Anda di halaman 1dari 9

IDENTIFIKASI ACTINOBACTERIA POTENSIAL SECARA

MOLEKULER BERDASARKAN GEN 16S rRNA

Nama : Kayla Aisyi Humaira


NIM : B1A021011
Kelompok :1
Rombongan : II
Asisten : Hilda Ayu Swastika

KEMENTERIAN PENDIDIKAN DAN KEBUDAYAAN


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2023

30
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Identifikasi molekuler terhadap actinomycetes dapat dilakukan dengan


berbagai pendekatan. Identifikasi gen-gen tertentu yang menjadi penanda suatu
tingkat takson dalam actinomycetes telah banyak dikembangkan. Sebagai contoh
identifikasi small sub unit (SSU) DNA, large sub unit (LSU) DNA, dan
multilocus gene. Analisis gen 16S rRNA dalam SSU merupakan metode
identifikasi actinomycetes yang paling sering digunakan (Nurkanto & Agusta,
2015).
Identifikasi gen 16S rRNA didasarkan pada banyak faktor. Gen 16S rRNA
bersifat multi copy karena terdapat sekitar 150-300 copy di dalam genom. Hal
tersebut mempermudah untuk mendapatkannya dalam genom. Dalam gen 16S
rRNA terdapat daerah variabel dan konservatif yang dapat dijadikan pembeda
antar spesies. Secara umum, gen 16S rRNA adalah gen non fungsional dan
bersifat lebih konservatif karena evolusi berjalan lambat. Database tentang bakteri
berdasarkan identifikasi 16S rRNA sudah banyak sehingga memudahkan dalam
pembandingan. Perpindahan gen 16S rRNA secara horizontal tidak dapat terjadi
sehingga dapat dijadikan penanda spesies. Gen 16S rRNA bersifat universal pada
bakteri (Nurkanto & Agusta, 2015).
Identifikasi actinomycetes data sekuen 16S rDNA relatif kompleks.
Spesies actinomycetes yang sama umumnya memiliki homologi sequence gen
16S rDNA di atas 98 %. Nilai homologi 98 % atau kurang mengindikasikan
spesies yang berbeda. Walaupun demikian, dalam beberapa kasus actinomycetes
dapat dikelompokkan menjadi spesies baru walaupun homologi 16S rDNA di atas
99 %. Hal tersebut terjadi jika nilai homologi hibridisasi DNA-DNA rendah, atau
kurang dari 70 % (Nurkanto & Agusta, 2015).

31
B. Tujuan

Tujuan dari praktikum Identifikasi Actinobacteria Potensial Secara


Molekuler Berdasarkan Gen 16S rRNA adalah memberikan pemahaman kepada
mahasiswa tentang cara dan teknik identifikasi Actinobakteria secara morfologi
dan molekuler.

32
II. TINJAUAN PUSTAKA

Gen pengkode rRNA digunakan untuk menentukan taksonomi, filogeni


(hubungan evolusi) serta memperkirakan jarak keragaman antar spesies (rates of
species divergence) bakteri. Perbandingan sekuens rRNA dapat menunjukkan
hubungan evolusi antar organisme. Panjang urutan gen 16S rRNA adalah sekitar
1.550 bp dan terdiri dari daerah yang dilestarikan (conserved regions). Gen ini
relatif cukup besar, dengan polimorfisme interspesifik, untuk memperlihatkan
perbedaan dan pengukuran yang valid secara statistik. Primer universal biasanya
digunakan sebagai pelengkap ke daerah yang dilestarikan pada bagian awal gen
dan di kedua wilayah 540-bp atau pada akhir urutan (sekitar wilayah 1.550 bp),
dan urutan pada daerah variabel diantaranya digunakan untuk taksonomi
perbandingan. Meskipun ukuran yang umum digunakan untuk sekuens dan
membandingkan adalah 500 dan 1.500 bp, namun urutan dalam database dapat
lebih bervariasi (Noer, 2021).
Urutan gen 16Sr RNA telah ditentukan untuk sejumlah besar tingkat
spesies bakteri bahkan ditingkat galur. Gen Bank, bank data terbesar untuk urutan
nukleotida, memiliki lebih dari 20 juta urutan, di mana lebih dari 90.000 adalah
gen 16S rRNA. Ini berarti bahwa ada banyak urutan sekuens disimpan untuk
dapat dibandingkan dengan sekuens galur yang belum teridentifikasi (Noer, 2021).
Gen 16S rRNA bersifat universal untuk bakteri, sehingga hubungan
filogeni dapat diukur antar semua spesies bakteri. Secara umum, perbandingan
urutan gen 16S rRNA memungkinkan diferensiasi antar organisme di tingkat
genus pada semua filum utama bakteri dengan tujuan mengklasifikasikan galur di
berbagai tingkat, termasuk dalam tingkat spesies dan sub spesies (Noer, 2021).
Keuntungan dari analisis 16S rRNA dalam identifikasi bakteri adalah tingkat
akurasi dan keefektifan yang tinggi serta singkatnya waktu dalam proses
identifikasi terlebih jika dibandingkan dengan metode konvensional (Akihary &
Kolondam, 2020).

33
III. MATERI DAN METODE

A. Materi

Bahan yang digunakan untuk ekstraksi DNA dalam praktikum antara lain
isolat actinomycetes, medium SCNB, buffer TE 1x, buffer STE, tenderizer 50%,
SDS 10%, kloroform, isopropanol, gel agarose, dan etanol 70%. Bahan yang
digunakan untuk Amplifikasi Gen 16S rRNA dalam praktikum antara lain primer
16S universal forward pA (95’ AGA GTT TGA TCC TGG CTC AG 3’), primer
reverse pH (5’ AAG GAG GTG ATC CAG CGG CA 3’), dan komposisi reaksi
PCR (Volume 50 µL): akuabides (ddH2O) 19 µL, Thermo Kit PCR mix 2x 25 µL,
DNA template 2 µL, primer forward 2 µL, primer reverse 2 µL.
Alat yang digunakan untuk ekstraksi DNA dalam praktikum antata lain
tube ukuran 1,5 mL, mesin sentrifugasi, vortex, elektroforesis, shaker incubator,
dan UV transilluminator. Alat yang digunakan untuk Amplifikasi Gen 16S rRNA
dalam praktikum antara lain mesin PCR, vortex, dan UV transilluminator.

B. Metode

Ekstraksi DNA isolate Aktinobakteria

Visualisasi DNA dengan Elektroforesis

Amplifikasi Gen 16S rRNA

34
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 4.1. Hasil Visualisasi Elektroforesis Rombongan 2

B. Pembahasan

Terdapat beberapa metode ekstraksi DNA yang dapat digunakan untuk


sekuensing 16S rRNA. Pemilihan metode ekstraksi bergantung pada sumber
sampel DNA dan tingkat kemurnian yang diinginkan. Saat ini, telah banyak kit
yang tersedia di pasaran untuk mencapai hasil yang efisien dan hasil yang murni
dalam waktu singkat. Untuk melepaskan DNA dari sel, membran sel harus
dihancurkan terlebih dahulu. Metode umum yang digunakan pada bakteri adalah
dengan menggunakan enzim lysozyme. Enzim ini memotong peptidoglikan yaitu
komponen utama dalam dinding sel bakteri. Selanjutnya, dilakukan penambahan
deterjen Sodium dodecyl sulfate (SDS) bertujuan untuk menghancurkan lapisan
lemak pada membran sel. Protein merupakan pengotor utama dalam ekstraksi
DNA dari bakteri dan dapat dirusak dengan menambahkan proteinase K. Fenol
digunakan untuk mengekstrak protein sel. Pelarut organik ini dapat
mengendapkan protein tetapi membiarkan asam nukleat (DNA dan RNA) tetap
dalam larutan (Noer, 2021).
DNA yang telah diekstraksi digunakan sebagai cetakan untuk
mengamplifikasi segmen sekitar 500 atau 1.500 bp dari urutan gen 16S rRNA
menggunakan Polymerase chain reaction (PCR). Primer yang umum atau primer
universal yang komplementer dengan daerah yang dilestarikan digunakan
sehingga daerah tersebut dapat diamplifikasi dari bakteri apa saja. Produk PCR
kemudian dimurnikan untuk menghilangkan kelebihan primer dan nukleotida.

35
Langkah berikutnya adalah proses visualisasi gen 16S rRNA. Gen yang
telah diamplifikasi, diseparasi dengan menggunakan elektroforesis gel. Visualisasi
dilakukan menggunakan pewarna tertentu dan dideteksi dengan sinar UV pada
UV-transiluminator (Kepel & Fatimawali, 2015). Hasil deteksi ini dapat
didokumentasikan menggunakan alat khusus yang disebut gel documentation
system (gel-doc) (Noer, 2021).

36
V. KESIMPULAN

Berdasarkan tujuan, dapat diambil kesimpulan bahwa cara dan teknik


identifikasi Actinobakteria secara morfologi dan molekuler adalah dengan
melakukan identifikasi Gen 16S rRNA. Terdapat beberapa metode ekstraksi DNA
yang dapat digunakan untuk sekuensing 16S rRNA. Pemilihan metode ekstraksi
bergantung pada sumber sampel DNA dan tingkat kemurnian yang diinginkan.

37
DAFTAR PUSTAKA

Akihary, C. V., & Kolondam, B. J., 2020. Pemanfaatan Gen 16S rRNA Sebagai
Perangkat Identifikasi Bakteri Untuk Penelitian-penelitian di Indonesia.
Pharmacon, 9(1), 16-22.
Kepel, B., & Fatimawali., 2015. Penentuan Jenis Aengan Analisis Gen 16S rRNA
dan Uji Daya Reduksi Bakteri Resisten Merkuri yang Diisolasi dari Feses
Pasien dengan Tambalan Amalgam Merkuri di Puskesmas Bahu Manado.
Jurnal Kedokteran YARSI, 23(1), 45-55.
Noer, S., 2021. Identifikasi Bakteri secara Molekular Menggunakan 16S rRNA.
Biological Science and Education, 1(1), pp 1-6.
Nurkanto, A., & Agusta, A., 2015. Identifikasi Molekular dan Karakterisasi
Morfo Fisiologi Actinomycetes Penghasil Senyawa Antimikroba. Jurnal
Biologi Indonesia, 11(2), pp. 195-203.

38

Anda mungkin juga menyukai