SISTEMATIKA MIKROBA
KLASIFIKASI MOLEKULER FILOGENETIK
BERDASARKAN GEN 16RRNA
OLEH :
NAMA : INDAH RAHMASARI
NIM : 08041181722045
KELOMPOK : IV (EMPAT)
ASISTEN : NUR ARIFAH
LABORATORIUM MIKROBIOLOGI
JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENEGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
INDRALAYA
Universitas Sriwijaya
2019
LAPORAN AKHIR
ACARA IV
Universitas Sriwijaya
(PCR) serta dapat ditentukan urutan nukleotidanya melalui sekuensing
(Rinanda, 2011).
IV. Metode Praktikum
4.1. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan pada praktikum ini adalah laptop, aplikasi Bioedit dan
aplikasi MEGA 6. Sedangkan bahan yang dibutuhkan pada praktikum data bakteri
yang di unduh pada Gen Bank.
Universitas Sriwijaya
dengan metode statistik Maximum Boostrap (Phylogeny >Construct/Test
boostrap). Digunakan tes filogeni berupa metode bootstrap (jumlah replikasi
sebanyak 500x) dan model substitusi Bacillus. Pohon filogenetik dievaluasi dan
disimpan dalam format gambar.
Universitas Sriwijaya
V. Hasil dan Pembahasan
V.1.Cladogram
Universitas Sriwijaya
pula hubungan kekerabatan keduanya. Hasil tersebut menandakan bahwa
kemungkinan besar tumbuhan pakoba dan jamblang berkerabat dekat, dan
bahkan cenderung sebagai spesies yang sama atau merupakan subspesies.
Pohon filogenetik yang dihasilkan disebut dengan cladogram. Menurut
Mirabella (2012), mengatakan bahwa cladogram merupakan cara yang akan
dipakai dalam mempresentasikan pohon filogenetik. Cladogram disini terdiri dari
clades. Clades dapat dikatakan merupakan alur yang akan menuju ke makhluk
hidup tertentu. Clades seperti cabang pada pohon yang berarah ke organisme
tertentu. Clade ini akan membentuk Cladogram yang akan membuat Pohon
Filogenetik yang kita perlukan. Cladogram juga diperhatikan panjangnya karena
menyatakan waktu yang menunjukan durasi evolusi yang terjadi pada organisme.
Suatu klasifikasi filogenik di dasarkan berdasarkan dengan sejarah jalur
evolusi. Menurut Arbi (2016), mengatakan bahwa sistematik filogeni
(phylogenetic taxonomy) yang biasa disebut dengan kladistik awalnya
dikembangkan oleh Willi Hennig. Dasar pemikirannya adalah berdasarkan sejarah
evolusi dari suatu organisme dengan organisme lainnya, sehingga proses evolusi
tersebut dapat direkonstruksi. Hubungan kekerabatannya akan dipahami apabila
proses evolusi selama pembentukan spesies dapat dideteksi dan direkam
(Arbi, 2016).
Gen 16s rRNA digunakan untuk menetukan kekerabatan antar organisme.
Gen ini memiliki banyak karakter dan tidak terevolusi gennya. Menurut Irawan et
al. (2016), mengatakan bahwa analisis sekuens gen 16s rRNA biasa digunakan
pada taksonomi modern mikrobia, karena dapat menentukan hubungan
kekerabatan antar taksa yang berjauhan, dan dapat digunakan untuk membedakan
antara genus dan spesies. Klasifikasi yang dignakan pada percobaan ini adalah
klasifikasi molekuler menggunakan data molekuler yang berasal dari materi
genetik, antara lain data sekuens DNA DNA hibridisasi, atau DNA fingerprinting.
Klasifikasi molekuler dapat mengetahui perbedaan antar strain mikroba secara
filogenik. Metode klasifikasi tersebut biasa menggunakan sekuens gen 16s r RNA.
Suatu syarat dari klasifikasi filogenetik yaitu karakter harus dari nenek
moyang atau karakter yang sedikit terevolusi. Menurut Muzzazinah (2017),
mengatakan bahwa prinsip utama dalam sistematik filogeni adalah bahwa hanya
Universitas Sriwijaya
karakter unik (shared derived characters) dari kelompok yang berdekatan yang
dimiliki oleh keturunannya dari satu moyang (apomorfi) yang benar digunakan
dalam mengelompokkan organisme, dan bahwa rekostruksi didasarkan pada
kelompok-kelompok monofili. Kelompok monofili merupakan semua keturunan
dari suatu takson leluhur yang dikelompokkan secara bersama-sama.
Karakter merupakan dasar untuk penentuan persamaan atau perbedaan
spesies. Persamaan dan perbedaan karakter menuntun ke sebuah perunutan leluhur
dari masing-masing spesies. Menurut Diana dan Lasmin (2016), mengatakan
bahwa beberapa karakter dari beberapa spesies yang dianalisa hubungan
kekerabatannya ada kalanya memiliki persamaan, sehingga memunculkan teori
leluhur bersama universal. Teori leluhur bersama universal dikombinasi dengan
pengetahuan biologis modern, dipakai untuk menarik prediksi. Prediksi-prediksi
ini kemudian dibandingkan dengan dunia nyata untuk melihat bagaimana teori ini
saat dicocokkan dengan bukti yang teramati. Dalam setiap kasus tetap ada
kemungkinan bahwa prediksiprediksi ini akan berlawanan dengan bukti empiris.
Setiap karakter kemudian diberi nilai dan dikelompokkan. Menurut
Arbi (2016), mengatakan bahwa karakter-karakter yang telah didapatkan
selanjutnya dilakukan pembobotan (priori character weighting) untuk
mendapatkan pohon filogeni yang paling mendekati gambaran kekerabatan taksa
di alam (parsimoni). Pembobotan terhadap setiap karakter memerlukan asumsi
yang cermat. Pembobotan karakter dapat menghasilkan karakter yang bersifat
biner maupun multistate. Karakter yang bersifat multistate atau memiliki banyak
turunan akan berpengaruh pada panjang pohon filogeni, yaitu lebih panjang
daripada pohon filogeni yang dihasilkan daripada karakter biner.
Outgrup digunakan untuk melihat karakter primitif dan karakter derivat dari
kelompok ingrup sehingga akan tebentuk pohon. Menurut Muzzazinah (2017),
mengatakan bahwa dalam analisis filogenetik diperlukan kelompok outgroup
dengan tujuan untuk mengetahui karakter primitif (plesiomorf) dan karakter
derivat (apomorf) dari kelompok ingroup serta untuk menentukan titik awal
pembentukan sebuah pohon filogenetik. Seleksi terhadap outgroup harus cermat,
yaitu dengan memilih kelompok takson yang memiliki hubungan kekerabatan
terdekat dengan ingroup tetapi tidak sedekat seperti anggota kelompok dalam
Universitas Sriwijaya
ingroup. Kelompok outgroup dapat diambil dari anakseksi, anakpuak, atau marga
terdekat.
Pohon filogenetik ini berguna dalam menentukan penggolongan mahluk
hidup dari taksa terendah hingga tertingi. Menurut Mirabella (2012), mengatakan
bahwa pembuatan pohon Filogenetik inilah yang mendasarkan manusia membuat
konsep Pohon kehidupan. Dimana pada dasarnya pohon kehidupan tersebut
merupakan pohon filogenetik yang menyangkut semua organisme yang hidup di
bumi ini. Melalui pohon kehidupan yang dibuat, penggolongan makhluk hidup
yang disebut dengan taksonomi juga dapat digunakan dengan lebih mudah.
Dimana pada dasarnya beberpaa spesies yang berbagi nenek-moyang yang sama
seharusnya mempunyai kekerabatan lebih dekat dan berbagi nama yang sama
dalam famili ataupun genus.
Pohon fiogenetik ini masih banyak dipertanyakan oleh ahli-ahli dunia
karena kepasiannya masih belum dipertanggungjawabkan. Menurut
Irawan et al. (2016), mengatakan bahwa masalah utama yang masih belum bisa
dipecahkan dari awal adalah, bagaimana manusia bisa mengetahui masa lampau
dan mempelajarinya sehingga dapat menyimpulkan ilmu evolusi ini. beberapa
penelitian seperti penemuan fosil dan menghitung umurnya, ataupun
perbandingan antar morfologi organisme dengan organisme lainnya memang
membantu meyakinkan akan ilmu ini, tetapi tetap saja hal tersebut masih belum
mempunyai kepastian yang dapat dipertanggungjawabkan.
Menurut Diana dan Lasmin (2016), data-data yang masih belum diketahui
kebenaran absolutnya ini merupakan sumber dari dibuatnya pohon filogenetik.
Data-data ini didapat berdasarkan analisa mengenai morfologi dari antar
organisme dan juga molekular, dimana pada bidang molekular telah dilakukan
riset mengenai transfer gen yang mungkin terjadi antara organisme. Dari semua
data yang ada ini maka bisa didapatkan hubunga kedekatan antar organisme yang
satu dan lainnya dan dapat direpresentasikan dalam matriks yang
menyederhanakan hubungan kedekatan antara organisme. Dari data tersebutlah
baru benar-benar dapat di buat pohon filogenetik.
Universitas Sriwijaya
VI. Kesimpulan dan Saran
6.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilakukan, maka dapat ditarik
kesimpulan sebagai berikut :
1. Hasil menandakan bahwa kemungkinan bakteri sampel dan Bacillus subtillis
strain S RS-35 berkerabat dekat.
3. Hasil menunjukkan jarak genetik antara bakteri sampel dan Bacillus subtillis
strain S RS-35 yaitu 0.02.
4. Semakin sedikit nilai jarak genetik antara dua organisme, semakin dekat
pula hubungan kekerabatan keduanya.
5. Pohon fiogenetik ini masih banyak dipertanyakan oleh ahli-ahli dunia karena
kepasiannya masih belum dipertanggungjawabkan.
6.2. Saran
Adapun saran yang dapat saya sampaikan pada praktikum ini yaitu dalam
menjalankan software Bioedit harus dilakukan dengan teliti dalam mencari
konsensus.
Universitas Sriwijaya
DAFTAR PUSTAKA
Arbi, U. Yanu. 2016. Analis Kladistik Berdasar Karakter Morfologi Untuk Studi
Filogeni: Contoh Kasus Pada Conidae (Gastropoda: Mollusca). Oseana.
41(3): 54-69.
Diana, Diy L. Dan Lasmini, Titi. 2016. Isolasi Dan Identifikasi Khamir Selulolitik
Dari Tanah Rizosfer Anggrek Puser Bumi (Pecteilis Susannae L.) Di Hutan
Wonosadi Gunung Kidul. Biogenesis. 4(1): 21-28.
Hadiprata, Putra, Mahardika., I.N. Wandita., dan T.S. Nindhia. 2015. Identifikasi
Spesies Ikan Kerapu Di Pasar Ikan Karangasem Dan Kedonganan Bali
Menggunakan DNA Mitokondria Gen 16s rRNA. Jurnal Veteriner. 16(3):
423-431.
Irawan, P., Tallei, T. dan Kolondam, Beivy. 2016. Analisis Sekuens dan
Filogenetik Beberapa Tumbuhan Syzygium (Myrtaceae) Di Sulawesi Utara
Berdasarkan Gen Matk. Jurnal Ilmiah Sains. 16(2): 43-50.
Mirabella, Monica. 2012. Pendekatan Pohon Dalam Filogenetik Flora. Skripsi.
Program Studi Teknik Informatika, Sekolah Teknik Elektro Dan
Informatika.
Muzzazinah. 2017. Metode Filogenetik Pada Indigofera. Prosiding Seminar
Nasional. Pendidikan Biologi Dan Biologi Jurusan Pendidikan Biologi,
Fakultas MIPA, Universitas Negeri Yogyakarta.
Pangestika, Y., Budiharjo, A., dan Kusumaningrum, H. 2015. Analisis Filogenetik
Curcuma Zedoaria (Temu Putih) Berdasarkan Gen Internal Transcribed
Spacer (ITS). Jurnal Biologi. 4(4): 8-13.
Rinanda, Tristia. 2011. Analisis Sekuensing 16s rRNA Di Bidang Mikrobiologi.
Jurnal Kedokteran Syiah Kuala Lumpur. 11(3): 172-177.
Universitas Sriwijaya