Anda di halaman 1dari 14

SISTEMATIKA KIMIAWI DENGAN MENGGUNAKAN DATA

DNA FINGERPRINTING

Oleh :
Nama : Putri Intan Maharani
Nim : B1J014142
Kelompok :2
Rombongan :I
Asisten : Khusnul Khotimah

LAPORAN PRAKTIKUM SISTEMATIKA MIKROBA

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI, DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2017

I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karakterisasi molekular merupakan karakterisasi dengan menggunakan data


molekular. Salah satu data molekular yang digunakan dalam identifikasi mikroba
adalah asam nukleat. Analisis asam nukleat meliputi analisis plasmid DNA, analisis
DNA kromosomal, hibridisasi DNA, DNA fingerprinting, prosedur amplifikasi dan
teknik sequencing. Metode fenotipik belum tentu cukup memberikan informasi yang
jelas dalam membedakan strain intra dan inter-species. Metode molekular oleh
karena itu dibutuhkan, untuk memperoleh informasi yang lebih akurat. Analisis
phylogenetic-tree berdasarkan sekuen gen 16S rRNA sering dipakai sebagai metode
untuk mengklasifikasikan organisme. Sekuen gen 16S rRNA pada bakteri merupakan
marker molekular universal yang baik karena mengandung daerah yang sangat stabil
(conserved region) maupun daerah yang variable, jarang sekali mengalami transfer
gen secara lateral, dan mengalami perubahan yang sangat lambat selama evolusi
sehingga dapat digunakan untuk mengetahui hubungan filogenetik. Klasifikasi
bakteri secara filogenetik sangat dibutuhkan terutama untuk bakteri patogenik karena
bakteri yang memiliki kedekatan hubungan kekerabatan dapat dikelompokkan
sebagai suatu genus atau spesies sehingga dapat terhindar dari pengklasifikasian
yang tidak tepat dan kesalahan dalam identifikasi (Salaki et al., 2010).
Klasifikasi dan identifikasi merupakan dua hal yang memiliki perbedaan,
namun pada dasarnya saling berhubungan dalam taksonomi. Klasifikasi dapat
diidentifikasikan sebagai penyusunan suatu organisme kedalam suatu kelompok
taksonomi (taksa) berdasarkan persamaan atau hubungan. Klasifikasi
mikroorganisme prokariota berdasarkan pengalaman dan juga teknik observasi, sifat
biokimia, fisiologi, genetik dan morfologi yang merupakan ciri khas untuk kemudian
dapat menggambarkan sebuah takson. Mikroorganisme memiliki cakupan yang
sangat luas dan terdiri dari berbagai kelompok serta jenis, sehingga diperlukan suatu
cara pengelompokan atau pengklasifikasian (Sembiring, 2003).
Taksonomi merupakan suatu langkah dalam pengelompokan jasad hidup ke
dalam kelompok atau takson yang sesuai. Taksonomi dapat dilakukan secara
numerik ataupun fenetik. Taksonomi secara numerik (numerical taxonomy) adalah
taksonomi yang dikelompokkan berdasarkan pada informasi sifat suatu organisme
yang dikonversikan ke dalam bentuk yang sesuai untuk analisis numerik dan
dibandingkan menggunakan komputer. Sebaiknya 50 atau beberapa ratus karakter
yang dapat dibandingkan, karakter tersebut diantaranya adalah karakter morfologi,
biokimiawi, dan fisiologi. Koefisien asosiasi ditentukan diantara karakter–karakter
yang dimiliki oleh dua atau lebih organisme (Felsenstein, 2004).
Pengklasifikasian bakteri memiliki beberapa kesulitan, kriteria dalam
klasifikasi bakteri berbeda dengan mengklasifikasikan tumbuhan tingkat tinggi
ataupun hewan tingkat tinggi. Hal ini didasarkan terutama pada sifat-sifat
morfologinya. Klasifikasi bakteri didasarkan pada sebagiam sifat–sifat morfologi dan
sifat-sifat fisiologinya termasuk imunologi. Dasarnya bakteri ketika
dibawah mikroskop menunjukkan bentuk morfologi yang sama, namun sifat - sifat
fisiologi mereka berlainan antara yang satu dengan yang lain. Ada beberapa
golongan bakteri yang sama bentuknya, namun yang berlainan fungsi dalam
melangsungkan metabolisme. Ada pula suatu golongan yang dapat menyebabkan
suatu penyakit, sedangkan golongan yang lain tidak, sehingga dari karakter
tersebut bakteri dapat diklasifikasikan berdasarkan sifat–sifat morfologi (Farida,
2009).
DNA fingerprint merupakan salah satu bagian atau tipe dari bioteknologi
yaitu tipe bioteknologi forensik. Bioteknologi itu sendiri berarti seperangkat teknik
yang memanfaatkan organisme hidup atau bagian dari organisme hidup, untuk
menghasilkan atau memodifikasi produk, meningkatkan kemampuan tumbuhan dan
hewan, mengembangkan mikroorganisme untuk penggunaan khusus yang berguna
bagi kehidupan manusia atau lingkungan (Farida, 2009).

B. Tujuan

Tujuan dari praktikum ini adalah memperkenalkan prosedur taksonomi


kimiawi berdasarkan data sidik jari DNA atau total protein selular.
II. MATERI DAN CARA KERJA

A. Materi

Alat yang digunakan dalam praktikum kali ini adalah komputer atau laptop
yang memiliki program Paint Photo Shop, Notepad, Programmer File Editor (PFE),
MVSV dan MS. Excel.
Bahan yang digunakan adalah data sidikjari DNA atau protein dari kelompok
mikroba dapat diperoleh dari publikasi jurnal ilmiah yang dapat diunduh dari situs
internet.

B. Metode
Metode yang dilakukan dalam praktikum kali ini adalah sebagai berikut :
a. Pengolahan data band fingerprinting
- Gambar fingerprinting dari suatu publikasi ilmiah disimpan dalam direktori
dan diberi nama.
- Buka program Paint Shop Pro
- Klik file>New
- Klik OK. Muncul halaman baru
- Klik File> Open. File gambar fingerprint dicari pada direktori dimana file
disimpan.
- Setelah fingerprint terbuka, maka gambar tersebut dijadikan sebagai
“Background”.
- Dibuat layer di atas Background dengan cara Klik Layer>New>OK
- Setelah layar terbuka maka band-band pada background (fingerprint) dapat
dibuat gambar representatifnya pada layer di atasnya dengan mengklik icon
“Shape” pada toolbar sebelah kiri sehingga band dapat direpresentasikan
sebagai kotak-kotak kosong.
- Kotak representasi band diwarnai dengan mengklik icon “Flood Fillí pada
toolbar sebelah kiri kemudian klik pada masing-masing band sehingga semua
band terwarnai dengan jelas.
- Untuk menampilkan hasil diagram representatif, maka background harus
dihapus dengan cara: klik Layer> Background sehingga halaman yang aktif
adalah background. Selanjutnya klik Layer> Delete. Maka background akan
terhapus sehingga menampilkan diagram representatif saja.
- File representasi data fingerprint disimpan dan diberi nama file.
b. Transformasi/Interpretasi data fingerprinting menjadi data numerik
- File representasi data fingerprint (cara kerja a) diprint out.
- Setiap band yang terbentuk merupakan suatu karakter yang dimiliki oleh
strain tersebut. Strain uji yang memiliki band sama dan berada pada posisi
yang sejajar diberi kode (+), sebaliknya strain yang tidak memiliki band pada
posisi horisontal tersebut maka strain tersebut diberi kode (-) pada nomor
karakter yang diperbandingkan.
- Data karakter tersebut selanjutnya dimasukkan dalam Tabel n x t pada
program Excell.
c. Pemasukan data dari matriks n x t ke dalam komputer (data entry)
- Data karakter genotipik yang telah diberi skor (+) atau (-) dimasukkan ke
dalam komputer dengan menggunakan program Excell.
- Data selanjutnya dicopykan ke dalam program PFE (Programmer File
Editor), selanjutnya data (+) dikonversikan menjadi 1 dan data (-)
dikonversikan menjadi 0.
- Data tersebut kemudian diolah dalam program MVSV untuk
mengkonstruksikan dendrogram yang mencerminkan klasifikasi OTU
berdasarkan nilai indeks similaritas (SSM) dan (SJ) dengan algoritma UPGMA.
d. Presentasi hasil klasifikasi
- Dendrogram yang dihasilkan oleh analisis kluster dalam program MVSP
selanjutnya dikonversikan dari format file.plg menjadi format file.hgl, hal ini
agar dapat dibuka dengan program PAINTSHOP PRO untuk pengeditan
dendrogram.
- Dendrogram yang telah diedit selanjutnya di insert ke dalam file dokumen
dalam program WORDS (file teks).
e. Penentuan struktur taksonomis
- Penentuan struktur taksonomis yang digambarkan oleh dendrogram mengacu
pada aturan standar yaitu bahwa pendefinisian fena dengan tingkat similaritas
> 70%.
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

Analisis sidik jari DNA adalah salah satu metode aplikasi marka molekuler
untuk deteksi filogenetik dalam memahami keanekaragaman suatu plasma nutfah
melalui rekonstruksi hubungan kekerabatan (phylogentic relationship). Fingerprint
adalah gurat-gurat yang terdapat di kulit ujung jari. Fungsinya adalah untuk memberi
gaya gesek lebih besar agar jari dapat memegang benda-benda lebih erat. Sidik jari
dapat digunakan sebagai sarana pengamanan dalam melakukan akses ke komputer
karena sidik jari mempunyai ciri yang unik, setiap manusia memilikinya, dan selalu
ada perbedaan antara yang satu dengan yang lain (Hansen et al., 1995).
Sidik jari DNA (DNA fingerprinting) merupakan suatu teknologi DNA untuk
melihat keragaman individu, dapat untuk membedakan individu yang dekat
kekerabatannya sekalipun. Pemeriksaan DNA semakin banyak digunakan untuk
menganalisis bahan biologis karena DNA memiliki beberapa keunggulan diantaranya
DNA bersifat spesifik (setiap makhluk hidup mempunyai sekuen DNA yang unik),
relatif stabil, dapat diperbanyak secara in vitro (dapat menggunakan teknik
Polymerase Chain Reaction (PCR)), dan pada organisme tingkat tinggi distribusinya
luas yaitu hampir pada semua sel tubuh. Metode sidik jari DNA dapat diterapkan
pada semua makhluk hidup, baik prokariotik maupun eukariotik (Farida, 2009).
Sebuah sidik jari DNA, adalah pola DNA yang memiliki urutan yang unik
sedemikian rupa sehingga dapat dibedakan dari pola DNA individu-individu lainnya.
DNA fingerprinting juga disebut “ketikan DNA”. Sidik jari DNA pertama kali
digunakan untuk identifikasi sampel setelah ahli genetika Alec Jeffreys J. dari
Universitas Leicester di Inggris menemukan bahwa ada pola materi genetik yang
unik untuk setiap individu. Dia menyebut urutan DNA berulang “mini satellites.”
Dua kegunaan utama untuk informasi yang diberikan oleh analisis DNA
fingerprinting adalah untuk identifikasi individu dan untuk penentuan ayah. (Farida,
2009).
DNA fingerprinting didasarkan pada DNA yang dianalisis dari daerah dalam
genom yang terpisah yang disebut intron gen. Intron adalah daerah dalam suatu gen
yang bukan bagian dari protein gen pengkode. Mereka keluar disambung selama
pemrosesan dari messenger RNA, yang merupakan molekul antara yang
memungkinkan DNA untuk mengkodekan protein. Hal ini berbeda dengan analisis
DNA dalam penentuan mutasi yang menyebabkan penyakit, dimana sebagian besar
mutasi melibatkan daerah dalam gen yang kode untuk protein yang disebut ekson.
Analisa DNA fingerprinting adalah teknik analisis untuk mengidentifikasi suatu
individu berdasarkan pada fragmen DNA-nya (Genersch dan Otten, 2003).
Keuntungan dari analisis fingerprinting ini, dapat mengetahui kekerabatan,
karakterisasi, dan penanda suatu spesies baik hewan maupun tumbuhan. DNA
fingerprinting setiap individu berbeda-beda sehingga dapat digunakan sebagai bukti
forensik pada kasus kejahatan. Tes DNA ini bisa digunakan DNA yang terdapat pada
inti sel atau DNA mitokondria. Analisis menggunakan DNA mitokondria memiliki
kelebihan utama yaitu penggunaan mtDNA adalah jumlah molekulnya yang
mencapai ribuan dalam satu sel sehingga memungkinkan dilakukan analisis dari
sampel yang sangat sedikit, misalnya cairan tubuh, akar atau batang rambut bahkan
tulang dan fosil tulang. Selain itu, bentuknya yang relatif lebih stabil dan resisten
terhadap degradasi. Ketiadaan mitokondria ayah pada keturunannya mempermudah
analisis penurunan mtDNA. Karakteristik ini memungkinkan mtDNA sebagai alat
untuk mengetahui hubungan maternal antar individu, mempelajari antropologi, serta
biologi evolusi berbagai makhluk hidup. Kelemahan penggunaan mtDNA adalah
kemungkinan menemukan kesamaan antar individu yang relatif tinggi, terutama
individu yang terkait hubungan keluarga segaris ibu, selain itu DNA mitokondria
sering mengalami mutasi (Genersch dan Otten, 2003).
Metode DNA finger printing merupakan metode yang berguna dalam
taksonomi bakteri dan klasifikasi filogenetik. Metode ini menunjukan hasil yang
menjanjikan pada pola gen diantara isolat bakteri sehingga sangat berguna untuk
mengkarakterisasi gen-gen dari bakteri. Pola sidik jari yang diperoleh dapat dijadikan
sebagai alat untuk mengidentifikasi spesies ataupun populasi bakteri yang termasuk
dalam lokasi geografis yang berbeda, morfologis yang berbeda tanpa mengetahui
informasi genetic sebelumnya (Saxena et al., 2014).
Prosedur kerja taksonomi kimiawi diawali dengan pengolahan data band
fingerprinting dengan menggunakan aplikasi Paintshop, kemudian data
diinterpretasikan ke dalam numerik dengan mebuka program Ms. Excell. Kemudian
buka file baru (click new) dan ketikan label OTU pada kolom (sejumlah strain uji n).
Lalu label unit karakter diketikan pada baris (row) sebanyak karakter uji (t). Masing-
masing nilai (+) atau (-) dimasukkan pada cell yang sesuai. Kemudian matriks
n x t yang telah selesai disusun, selanjutnya dikopikan ke PFE dengan cara
memblok seluruh matriks dan kemudian klik copy. Selanjutnya buka program PFE
dan klik new untuk membuka file baru. Klik paste untuk mengkopikan file data dari
excel yang telah disusun tadi. Baris pertama ketik: *Lt n Nama Data yang akan
dianalisis. Data (+) dan (-) berturut – turut dikonversikan menjadi 1 dan
0 dengan Replace All dari menu Edit. Selanjutnya data dirapikan supaya lurus dalam
baris dan kolom dengan jarak atau spasi. Save file dalam format *.mvs dalam
direktori MVSP, kemudian PFE diminimize. Langkah selanjutnya adalah membuka
program MVSP dan klik file open, pilih data yang disimpan dengan format: *.mvs.
Kemudian select  Analysis, pilih Clustering analysis. Muncul kotak dialog, pada
menu Option pilih Clustering method: Default UPGMA. Kemudian pada similarity
or distance, pilih jaccard coefficient (SJ) atau simple matching coefficient (SSM).
Menu advanced: relust to display, checklist (√) semua lalu klik Ok. Kemudian
simpan file dengan format nama*.mvd, lalu klik save. Print screen dendogram dan
data hasil analisis klaster ke Ms. Word. Blok data hasil analisis klasternya, lalu
kopikan ke Ms. Excel. Buat data sorted dan unsorted dengan membandingkan
tingkat similaritas tiap grup. Hitung indeks similaritasnya dengan rumus
=Correl(data unsorted;datasorted)*100, lalu enter (Genersch dan Otten, 2003).

Gambar 3.1. Hasil Elektroforesis


Gambar 3.2. Hasil Elektroforesis dalam Paintshop
Tabel 3.1. Hasil Interpretasi Data Representatif Menjadi Data Numerik
Isolat/ A B C D E F G H I J
Karakter
1 - - - - - - - - - +
2 - - - - - - - - - -
3 - + - - - + - + + +
4 + - - - - - + - - +
5 - + + + + - - + + +
6 - - - + + + + + + +

Tabel 3.2. Hasil Matriks Similiaritas Simple Matching Coefficient


  A B C D E F G H I J
A 1
B 0.66
1
7
C 0.77 0.88
1
8 9
D 0.66 0.77 0.88
1
7 8 9
E 0.66 0.77 0.88
1 1
7 8 9
F 0.66 0.77 0.66 0.77 0.77
1
7 8 7 8 8
G 0.88 0.55 0.66 0.77 0.77 0.77
1
9 6 7 8 8 8
H 0.55 0.88 0.77 0.88 0.88 0.88 0.66
1
6 9 8 9 9 9 7
I 0.55 0.88 0.77 0.88 0.88 0.88 0.66
1 1
6 9 8 9 9 9 7
J 0.55 0.66 0.55 0.66 0.66 0.66 0.66 0.77 0.77
1
6 7 6 7 7 7 7 8 8
  A B C D E F G H I J

Tabel 3.3. Hasil Node Simple Matching Coefficient


Node Group Group Simil. in
1 2 group
1 D E 1 2
2 H I 1 2
3 A G 0.889 2
4 B C 0.889 2
5 Node 1 Node 2 0.889 4
6 Node 4 Node 5 0.833 6
7 Node 6 F 0.796 7
8 Node 7 J 0.683 8
9 Node 3 Node 8 0.667 10

UPGMA
J
F
I
H
E
D
C
B
G
A
0.64 0.7 0.76 0.82 0.88 0.94 1

Simple Matching Coefficient

Gambar 3.3. Hasil Dendogram Simple Matching Coefficient

Tabel 3.4. Hasil Matriks Similiaritas Jaccard Coefficient


  A B C D E F G H I J
A 1
B 0 1
C 0 0.5 1
D 0 0.333 0.5 1
E 0 0.333 0.5 1 1
F 0 0.333 0 0.333 0.333 1
G 0.5 0 0 0.333 0.333 0.333 1
H 0 0.667 0.333 0.667 0.667 0.667 0.25 1
I 0 0.667 0.333 0.667 0.667 0.667 0.25 1 1
J 0.2 0.4 0.2 0.4 0.4 0.4 0.4 0.6 0.6 1

Tabel 3.6. Hasil Node Jaccard Coefficient


Node Group Group Simil. in
1 2 group
1 D E 1 2
2 H I 1 2
3 B Node 2 0.667 3
4 Node 3 Node 1 0.556 5
5 A G 0.5 2
6 Node 4 J 0.48 6
7 Node 6 F 0.456 7
8 Node 7 C 0.338 8
9 Node 5 Node 8 0.131 10

UPGMA
C
F
J
E
D
I
H
B
G
A
0.04 0.2 0.36 0.52 0.68 0.84 1

Jaccard's Coefficient

Gambar 3.4. Hasil Dendogram Jaccard Coefficient

Hasil praktikum kali ini didapatkan dua buah dendogram yang berasal dari 10
isolat bakteri dengan menggunakan analisis Jaccard’s Coefficient dan Simple
Matching Coefficients. Hasil kedua dendogram tersebut hampir sama hanya nilai
similaritasnya saja yang berbeda, Simple Matching Coefficient memiliki koefisien
sebesar 83.14477% sedangkan koefisien pada Jaccard Coefficient sebesar
83.35018%. Keduanya memiliki nilai koefisien diatas 70% hal ini menunjukan
bahwa hasil dari dendogramnya dapat dipercaya. Hal ini sesuai dengan pendapat
Ertas et al., (2013), yang menyatakan bahwa nilai koefisisen korelasi (r) lebih besar
dari 70%, maka hasil dapat diterima dan dendogram dianggap valid, hal tersebut juga
menunjukkan bahwa dendogram yang terbentuk memiliki tingkat ketepatan yang
tinggi, sehingga dendogram yang terbentuk dapat digunakan.
Hasil dendogram yang dihasilkan Jaccard Coefficient terdapat 2 klaster yang
terbentuk dimana klaster pertama diisi oleh semua isolat kecuali A dan G yang
berada pada isolat kedua. Analisis Jaccard coefficient akan mengabaikan karakter-
karakter yang tidak ada pada kedua organisme, nilai-nilai tersebut diatur untuk
membentuk matriks kesamaan (similarity matrix) dimana organisme dengan
kesamaan tinggi dikelompokkan bersama dalam fenon (phenons) dan perbedaan
(significance). Fenon tidak selalu jelas terlihat, namun fenon dengan kesamaan 80%
seringkali dianggap satu spesies (bakteri) (Felsenstein, 2004). Hasil dendogram yang
dihasilkan Simple Matching Coefficient terdapat 2 klaster yang terbentuk dimana
klaster yang terbentuk anggotanya sama dengan yang dibentuk oleh Jaccard
Coefficient. Simple Matching Coeficient digunakan sebagai ukuran kemiripan strain
yang diamati (Felsenstein, 1981).
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Kesimpulan yang dapat diambil dari hasil dan pembahasan diatas adalah
analisis sidik jari DNA adalah salah satu metode aplikasi marka molekuler untuk
deteksi filogenetik dalam memahami keanekaragaman suatu plasma nutfah melalui
rekonstruksi hubungan kekerabatan (phylogentic relationship).

B. Saran

Saran untuk praktikum kali ini adalah sebaiknya dalam melakukan praktikum
harus dengan teliti dalam memasukan data-datanya, karena apabila data tersebut
salah maka hasilnya pun tidak akan sesuai.
DAFTAR PUSTAKA

Ertaş, M., Özdemir, K., and Atalan, E. 2013. Isolation and Characterization of
Micromonospora Bacteria from Various Soil Samples Obtained Around
Lake Van. African Journal of Biotechnology, 12(21): 3283-3287.

Farida, Y. 2009. Metode Sidik Jari DNA dengan REP-PCR. Prosiding Seminar
Nasional Penelitian. 273:279.
Felsenstein, J. 1981. Evolutionary trees from DNA sequences: A maximum likely
hood approach. Journal Mol Evol. 17: 368-376.
Felsenstein, J. 2004. Inferring Phylogenies. Sunderland, MA: Sinauer Associates.
Genersch, E. dan C. Otten. 2003. The Use Of Repetitive Element PCR Fingerprinting
(Rep-PCR) For Genetic Subtyping Of German Field Isolates Of
Paenibacillus Larvae Subsp. Larvae. Apidologie. 195 – 206.
Hansen, B., P.H. Damgaard, J. Eilenberg., & J.C. Pedersen. 1998. Molecular And
Phenotypic Characterization Of Bacillus Thuringiensis Isolated From
Leaves And Insects. Journal Of Invertebrate Pathology. 71:106-114.
Salaki, Christina L., Langkah Sembiring, Jesmandt Situmorang, Dan Niken S.N.
Handayani. 2010. Karakterisasi Dan Identifikasi Molekular (Ardra:
Amplified Ribosomal Dna Digestion Analysis) Isolat Bakteri Bacillus
Thuringiensis Berliner Endogenik Indonesia Sebagai Agensia Pengendali
Hayati Hama Crocidolomia Binotalis Zell. Seminar Nasional Biologi.
585:591.
Saxena, S., Verma, J., Shikha, Modi, D. R., 2014. RAPD-PCR and 16S rDNA
Phylogenetic Analysis of Alkaline Protease Producing Bacteria Isolated
From Soil of India: Identification and Detection of Genetic variability.
Journal of Genetic Engineering and Biotechnology. 12. Pp:27–35.

Sembiring. 2003. Kinerja Keuangan, Political Visibility, Ketergantungan pada


Hutang, dan Pengungkapan Tanggung Jawab Sosial Perusahaan. Simposium
Nasional Akuntansi. 6.

Anda mungkin juga menyukai