Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PRAKTIKUM

TAKSONOMI HEWAN BW-2101


ANALISIS FILOGENETIK

Disusun Oleh:

Febby Angelina Edi Srigati

11518040

Kelompok 1

Asisten:

Esti

11516044

PROGRAM STUDI REKAYASA KEHUTANAN

SEKOLAH ILMU DAN TEKNOLOGI HAYATI

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2019

BAB I

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Perkembangan ilmu taksonomi memperlihatkan ada tiga buah pemahaman


tentang taksonomi yang telah dikenal luas, yaitu taksonomi numerik, biologi
evolusi dan sistematik filogeni. Taksonomi system numerik mengelompokan
suatu unit taksonomi dengan metode numerik ke dalam taksa tertentu berdasarkan
karakter yang dimiliki, dimana tujuannya utamanya adalah menghasilkan
klasifikasi yang bersifat teliti, reprodusibel serta padat informasi. Sistematik
filogeni (phylogenetic taxonomy) yang biasa disebut dengan kladistik awalnya
dikembangkan oleh Willi Hennig (Ubaidillah & Sutrisno, 2009). Dasar
pemikirannya adalah berdasarkan sejarah evolusi dari suatu organisme dengan
organisme lainnya, sehingga proses evolusi tersebut dapat direkonstruksi (Arbi,
2016).

Analisis filogenetika tidak terlepas dari evolusi biologis. Evolusi adalah


proses gradual, suatu organisme yang memungkinkan spesies sederhana menjadi
lebih komplek melalui akumulasi perubahan dari beberapa generasi. Keturunan
akan mempunyai beberapa perbedaan dari nenek moyangnya sebab sedang
berubah dalam sebuah evolusi (Estabrook, 1984). Dalam mempelajari variasi dan
diferensiasi genetik antar populasi, jarak genetik dapat dihitung dari jumlah
perbedaan basa polimorfik suatu lokus gen masing-masing populasi berdasarkan
urutan DNA (Cavalli-Sforza, 1997).

Analisis filogenetik ini sangat beririsan dengan jurusan Rekayasa


Kehutanan. Di dalam hutan, tidak hanya ada tumbuhan tetapi terdapat pula
makhluk hidup lainnya yaitu salah satunya hewan. Analisis filogenetik ini
bertujuan untuk mengetahui kekerabatan suatu organisme sehingga memudahkan
kita untuk megidentifikasi tersebut dan mempermudah pembelajaran di bidang
taksonomi hewan.

1.2 Tujuan
1. Menghitung genetic distance antar taksa yang diamati.
2. Membuat pohon filogenetik dalam bentuk filogram dari taksa yang diamati.
3. Menentukan OTU/ESU dari taksa yang diamati.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Analisis Filogenetik

Filogenetik digambarkan sebagai klasifikasi secara taksonomi dari suatu


organisme berdasarkan pada sejarah evolusi yaitu filogeninya mereka dan
merupakan bagian integral dari ilmu pengetahuan yang sistematik yang
mempunyai tujuan untuk menentukan filogeni dari organisme berdasarkan
karakteristikya (Mount, 2001).

Analisis filogenetika merupakan proses bertahap untuk mengolah data


sikuen DNA atau protein sehingga diperoleh suatu hasil yang menggambarkan
estimasi mengenai hubungan evolusi suatu kelompok organisme. Analisis
sistematika dilakukan melalui konstruksi sejarah evolusi dan hubungan evolusi
antara keturunan dengan nenek moyangnya berdasarkan pada kemiripan karakter
sebagai dasar dari perbandingan (Lipscomb, 1998). Jenis analisis yang diketahui
dengan baik adalah analisis filogenetika atau kadang-kadang disebut cladistics
yang berarti clade atau kelompok keturunan dari satu nenek moyang yang sama.
Analisis filogenetik biasanya direpresentasikan sebagai sistem percabangan,
seperti diagram pohon yang dikenal sebagai pohon filogenetika (Brinkman dan
Leipe, 2001).

Analisis filogenetika sekuen asam amino dan protein biasanya akan menjadi
wilayah yang penting dalam analisis sekuen. Selain itu, dalam filogenetika dapat
menganalisis perubahan yang terjadi dalam evolusi organisme yang berbeda.
Berdasarkan analisis, sekuen yang mempunyai kedekatan dapat diidentifikasi
dengan menempati cabang yang bertetangga pada pohon. Ketika keluarga gen
ditemukan dalam organisme atau kelompok organisme, hubungan filogenetika
diantara gen dapat memprediksikan kemungkinan yang satu mempunyai fungsi
yang ekuivalen. Prediksi fungsi ini dapat diuji dengan eksperimen genetik.
Analisis filogenetika juga digunakan untuk mengikuti perubahan yang terjadi
secara cepat yang mampu mengubah suatu spesies, seperti virus (Mcdonald dan
Kreitman, 1991; Nielsen dan Yang, 1998).
Pohon filogenetik adalah pendekatan logis untuk menunjukkan hubungan
evolusi antara organisme (Schmidt, 2003). Filogenetika diartikan sebagai model
untuk merepresentasikan sekitar hubungan nenek moyang organisme, sekuen
molekul atau keduanya (Brinkman dan Leipe, 2001). Salah satu tujuan dari
penyusunan filogenetika adalah untuk mengkonstruksi dengan tepat hubungan
antara organisme dan mengestimasi perbedaan yang terjadi dari satu nenek
moyang kepada keturunannya (LI et al., 1999).

Konstruksi pohon filogenetika adalah hal yang terpenting dan menarik


dalam studi evolusi. Terdapat beberapa metode untuk mengkonstruksi pohon
filogenetika dari data molekuler (nukleotida atau asam amino) (Saitou dan
Imanishi, 1989). Analisis filogenetika dari keluarga sekuen nukleotida atau asam
amino adalah analisis untuk menentukan bagaimana keluarga tersebut diturunkan
selama proses evolusi. Hubungan evolusi diantara sekuen digambarkan dengan
menempatkan sekuen sebagai cabang luar dari sebuah pohon. Hubungan cabang
pada bagian dalam pohon merefleksikan tingkat dimana sekuen yang berbeda
saling berhubungan. Dua sekuen yang sangat mirip akan terletak sebagai
neighboring outside dari cabang-cabang dan berhubungan dalam cabang umum
(Common branch) (Mount, 2001).

2.2 Metode UPGMA

Dalam membangun pohon filogenetik menggunakan Metode UPGMA


langkah awal adalah mendapatkan multiple alignment (MA) dari multiple sekuens
yang diberikan. Hasil dari MA berupa suatu himpunan sekuens yang
panjangnya sama. MA dapat menunjukkan multiple sequence berada pada
keluarga yang sama atau tidak. Selain itu, MA dapat menunjukkan semua
hubungan atau relasi antar famili dari multiple sequence yang ada.
Berdasarkan pembagian keluarga, dapat ditentukan keadaan evolusi masing-
masing sekuens dalam keluarga. Secara umum digunakan pohon topologi untuk
menggambarkan hubungan di antara multiplesequence, pohon topologi
tersebut selanjutnya dikenal dengan pohon filogenetik (Shen dkk, 2008).
UPGMA (Unwight Pair Group Method with Arithmetic Average) atau
metode kelompok pasangan unweight dengan rataan aritmatika adalah
metode paling sederhana dari semua metode clustering yang digunakan untuk
membangun pohon filogenetik. Metode clustering yang paling intuitif
digunakan untuk membangun pohon filogenetik adalah metode UPGMA.
Metode ini merakit dua kelas terdekat untuk menjadi kelas yang baru, ke
dalam sebuah cluster setiap waktu sampai semua kelasdirakit menjadi satu
kelas. UPGMA digunakan untuk membangun pohon filogenetik dengan cara
yang mirip dengan Metode sistem clustering, perbedaan utamanya adalah
formula yang digunakan untuk menghitung jarak kelas (Shen dkk, 2008)
Dengan memanfaatkan clustering, Metode UPGMA digunakan untuk
membangun pohon filogenetik. Kelebihan Metode UPGMA adalah metode ini
paling sederhana dari semua metode clustering yang digunakan untuk membangun
pohon filogenetik. Metode ini membutuhkan kecepatan substitusi dari
nukleotida atau asam amino menjadi seragam dan tidak berubah melalui
proses evolusi secara keseluruhan. Dengan kata lain, hipotesis mengukur
waktu molekuler dipenuhi. Pada setiap node induk, panjang cabang dari node
induk ke dua simpul anak adalah sama (Andriani, 2016)

2.3 Metode Neighbor-Joining


Neighbor-joining memilih sekuen yang jika digabungkan akan memberikan
estimasi terbaik dari panjang cabang yang paling dekat merefleksikan jarak yang
nyata diantara sekuen . Metode neighbor-joining sangat cocok ketika rata-rata
evolusi dari pemisahan lineage adalah di bawah pertimbangan yang berbeda-beda.
Ketika panjang cabang dari pohon yang diketahui topologinya berubah dengan
cara menstimulasi tingkat yang bervariasi dari perubahan evolusi, metode
neighborjoining adalah yang paling cocok untuk memprediksi pohon dengan
benar (Dharmayanti, 2011).

2.4 Software MEGA X

Diagram filogenik (phylogenetic tree) adalah diagram berbentuk hubungan


pencabangan yang menunjukkan hubungan evolusi antara berbagai sekuen
makhluk hidup berdasarkan kemiripan dan perbedaan karakteristik fisik serta
genetik yang diturunkan dari induknya sebagai pendekatan logis untuk
menunjukkan hubungan evolusi antara organisme (Smith et al., 2010). Hasil yang
diperoleh dapat diaplikasikan untuk membuat sistematika biologi, mencari fungsi
dari suatu gen atau protein, riset medis, epidemologi hingga studi evolusi. Untuk
menentukan pohon filogenetik diperlukan sekuen data-data hasil sekuensing DNA
hasil eksperimen menggunakan sekuenser ABI Prism 310 (Yuaniarti et al., 2016).

Program MEGA dapat digunakan mengetahui tingkat kemiripan antara


sekuen satu dengan sekuen pembanding (standart). Beberapa tahapan umumnya
perlu dilakukan, yaitu dimulai dari installing program, editing data sekuen
dilanjutkan alignment. Dari hasil analisis akan diketahui diagram filogeniknya.
Hal ini menunjukkan sekuen yang mempunyai hubungan kekerabatan dapat
diidentifikasi dengan menempati cabang yang terdekat. Liu et al., (2008)
menyebutkan bahwa program MEGA dapat digunakan untuk dua tujuan sekaligus
yaitu pengambilan kesimpulan hubungan evolusi dari sekuensekuen yang
homolog dan memperkirakan keragaman evolusi netral dan selektif diantara
sekuen. Di samping itu MEGA ini juga dilengkapi dengan hasil berupa diagram
pohon filogenetik serta matrik jarak evolusi (Yuniarti et al., 2016).
BAB III

METODOLOGI

3.1 Pengambilan Data dari Bold System

Laptop disambung dengan koneksi internet dan masuk ke laman www.boldsystems.org

Explore the data di klik untuk masuk ke public portal data.

Kursor di Roll ke bagian bawah webpage kursor di klik kanan di opsi BIFD232-13 (Channa
striata [COI-5P:652]),
open link in a new tab. Catat minimum 10 jenis informasi yang
muncul.
Channa striata diketik pada bagian public data lalu di enter. Minimum 10 jenis informasi yang
muncul dicatat

Kursor diklik pada BIN ID “BOLD:AAB2497”. Minimum 10 jenis informasi yang muncul
dicatat

Tab ditutup, mulai kembali dari tab awal, diunduh data sekuens (tab Channa striata)
3.2 Pembentukan Pohon Filogenetik Menggunakan Software MEGA X

File kompilasi dibuka di sekuens yang disediakan program MEGA 7.

Alignment diklik : ->Align by Muscle ->Nothing selected for alignment? Select all? -
>OK.

Data “group” ditambahkan untuk setiap spesies dengan cara dibawah ini (contoh untuk
Anguilla marmorata).

Ketiga nama sekuens Anguilla marmorata diblok -> Groups (toolbar) di klik -> Group
Name diAdd/Edit -> Nama AM (inisial untuk spesies) diketik-> OK.

File kompilasi dibuka di sekuens yang disediakan program MEGA 7.


Semua nama spesies (18 data) diblok -> dialog box utama MEGA dan diklik Distance ->
Compute Between Group Mean Distance -> Would you like to use the currently active
data? ->Yes-> Konfigurasi by default pada dialogbox digunakan->Compute.

Hasil komputasi ditulis pada tabel di bawah ini (Angka 1-6 pada baris pertama
merujuk pada penomoran inisial pada kolom pertama).

1 2 3 4 5 6
1. AM
2. BB
3. CS
4. CB
5. MA
6. MS

Dialog box utama MEGA, semua data diblok (18 data) dan Phylogeny diklik ->
Construct/Test UPGMA tree -> Would you like to use the currently active data? -> Yes->
konfigurasi by default digunakan pada dialogbox->Compute. Proses analisis ditunggu hingga
selesai.

Setelah selesai, akan muncul dialog box baru berisikan pohon filogenetik. Keterangan
gambar yang ada di bagian bawah dibaca dan simpan pohon dengan caraberikut.
Pada dialog box, klik Image->Save as PNG file-> ketik nama Kelompok_UPGMA ->
Save.
Dialog box utama MEGA, diblok semua data (18 data) dan di klik Phylogeny ->
Construct/Test Neighbor-Joining tree -> Would you like to use the currently active
data? -> Yes -> konfigurasi by default pada dialog box di gunakan -> Compute. Proses
analisis ditunggu hingga selesai.

Setelah selesai, akan muncul dialog box baru berisikan pohon filogenetik. Keterangan gambar yang ada di
bagian bawah dibaca dan disimpan pohon dengan dua caraberikut.
Pada dialog box, klik Image->Save as PNG file->ketik nama Kelompok_NJ-> Save.
Pada dialog box, klik File -> Export Current Tree (Newick) -> check di bagian Branch Length dan
Bootstrap value -> Export -> di dialog box baru, klik File -> SaveAs->File Name->Kelompok_NW-
>Save.
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Interpretasi Filogram

Gambar 4.1.1 Pohon Filogenetik menggunakan metode UPGMA

Gambar 4.1.2 Pohon Filogenetik menggunakan metode Neighbor-Joining


4.2 Perbedaan Filogram Metode UPGMA dan Neighbor-Joining

Pohon Filogeni menurut metode UPGMA yaitu mempresentasikan


similaritas / kemiripan antar specimen yang ada di grup dalam hal morfologi.
Metode UPGMA menganggap perubahann evolusi itu konstan, sehingga tidak
diperhitungkan jaraknya. Lamiopsis temminckii termasuk outgrup terhadap
ancestor karena memiliki laju evolusi yang berbeda terhadap clade lainnya, dilihat
dari karakter morfologi.

Pohon filogeni menurut metode Neighbor-Joining memperhatikan jarak.


Semakin banyak cabang di pohon filogeni mempresentasikan semakin panjang
jarak evolusi, maka semakin jauh kekerabatannya. Metode Neighbor
mengannggap semua ancestor (nenek moyang) sama, sehingga ancestor tidak
diperhitungkan.

4.3 Perbandingan Hasil Analisis Filogenetik Dikaitkan dengan Karakter


Morfologi

Gambar 4.3.1 Moolgarda seheli

Ikan belanak (Moolgarda seheli) secara umum bentuknya memanjang agak


langsing dan gepeng. Sirip punggung terdiri dari satu jari-jari keras dan delapan
jari-jari lemah. Sirip dubur berwarna putih kotor terdiri dari satu jari-jari keras dan
sembilan jari-jari lemah. Bibir bagian atas lebih tebal daripada bagian bawahnya
ini berguna untuk mencari makan di dasar/organisme yang terbenam dalam
lumpur. Ciri lain dari ikan belanak yaitu mempunyai gigi yang amat kecil, tetapi
kadang-kadang pada beberapa spesies tidak ditemukan sama sekali (Kriswantoro
dan Sunyoto, 1986).
Gambar 4.3.2 Periophthalmus argentilineatus

Ikan gelodok (Periophthalmus argentilineatus) memiliki beberapa ciri


khusus, diantaranya adalah memiliki bentuk tubuh yang panjang, mata yang saling
berdekatan diatas kepala yang besar, adanya bagian tubuh seperti sirip dada
digunakan untuk bergerak di darat dan memiliki kepala dan batang tubuh
berwarna biru keabu-abuan sampai cokelat kekuningan dengan bagian bawah abu-
abu (Burton dan Burton, 2002:136). Badan ikan gelodok berbentuk memanjang,
pipih, tertutup oleh 60 sampai 100 sisik sikloid. Kepala berbentuk subsilindris,
bersisik. Kedua mata berdekatan, mulut terlihat tumpul, mulut agak miring, kedua
rahangnya hampir sama panjang (Weber, 1953).

Gambar 4.3.3 Channa striata

Ikan gabus (Channa striata) pada umumnya memiliki tubuh berwarna


coklat kehitamhitaman, pada bagian atas berwarna coklat muda dan dibagian perut
berwana keputih-putihan, namun sering kali menyerupain lingkungan sekitarnya.
ikan gabus sering kali dijuluki “Snake head” karena memiliki kepala seperti ular
agak pipih dan terdapat sisik besar diatas kepalanya. Pada kepala bagian kanan
sampai 5 ujung ekor berwarna hitam kecoklatan dan agak kehijauan dan pada sisi
samping bercoret-coret tebal (striata). Sirip punggung memanjang dengan sirip
ekor membulat dibagian ujung. Ikan gabus memiliki mulut yang lebar terminal
dan gigi yang sangat tajam. (Listyanto dan Andriyanto, 2009). Gufron dan Kordi
(2010) menyatakan bahwa ada dua jenih ikan gabus yaitu cepat tumbuh dan
lambat tumbuh. Gabus yang cepat tumbuh biasanya hidup di sekitar danau
memiliki warna sisik abu-abu muda dan pada bagian dada berwarna putih
keperakan.

Gambar 4.3.4 Anguilla marmorata

Sidat (Anguilla marmorata) merupakan hewan yang termasuk ke dalam


famili Anguillidae. Hewan ini memiliki banyak nama daerah seperti ikan uling,
ikan moa, ikan larak, dan ikan pelus. Tubuh sidat memanjang dan dilapisi sisik
kecil berbentuk memanjang. Susunan sisiknya tegak lurus terhadap panjang
tubuhnya. Sisik biasanya membentuk pola mozaik mirip anyaman bilik. Sirip
dibagian anus menyatu dan berbentuk seperti jari-jari yang terlihat lemah. Sirip
dada terdiri atas 14-18 jari-jari sirip (Suitha dan Suhaeri, 2008). Ciri yang
membedakan sidat dengan belut adalah sirip dada yang terletak tepat dibagian
kepalanya. Ukuran sirip dada ini relatif kecil dan sepintas lalu terlihat menyerupai
telinga sehingga banyak yang menjuluki sidat dengan sebutan ikan bertelinga
(Afrianto dan Liviawaty, 1989).

BAB V

KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan
5.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA

Afrianto, E dan E. Liviawaty. 1989. Pengawetan dan Pengolahan Ikan.


Yogyakarta: Kanisius.

Andriani, Tri. 2016. “Aplikasi Metode UPGMA untuk Identifikasi Kekerabatan


Jenis Virus dan Penyebaran Epidemi Ebola Melalui Pembentukan Pohon
Filogenetik”. Jurnal FMIPA ITS. Surabaya: Institut Sepuluh November

Arbi, Ucu Yanu. 2016. “Analis Kladistik Berdasar Karakter Morfologi Untuk
Studi Filogeni: Contoh Kasus Pada Conidae (Gastropoda: Mollusca)”.
Oseana, Volume XLI, Nomor 3 Tahun 2016 : 54 - 69 ISSN 0216-1877

Brinkman, F. S. L and Leipe, D. D. 2001. Phylogenetic Analysis. In:


Bioinformatics: A Practical Guide to the Analisys of Gene and Protein.
Baxevanis, A. D. and B. F. F. Ouellette (Eds.). John Willey & Sons. pp.
323-358.

Burton, M. and R. Burton. 2002. International Wildlife Encyclopedia. Marshall


Cavendish, New York.

Cavalli-Sforza, L.L. 1997. Genes, Peoples and Languages. Proc. Natl. Acad. Sci.
USA. 94(15): 7719 – 7724.

Ghufran, M.H., Kordi, K. 2010. Budidaya Ikan Lele di Kolam Ikan Terpal. Lily
Publisher, Yogyakarta.

Dharmayanti, N. L. P. Indi. 2011. Filogenetika Molekuler: Metode Taksonomi


Organisme Berdasarkan Sejarah Evolusi. Wartazoa Vol. 21 No. 1 Th. 2011

Estabrook, G. 1984. Phylogenetic trees and character-state trees. In: Perspectives


on the Reconstruction Evolutionary History Cladistics. Duncan, T. and T.
Stuessy (Eds.). Columbia University Press. pp. 135 – 151.

Kriswantoro dan Sunyoto, 1986. Mengenal Ikan Laut. Jakarta : Badan Penerbit
Karya Bani.
LI, S., D. Pearl and H. Doss. 1999. Phylogenetic tree construction using Markov
Chain Monte Carlo. Fred Hutchinson Cancer Research Center Washington.

Lipscomb, D. 1998. Basics of Cladistic Analysis. Student guide paper. George


WashingtonUniversity.

Listyanto, N. & S. Andriyanto. 2009. Ikan Gabus (Channa striata) manfaat


pengembangan Dan Alternatif Teknik Budidayanya. Media Akuakultur 4
(1) : 18-25.

Liu, H., Wang, Z., Wu, Ya ., Wu, Yb ., Sun, C., Zheng, D., Xu, T., and Li, J.,
2008. Molecular characterization an phylogenetic analysis of virus isolated
from the mainland China. Veterinary Science. 85: 612-616.

Mcdonald, J.H and M. Kreitman. 1991. Adaptive protein evolution at the Adh
locus in Drosophila. Nature. 351: 652 – 654.

Mount, D.W. 2001. Phylogenetic prediction. In: Bioinformatic, Sequence and


Genome Analysis. Cold Spring Harbor laboratory. New York Press pp. 237
– 280.

Nielsen K, et al. (1998) Sustained oscillations in glycolysis: an experimental and


theoretical study of chaotic and complex periodic behavior and of quenching
of simple oscillations. Biophys Chem 72(1-2):49-62

Saitou, N. and T. Imanishi. 1989. Relative efficiencies of the Fitch-Margoliash,


Maximum-Parsimony, MaximumLikehood, Minimum Evolution amd
Neighbor-joining Methods of phylogenetic tree construction in obtaining the
correct tree. Mol. Biol. Evol. 6(5): 514 – 525.

Schmidt, H. 2003. Phylogenetic Trees from Large Datasets. Inaugural-


Dissertation, Dusseldorf University.

Shen, S.Y., dan Tuszynski. 2008. Theory and Mathematical for


Bioinfomatic. Biological and Medical Physics. Biomedical Engineering.
Springer.
Smith LM, Sanders JZ, Kaiser RJ. 2010. Fluorescence detection in automated
DNA sequence analysis. Nature 321: 674–9.

Suitha, I. M dan A. Suhaeri. 2008. Budidaya Sidat. PT. Agromedia pustaka :


Jakarta. Hal 1-27.

Ubaidillah, R. and H. Sutrisno. 2009. Pengantar Biosistematik: Teori dan Praktek.


LIPI Press, Bogor.

Weber, Max And L.F .De. Beaufort. 1953. The Fish of The Indo-Australian
Archipelago. Vol X Gobiodea. Leiden. E.J. Brill. Holland: Nasional
Museum.

Yuniarti, H., Cholis B., Rinanti, A. 2016. Diagram Filogenik Hasil Sekuens Basa
DNA Menggunakan Program Mega-7 (Molecular Evolutionary Genetics
Analysis). Jurnal Penelitian dan Karya Ilmiah, Vol. 1, No. 2, Juli 2016:
109-117

Anda mungkin juga menyukai