Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM

TAKSONOMI HEWAN BW-2101

ANALISIS FILOGENETIK

Disusun Oleh:
Adiva Aliyah Fatima
11518028
Kelompok 3

Asisten:
Irham Muhammad Dhafien
11517038

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Evolusi secara umum merupakan perubahan proporsi tipe biologis dalam
suatu populasi seiring berjalannya waktu (Millstein 2019).
Sistematika bertujuan untuk memahami dan mendeskripsikan
keanekaragaman suatu organisme (Gravendeel 2000) dan
mendokumentasikan perubahan yang terjadi selama evolusi dan
mengubahnya ke dalam sebuah sistem klasifikasi yang mencerminkan
evolusinya (Hidayat dan Pancoro 2008).
Ada dua metode yang dapat digunakan untuk merekonstruksi hubungan
evolusi sebuah kelompok organisme: fenetik dan kladistik/filogenetik.
Metode fenetik menaksir hubungan evolusi berdasarkan kepemilikan karakter
atau ciri yang sama dari anggota suatu kelompok, sedangkan metode
filogenetik mendasari sebuah hubungan pada perjalanan evolusi karakter atau
ciri dari setiap anggota suatu kelompok yang sedang dipelajari (Hidayat dan
Pancoro 2008).
Pesatnya perkembangan teknologi dalam biologi molekular, seperti PCR
(Polymerase Chain Reaction) dan sequencing DNA, penggunaan sequence
DNA dalam penelitian filogenetik telah meningkat pesat dan telah dilakukan
pada semua tingkatan taksonomi (Hidayat dan Pancoro 2006).

1.2 Tujuan
1. Menghitung jarak genetik antar spesies yang diamati.
2. Membuat pohon filogenetik menggunakan metode UPGMA dan
Neighbor-Joining.
3. Menentukan perbedaan hasil yang diperoleh pada filogram UPGMA dan
Neighbor-Joining.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Filogenetik


Filogenetik berasal dari bahasa Yunani, phyle dan phylon yang berarti suku
dan ras, serta genetikos yang berarti kerabat dalam kelahiran. Filogenetik
merupakan ilmu yang mempelajari mengenai hubungan organisme satu dan
yang lainnya ditinjau dari nenek moyang terakhir yang dimiliki bersama, di
mana pada nenek moyang tersebut terdapat sebuah sifat khusus baik secara
morfologi ataupun molekular yang masih dimiliki oleh dua atau lebih
organisme tersebut, lalu saat diturunkan terdapat sifat-sifat yang hilang
ataupun tidak menurun pada beberapa organisme (Mirabella 2011). Analisis
filogenetik digunakan untuk mengikuti perubahan yang terjdi secara cepat
dari suatu jenis dalam suatu kelompok (Barraclough dan Nee 2001).
Analisis filogenetik merupakan proses bertahap untuk mengolah data
sekuen DNA atau protein sehingga diperoleh suatu hasil yang
menggambarkan estimasi mengenai hubungan evolusi suatu kelompok
organisme (Hidayat dan Pancoro 2008).

2.2 Metode UPGMA


Metode UPGMA (Unweighted Pair Group Method with Arithmetic
Average) merupakan metode sederhana untuk membuat pohon filogenetik
yang mengasumsikan rata-rata perubahan sepanjang pohon adalah konstan.
Metode ini dimulai dengan kalkulasi panjang cabang di antara sekuen
terdekat yang saling berhubungan dan berlanjut hingga semua sekuen yang
termasuk dalam pohon, yang pada akhirnya dapat memprediksi posisi root
dari pohon (Dharmayanti 2011).
Pada awalnya, metode UPGMA dibentuk untuk membuat fenogram
taksonomi, yaitu individu-individu yang menunjukkan kesamaan fenotipik
antar OTU, namun metode ini bisa juga digunakan untuk membuat pohon
filogenetik apabila laju evolusi konstan antar keturunan yang berbeda
(Opperdoes 1997).
Prosedur dari klastering metode UPGMA adalah asumsikan bahwa tiap
spesies pada awalnya merupakan klaster, gabungkan dua klaster terdekat lalu
hitung ulang jaraknya dengan mengambil rata-ratanya, kemudian ulangi
langkah-langkah tersebut hingga semua spesies terhubung dalam satu klaster.
Berdasarkan prosedur tersebut, metode ini menggunakan algoritma fenetik,
yang tidak memperhitungkan evolusinya (Kaur, Sohal, dan Cheema 2013).

2.3 Metode Neighbor-Joining


Metode Neighbor-Joining (NJ) digunakan untuk membuat filogram yang
berdasarkan data DNA atau sekuens protein, maka dari itu algoritmanya
membutuhkan jarak antara pasangan taksa untuk membuat pohon filogenetik
(Kaur, Sohal, dan Cheema 2013). Neighbor-Joining memilih sekuen yang
jika digabungkan akan memberikan estimasi terbaik dari panjang cabang
yang paling dekat, dan merefleksikan jarak yang nyata antarsekuen
(Dharmayanti 2011).
Prinsip dari metode ini adalah menemukan pasangan OTU (Operational
Taxonomic Units) yang meminimalisasi total panjang cabang pada setiap
tahapan klastering OTU dimulai dari pohon yang berbentuk mirip seperti
bintang (Saitou dan Nei 1987).

2.4 Software MEGA-X


Perangkat lunak MEGA X (Molecular Evolutionary Genetics Analysis)
merupakan perangkat yang didesain untuk melakukan analisis komparatif
dari sekuen gen homolog baik dari famili multigene maupun spesies berbeda
yang memiliki hubungan evolusi dan evolusi pola DNA dan protein. MEGA
dapat digunakan untuk melakukan analisis filogenetik yang mampu
mengestimasi jarak evolusi dari data sekuens nukleotida dan asam amino
(Kumar et al. 2008).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Pengambilan Data dari Bold Systems

Gawai disambungkan dengan koneksi internet untuk masuk ke


laman www.boldsystems.org

Explore the Data diklik untuk masuk ke Public Portal Data, lalu
dilakukan pencarian spesies Channa striata

Pada laman yang terbuka, BIFD232-13 (Channa striata [COI-


5P:652]) dicari, lalu diklik.
Pada bagian Sequences di kanan atas laman, FASTA dipilih untuk
mengunduh data sekuen.

3.2 Pembentukan Pohon Filogenetik Menggunakan Software MEGA X

Salah satu file FASTA dalam folder di-drag ke MEGA X, lalu dipilih
opsi Align.
Pada window yang muncul, Edit diklik, lalu Insert Sequence from
File. File fasta selain yang sudah dimasukkan kemudian dipilih.

Seluruh data di-block, lalu Alignment diklik  Align by Muscle  OK


Pada toolbar, Data diklik  Export Session  MEGA format

Pada homepage, File diklik  Open a file/session  file alignment


sebelumnya dipilih

Edit/Select taxa groups dipilih  Tanda + diklik untuk menambahkan


group yang diberi nama inisial spesies  spesies dipilih pada window
sebelah kanan lalu tanda () diklik untuk dimasukkan dalam group 
OK
Seluruh spesies diblok  pada halaman utama Distance diklik  Compute
Between Group Distance

Pada laman utama MEGA X, Phylogeny dipilih  Construct/Test UPGMA


Tree…  Yes  OK, setelah muncul diagramnya, Image diklik pada
toolbar  Save as PNG file. Untuk membuat diagram Neighbor-Joining,
langkah ini diulangi dengan Construct/Test Neighbor-Joining Tree.., dipilih
pada Phylogeny
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Interpretasi Filogram


a) Metode UPGMA

Pada metode UPGMA, diperoleh outgroup spesies Lamiopsis


temminckii. Hal ini disebabkan oleh kelas dari spesies L. temminckii
adalah Chondrichthyes, sedangkan spesies lainnya termasuk dalam kelas
Actinopterygii. Spesies yang kekerabatannya paling dekat adalah
Moolgarda seheli dengan Periophthalmus argentilineatus. Lalu, kladus
tersebut paling dekat dengan spesies Channa striata. Sedangkan yang
terjauh adalah kladus Moolgarda seheli dan Periophthalmus
argentilineatus dengan Clarias batrachus.
b) Metode Neighbor-Joining

Spesies yang memiliki laju evolusi tercepat adalah Monopterus albus


dan yang terlama adalah Channa striata. Ketiga individu dari spesies
Periophthalmus argentilineatus memiliki laju evolusi yang sama.

4.2 Perbedaan Filogram Metode UPGMA dan Neighbor-Joining


Pada kladogram UPGMA, laju evolusi spesies tidak diperhitungkan
sehingga ujung cabang untuk tiap spesiesnya rata, yang menandakan bahwa
pada metode ini, laju evolusi tiap spesies dianggap sama. Kladogram ini pun
memiliki akar yang mengasumsikan bahwa seluruh individu yang terdapat
pada kladogram berasal dari satu nenek moyang yang sama (Pavlopoulos et
al. 2010). Jarak pada kladogram merepresentasikan kekerabatan individu
berdasarkan indeks similaritasnya (Michener dan Sokal 1957).
Filogram Neighbor-Joining memiliki pajang cabang yang proporsional
terhadap laju evolusinya. Selain itu, filogram ini tidak memiliki akar yang
menyatakan bahwa filogram ini tidak mengasumsikan bahwa tiap individu
pada filogram berasal dari nenek moyang yang sama (Pavlopoulos et al.
2010).

4.3 Perbandingan Hasil Analisis Filogenetik Dikaitkan dengan Karakter


Morfologi
a) Anguilla marmorata
Spesies ini memiliki sirip yang
menyatu dari punggung, kaudal,
dan anal. Tidak bersisik

b) Barbodes binotatus
Spesies ini memiliki dorsal fin,
caudal fin berbentuk forked, anal fin,
pectoral fin, dan pelvic fin. Memiliki
barbel/sungut di sekitar mulutnya
dan bersisik.

c) Clarias batrachus
Spesies ini memiliki beberapa
pasang sungut, dorsal fin dan anal fin
yang panjang, memiliki pectoral fin
dan pelvic fin, caudal fin berbentuk
rounded, tidak bersisik.

d) Channa striata
Spesies ini memiliki dorsal
fin dan anal fin yang
panjang, memiliki pectoral
fin, tipe mulut superior,
bersisik.
e) Lamiopsis temminckii
Memiliki sepasang pectoral
fin, memiliki dorsal fin, pelvic
fin, dan anal fin, memiliki sirip
lemak, tipe mulut inferior,
memiliki spirakel, tidak bersisik.
f) Monopterus albus
Tidak memiliki sirip, tidak bersisik,
memiliki ekor yang panjang dan
semakin ujung semakin menyempit.

g) Moolgarda seheli
Spesies ini memiliki dua dorsal fin, satu
anal fin, pelvic fin, pectoral fin, dan
caudal fin yang berbentuk forked, tipe
mulut terminal, bersisik.

h) Periophthalmus argentilineatus
Spesies ini memiliki kepala yang
relatif besar terhadap badannya,
mata yang besar dan menonjol,
memiliki dua dorsal fin, satu anal
fin, sepasang pectoral fin dan
pelvic fin. Tubuh bersisik, ekor rounded, tipe mulut sub-terminal.

Berdasarkan karakter morfologi, Monopterus albus memiliki banyak kemiripan


dengan Anguilla marmorata, pembedanya adalah Anguilla marmorata memiliki
sirip yang menyatu dari punggung hingga anal sedangkan Monopterus albus tidak.
Sedangkan, pada pohon filogenetik yang diperoleh dengan metode UPGMA,
Anguilla marmorata lebih dekat dengan Barbodes binotatus karena berasal dari
satu nenek moyang. Barbodes binotatus dan Clarias batrachus sama-sama
memiliki sungut namun jarak keduanya pada filogram cukup jauh. Lamiopsis
temminckii memiliki banyak perbedaan dari spesies lainnya maka dari itu L.
temminckii terpisah menjadi outgroup. Morfologi Moolgarda seheli terlihat lebih
mirip dengan Barbodes binotatus namun pada filogram Moolgarda seheli
berkerabat dekat dengan Periophthalmus argentilineatus.
BAB V
TINJAUAN PUSTAKA

5.1 Kesimpulan
1. Melalui perangkat lunak MEGA X, diperoleh jarak tiap kelompok spesies
sebagai berikut

Kelompok spesies yang memiliki jarak terjauh adalah Lamiopsis


temminckii dengan Barbodes binotatus.
2. Melalui perangkat lunak MEGA X, diperoleh pohon filogenetik sebagai
berikut
a) Menggunakan metode UPGMA
b) Menggunakan metode Neighbor-Joining

3. Pembuatan pohon filogenetik menggunakan metode UPGMA


menghasilkan outgroup yakni kelompok spesies Lamiopsis temminckii.
Dengan metode UPGMA, ujung cabang pohon filogenetik rata sedangkan
apabila menggunakan metode Neighbor-Joining ujung cabang tidak rata,
yang merepresentasikan adanya perbedaan laju evolusi dari tiap
kelompok spesies.

5.2 Saran
Kepahaman asisten terhadap penggunaan perangkat lunak MEGA X
sebaiknya lebih merata, sehingga praktikan tidak kebingungan dalam
menggunakan MEGA X dan supaya praktikan dapat memperoleh hasil yang
benar.
DAFTAR PUSTAKA

Barraclough, Timothy G., dan Sean Nee. 2001. “Phylogenetics and Speciation.”
Trends in Ecology & Evolution 16(7): 391–99.

Dharmayanti, N. L. P. Indi. 2011. “Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi


Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi.” WARTAZOA 21(1).
http://medpub.litbang.pertanian.go.id/index.php/wartazoa/article/viewFile/94
8/957.

Gravendeel, Barbara. 2000. Reorganising the Orchid Genus Coelogyne: A


Phylogenetic Classification Based on Morphology and Molecules.
https://pdfs.semanticscholar.org/d99d/0480190c64189fbcf2c949847d9a1bc2
ee41.pdf.

Hidayat, Topik, dan Adi Pancoro. 2006. “Sistematika dan Filogenetika


Molekuler.” Kursus Singkat Aplikasi Perangkat Lunak PAUP dan MrBayes
untuk Penelitian Filogenetika Molekuler.

Hidayat, Topik, dan Adi Pancoro. 2008. “Kajian Filogenetika Molekuler dan
Peranannya dalam Menyediakan Informasi Dasar untuk Meningkatkan
Kualitas Sumber Genetik Anggrek.” AgroBiogen 4(1): 35–40.
https://media.neliti.com/media/publications/73243-ID-ulasan-kajian-
filogenetika-molekuler-dan.pdf.

Kaur, Sukhpreet, Harwinder Singh Sohal, dan Rajbir Singh Cheema. 2013.
“Implementing UPGMA and NJ Method For Phylogenetic Tree Construction
Using Hierarchical Clustering.” International Journal of Computer Science
and Technology 4(2): 303–10. http://ijcst.com/vol42/2/harwinder.pdf.

Kumar, Sudhir, Masatoshi Nei, Joel Dudley, dan Koichiro Tamura. 2008.
“MEGA: A Biologist-Centric Software for Evolutionary Analysis of DNA
and Protein Sequences.” Brief Bioinform 9(4): 299–306.

Michener, Charles D., dan Robert R. Sokal. 1957. “A Quantitative Approach To


A Problem In Classification.” Evolution 11(2): 130–62.

Millstein, Roberta L. 2019. “Evolution.” Stanford Encyclopedia of Philosophy.


https://plato.stanford.edu/entries/evolution/.

Mirabella, Flora Monica. 2011. Pendekatan Pohon dalam Filogenetik. Bandung.


http://informatika.stei.itb.ac.id/~rinaldi.munir/Matdis/2011-
2012/Makalah2011/Makalah-IF2091-2011-101.pdf.

Opperdoes, Fred. 1997. “Construction of a distance tree using clustering with the
Unweighted Pair Group Method with Arithmatic Mean (UPGMA).”
https://www.icp.ucl.ac.be/~opperd/private/upgma.html (November 16,
2019).

Pavlopoulos, Georgios A., Theodoros G. Soldatos, Adriano Barbosa-Silva, dan


Reinhard Schneider. 2010. “A reference guide for tree analysis and
visualization.” BioData Mining 3(1).

Saitou, Naruya, dan Masatoshi Nei. 1987. “The neighbor-joining method: a new
method for reconstructing phylogenetic trees.” Molecular Biology and
Evolution 4(4): 406–25.

Anda mungkin juga menyukai