Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

METAGENOMIK DALAM ANALISIS KOMUNITAS MIKROBA


TANAH

Disusun Oleh:

Ade Lukman Mubarik (M0417001) Itsla Kamila Nasikh (M0417038)

Eliza Nur Alifah (M0417023) Puji Lestari (M0417057)

Fathan Nurohmah Sholihah (M0417025) Zidni Muflikhati (M0417086)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUA ALAM

UNIVERSITAS SEBELAS MARET

SURAKARTA

2019

1
DAFTAR ISI

JUDUL ............................................................................................................................................1

DAFTAR ISI...................................................................................................................................2

BAB I PENDAHULUAN ...............................................................................................................3

A. Latar Belakang ......................................................................................................................3

B. Tujuan .....................................................................................................................................3

C. Rumusan Masalah ..................................................................................................................3

BAB II PEMBAHASAN ................................................................................................................4

A. Asal Mula Penerapan Metagenomik .....................................................................................4

B. Perkembangan Metagenomik .................................................................................................5

C. Metagenomik dalam Ilmu Tanah ...........................................................................................6

D. Tantangan dalam Aplikasi Metagenomik Tanah……………….…………………………...6

E. Pembentukan Pustaka Metagenom………………………………………………………….7

F. Analisis dari Pustaka Genom……………………………………………………………….9

BAB III PENUTUP ......................................................................................................................13

A. Kesimpulan ..........................................................................................................................13

B. Saran .....................................................................................................................................13

DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................................14

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Biologi molekuler merupakan cabang ilmu biologi yang mengalami
perkembangan yang cukup signifikan. Prosedur molekuler turut mengalami kemajuan dalam
tahap isolasi, amplifikasi, purifikasi, dan sekuensing. Teknologi sekuensing DNA telah
mengalami perkembangan pesat dari sebelumnya menggunakan metode sanger hingga
sekarang yang disebut dengan Next Squencing Generation (NSG). Teknologi ini
memungkinkan untuk melakukan sekuensing dari DNA dan RNA jauh lebih cepat dan
murah serta pembacaan sekuen yang lebih besar yaitu 300Gb DNA. Aplikasi dari NSG salah
satunya adalah pendekatan metagenomik. Metagenomik merupakan studi mikroba dalam
lingkungan hidup alami yang melibatkan komunitas mikroba yang kompleks di mana
mereka tinggal. Mengkaji komposisi genom seluruh organisme, termasuk setiap dari
mikroba yang ada di dalamnya. Hal ini penting dalam mempelajari hubungan dan
kebergantungannya dalam interaksi membentuk sebuah komunitas. Mikroba memiliki
peranan penting dalam meneruskan dan mempertahankan kestabilan lingkungan salah
satunya dalam tanah. Aplikasi metagenomik dalam tanah telah banyak dilakukan untuk
mengeksplorasi mikroba yang meguntungkan dalam tanah. Dengan metagenomik dapat
diketahui seluruh DNA dari komunitas mikroba dalam ekosistem kecil dari sampel tanah.
Oleh karena itu, makalah ini dibuat untuk menijau lebih jauh mengenai metagenomik dalam
analisis komunitas mikroba tanah.

B. Tujuan

Mengetahui aplikasi metagenomik dalam analisis mikroba tanah.

C. Rumusan Masalah

Bagaimana mengetahui aplikasi metagenomik dalam analisis mikroba tanah?

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Asal Mula Penerapan Metagenomik


Sejauh ini, para peneliti umumnya menggunakan teknik isolasi satu spesies
makhluk hidup baik mikroba, tumbuhan, ataupun hewan, kemudian mengidentifikasi lalu
membaca seluruh gen atau genom untuk mempelajari spesies tersebut lebih lanjut. Akan
tetapi metagenomik mempunyai prinsip sebaliknya. Menurut Habibi (2016), teknik
metagenomik merupakan metode yang digunakan untuk mempelajari populasi kompleks
mikroorganisme dengan menggunakan biologi molekuler. Dalam teknik ini dipelajari
keseluruhan DNA organisme dalam satu populasi termasuk dari organisme yang belum
teridentifikasi. Kemudian, hasil tersebut dianalisis lebih lanjut untuk mengetahui jenis
mikroorganisme tersebut.
Data ilmiah yang diperoleh dengan pendekatan yang tidak umum ini masih
menjadi pro dan kontra di kalangan ahli mikrobiologi. Para peneliti yang pro meyakini
bahwa hanya satu persen dari mikroorganisme di bumi ini yang dapat ditumbuhkan di
laboratorium atau dibiakkan dalam media buatan selebihnya tidak bisa/belum dapat
(Daniel, 2005). Padahal bisa jadi mikroba yang unculturable tersebut memiliki gen-gen
yang bermanfaat bagi industri ataupun untuk meningkatkan kesejahteraan manusia.
Venter, seorang ilmuwan sekaligus pebisnis unggul pemilik perusahaan “Celera
Genomics” yang merupakan salah seorang pionir dalam proyek metagenom ini berhasil
menepis keraguan dunia akan keberhasilan proyek pembacaan genom manusia, karena
sukses membaca genom manusia yang panjangnya 3.000 mega base pair (Mbp) dalam
waktu tiga tahun. Namun sebaliknya, Dr Davies profesor emeritus mikrobiologi
Universitas British Columbia berpendapat bahwa pembacaan metagenom dari
mikroekosistem tidaklah punya arti apa-apa dan hanya sebagai katalog. Beliau
berpendapat membaca sekuens seluruh DNA dari sampel tanah hanyalah sia-sia.
Berdasarkan pengalamannya, ketika memulai bisnis di bidang biotek dan menemukan
antibiotik baru dengan cara mengekstraksi genom DNA dari sampel mikroba tanah yang
tidak dapat dikulturkan. Penelitiannya menemui jalan buntu karena banyak gen yang
terkait dan berhubungan dengan produksi antibiotik. Oleh karena itu, tidak dimungkinkan

4
untuk mendapatkan fragmen DNA cukup panjang yang mengandung seluruh gen yang
diperlukan untuk memproduksi antibiotik dalam satu klon pustaka metagenom.
Metagenom memaparkan semua gen tetapi tidak memberikan informasi tentang gen aktif
dan terekspresi, serta interaksi bakteri satu sama lain.
Sementara itu, Dr Gill, Saintis lain dari The Institute of Genome Research
berpendapat bahwa genetik yang diperoleh dari suatu organisme, dapat memudahkan
dalam merekonstruksi sistem metabolismenya, walaupun tanpa mengetahui nama
organisme tersebut. Dengan demikian, genom yang diperoleh dianggap sudah cukup
bernilai. Informasi cetak biru genetik akan membantu ilmuwan memperkirakan nutrisi
apa yang diperlukan oleh organisme sumber DNA tersebut, yang menyebabkan mikroba
yang sebelumnya tidak bisa dikulturkan menjadi mikroba yang dapat dikulturkan.
Kemudian, jika seluruh gen dalam suatu organisme dapat diketahui maka dengan
teknologi DNA atau gen chips akan mudah diketahui gen mana yang terekspresi atau
tidak ketika diberikan perlakuan stress lingkungan yang berbeda.
B. Perkembangan Metagenomik
Penelitian tentang metagenomik dimulai dari penelitian gen 16s rRna dari sampel
konsorsium mikroba pada tahun 1980-an. Gen ini menjadi penanda spesies suatu
makhluk hidup. Semakin dekat kekerabatan makhluk hidup, maka akan semakin banyak
bagian dari gen ini yang overlap atau homolog. Tujuan hasil analisis gen 16S rRNA yang
relatif pendek (sekitar 1.500 bp) dari konsorsium bakteri adalah dapat mengetahui jumlah
dari mikroba secara global, meskipun tidak mendapatkan informasi tentang fungsi bakteri
tersebut. Pada tahun 1990-an, para peneliti mencoba menganalisis gen yang lebih besar
dan panjang untuk mencari gen yang sesuai dengan keperluan hidup manusia, seperti gen
penyandi enzim fungsional yang bermanfaat untuk industri biokatalis. Fragmen DNA
yang diperoleh disambungkan random ke dalam DNA vektor dan dimasukkan ke dalam
kultur E. coli kemudian dipilih transforman atau klon membran sisipan fragmen DNA
yang fungsional mengekspresikan enzim target. Perpaduan fragmentasi DNA total dan
kloning secara random sehingga menghasilkan ribuan transforman (biasanya E. coli)
disebut dengan pustaka metagenom. Beberapa tim peneliti berhasil menemukan gen-gen
baru penyandi enzim yang bermanfaat untuk industri, seperti amilase, agarase, amidase,
ataupun selulase. Selain itu, metagenomik tanah dapat dimanfaatkan dalam pencarian

5
kebaruan sumber antibiotik, biokatalisator baru, dan enzim baru yang bermanfaat bagi
kehidupan (Nuro, 2017).
C. Metagenomik dalam ilmu tanah
Tanah merupakan salah satu struktur bahan alam yang sangat kompleks.
Kandungan yang kompleks dari tanah menyebabkan munculnya keingintahuan yang
tinggi terutama di bidang ilmu tanah. Tanah sangat di butuhkan khususnya dalam dunia
pertanian. Dalam dunia pertanian, tanah menjadi media yang sangat cocok di gunakan
untuk menumbuhkan karena mengandung banyak mikroorganisme. Semakin banyak
mikroorganisme dalam tanah, maka kemampuan yang dihasilkan untuk menghasilkan
energy yang diperoleh melalui proses pemecahan unsur makro menjadi mikro. Semakin
banyaknya mikroorganisme dalam tanah maka dapat dijadikan bioindikator tanah yang
baik yang menunjang pertumbuhan tumbuhan. Banyaknya mikroorganisme dalam tanah
memunculkan penelitian yang banyak memunculkan metode yang dapat diterapkan untuk
menganalisis keragaman mikroorganisme dalam tanah. Tanah dapat bersifat cultureable
terhadap bakteri sehingga memudahkan berbagai jenis mikroorganisme khususnya
bakteri untuk tumbuh. Wang et.al (2013) melaporkan bahwa dalam satu gram tanah
setidaknya mengandung 10 milyar mikroba yang mewakili dari berbagai jenis yang
berbeda. Sehingga untuk membantu menganalisis keragama dari bakteri dapat
menggunakan analisis dengan cara mengisolasi DNA dari mikroba tersebut.
D. Tantangan dalam Aplikasi Metagenomik Tanah
Salah satu tantangan utama dalam aplikasi metagenomik tanah adalah
mengembangkan metode yang dapat mendukung kajian yang memuat keragaman dan
dinamika komunitas mikroba tanah yang kompleks (Nuro, 2018). Dalam metagenomik
tanah, diketahui bahwa studi keanekaragaman mikroba tanah secara molekuler memiliki
beberapa keterbatasan, diantaranya adalah keterbatasan metodologis itu sendiri (dalam
hal lisis sel, primer yang akan digunakan, pemisahan substansi humus dari sampel
lingkungan, protokol ekstraksi dan kit). Selain itu, kurangnya pengetahuan mengenai
klasifikasi taksonomi mikroba tanah, heterogenitas tanah dan faktor lingkungan juga
dapat menjadi problematika dalam studi populasi mikroba tanah( Terrat et al., 2012;
Stefanis et al., 2013).

6
Pengembangan secara besar-besaran metode sequencing acak dan teknologi maju
terkait untuk mengungkapkan kompleksitas struktur mikroba di dalam tanah telah
dilakukan hingga saat ini. Metode tersebut diketahui dapat memberikan hasil yang
menjanjikan, namun biaya yang tinggi dan adanya kontaminasi dari reagen masih
menghambat penerapan secara luas dalam bioteknologi tanah (Rajendhran and
Gunasekaran, 2008; Mocali and Benedetti, 2010; Schmieder and Edwards, 2011; Sauza et
al. 2015, Ufarte et al. 2015).
Pemilihan keseluruhan dari teknik yang sesuai terkait pengambilan sampel tanah,
ekstraksi dan pemurnian DNA, metode kloning dan sekuensing yang paling tepat untuk
studi metagenomik harus dimulai dengan pertimbangan hasil akhir yang diinginkan.
Teknologi terbarukan dari sekuensing memiliki dampak besar terhadap mikrobiologi,
memberikan cara cepat dan hemat biaya untuk menghasilkan gambaran genom dan
mengeksplorasi keragaman mikroba (Schmieder and Edwards, 2011). Sebagai alternatif,
analisis PCR (Polymerase Chain Reaction) berbasis mikroba tanah untuk tujuan
metagenomik seperti teknik PCR-RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism)
menawarkan waktu lebih cepat, hemat biaya dan praktis (Devi and Ramya, 2015).
Teknologi ini telah terbukti memiliki tingkat akurasi tinggi untuk analisis metagenomik
mikroba tanah dan mampu mengeliminasi hasil bias yang diperoleh seperti adanya DNA
kontaminan dari reagen PCR (Dimitrov et al. 2017; Heininger et al., 2003).
Penelitian dengan menggunakan tiga metode isolasi DNA secara metagenomik
asal tanah telah dilakukan oleh Tanasea et al. (2015); Tanveer et al. (2016) melaporkan
bahwa metode manual nampaknya lebih menjanjikan terkait total DNA yang dihasilkan.
Berdasarkan hasil penelitiannya total DNA hasil isolasi secara manual diperoleh cukup
baik kualitasnya dengan kandungan asam humat lebih rendah dibandingkan dengan
metode berbasis kit, maupun kit yang dimodifikasi. Selanjutnya, dalam hal kesesuaiannya
sebagai templet DNA untuk amplifikasi PCR menggunakan primer 16s rRNA, semua
metode sama baiknya.
E. Pembentukan Pustaka Metagenom
Menurut Kusharyoto (2006), pendekatan metagenomik mencakup ekstraksi DNA
genom secara langsung dari sampel lingkungan, sehingga proses pengulturan dapat
dihindari. DNA dari sampel lingkungan tersebut kemudian disisipkan (diklon) ke dalam

7
vektor yang sesuai untuk membentuk pustaka DNA. Keberhasilan dalam pendekatan
metagenomik sangat tergantung pada kemurnian dari DNA yang diekstraksi langsung
dari sampel lingkungan, terutama bila DNA tersebut diambil dari sampel tanah.
Keberadaan senyawa polifenol (yang terutama berasal dari degradasi lignin) yang ikut
terekstraksi dari sampel tanah dapat mengganggu proses selanjutnya, misalnya saat PCR.
Beberapa protokol untuk mengisolasi DNA dari sampel tanah telah dikembangkan. Pada
dasarnya dapat dikategorikan menjadi dua metode standard. Pada metode pertama
mikroba diurai selnya (cell lysis) ketika masih bersama sampel tanah (in situ). Dalam hal
ini sampel tanah disuspensikan langsung dengan larutan penyangga untuk penguraian
(lysis buffer) dan dilanjutkan oleh perlakuan dengan detergen dan enzim. Isolasi DNA
dengan metode ini biasanya melibatkan pula proses pemecahan sel secara mekanis.
Metode ini memungkinkan perolehan DNA dalam jumlah yang tinggi, serta kecilnya
kemungkinan akan adanya bias oleh ekstraksi karena kegagalan dalam mengekstraksi
DNA dari mikroba dengan dinding sel yang keras. Namun efisiensi dalam ekstraksi
tersebut diringi pula oleh ukuran fragmen DNA yang cenderung kecil (1kb sampai 50kb)
yang disebabkan oleh pemangkasan mekanis. Fragmen DNA dengan ukuran tersebut
terutama sesuai untuk kloning ke dalam vector plasmid atau vector lambda yang
membawa promotor yang kuat untuk memungkinkan ekspresi gen dari fragmen DNA
yang diklonkan.

Pada metode kedua mikroba dipisahkan terlebih dahulu dari sampel tanah
sebelum dilakukan penguraian sel (ex situ). Cara ini dapat membatasi inferensi dari zat-
zat penghambat dan komponen anorganik dengan prosedur penguraian sel dan ekstraksi
DNA, serta mengurangi tekanan mekanis terhadap DNA genom yang terlepas dari sel.
Keuntungannya adalah bahwa fragmen DNA yang diperoleh dapat berukuran besar
(sampai 500kb) serta berpotensi membawa keseluruhan kelompok gen (gene-cluster) dari
suatu mikroorganisme. Fragmen DNA dengan ukuran sebesar itu terutama disiapkan
untuk cloning ke dalam vector cosmid atau BAC (Bacterial Artificial Chromosome).
Kelemahannya kemungkinan hilangnya mikroorganisme karena kegagalan dalam proses
pemisahan mereka dari sampel tanah, serta kemungkinan bahwa mikroorganisme dengan
dinding sel yang keras terlewatkan pada proses penguraian sel. Hal tersebut berakibat

8
pada rendahnya jumlah DNA yang diperoleh. Vektor yang membawa fragmen DNA yang
diperoleh melalui kedua cara tersebut kemudian ditransformasikan (dimasukkan) ke
dalam sel inang, seperti bakteri Escherichia coli yang selama ini paling sering digunakan

Gambar 1. Prinsip dasar menelusuri tanah dengan metagenomik melalui konstruksi dan
sekunsing pustaka DNA

F. Analisis dari Pustaka Genom


Menurut Kusharyoto (2006), Pustaka metagenom yang diperoleh, baik yang
berupa pustaka dengan sisipan DNA (insert) berukuran kecil (small insert libraries, SIL)
dalam vektor plasmid atau lambda, maupun yang berupa pustaka dengan sisipan DNA
berukuran besar dalam vector cosmid atau BAC, kemudian dianalisis untuk memperoleh
biokatalis atau antibiotika baru, maupun informasi genetika dari komunitas
mikroorganisme di lingkungan tertentu. Terdapat dua metode analisis yang selama ini
digunakan yaitu analisis yang berdasarkan pada aktivitas (activity-based analysis) dan
analisis berdasarkan pada sekuen (sequence-based analysis). Analisis yang berbasis pada
aktivitas digunakan untuk memperoleh gen atau kelompok gen baru yang menyandi

9
biokatalis atau bahan aktif (antibiotika) yang memiliki potensi aplikasi yang besar bagi
industri, kedokteran maupun pertanian. Identifikasi dari aktivitas diharapkan tergantung
pada keberhasilan proses transkripsi dan translasi dari gen penyandi protein di dalam sel
inang yang digunakan. Di samping itu, ia juga tergantung pada ketersediaan dari metode
pengujian terhadap aktivitas yang diinginkan.Beberapa enzim baru berhasil diperoleh
dengan metode analisis tersebut. Penggabungan dari pendekatan metagenomik berbais
aktivitas dan evolusi protein yang terarah yang dilakukan oleh Diversa Corp., sebuah
perusahaan di San Diego, California yang aktivitasnya berbasis pada metagenomik, telah
menghasilkan enzim a-amilase yang memiliki aktivitas yang tinggi pada Ph di bawah 4,5
dan suhu diatas 105̊C. Enzim tersebut digunakan dalam proses pencairan tepung dan
pemanfaatannya pada industri terkait dapat mengurangi biaya dan waktu produksi., serta
mengurangi limbah produksi.

Enzim-enzim lain yang diperoleh dari analisis berbasis pada aktivitas antara lain
adalah amidase, chitinase, lipase, oxygenase dan protease. Analisis yang berdasarkan
pada aktivitas juga telah menghasilkan beberapa senyawa bioaktif baru dari pustaka
metagenom. Salah satu contoh yang menarik adalah isolasi antibiotika Turbomycin A dan
B oleh Gillespie dan koleganya. Senyawa bioaktif lainnya yang telah diperoleh antara
lain indirubin dan violacein. Karena kelompok gen biosintetik yang menyandi
pembentukan senyawa bioaktif atau metabolit sekunde rata-rata berukuran besar (30 kb
sampai 100 kb). Pemanfaatan pustaka metagenom dengan insert berukuran besar atau
LIL akan menguntungkan dalam penemuan obat-obat baru. Disamping itu, pemanfaatan
bakteri yang lebih sesuai sebagai sel inang untuk ekspresi gen penyandi tersabut, seperti
misalnya bakteri Streptomyces lividans akan lebih mendorong pembentukan metabolit
sekunder baru.

10
Gambar 2. Analisis Pustaka Metagenom

Analisis yang berdasarkan pada sekuen mengandalkan pada sequence gen DNA
yang sama pada berbagai mikroorganisme yang telah ada saat ini untuk mendesain
pelacak atau probe untuk hibridisasi atau primer untuk PCR dalam melakukan proses
skrining dari pustaka metagenome. Keuntungan dari metode ini adalah ia tidak
bergantung pada ekspresi dari gen yang diklon didalam sel sel inang heterolog yaitu yang
berbeda dengan sel-sel yang merupakan sumber dari gen tersebut. Analisis berdasarkan
sekuen terutama digunakan untuk memperoleh klon-klon yang mengandung gen dari
RNA ribosomal atau gen-gen penanda lainnya dalam survei tentang hubungan
kekerabatan dari mikroorganisme di suatu lingkungan. Gen gen penyandi biokatalis
maupun senyawa aktif baru yang berpotensi dalam aplikasi industri dapat pula ditemukan
dengan pendekatan ini. Salah satu contohnya adalah perolehan dari gen-gen yang
menyandi poliketide synthase atau PKS dan peptide synthase yang berperan dalam
sintesis beragam antibiotika oleh mikroorganisme. PKS merupakan suatu modul dari
beberapa enzim dengan domain berulang yang mengandung bagian-bagian atau region
yang berlainan, yang dapat menciptakan variasi dalam struktur kimia dari produk-produk
enzimatik yang dihasilkan. Penggabungan domain-domain PKS dari berbagai sumber
dapat menghasilkan beragam antibiotika baru sehingga hasil ini itu merancang minat
untuk menemukan gen PKS baru. Gen-gen penyandi biokatalis juga ditemukan dengan
analisis berbasis sekuens antara lain gen-gen penyandi amilase dan amidase.
Metagenomik tidak hanya digunakan dalam penelitian terapan untuk pencarian terhadap

11
biokatalis baru atau senyawa aktif baru sebagai bahan obat-obatan, melainkan juga dapat
dimanfaatkan dalam memperoleh pemahaman tentang habitat dan peran ekologi dari
mikroorganisme di suatu lingkungan tertentu.
Alasan utama dari keterbatasan pengetahuan kita tentang ekologi dari bakteri
patogen terletak pada ketidaksadaran pendeteksian dengan metode konvensional yang
hampir berbasis pada pengukuran. Hampir semua sistem monitoring yang selama ini
digunakan di sektor kesehatan publik berdasarkan pada metode metode konvensional. Di
lain pihak sebagian besar bakteri patogen yang terdapat di lingkungan berada dalam
kondisi itu dan tidak menimbulkan penyakit namun tidak dapat dikultur dan diisolasi
dengan metode konvensional. Dalam satu dekade terakhir, analisis secara langsung dari
DNA yang diekstraksi dari sampel lingkungan dan pendeteksian bakteri dengan metode
molekuler dapat mengatasi keterbatasan tersebut pendekatan metagenomik dan kemajuan
dalam teknologi DNA chip akan membawa metode pendeteksi berbasis DNA ini satu
langkah lebih maju dalam penafsiran tingkat aktivitas dan virulensi bakteri di lingkungan.

12
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Aplikasi metagenomik dalam tanah telah banyak dilakukan untuk mengeksplorasi
mikroba yang meguntungkan dalam tanah. Aplikasi dari NGS salah satunya adalah
pendekatan metagenomik. Metagenomik merupakan metode yang digunakan untuk
mempelajari populasi kompleks mikroorganisme dengan menggunakan biologi
molecular. Metagenomik dapat diaplikasikan dalam analisis mikroba tanah untuk
memperoleh gen yang menyandikan biokatalis atau bahan aktif yang memiliki potensi
aplikasi yang besar bagi industri, kedokteran maupun pertanian.

B. Saran
Meskipun penulis menginginkan kesempurnaan dalam penyusunan makalah ini
tetapi kenyataannya masih banyak kekurangan yang perlu penulis perbaiki. Hal ini
dikarenakan masih minimnya pengetahuan yang penulis miliki. Oleh karena itu kritik
dan saran yang membangun dari para pembaca sangat penulis harapkan untuk
perbaikan ke depannya. Di masa mendatang, metagenomik diharapkan dapat lebih
berperan dalam menjawab berbagai pertanyaan yang terkait dengan ekologi dari
mikroorganisme dan penemuan aplikasi teknologi baru yang bermanfaat.

13
DAFTAR PUSTAKA

Daniel, R. 2005. The Metagenomics of Soil. Nature reviews: Microbiology. 3(6): 470-478.
Devi S. G. and M. Ramya. 2015. PCR-RFLP Based Bacterial Diversity Analysis of a Municipal
Sewage Treatment Plant. J Environ Biol. 36(5): 1113-1118.

Dimitrov, M.R., A. J. Veraart, M. de Hollander, H. Smidt, J. A.van Veen and E. E. Kurame.


2017. Successive DNA Extractions Improve Characterization of Soil Microbial
Communities. Peer J. 5 : 2915.

Habibi, M. 2016. Identifikasi Biodeteriogen sebagai Langkah Awal Konservasi Benda Cagar
Budaya. Jurnal Konservasi Cagar Budaya Borobudur. 10(2): 25-30.
Kusharyoto, W. 2006. Metagenomik Lebih dari Sekedar Pencarian Biokatalis dan Antibiotika.
Baru. BioTrends. 1(2): 16-18.
Nuro, F. 2017. MetageSnomik: Penelusuran Makhluk Tak Kasat Mata dalam Tanah. BioTrends.
8(2): 7-14.

Schmieder R. and R. Edwards. 2011. Fast Identification and Removal of Sequence


Contamination from Genomic and Metagenomic Datasets. PLoS ONE. 6(3):
e17288.

Stefanis, C., A. Alexopoulos, C. Voidarou, S. Vavias and E. Bezirtzoglou. 2013. Principal


Methods for Isolation and Identification of Soil Microbial Communities. Folia
Microbiol. 58: 61–68.

Tanveer, A., Y. Sangeeta and D. Yadav. 2016. Comparative Assessment of Methods for
Metagenomic DNA Isolation from Soils of Different Crop Growing Fields. 3
Biotech. 6: 220.

Ufarte, L., E. Laville, S. Duquesne and G. Potocki-Veronese. 2015. Metagenomics for the
Discovery of Pollutant Degrading Enzymes. Biotechnology Advances. 33(8):
1845–54.

Wang, Sidi, Kui Wang, Liang Li, and Yuhuan Liu. 2013. Isolation and Characterization of a
Novel Organic Solvent-Tolerant and Halotolerant esterase from a Soil
Metagenomic Library. Journal of Molecular Catalysis. 95: 1-8

14

Anda mungkin juga menyukai