Anda di halaman 1dari 38

LAPORAN KULIAH KERJA LAPANGAN

Indentifikasi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur

Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Mata Kuliah

ZOOLOGI

Dosen Pengampu

Desi Kartikasari, M.Si.

Disusun oleh kelompok 2 TBIO 4C:

1. Shela Amiroh S. A. (12208173051)


2. Siti Maghfuroh (12208173052)
3. Nur Rokhim (12208173061)
4. Kiki Lismawati (12208173065)
5. Nafaul Azmida (12208173095)
6. Sefti Anggraini (12208173102)
7. Isti Puji Lestari (12208173106)
8. Moh Nursyamsudin (12208173129)

PROGRAM STUDI TADRIS BIOLOGI

FAKULTAS TARBIYAH DAN ILMU KEGURUAN

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI TULUNGAGUNG

MEI 2019
HALAMAN PERNYATAAN DAN DESKRIPSI TUGAS KELOMPOK

Laporan praktikum ZOOLOGI yang berjudul “Identifikasi Satwa di Savana Bekol


Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur” ini adalah asli hasil kerja Kelompok 2 Tadris
Biologi 4C dan tidak mengandung sedikitpun unsur plagiarisme (menyalin dari kelompok
lain).

NO NAMA NIM Penjabaran Tugas


1. Shela Amiroh Silvi 12208173051 ABSTRAK
Anturi BAB III METODE PENELITIAN
LAMPIRAN
2 Siti Maghfuroh 12208173052 EDIT LAPORAN
HALAMAN JUDUL
BAB II KAJIAN PUSTAKA
BAB V PEMBAHASAN
BAB VI PENUTUP
DAFTAR PUSTAKA
3 Kiki Lismawati 12208173065 HALAMAN PERNYATAAN DAN
DESKRIPSI TUGAS KELOMPOK
DAFTAR ISI
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
BAB IV DATA DAN ANALISIS
DATA
4. Moh Nursyamsudin 12208173129 KATA PENGANTAR
BAB I PENDAHULUAN

Tulungagung, 15 Mei 2019

Yang menyatakan,

Shela Amiroh Silfi Anturi Siti Maghfuroh


NIM. 12208173051 NIM. 12208173052

Kiki Lismawati Moh Nursyamsudin


NIM. 12208173065 NIM. 12208173129

i
ABSTRAK

Salah satu kekayaan keanekaragaman hayati di Indonesia adalah ekosistem Savana


Bekol Taman Nasional Baluran. Ekosistem savana yang mencakup 40% dari total luas Taman
Nasional Baluran memiliki peran penting dalam mendukung berlangsungnya kehidupan
berbagai satwa khususnya monyet ekor panjang, rusa, kerbau, dan banteng. Dalam penelitian
ini dilakukan identifikasi satwa yang ada di Savana Bekol. Penelitian ini bertujuan untuk
mengidentifikasi satwa yang terdapat di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Kabupaten
Situbondo. Jenis penelitian adalah deskriptif observatif. Metode yang digunakan adalah
pengamatan secara langsung.

Kata Kunci : Taman Nasional Baluran, Savana, Ekosistem

ABSTRACT

One of the riches of biodiversity in Indonesia is the Savana Bekol Baluran National
Park ecosystem. The savanna ecosystem which covers 40% of the total area of Baluran
National Park has an important role in supporting the ongoing life of various animals,
especially long-tailed monkeys, deer, buffaloes and bulls. In this study identification of
animals in Savana Bekol was carried out. This study aims to identify animals found in Savana
Bekol, Baluran National Park, Situbondo Regency. This type of research is descriptive
observative. The method used is direct observation.

Keywords: Baluran National Park, Savana, Ecosystem

ii
DAFTAR ISI

Halaman Pernyataan dan Deskripsi Tugas Kelompok.................................................i


Abstrak............................................................................................................................ii
Daftar Isi.........................................................................................................................iii
Daftar Tabel....................................................................................................................iv
Daftar Gambar.................................................................................................................v
Kata Pengantar................................................................................................................vi
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.........................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah....................................................................................................3
1.3. Tujuan Penelitian ............................................................................. ........................3
1.4. Kegunaan Penelitian.................................................................................................3
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah....................................................................4
1.6. Definisi Operasional.................................................................................................4
BAB II KAJIAN PUSTAKA........................................................................................5
BAB III METODE PENELITIAN
3.1. Rancangan Penelitian.............................................................................................15
3.2. Populasi dan Sampel..............................................................................................15
3.3. Waktu dan Tempat.................................................................................................15
3.4. Alat dan Bahan.......................................................................................................15
3.5. Prosedur Kerja........................................................................................................16
3.6. Teknik Analisis Data..............................................................................................16
BAB IV DATA DAN ANALISIS DATA...................................................................17
BAB V PEMBAHASAN
5.1. Rusa (Cervus timorensis)........................................................................................18
5.2. Banteng (Bos javanicus).........................................................................................19
5.3. Kerbau (Buballus buballis).....................................................................................21
5.4. Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).......................................................21
BAB VI PENUTUP
6.1. Kesimpulan.............................................................................................................24
6.2. Saran.......................................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN

iii
DAFTAR TABEL

1.1. Tabel Hasil Pengamatan .........................................................................................17

iv
DAFTAR GAMBAR

1.1. Gambar Rusa (Cervus timorensis)..........................................................................17


1.2. Gambar Banteng (Bos javanicus)..........................................................................17
1.3. Gambar Kerbau (Buballus buballis)......................................................................17
1.4. Gambar Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis).......................................17.

v
KATA PENGANTAR

Puji syukur alhamdulillah kami panjatkan kepada Allah Yang Maha Esa atas berkat,
rahmat, hidayah, dan karunia-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan laporan ini dengan
baik walaupun masih banyak kekurangan di dalamnya. Laporan ini membahas mengenai
“Identifikasi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur”.
Tujuan dari pembuatan laporan ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah “Zoologi”.
Kami juga berharap semoga pembuatan laporan ini dapat bermanfaat bagi para pembaca
untuk menambah wawasan dan pengetahuan.

Kiranya dalam penulisan ini, kami menghadapi cukup banyak rintangan dan selesainya
makalah ini tak lepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu tak lupa kami ucapkan terima
kasih pada pihak-pihak yang telah membantu yaitu :

1. Bapak Dr. Maftukhin, M.Ag., selaku Rektor IAIN Tulungagung


2. Ibu Dr.Eni Setyowati,S.Pd.,MM., selaku Ketua Jurusan Tadris Biologi IAIN Tulungagung
3. Ibu Desi Kartikasari, M.Si., selaku Dosen Pengampu Mata Kuliah Zoologi
4. Dan semua pihak yang telah membantu dalam proses pembuatan yang tidak dapat
disebutkan satu-satu, kami ucapkan terima kasih.
Kami menyadari bahwa masih banyak kekurangan pada makalah ini. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini menjadi
lebih baik lagi. Kami berharap makalah ini dapat memberi bermanfaat bagi kita semua.

Tulungagung, 15 Mei 2019

Penulis

vi
BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Kekayaan dan keanekaragaman hayati Indonesia sangat melimpah, sehingga
tidak mengherankan apabila negeri ini disebut sebagai negara dengan kekayaan
biodiversitas terbesar di dunia, setelah Brasil. Salah satunya adalah ekosistem savana
di Taman Nasional (TN) Baluran. Keadaan iklim dan geografi tempat ini
mendukung terbentuknya savana yang dapat dikatakan sebagai replika dari savana-
savana di Afrika.
Secara administratif, Taman Nasional Baluran termasuk dalam Kecamatan
Banyuputih, Kabupaten Situbondo, Propinsi Jawa Timur. Sedangkan secara
geografis terletak antara 7029’10”-7055’55” Lintang Selatan dan 114029’10”-
114039’10” Bujur Timur. Luas seluruh kawasan 25.000 ha. Tanah kawasan ini
terdiri dari tanah yang berasal dari batuan vulkanis, termasuk jenis regusol. Ciri khas
tanah daerah ini mudah longsor dan sangat berlumpur pada musim hujan. Sebaliknya
pada musim kemarau permukaan tanah pecah-pecah. Topografi kawasan bervariasi
dari datar sampai bergelombang atau berbentuk gunung, dengan ketinggian berkisar
0-1247 m dpl. Dearah Baluran memiliki iklim musim (monsoon), dengan musim
kemarau yang panjang. Temperatur udara rata-rata tahunan sebesar 30,90C (BTNB,
1999).
Taman nasional merupakan suatu sarana untuk mewujudkan usaha konservasi
potensi sumberdaya alam, yang berfungsi sebagai pelindung unsur ekologis dan
sistem penyangga kehidupan. Disamping itu, juga dikembangkan kegiatan penelitian
dan wisata alam. Salah satu komunitas yang menarik untuk diteliti adalah padang
rumput (savana), khususnya di Taman Nasional Baluran Jawa Timur.
Secara geologi TN Baluran memiliki dua jenis tanah, yaitu tanah pegunungan
dan tanah dasar laut. Tanah pengunungan terdiri dari tanah vulkanik dengan kondisi
tanah berbatu-batu dan lereng gunung yang tinggi dan curam, sampai tanah aluvial
yang dalam di dataran rendah. Tanah dasar laut terbatas di dataran pasir sepanjang
hutan mangrove. Tanah hitam meliputi kira-kira setengah luas dataran rendah,
ditumbuhi rumput savana. Tanah ini membentuk daerah subur, kaya mineral tetapi
miskin bahan organik, dengan kondisi fisik yang kurang baik dan porous.

1
Tumbuhan yang hidup secara alami pada suatu tempat, membentuk suatu
kumpulan yang di dalamnya setiap individu menemukan lingkungan yang dapat
memenuhi kebutuhan hidupnya. Dalam kumpulan ini terdapat pula kerukunan hidup
bersama (asosiasi), dan hubungan timbal balik (interaksi) yang saling
menguntungkan, sehingga terbentuk suatu derajat keterpaduan (Resosoedarmo
1989).
Satwa liar yang ada di Taman Nasional Baluran mempunyai nilai yang sangat
strategis. Potensi fauna tersebut harus dijaga kelestariannya guna mendukung
keseimbangan proses ekosistem yang berlangsung. Beberapa mamalia besar, yaitu :
banteng (Bos javanicus), kerbau liar (Bubalus bubalis), rusa (Cervus timorensis),
dan monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) merupakan bagian dari satwa liar
yang mempunyai peranan penting bagi eksistensi Taman Nasional Baluran (Arif,
2006).
Timbulnya berbagai macam tumbuhan dan satwa di alam raya ini merupakan
suatau bukti dari kekuasaan Yang Maha Pencipta alam raya yaitu Allah SWT, agar
manusia yang diberiNya akal dan fikiran yang lebih tinggi dibandingkan dengan
makhluk yang lain mampu mentafakuri sehingga menjadi lebih yakin dan meningkat
tingkat ketaqwaannya kepada Tuhan Yang Maha Esa, sebagaimana firman Allah
SWT dalam Al-Qur’an surat Thaahaa ayat 53:

ِ‫ك ل َ ك ُ مأ ف ِ ي هَ ا س ُ ب ًًُل َو أ َ ن أ َز َل ِم َن ال س َّ َم ا ِء َم ا ءً ف َ أ َ أخ َر أج ن َا ب ِ ه‬ َ ‫اْل َ أر‬


َ َ ‫ض َم أه د ًا َو س َ ل‬ َ ‫ا ل َّ ذِ ي‬
‫ج ع َ َل ل َ ك ُ م ُ أ‬
‫ت ش َ ت َّ ى‬ٍ ‫ج ا ِم أن ن َ ب َ ا‬ً ‫أ َ أز َو ا‬

"Yang telah menjadikan bagimu bumi sebagai hamparan dan Yang telah menjadikan
bagimu di bumi itu jalan-ja]an, dan menurunkan dari langit air hujan. Maka Kami
tumbuhkan dengan air hujan itu berjenis-jenis dari tumbuh-tumbuhan yang
bermacam-macam”.

Oleh karena itu, pada Kuliah Kerja Lapangan pada kali ini akan dilakukan
identifikasi pada satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran. Identifikasi
meliputi klasifikasi, morfologi, habitat, tingkah laku, dan peranannya.

2
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah adalah sebagai
berikut:
1. Bagaimana Klasifikasi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
2. Bagaimana Morfologi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
3. Bagaimana Habitat Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo
Jawa Timur?
4. Bagaimana Tinghkah Laku Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
5. Bagaimana Peranan Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo
Jawa Timur?
1.3. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah, maka tujuan penelitian adalah sebagai berikut:
1. Untuk Mengetahui Klasifikasi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
2. Untuk Mengetahui Morfologi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
3. Untuk Mengetahui Habitat Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
4. Untuk Mengetahui Tingkah Laku Satwa di Savana Bekol Taman Nasional
Baluran Situbondo Jawa Timur?
5. Untuk Mengetahui Peranan Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
Situbondo Jawa Timur?
1.4. Kegunaan Penelitian
Berdasarkan tujuan penelitian, maka kegunaan penelitian adalah sebagai
berikut:
1. Memberikan informasi kepada mahasiswa, khususnya jurusan Tadris Biologi
dalam melakukan kegiatan lapangan untuk mendapatkan pengetahuan tentang
jenis-jenis satwa yang ada di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo
Jawa Timur
2. Sebagai data mengenai identifikasi Savana Bekol satwa di Taman Nasional
Baluran Situbondo Jawa Timur

3
1.5. Ruang Lingkup dan Batasan Masalah
1. Penelitian ini hanya terbatas pada satwa yang ada di Savana Bekol Taman
Nasional Baluran dan diidentifikasi selama masa penelitian.
2. Penelitian identifikasi satwa yang ada di Savana Bekol Taman Nasional Baluran
dilakukan dengan cara menggunakan metode “ Observasi”.
3. Pengambilan data dilakukan dengan cara mengamati satwa di Savana Bekol
Taman Nasional Situbondo.
1.6. Definisi Operasional
1. Taman nasional merupakan suatu sarana untuk mewujudkan usaha konservasi
potensi sumberdaya alam, yang berfungsi sebagai pelindung unsur ekologis dan
sistem penyangga kehidupan
2. Savana merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di antara
rerumputan, serta merupakan daerah peralihan antara hutan dan padang rumput
3. Metode Observasi. Definisi Menurut Para Ahli Dalam Penelitian - Pengertian
Observasi merupakan teknik pengumpulan data, dimana peneliti melakukan
pengamatan secara langsung ke objek penelitian untuk melihat dari dekat
kegiatan yang dilakukan (Riduwan, 2004 : 104).

4
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Kekayaan dan keanekaragaman hayati Indonesia sangat melimpah, sehingga tidak


mengherankan apabila negeri ini disebut sebagai negara dengan kekayaan biodiversitas
terbesar di dunia, setelah Brasil. Salah satunya adalah ekosistem savana di Taman
Nasional (TN) Baluran. Taman Nasional Baluran terletak di Kecamatan Banyuputih,
Kabupaten Situbondo, Jawa Timur. Tapi lebih mudah di akses dari Banyuwangi karena
memang Taman Nasional Baluran letaknya di perbatasan Situbondo-Banyuwangi.
Keadaan iklim dan geografi tempat ini mendukung terbentuknya savana yang dapat
dikatakan sebagai replika dari savana-savana di Afrika (Yusuf, 2002). Taman Nasional
Baluran beriklim monsoon dengan musim kemarau yang panjang. Musim hujan terjadi
pada bulan Desember sampai bulan April, sedangkan musim kemarau bulan Mei sampai
bulan November. Berdasarkan klasifikasi iklim Taman Nasional Baluran termasuk ke
dalam kelas hujan tipe E dengan temperatur berkisar antara 27,2 C smpai 30,9 (Balai
Taman Nasional Baluran , 2002).

Taman Nasional Baluran yang terdiri dari berbagai tipe habitat mulai dari hutan
pantai hingga pegunungan, merupakan kawasan yang menyediakan berbagai potensi dan
sesuai dengan kondisi yang diperlukan oleh mamalia besar. Beberapa tipe hutan yang
juga digunakan sebagai habitat satwa mamalia besar terdiri dari hutan pantai, hutan
sekunder, dan savana (Arif, 2006).

Hutan pantai adalah tipe ekosistem yang banyak terdapat di sepanjang pesisir
pantai bagian timur kawasan dan berbatasan dengan hutan mangrove. Banteng sering
mendatangi lokasi hutan ini karena sebagian besar sumber air minum alami satwa berada
di tipe hutan ini. Kerapatan pohon di lokasi ini cukup tinggi dengan komposisi jenis
diantaranya : malengan (Excoecaria agallocha), manting (Syzigium polyanthum),
popohan (Buchanania arborescens) dan gebang (Corypha utan) (Arif, 2006).

Hutan Sekunder adalah Tipe habitat yang hampir mendominasi taman nasional
baluran yang meliputi wilayah Bekol dan Pandean. Terdiri dari kerapatan vegetasi
tingkat pohon tingkat kurang – sedang. Dan di beberapa bagian hutan terdapat lokasi
terbuka yang didominasi semak dan tumbuhan bawah lainnya. Jenis vegetasi tingkat
pohon terdiri dari : Dadap/Kelor wono (Erythrina eudophylla), Widoro Bukol (Zizyphus
rotundifolia), Kemloko (Embica officinalis), Pilang (Acacia leucophloea), Kepuh

5
(Sterculia foetida), Asam (Tamarindus indica), Walikukun (Schoutenia ovata), Mimbo
(Azadirachta indica) Kelampis (Acacia tomentosa), Talok (Grewia eriocarpa), Kesambi
(Schleicera oleosa), Walikukun (Schoutenia ovata), Timongo (Kleinhovia hospita) dan
Rukem (Flacourtia indica). Satwa mamalia besar memanfaatkan hutan tipe ini untuk
beristirahat (resting), jalur lintasan dan lokasi feeding (browsing) (Arif, 2006).

Savana merupakan padang rumput dan semak yang terpencar di antara rerumputan,
serta merupakan daerah peralihan antara hutan dan padang rumput. Di beberapa daerah
yang tidak begitu kering, savana mungkin terjadi karena keadaan tanah dan atau
kebakaran yang berulang. Kawasan savana pada umumnya kurang terancam oleh
eksploitasi ekonomi dibandingkan hutan hujan, meskipun demikian savana kadang-
kadang mendapat tekanan berupa penggembalaan ternak dan penggunaan pertanian
lainnya (Mackinnon, 1991 dalam Gunaryadi dkk., 1996). Savana merupakan tipe
vegetasi yang dijumpai hampir di seluruh bagian kawasan Taman Nasional Baluran dan
merupakan habitat satwa rusa, banteng, kerbau, dan monyet ekor panjang serta berbagai
jenis satwa lainnya (Balai Taman Nasional Baluran, 2002).

Rusa merupakan hewan yang memiliki daya adaptasi tinggi terhadap lingkungan,
sebagai pemakan rumput (grazer) yang baik di padang rumput, dan pada areal yang
ditumbuhi semak dan hutan, rusa dapat menjadi pemakan rumput (browser) (Sinclair,
1998). Saat ini diketahui tidak kurang dari 16 genus, 38 spesies, dan 189 sub-spesies rusa
dengan sebaran alaminya yang tersebar di seluruh dunia mulai dari daerah beriklim
dingin di daratan Eropa hingga ke daerah sub-tropis dan tropis di daratan Asia (Semiadi
dan Nugraha, 2004). Jenis rusa yang terdapat di Indonesia terdiri dari muntjak, rusa
bawean, rusa sambar dan rusa timor (Harianto dan Dewi, 2011).

Menurut (Primack, 1998) klasifikasi rusa timor sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Cervidae

Genus : Cervus

6
Species : Cervus timorensis

Rusa timor mempunyai ukuran tubuh yang kecil, dengan berat badan rusa timor
dewasa mencapai 60 -100 kg, tungkai pendek, ekor panjang, dahi cekung, gigi seri relatif
lebih besar, dan rambut berwarna coklat kekuningkuningan (Semiadi dan Nugraha,
2004). Warna rambut berbeda pada musim kemarau dan penghujan. Warna rambut rusa
timor pada musim kemarau adalah coklat kekuning-kuningan, agak gelap pada bagian
belakang, dan lebih terang pada bagian dada. Pada musim penghujan bagian atasnya
berwarna keabu-abuan (Ismail, 2002). Rusa timor jantan memiliki ranggah yang relatif
lebih besar, ramping, panjang dan bercabang. Cabang pertama mengarah ke depan,
cabang belakang kedua terletak satu garis dengan cabang belakang pertama, cabang
belakang kedua lebih panjang dari cabang depan kedua, cabang belakang kedua kiri dan
kanan terlihat sejajar (Schroder, 1976)

Habitat Rusa Timor merupakan suatu kawasan yang terdiri dari komponen fisik
maupun abiotik yang merupakan suatu kesatuan yang dipergunakan sebagai tempat hidup
serta tempat berkembang biak satwa liar (Alikorda, 1990). Habitat alami rusa terdiri dari
beberapa tipe vegetasi seperti savana sebagai sumber pakan dan vegetasi hutan yang rapat
untuk tempat bernaung (istirahat), kawin, dan menghindar dari predator (Gartesiasih dan
Mariana, 2007). Rusa timor mampu beradaptasi di hutan, pegunungan dan rawa serta
dapat 8 ditemukan di dataran rendah hingga ketiggian 2600 m di atas permukaan laut
(Wemmer, Kunz, Lundie, dan Mcshea, 1996). Dengan kemampuan adaptasi yang baik ini
rusa timor mampu berkembang biak di luar habitat alaminya, salah satunya di dalam
penangkaran (Damanik, Hisyam, dan Whitten, 1984). Rusa adalah satwa liar yang
memerlukan air setiap harinya untuk mandi dan berkubang (Alikodra 1990; Rizkinta,
2010).

Perilaku Rusa Timor di habitat alaminya merupakan satwa nokturnal, yaitu aktif
pada malam hari (Medway dan Brown, 2002). Individu rusa jantan hidup sendiri (soliter),
sedangkan betina berkelompok dengan anggota berjumlah 2-3 individu, biasanya
kelompok tersebut merupakan anakan rusa dari hasil kelahiran sebelumnya (Jacoeb dan
Wiryosuhanto, 1994). Dalam tingkat penangkaran, rusa timor jantan mampu hidup
berdampingan dengan individu jantan lain atau individu betina. Hal ini mengubah
perilaku asli nya yang bersifat soliter (Semiadi dan Nugraha, 2004). Rusa timor dapat
hidup selama 15 – 20 tahun di alam maupun di penangkaran, dengan rerata masa hidup

7
17,5 tahun. Rusa memiliki kelebihan dibandingkan dengan hewan ruminansia lain. Rusa
mampu beradaptasi dengan berbagai habitat dan efisien dalam penggunaan pakan.
Penggunaan pakan oleh rusa lebih efisien dibandingkan dengan domba dan sapi
pedaging, yakni mencapai 4-5 kali lipat (Agnes, 2006). Rusa timor menyukai daun yang
lunak dan basah serta bagian muda dari jenis legum seperti lamtoro, turi dan jenis
rerumputan seperti mapu dan ilalang (Carter ,1978).

Banteng (Bos javanicus). Secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Spesies : Bos javanicus

Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memiliki bahu
depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang. Dikepala ada sepasang tanduk. Pada
Banteng jantan dewasa tanduknya berwarna hitam mengkilap, runcing dan melengkung
ke arah depan (medio enterior), sedangkan pada betina dewasa tanduknya lebih kecil dan
melengkung kebelakang. (Lekagul dan Mc. Neely, 1977 dalam Arif, 2006)

Menurut (Preffer dan Sinaga, 1964 dalam Arif, 2006), berat banteng dewasa di
Taman Nasional Baluran dapat mencapai 900 Kg dan tinggi bahunya kurang lebih 170
cm. Banteng jantan mempunyai ukuran tengkorak 50 cm, sedangkan betina dewasa lebih
kecil dari ukuran tengkorak banteng jantan. Tinggi bahu bervariasi menurut umur.
Banteng jantan yang berumur 8 – 10 tahun mempunyai tinggi bahu 170 cm, sedangkan
banteng betina mempunyai tinggi bahu 150 cm (Hoorgerwerf, 1970 dalam Arif, 2006).

Banteng mempunyai ciri khas yaitu pada bagian pantat terdapat belanga putih,
bagian kaki dari lutut ke bawah seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta
pada bagian atas dan bawah bibir berwarna putih. Banteng jantan mempunyai warna bulu

8
hitam. Semakin tua umurnya makin hitam warna bulunya. Banteng betina warna kulitnya
coklat kemerahan, semakin tua umurnya semakin gelap menjadi coklat tua. Warna kulit
anak banteng baik yang jantan maupun betina lebih terang dari pada warna kulit banteng
betina dewasa, tetapi pada banteng jantan muda (anak) warna kulitnya lebih gelap sejak
berumur antara 12 – 18 bulan. (Alikodra, 1983 dalam Arif, 2006).

Menurut (Hoorgerwerf, 1970 dan Lekagul & McNeely, 1973 dalam Arif, 2006),
umur banteng maksimum berkisar diantara 10 – 25 tahun, selanjutnya hidup seekor
banteng betina dapat menghasilkan keturunannya sebanyak 21 ekor anak. Umur pertama
banteng betina mampu untuk berkembang biak adalah 3 tahun, sedangkan banteng jantan
lebih dari 3 tahun.

Banteng, sebagai satwa yang hidup berkelompok, biasanya terdiri dari satu ekor
banteng jantan dewasa, bertindak sebagai ketua kelompok, jantan muda, betina induk dan
anak-anaknya. Banteng terkenal sebagai satwa yang mempunyai daya penciuman dan
pendengaran yang tajam. Sebagai tandanya, di waktu makan banteng sering mengangkat
kepala sambil mengibas-ibaskan telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya,
kemudian mulai makan lagi jika dirasa tidak ada tanda-tanda bahaya yang akan
mengganggu. Apabila ada tanda bahaya, banteng yang pertama kali mendengar hal itu
akan segera menghadap ke arah sumber bahaya sambil memberi isyarat kepada banteng
yang lainnya. Bila ada bahaya mengancam, banteng-banteng muda dan betina terlebih
dahulu masuk ke dalam hutan kemudian disusul oleh banteng dewasa jantan
(Hoorgerwerf, 1970 dalam Arif, 2006).

Dalam tiap-tiap kelompok biasanya terdapat beberapa banteng jantan muda (2 – 5


ekor) yang mana pada saatnya nanti, salah satunya akan menggantikan sebagai ketua
kelompok. Waktu pergantian ketua kelompok, sering terjadi perkelahian, dan banteng
yang kalah akan memisahkan diri dari kelompoknya dan kadang-kadang diikuti oleh
beberapa banteng betina yang setia kemudian membentuk kelompok baru (Alikodra,
1980 dalam Arif, 2006). Banteng yang sudah tua dan mendekati ajalnya akan
memisahkan diri dan menjadi banteng soliter sehingga rawan untuk menjadi mangsa
satwa predator (Hoorgerwerf, 1970 dalam Arif, 2006).

Menurut (Alikodra, 1983 dalam Arif, 2006), bahwa banteng mempunyai sifat-sifat
sebagai berikut :

a) Menyukai daerah yang luas dan tidak ada gangguan alami

9
b) Daerah yang banyak terdapat garam; daerah yang tidak ada gangguan lalat, lebah
dan yang lainnya
c) Daerah moonson forest, savana dan blang
d) Suka hidup berkelompok
e) Suka melaksanakan perjalanan jauh sambil makan dan kurang tahan terhadap terik
matahari sehingga banteng sering berlindung di bawah pohon rindang di dekat
padang rumput/savana.
Kerbau (Buballus buballis). Secara taksonomi kerbau dapat diklasifikasikan
sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Ungulata
Famili : Bovidae
Genus : Buballus
Spesies : Buballus buballis

Kerbau merupakan salah satu ternak ruminansia besar yang telah lama dikenal oleh
masyarakat Indonesia. Meskipun kerbau belum banyak mendapatkan perhatian dari segi
pemeliharaannya, akan tetapi kerbau merupakan salah satu ternak lokal yang memiliki
sejumlah keunggulan dan memberi banyak manfaat khususnya bagi petani dan peternak
(Erdiansyah, 2008). Kerbau adalah hewan ruminansia berkaki empat dan memiliki empat
puting susu. Kerbau adalah hewan bertulang besar, kompak (masif) dengan badan
tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar (Sudono, 1999).
Ukuran tubuh kerbau rawa dibeberapa negara Asia. Ukuran tubuh kerbau rawa di China
misalnya memiliki tinggi pundak, panjang badan dan lingkar dada pada jantan berurutan
129, 143 dan 188 cm; sedangkan pada betina berurutan 124, 132 dan 179 cm. Kerbau
rawa di Malaysia untuk ketiga ukuran tubuh tersebut dilaporkan pada jantan berurutan
129, 123 dan 183 cm; pada betina berurutan 121, 121 dan 180 cm. Ukuran tubuh kerbau
rawa di Thailand pada jantan berurutan 129, 144 dan 197 cm; serta pada betina berurutan
123, 134 dan 182 cm (Chantalakhana dan Skunmum, 2002). Pengamatan morfometrik
kerbau rawa di beberapa wilayah di Indonesia sudah dilaporkan sejumlah penelitian.
Propinsi Banten, misalnya pada kerbau jantan melaporkan tinggi pundak, panjang badan
dan lingkar dada berurutan 121, 121 dan 166 cm; sedangkan pada betina berurutan 117 ,

10
110 dan 171 cm. Kerbau rawa di Provinsi Sumatera Utara untuk ketiga ukuran tubuh
tersebut pada jantan berurutan 126, 118 dan 182 cm; sedangkan betina berurutan 118, 117
dan 168 cm (Hidayat, 2007).

Aktivitas kerbau terdiri dari aktivitas makan, aktivitas rumunansi, dan aktivitas
berkubang. Aktivitas makan yang menjadi awal yaitu aktivitas mencium hijauan, setelah
itu kerbau mulai melakukan aktivitas lainnya. Aktivitas merenggut makanan yaitu
perenggutan hijauan hingga diangkat untuk dikunyah. Aktivitas mengunyah makanan
yaitu aktivitas yang dimulai dari hasil perenggutan hijauan yang telah dikumpulkan di
dalam mulut hingga aktivitas menelan. Lalu, aktivitas menelan makanan yang dimulai
dari kunyahan hingga aktivitas lainnya (Rasyid, 2008). Aktivitas ruminasi terdiri dari
aktivitas mengeluarkan bolus yaitu aktivitas yang dimulai dari dikeluarkan bolus kemulut
hingga kerbau melakukan aktivittas mengunyah bolus. Aktivitas mengunyah bolus yaitu
aktivitas yang dimulai dengan mengunyah bolus yang telah dikeluarkan dari rumen ke
mulut hingga aktivitas menelan beberapa bolus. Aktivitas menelan bolus yaitu aktivitas
yang dimulai dari bolus yang langsung ditelan setelah dikeluarkan dari rumen ke mulut
atau menelan bolus yang melalui proses pengunyahan hingga akivitas mengeluarkan
bolus kembali (Rasyid, 2008). Aktivitas berkubang adalah aktivitas kerbau saat berendam
dalam lumpur, hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh panas (kalor) pada tubuhnya.
Secara alamiah, kerbau memang termasuk hewan ternak yang tidak tahan dengan panas
atau cuaca panas. Kerbau memiliki kulit di seluruh permukaan tubuhnya berwarna gelap.
Seperti dalam konsep materi pelajaran fisika, warna benda gelap cepat menerima dan
menyerap kalor atau panas. Dengan warna kulit gelap, penerimaan dan penyerapan panas
lebih cepat sehingga mempengaruhi suhu tubuh kerbau. Salah satu cara mengurangi
pengaruh panas terhadap tubuhnya, kerbau secara alamiah akan mencari perlindungan
terpengaruh oleh suhu yang tinggi sehingga akan mencari tempat berair atau berlumpur.
Misalnya berusaha untuk berkubang di lumpur atau berendam di air. Jika dihubungkan
dengan konsep biologi, kebiasaan unik kerbau dengan berkubang atau berendam
termasuk adaptasi tingkah laku (Hary Delfingra,
https://www.matrapendidikan.com/2017/10/kerbau-suka-berkubang-lumpur.html, 2019).

Monyet ekor panjang memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

11
Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Odro : Primates

Famili : Cercopithecidae

Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Monyet ekor panjang memiliki dua warna utama, yaitu coklat keabu-abuan dan
coklat kemerah-merahan dengan gradasi warna yang besar. Perbedaan warna bervariasi
sesuai dengan umur, musim dan lokasi, dimana populasi monyet yang hidup di hutan
umumnya berwarna lebih gelap dibandingkan monyet yang hidup di tepi laut. Hal ini
dipengaruhi oleh efek pemutihan (bleaching effects) dari udara garam dan sinar matahari
langsung (Lekagul dan McNeely, 1977). Monyet ekor panjang umumnya berwarna
coklat mengkilap (grizzled olive brown), kulit telanjang pada wajah, telapak tangan dan
kaki berwarna coklat kemerah-mudaan. Anak yang baru lahir berambut sangat tipis
dengan puncak kepala berwarna gelap. Ukuran kepala sampai badan 350-455 mm, ekor
400-565 mm dan memiliki bobot badan 1,5-5,0 kg. Pada hewan yang sudah tua ekor
kemungkinan lebih pendek akibat kecelakaan (Medway, 1978).

Primata ini mampu hidup dalam beragam ekosistem mulai dari hutan bakau di
pantai, dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian 2.000 meter dpl. Monyet
jenis ini tersebar luas di kawasan Asia Tenggara dan Selatan mulai dari Banglades,
Brunei, Filipina, India, Indonesia, Kamboja, Laos, Malaysia, Myanmar, Singapura,
Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Di Indonesia Monyet bernama latin Macaca
fascicularis ini dapat dijumpai di Bali, Bangka, Bawean, Belitung, Jawa, Kalimantan,
Kangean, Karimunjawa, Karimata, Lombok, Nias, Nusa Tenggara, Simeulue, Sumatra,
Sumba, Sumbawa, dan Timor.

Menurut (Hoeve, 2003) monyet ekor panjang hidup berkelompok sangat besar,
terkadang sampai dengan 300-400 ekor sebelum terjadi pemecahan. Jumlah rata-rata
kelompok antara 30-60 ekor. Apabila dua kelompok saling bertemu, timbul ketegangan
dan perkelahian selama 15-30 menit dimana pada monyet ekor panjang hanya

12
mengayun-ayunkan dahan dan memperlihatkan gigi. Jantan berukuran lebih besar dan
lebih galak daripada betina.

Perilaku monyet terdiri dari perilaku makan, agonistik, berpindah, dan kawin.
Aktivitas makan akan dimulai ketika monyet berada di dekat makanan, bisa dari pohon
yang bersangkutan atau pohon lain di dekatnya. Aktivitas makan dapat dibagi dalam tiga
tahapan, yaitu mengambil makanan, memasukkan ke mulut dan mengunyah. Jenis yang
paling banyak dimakan yaitu Ficus benjamina (31,7%), Eugenea densiflora (11,5%),
Gnetum gnemon (11,4%), Terminalia catappa (11%), Hibiscus teleaceus (10,5%) dan
Baringtonia asiatica (9,3%). Bagian yang paling banyak dimakan yaitu daun muda
(48%), buah (40,4%), bunga (5,9%) dan bagian lain (5,7%). Waktu makan berkisar
antara pukul 08.00-11.00 WIB dan 16.00-17.00 WIB (Sugiharto, 1992). Perilaku
agonistik meliputi perkelahian, pengejaran dan pertengkaran. Perilaku ini terjadi baik
antara individu jantan dengan betina, sesama jantan, sesama betina, individu jantan
dengan kelompok betina dan individu betina dengan kelompok betina. Dalam
perkelahian, individu-individu mengeluarakan suara khas (khrukh...khrukh...khrukh...)
sambil memunculkan giginya dilanjutkan dengan berkejaran. Perkelahian antar individu
betina berhubungan dengan hierarki sosial dimana individu yang peringkatnya lebih
tinggi mengejar individu yang peringkatnya lebih rendah. Perkelahian antara jantan
dengan betina lebih berhubungan dengan fungsi jantan sebagai pejantan dan pelindung
betina dalam anggota kelompoknya. Kelompok betina menyerang jantan secara
bersamaan menunjukkan pembelaan terhadap sesama betina, karena seringkali didahului
oleh jantan yang menyerang individu betina (Hadinoto, 1993). Monyet melakukan
perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara berjalan, berlari atau meloncat
dengan menggunakan tangan dan kakinya. Individu jantan akan berjalan kemana saja
tanpa terpengaruh individu betina. Monyet meloncat dengan cara menghentakan kaki
belakangnya dan tidak jarang kaki-kaki depan memegang benda yang ada di depannya,
hal ini diduga agar monyet tersebut dalam posisi menguntungkan dan tidak jatuh.
Monyet jarang terlihat berpindah sambil berdiri dengan hanya menggunakan dua kaki,
karena susunan kaki belakangnya tidak mendukung untuk dapat menopang tubuh dan
berjalan atau bergerak (Hadinoto, 1993). Perilaku kawin ditandai dengan kesediaan
betina terhadap jantan untuk memulai interaksi seksual (Hadinoto, 1993). Aktivitas
seksual lebih banyak dilakukan pada pagi hari. Individu jantan dominan lebih aktif
melakukan aktivitas seksual dibandingkan dengan individu jantan peringkat di

13
bawahnya. Individu jantan dominan lebih aktif mendekati individu betina yang sedang
birahi untuk dikawini dan sering juga terlihat individu betina yang birahi mendekati
individu-individu jantan. Individu jantan dominan sering terlihat mengancam/menyerang
individu jantan subordinat ketika mengawini individu betina (Yansyah, 1993). Perilaku
seksual monyet ekor panjang lebih banyak terjadi di pohon (arboreal) yaitu sebanyak
81,19% dibandingkan dengan di tanah (terestrial) yaitu sebanyak 18,81% (Priatna, 2003).

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1. Rancangan Penelitian


Penelitian ini menggunakan jenis penelitian deskriptif eksploratif yang
dilakukan dengan pengambilan gambar hewan yang ditemukan di Savana Bekol.
Penelitian ini bertujuan memperoleh informasi keanekaragaman hewan di Savana
Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur.
3.2. Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah beberapa kelompok hewan yang ada di
Savana Bekol Taman Nasional Baluran.
Sampel dalam penelitian ini adalah rusa, banteng, kerbau, dan monyet ekor
panjang yang ada di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Kabupaten Situbondo.
3.3. Waktu dan Tempat
Kegiatan penelitian ini dilaksanakan pada hari Minggu tanggal 7 April 2019
pukul 08.00 sampai dengan 14.00 WIB. Dilaksanakan di Savana Bekol Taman
Nasional Baluran Kabupaten Situbondo
3.4. Alat dan Bahan
Alat
Alat-alat yang di gunakan pada Kuliah Kerja Lapangan ini adalah sebagai
berikut:
a. Camera atau Alat Dokumentasi
b. Alattulis

Bahan

Bahan-bahan yang digunakan pada Kuliah Kerja Langan (KKL) ini adalah
sebagai berikut:

a. Rusa
b. Banteng
c. Kerbau
d. Monyet ekor panjang

15
3.5. Prosedur Kerja
Prosedur kerja pada penelitian ini dilakukan dengan melakukan pengamatan
dari jauh terhadap hewan-hewan yang ada di Savana Bekol, kemudian mencatat dan
mengambil gambar hewan-hewan tersebut.
3.6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu teknik
deskriptif eksploratif. Teknik deskriptif observatif diperoleh melalui pengamatan
secara langsung.

16
BAB IV

DATA DAN ANALISIS DATA

NO GAMBAR NAMA SATWA KETERANGAN


1. Gambar 1.1 Rusa Nama ilmiah :
Cervus timorensis
Famili : Cervidae

2. Gambar 1.2 Banteng Nama ilmiah :


Bos javanicus
Famili : Bovidae

3. Gambar 1.3 Kerbau Nama ilmiah :


Bubalus bubalis
Famili : Bovidae

4 Gambar 1.4 Monyet Ekor Nama ilmiah :


Panjang Macaca fascicularis
Famili : Cercopithecidae

17
BAB V

PEMBAHASAN

Berdasarkan data hasil pengamatan, pada Kuliah Kerja Lapangan dengan topik
Identifikasi Satwa di Savana Bekol Taman Nasional Baluran Situbondo Jawa Timur
ditemukan beberapa satwa diantaranya, yaitu rusa, banteng, kerbau, dan monyet ekor
panjang. Berikut adalah taksonomi, morfologi, habitat, tingkah laku, dan peranan dari
masing-masing satwa.

5.1. Rusa (Cervus timorensis)


Menurut (Primack, 1998) klasifikasi rusa timor sebagai berikut:
Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Cervidae
Genus : Cervus
Species : Cervus timorensis
Berdasarkan hasil pengamatan yang di temukan adalah rusa jenis rusa jawa
atau biasa disebut dengan rusa timor. Rusa timor mempunyai ukuran tubuh yang
kecil, tungkai pendek, ekor panjang, dan rambut berwarna coklat
kekuningkuningan. Pengamatan dilakukan pada saat musim hujan. Pada musim
penghujan bagian atas rusa berwarna keabu-abuan. Rusa timor jantan memiliki
ranggah yang relatif lebih besar, ramping, panjang dan bercabang. Cabang pertama
mengarah ke depan, cabang belakang kedua terletak satu garis dengan cabang
belakang pertama, cabang belakang kedua lebih panjang dari cabang depan kedua,
cabang belakang kedua kiri dan kanan terlihat sejajar.
Habitat Rusa Timor merupakan suatu kawasan yang terdiri dari komponen
fisik maupun abiotik yang merupakan suatu kesatuan yang dipergunakan sebagai
tempat hidup serta tempat berkembang biak satwa liar. Habitat rusa timor di Taman
Nasional Baluran adalah pada Savana Bekol. Savana bekol sebagai sumber pakan
dan vegetasi hutan yang rapat untuk tempat bernaung (istirahat), kawin, dan
menghindar dari predator.
Tingkah laku Rusa Timor di habitat alaminya merupakan satwa nokturnal,
yaitu aktif pada malam hari. Pada malam hari rusa timor biasanya mayoritas keluar
secara bergerombol menuju Savana Bekol. Pada siang hari hanya beberapa rusa

18
yang keluar mencari makan atau minum, selebihnya banyak yang bersembunyi di
balik pohon.
Peranan dari rusa timor adalah membantu manusia menjaga ke seimbangan
alam. Suatu ekosistem hutan yang terjaga siklus dan regenerasinya akan mampu
menjalankan fungsinya dengan baik, yaitu antara lain sebagai sumber ke
anekaragaman hayati satwa dan tumbuhan yang hidup di dalamnya, penghasil
oksigen, mata air,serta menjaga suhu udara tetap stabil. Sebagai indikator kesehatan
lingkungan suatu kawasan. Jumlah (maksimum) individu satwa liar yang dapat
hidup ditempat tertentu ditentukan oleh kemampuan suatu habitat untuk
mendukung. Jika satwa liar dapat hidup dan berkembang biak di suatu kawasan,
berarti kawasan itu tergolong masih bagus kondisinya. Sebagai objek wisata alam
keberadaan satwa liar di alam akan menjadi objek wisata tersendiri yang unik dan
menarik. Akan lebih menyenangkan bagi kita apabila dapat melihat satwa liar di
habita aslinya di alam. Selain itu, peranan rusa juga sebagai konsumen pertama
dalam ekosistem Savana Bekol karena rusa memakan rerumputan, dedaunan, dan
tumbuhan hijau lainnya.
5.2. Banteng (Bos javanicus)
Secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : Bos

Spesies : Bos javanicus

Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memiliki bahu
depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang. Dikepala ada sepasang tanduk.
Pada Banteng jantan dewasa tanduknya berwarna hitam mengkilap, runcing dan
melengkung ke arah depan (medio enterior), sedangkan pada betina dewasa
tanduknya lebih kecil dan melengkung kebelakang. Banteng mempunyai ciri khas
yaitu pada bagian pantat terdapat belanga putih, bagian kaki dari lutut ke bawah
seolah-olah memakai kaos kaki berwarna putih, serta pada bagian atas dan bawah

19
bibir berwarna putih. Banteng jantan mempunyai warna bulu hitam. Semakin tua
umurnya makin hitam warna bulunya. Banteng betina warna kulitnya coklat
kemerahan, semakin tua umurnya semakin gelap menjadi coklat tua. Warna kulit
anak banteng baik yang jantan maupun betina lebih terang dari pada warna kulit
banteng betina dewasa.

Habitat banteng adalah di daerah berhutan lebat ataupun hutan bersemak mulai
dari dataran rendah hingga ketinggian 2.100 mdpl. Persebarannya mulai dari
Kamboja, Indonesia (Jawa, Bali, dan Kalimantan), Laos, Malaysia, Thailand,
Myanmar, dan Vietnam. Di beberapa negara seperti Brunei Darussalam,
bangladesh, dan India, Banteng dinyatakan telah punah. Banteng pada Taman
Nasional Baluran memiliki habitat di Savana Bekol, sebelum dilepas secara liar
banteng-banteng tersebut di tempatkan dipenangkaran terlebih dahulu.

Tingkah laku banteng sebagai satwa yang hidup berkelompok, biasanya terdiri
dari satu ekor banteng jantan dewasa, bertindak sebagai ketua kelompok, jantan
muda, betina induk dan anak-anaknya. Banteng terkenal sebagai satwa yang
mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang tajam. Sebagai tandanya, di
waktu makan banteng sering mengangkat kepala sambil mengibas-ibaskan
telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya, kemudian mulai makan lagi jika
dirasa tidak ada tanda-tanda bahaya yang akan mengganggu. Apabila ada tanda
bahaya, banteng yang pertama kali mendengar hal itu akan segera menghadap ke
arah sumber bahaya sambil memberi isyarat kepada banteng yang lainnya.

Peranan dari banteng mirip dengan peranan rusa karena pada dasarnya peran
dari satwa liar di Taman Nasional Baluran ini hampir semuanya sama yaitu
membantu manusia menjaga ke seimbangan alam. Sebagai indikator kesehatan
lingkungan suatu kawasan. Jika satwa liar dapat hidup dan berkembang biak di
suatu kawasan, berarti kawasan itu tergolong masih bagus kondisinya. Sebagai
objek wisata alam keberadaan satwa liar di alam akan menjadi objek wisata
tersendiri yang unik dan menarik.. Selain itu, peranan banteng juga sebagai
konsumen pertama dalam ekosistem Savana Bekol dan dalam penangkaran, karena
banteng memakan rerumputan, dedaunan, dan tumbuhan hijau lainnya.

5.3. Kerbau (Buballus buballis)


Secara taksonomi kerbau dapat diklasifikasikan sebagai berikut:
Kingdom : Animalia

20
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Ungulata
Famili : Bovidae
Genus : Buballus
Spesies : Buballus buballis
Kerbau adalah hewan ruminansia, berkaki empat dan memiliki empat puting
susu. Kerbau adalah hewan bertulang besar, kompak (masif) dengan badan
tergantung rendah pada kaki-kaki yang kuat dengan kuku-kuku besar. Kerbau
mempunyai warna kulit yang hitam legam dan tanduk yang panjang melengkung.
Habitat kerbau adalah di daerah tropis. Kerbau pada Taman Nasional Baluran
memiliki habitat di Savan Bekol, terutama di genangan-genagan berlumpur.
Tingkah laku kerbau berdasarkan pengamatan adalah pada saat kerbau sedang
melakukan aktivitas berkubang. Berkubang adalah aktivitas kerbau saat berendam
dalam lumpur, hal ini bertujuan untuk mengurangi pengaruh panas (kalor) pada
tubuhnya. Secara alamiah, kerbau memang termasuk hewan ternak yang tidak tahan
dengan panas atau cuaca panas. Kerbau memiliki kulit di seluruh permukaan
tubuhnya berwarna gelap. Dengan warna kulit gelap, penerimaan dan penyerapan
panas lebih cepat sehingga mempengaruhi suhu tubuh kerbau.
Peranan kerbau pada umumnya yaitu sebagai hewan ternak, dagingnya untuk
dikonsumsi, dan ada juga yang dijadikan sebagai tenaga kerja seperti pada
pembajakan sawah. Kerbau pada Taman Nasional Baluran berperan sebagai
penjaga keseimbangan ekosistem, sebagai objek pariwisata, serta sebagai konsumen
pertama dalam ekosistem savana karena kerbau memakan rerumputan serta
tumbuhan hijau lainnya.
5.4. Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis)
Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) memiliki klasifikasi ilmiah sebagai
berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Odro : Primates

Famili : Cercopithecidae

21
Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Monyet ekor panjang memiliki dua warna utama, yaitu coklat keabu-abuan dan
coklat kemerah-merahan dengan gradasi warna yang besar. Perbedaan warna
bervariasi sesuai dengan umur, musim dan lokasi. Populasi monyet yang hidup
Taman Nasional Baluran umumnya berwarna lebih gelap. Hal ini dipengaruhi oleh
efek pemutihan (bleaching effects) dari udara garam dan sinar matahari langsung.
Monyet ekor panjang yang ditemukan dalam pengamatan memiliki kulit telanjang
pada wajah, telapak tangan dan kaki berwarna coklat kemerah-mudaan. Anak yang
baru lahir berambut sangat tipis dengan puncak kepala berwarna gelap.

Habitat dari monyet ekor panjang ini adaah pada beragam ekosistem mulai
dari hutan bakau di pantai, dataran rendah hingga pegunungan dengan ketinggian
2.000 meter dpl. Monyet jenis ini tersebar luas di kawasan Asia Tenggara dan
Selatan mulai dari Banglades, Brunei, Filipina, India, Indonesia, Kamboja, Laos,
Malaysia, Myanmar, Singapura, Thailand, Timor Leste, dan Vietnam. Di Indonesia
Monyet bernama latin Macaca fascicularis ini dapat dijumpai di Bali, Bangka,
Bawean, Belitung, Jawa, Kalimantan, Kangean, Karimunjawa, Karimata, Lombok,
Nias, Nusa Tenggara, Simeulue, Sumatra, Sumba, Sumbawa, dan Timor. Monyet
ekor panjang pada Taman Nasional Baluran memiliki habitata hampir di semua
ekosistem seperti di pepohonan tempat parkir atau tempat masuk, di evergreen,
pantai bama, dan savana bekol. Namun, monyet ini mayoritas berada pada Savana
Bekol.

Tingkah laku laku monyet yang diamati terdiri dari tingkah laku makan,
agonistik, berpindah, dan kawin. Aktivitas makan akan dimulai ketika monyet
berada di dekat makanan, bisa dari pohon yang bersangkutan atau pohon lain di
dekatnya. Aktivitas makan dapat dibagi dalam tiga tahapan, yaitu mengambil
makanan, memasukkan ke mulut dan mengunyah. Tingkah laku agonistik meliputi
perkelahian, pengejaran dan pertengkaran. Perilaku ini terjadi baik antara individu
jantan dengan betina, sesama jantan, sesama betina, individu jantan dengan
kelompok betina dan individu betina dengan kelompok betina. Dalam perkelahian,
individu-individu mengeluarakan suara khas (khrukh...khrukh...khrukh...) sambil
memunculkan giginya dilanjutkan dengan berkejaran. Monyet melakukan
perpindahan dari satu tempat ke tempat lain dengan cara berjalan, berlari atau

22
meloncat dengan menggunakan tangan dan kakinya. Individu jantan akan berjalan
kemana saja tanpa terpengaruh individu betina. Monyet meloncat dengan cara
menghentakan kaki belakangnya dan tidak jarang kaki-kaki depan memegang
benda yang ada di depannya. Pada monyet betina biasanya menggendong anaknya
di bagian depan jika anaknya baru lahir, jika anaknya sudah sedikit besar maka
sesekali anak monyet akan gendong pada punggung induknya. Tingkah laku kawin
pada monyet berdasarkan pengamatan adalah biasanya aat diperhatikan oleh
manusia. Pada saat kawin, monyet jantan akan lebih agresif dari pada monyet
betina.

Peranan dari monyet ekor panjang sangat penting bagi hutan. Pada Taman
Nasional Baluran salah satu peranannya adalah sebagai pemakan buah-buahan dan
biji yang terdapat di hutan, sehingga membantu dalam penyebaran biji-biji demi
terjaganya keseimbangan alam. Monyet ekor panjang sebagai konsumen pertama
karena memakan buah-buahan dan biji. Selain itu, peranan dari monyet ekor
panjang juga sebagai objek wisata.

23
BAB VI

PENUTUP

6.1. Kesimpulan

Berdasarkan hasil pengamatan ditemukan beberapa satwa diantaranya, yaitu


rusa, banteng, kerbau, dan monyet ekor panjang. Berikut adalah taksonomi,
morfologi, habitat, tingkah laku, dan peranan dari masing-masing satwa.

Rusa (Cervus timorensis) Menurut (Primack, 1998) klasifikasi rusa timor


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Cervidae
Genus : Cervus
Species : Cervus timorensis

Rusa timor mempunyai ukuran tubuh yang kecil, tungkai pendek, ekor
panjang, dan rambut berwarna coklat kekuningkuningan. Pengamatan dilakukan
pada saat musim hujan. Pada musim penghujan bagian atas rusa berwarna keabu-
abuan. Rusa timor jantan memiliki ranggah yang relatif lebih besar, ramping,
panjang dan bercabang. Habitatnya di Savanan Bekol. Tingkah laku Rusa Timor di
habitat alaminya merupakan satwa nokturnal, yaitu aktif pada malam hari. Peranan
dari rusa timor adalah membantu manusia menjaga ke seimbangan alam.

Banteng (Bos javanicus) Secara taksonomi banteng dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Ordo : Artiodactyla

Famili : Bovidae

Genus : Bos

24
Spesies : Bos javanicus

Banteng merupakan hewan yang besar, tegap dan kuat dengan memiliki bahu
depan yang lebih tinggi daripada bagian belakang. Dikepala ada sepasang tanduk.
Habitatnya adalah di Savana Bekol dan di penangakaran. Tingkah laku banteng
terkenal sebagai satwa yang mempunyai daya penciuman dan pendengaran yang
tajam. Sebagai tandanya, di waktu makan banteng sering mengangkat kepala sambil
mengibas-ibaskan telinganya untuk mendengar apakah ada bahaya, kemudian mulai
makan lagi jika dirasa tidak ada tanda-tanda bahaya yang akan mengganggu.
Peranannya adlah sebagai indikator kesehatan lingkungan suatu kawasan.

Kerbau (Buballus buballis) Secara taksonomi kerbau dapat diklasifikasikan


sebagai berikut:

Kingdom : Animalia
Filum : Chordata
Kelas : Mammalia
Ordo : Ungulata
Famili : Bovidae
Genus : Buballus
Spesies : Buballus buballis
Kerbau adalah hewan ruminansia, berkaki empat dan memiliki empat puting
susu. Kerbau mempunyai warna kulit yang hitam legam dan tanduk yang panjang
melengkung. Habitat kerbau adalah di daerah tropis. Kerbau pada Taman Nasional
Baluran memiliki habitat di Savan Bekol, terutama di genangan-genagan
berlumpur. Tingkah laku kerbau berdasarkan pengamatan adalah pada saat kerbau
sedang melakukan aktivitas berkubang. Berkubang adalah aktivitas kerbau saat
berendam dalam lumpur. Peranan kerbau pada Taman Nasional Baluran berperan
sebagai penjaga keseimbangan ekosistem dan sebagai objek pariwisata.
Monyet ekor panjang memiliki klasifikasi ilmiah sebagai berikut :

Kingdom : Animalia

Filum : Chordata

Kelas : Mammalia

Odro : Primates

Famili : Cercopithecidae

25
Genus : Macaca

Spesies : Macaca fascicularis

Monyet ekor panjang memiliki dua warna utama, yaitu coklat keabu-abuan dan
coklat kemerah-merahan dengan gradasi warna yang besar. Habitat dari monyet
ekor panjang ini adaah dipepohonan Taman Nasional Baluran terutama di Savana
Bekol. Tingkah laku laku monyet yang diamati terdiri dari tingkah laku makan,
agonistik, berpindah, dan kawin. Peranan dari monyet ekor panjang sangat penting
bagi hutan. Pada Taman Nasional Baluran salah satu peranannya adalah sebagai
pemakan buah-buahan dan biji yang terdapat di hutan, sehingga membantu dalam
penyebaran biji-biji demi terjaganya keseimbangan alam.

6.3. Saran
Penyusun menyadari dalam penulisan laporan ini masih terdapat banyak
kesalahan dan kekurangan baik dari segi materi maupun bahasanya. Oleh karena
itu, kritik dan saran yang membangun sangat penyusun harapkan demi
kesempurnaan laporan ini di masa yang akan datang.

26
DAFTAR PUSTAKA

Agnes. 2006. Skripsi Tanggapan Masyarakat Tentang Penangkaran Rusa Sambar Unversitas
Lampung. Universitas Lampung.

Alikodra, A.H.S.1990. Pengelolaan Satwa Liar, Jilid 1. Departemen Pendidikan dan


Kebudayaan. Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Pusat Antara Universitas
Ilmu Hayati. IPB. Bogor.

Anwar., S.J. Danamik, N.Hisyam dan A.J. Whitten. 1984. Ekologi Ekosistem Sumatera.
Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Balai Taman Nasional Baluran.2002. Rencana Karya Lima Tahun (RKL) Balai Taman
Nasional Baluran Periode Tahun 2003-2007. Direktorat Jenderal Perlindungan
Hutan dan Konservasi Alam Balai Taman Nasional Baluran. Departemen Kehutanan.

Carter dan W. Veever.1978. Mamalia Darat Indonesia. Jakarta: PT. Intermasa.

Chantalakhana, C. & P. Skunmum. 2002. Suitainable Smallholder Animal System in The


Tropics. Kasetsart University Press. Bangkok.
Erdiansyah. 2008. Studi keragaman fenotipe dan pendugaan jarak genetik antara kerbau
lokal di Kabupaten Dompu Nusa Tenggara Barat. Skripsi. Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Garsetiasih, dan Mariana. 2007. Model Penangkaran Rusa. Prosiding Ekspos Hasil-
hasil Penelitian.

Gunaryadi. 1996. Pengamatan Populasi Cervus timorensis di Savana Bekol Taman Nasional
Baluran Jawa Timur. Disertasi. Yogyakarta: Fakultas Pasca Sarjana UGM.
Hadinoto. 1993. Studi Perilaku dan Populasi Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis
Raffles 1821) dalam Kandang Penangkaran [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Harianto, S.P. dan Dewi, B.S. 2011. Laporan Pengabdian Perilaku Harian Rusa Sambar
(Cervus unicolor) Pada Siswa SD N 1 Sukarame Bandar Lampung. Universitas
Lampung.

Hary Delfingra, https://www.matrapendidikan.com/2017/10/kerbau-suka-berkubang-


lumpur.html. Diakses Pada Tanggal 14 Mei Pukul 21:44.

27
Hidayat, U. 2007. Karakteristik fenotipik kerbau Banten dan Sumatera Utara. Skripsi.
Fakultas Peternakan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.
Hoeve VW van. 2003. Ensiklopedi Indonesia Seri Fauna: Mamalia 1. Jakarta:

Ismail, D. 2002. Kajian Tingkah Laku dan Kinerja Reproduksi rusa Timor
(Cervus timorensis) yang dipelihara di Penangkaran Cariu dan
Ranca Upas Jawa Barat, Disertasi. Universitas Padjadjaran
Bandung.

ITIS. https://www.itis.gov/servlet/SingleRpt/SingleRpt. Diakses Pada


Tanggal 14 Mei 2019 Pukul 22:12.

Jacoeb, T.N., Wiryosuhanto, S.D. 1994. Prospek Budidaya Ternak Rusa. Penerbit
Kanisius, Jakarta. Cetakan pertama.

Lekagul B, JA McNeely. 1977. Mammals of Thailand. Thailand: Association for the


Conservation of Wildlife.

Medway L. 1978. The Wild Mammals of Malaya (Peninsular Malaysia) and Singapore
Second Edition. Kuala Lumpur: Oxford University Press.

Nasional Baluran Jawa Timur. Disertasi. Fakultas Pascasarjana UGM, Yogyakarta.

Pratiwi, Arif. 2006. Analisis Habitat Banteng (Bos javanicus) di Taman Nasional Baluran.Balai
Taman Nasional Baluran.

Priatna B. 2003. Tingkah Laku Seksual Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di
Pulau Tinjil, Kabupaten Pandeglang: Studi Kasus di Pulau Tinjil, Kabupaten
Pandeglang [skripsi]. Bogor: Jurusan Ilmu Produksi Ternak Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor.

Primack, RB. 1998. Biologi Konservasi. Jakarta. Yayasan Obor Indonesia.

PT. Ikrar Mandiriabadi.

Rasyid, I.N., 2008. Tingkah Laku Ternak. Bahan Ajar Fakultas Peternakan Universitas
Jenderal Sudirman, Purwokerto.

Resosoedarma, Soedjiran, R. 1989. Pengantar Ekologi. Remaja Karya CV. Bandung.

Rizkinta, E.N. 2010. Skripsi Pola Penggunaan Ruang Oleh Rusa Sambar Jantan (Cervus
unicolor). Di Penangkaran Rusa. Universitas Lampung.

28
Schroder T.O. 1976. Deer in Indonesia. Nature Conservation Department. Wageningen.

Semiadi G, RTP Nugraha. 2004. Panduan pemeliharaan rusa tropis. Pusat Penelitian
Biologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Bogor.

Sinclair, S. 1998. Deer Farming in Queensland. Rusa Deer Management. DPI note,
Department of Primary Industries Queensland, Brisbane, Australia.

Sudono. 1999. Ilmu Produksi Ternak Perah. Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor.
Sugiharto G. 1992. Studi Perilaku Makan Monyet Ekor Panjang (Macaca fascicularis) di
Pulau Tinjil, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi Sumberdaya Hutan
Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

Wemmer, C., T.H., Kunz, G. Lundie- Jenkins & W.J. McShea. 1996. Mamalia Sign. In
: D.E., Wilson, F.R., Cole, J.D., Nichols. Measuring and Monitorimg
Biological Diversity: Standart Methods For Mammals.

Yansyah E. 1993. Studi Perilaku Sosial dan Pola Penggunaan Ruang Monyet Ekor Panjang
(Macaca fascicularis Raffles 1821) di Kandang Terbuka (Free Ranging) Pusat
Studi Satwa Primata IPB, di Darmaga, Bogor [skripsi]. Bogor: Jurusan Konservasi
Sumberdaya Hutan dan Ekowisata Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor.

YUSUF SABARNO. 2002. Savana Taman Nasional Baluran, BIODIVERSITAS, Vol. 3, No.
1.

29
LAMPIRAN

30

Anda mungkin juga menyukai