daerah
galur untuk tujuan epidemiologi atau untuk yang dilestarikan digunakan sehingga daerah
mendeteksi galur yang memiliki faktor virulensi tersebut dapat diamplifikasi dari bakteri apa
tertentu, analisis gen 16S rRNA juga tidak saja. Produk PCR kemudian dimurnikan untuk
memadai karena tidak memiliki variasi yang menghilangkan kelebihan primer dan
cukup, dan wilayah ini tidak menyandikan faktor nukleotida.
virulensi (Sacchi et al., 2002). 3. Elektroforesis
Kekurangan lainnya adalah seperti pada metode Langkah berikutnya adalah proses
molekular lainnya, identifikasi menggunakan 16S visualisasi gen 16S rRNA. Gen yang telah
rRNA tidak dapat menjamin kesamaan dalam hal diamplifikasi, diseparasi dengan menggunakan
fisiologi dan morfologi suatu bakteri, walaupun elektroforesis gel. Visualisasi dilakukan
hasil analisis 16S rRNA nya menunjukan menggunakan pewarna tertentu dan dideteksi
keidentikan (Akihary & Kolondam, 2020). Untuk dengan sinar UV pada UV-transiluminator
mengatasi hal seperti ini tentu metode (Kepel & Fatimawali, 2015). Hasil deteksi ini
konvensional tetap perlu dilakukan sebagai dapat didokumentasikan menggunakan alat
pembanding. khusus yang disebut gel documentation system
(gel-doc).
Langkah-Langkah dalam Identifikasi 4. Sekuensing DNA
Menggunakan Metode 16S rRNA Setelah kita mengetahui panjang dari basa
Secara umum, langkah-langkah yang terminal dari setiap fragmen, urutan basa dapat
diperlukan dalam menganalisis daerah 16S rRNA ditentukan. DNA Sekuencing dapat dilakukan
bakteri adalah sebagai berikut: baik dengan Metode Sanger atau dengan
1. Ekstraksi DNA Bakteri menggunakan Sequencers DNA modern. Saat
Terdapat beberapa metode ekstraksi DNA ini, ketersediaan alat di Indonesia masih sangat
yang dapat digunakan untuk sekuensing 16S terbatas, sehingga biasanya untuk melakukan
rRNA. Pemilihan metode ekstraksi bergantung proses sekuensing, laboratorium/peneliti
pada sumber sampel DNA dan tingkat mengirimkan sampel melalui jasa sekuensing
kemurnian yang diinginkan. Saat ini, telah yang terdapat di luar negeri maupun
banyak kit yang tersedia di pasaran untuk laboratorium terpilih di Indonesia.
mencapai hasil yang efisien dan hasil yang 5. Membandingkan Hasil Sekuensing dengan
murni dalam waktu singkat. Bank Data
Untuk melepaskan DNA dari sel, membran Hasil sekuensing kemudian digunakan untuk
sel harus dihancurkan terlebih dahulu. Metode melakukan pencarian kemiripan sekuen dengan
umum yang digunakan pada bakteri adalah database yang tersedia. Tehnik yang umum
dengan menggunakan enzim lysozyme. Enzim digunakan adalah Basic Local Alignment
ini memotong peptidoglikan yaitu komponen Search Tool (BLAST) dengan menggunakan
Pedoman yang direkomendasikan untuk 2. Ukuran minimum gen yang disekuensing 500-
penggunaan sekuensing gen 16S rRNA 525 bp. Ukuran ideal yang disekuensing adalah
Terdapat beberapa rekomendasi yang sangat 1.300-1500 bp dengan posisi ambiguitas <1%.
berguna dalam sekuensing 16S RNA saat 3. Kriteria yang digunakan dalam identifikasi
mengindentifikasi bakteri. Rekomendasi tersebut spesies adalah dikatakan mirip jika tingkat
adalah (Janda & Abbott, 2007): kesamaan sekuens >99% atau idealnya >99,5%.
1. Diperlukan informasi profil fenotip dari galur- Untuk kecocokan ke spesies terdekat berikutnya
galur khusus yang akan di sekuensing untuk dengan skor jarak <0,5%, sifat lain, termasuk
mencegah terjadinya kesukaran dalam analisis fenotipe, harus dipertimbangkan pada tahap
data gen 16S rRNA. Untuk identifikasi galur akhir identifikasi spesies.
tertentu dibutuhkan gen housekeeping lain
contohnya rpoB. Beberapa galur yang KESIMPULAN
membutuhkan gen housekeeping contohnya
adalah: Aeromonas veronii, Bacillus anthracis, Metode identifikasi menggunakan 16S rRNA
B. cereus, B. globisporus, B. psychrophilus, merupakan salah satu metode yang saat ini paling
Bordetella bronchiseptica, B. parapertussis, B. banyak digunakan untuk mengidentifikasi bakteri.
pertussis, Burkholderia cocovenenans, B. Selain cara yang relatif mudah, waktu yang cepat,
gladioli, B. pseudomallei, B. thailandensis, teknik keberhasilan atau ketepatan dari metode ini
Edwardsiella tarda, E. hoshinae, E. ictaluri, juga menunjukkan hasil yang tinggi. Untuk
Enterobacter cloacae, Neisseria cinerea, N. sekuensing, gen yang digunakan dapat berupa gen
meningitides, Pseudomonas fluorescens, P. penuh sepanjang 1500 bp maupun gen sebagian
jessenii, Streptococcus mitis, S. oralis, dan S. (lebih kurang 500 bp). Langkah secara umum
pneumonia. adalah ekstraksi DNA, amplifikasi daerah 16S
menggunakan PCR, visualisasi gen, sekuensing,
lalu hasil sekuensing dibandingkan dengan
database yang ada. Disamping berbagai and phenotypic methods for species-level
kelebihannya, ternyata metode ini juga memiliki identification of clinical isolates of coagulase-
beberapa kekurangan diantaranya tidak sesuai negative staphylococci. J. Clin. Microbiol, 43,
digunakan untuk spesies tertentu. 2286–2290
Janda, J. M., & Abbott, S. L. (2007). 16S rRNA
DAFTAR PUSTAKA gene sequencing for bacterial identification in
the diagnostic laboratory: Pluses, perils, and
Akihary, C. V., & Kolondam, B. J. (2020). pitfalls. Journal of Clinical Microbiology,
Pemanfaatan gen 16S RNAa sebagai perangkat 45(9), 2761–2764.
identifikasi bakteri untuk penelitian-penelitian Kepel, B., & Fatimawali. (2015). Penentuan jenis
di Indonesia. Pharmacon, 9(1), 16–22. dengan analisis gen 16SrRNA dan uji daya
Bansal, A. K., & Meyer, T. E. (2002). Evolutionary reduksi bakteri resisten merkuri yang diisolasi
analysis by whole genome comparisons. J. dari feses pasien dengan tambalan amalgam
Bacteriol, 184, 2260–2272. merkuri di Puskesmas Bahu Manado. Jurnal
Bottger, E. C. (1989). Rapid determination of Kedokteran YARSI, 23(1), 45–55.
bacterial ribosomal RNA sequences by direct Kwok, A. Y., & Chow, A. W. (2003). Phylogenetic
sequencing of enzymatically amplied DNA. study of Staphylococcus and Macrococcus
FEMS Microbiol. Lett, 65, 171–176. species based on partial hsp60 gene sequences.
Brown, T.A. (1991). Pengantar Kloning Gen In. J. Syst. Evol. Microbiol, 53, 87–92.
(Muhammad, S. A & Praseno, Penerjemah). Rinanda, T. (2011). Analisis sekuensing 16S rRNA
Yayasan Essentia Medica: Yogyakarta. di bidang mikrobiologi. Jurnal Kedokteran
Cai, H., Archambault, M., & Prescott, J. F. (2003). Syiah Kuala, 11, 172-177.
16S ribosomal RNA sequence–based Sacchi, C. T., Whitney, A. M., Mayer, L.W.,
identification of veterinary clinical bacteria. J Morey, R., Steigerwalt, A., Boras, A., Weyant,
Vet Diagn Invest, 15, 465–469. R.S., & Popovic, T. (2002). Sequencing of
Chen, H., Hulten, K., & Clarridge III, J. E. (2002). 16SrRNA gene: a rapid tool for identication of
Taxonomic sub groups of Pasteurella Bacillus anthracis. Emerg. Infect. Dis, 8, 1117–
multocidacor relate with clinical presentation. 1123.
J. Clin. Microbiol, 40, 3438–3441. Sacchi, C. T., Whitney, A. M., Reeves, M. W.,
Clark, D. P., & Pazdernik, N. J. (2009). Mayer, L. W., & Popovic, T. (2002). Sequence
Biotechnology Applying the Genetic diversity of Neisseria meningitides 16S rRNA
Revolution. Elsevier Academic Press: London. genes and use of 16S rRNA gene sequencing as
Fox, G. E., Magrum, L. J., Balch, W. E., Wolfe, R. a molecular sub typing tool. J. Clin. Microbiol,
S., & Woese, C. R. (1977). Classification of 40, 4520–4527.
methanogenic bacteria by 16S ribosomal RNA Woese, C. R., Stackebrandt, R., Macke, T. J., &
characterization. Proc Natl Acad Sci, 74, 4537– Fox, G. E. (1985). A phylogenetic definition of
4541. the major eubacterial taxa. Syst. Appl.
Heikens, E., Fleer, A., Paauw, A., Florijn, A., & Microbiol, 6, 143–151.
Fluit, A. C. (2005). Comparison of genotypic