Anda di halaman 1dari 28

MAKALAH BIOTEKNOLOGI FARMASI

MANIPULASI GEN
KELAS K

Dosen Pengampu : Saiful Bahri, S. Si, M.Si

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 1 :
Godwin Pergaulan S. ( 16334085 )
Mutia Khaerunnisa ( 19334003 )
Marina Notiasary ( 19334010 )
Rohemah ( 19334701 )
Nova Karlina Siregar ( 20334711 )
Novi Jayanti ( 20334753 )
Amelia Agnes ( 20334766 )

FAKULTAS FARMASI
INSTITUT SAINS DAN TEKNOLOGI
NASIONAL
2021
KATA PENGANTAR

Dengan mengucapkan syukur atas kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat
dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan rugas kelompok mata kuliah Bioteknologi
Farmasi yang membahas tentang ‘Manipulasi Gen ‘. Kami juga mengucapkan terima
kasih kepada dosen matakuliah Bioteknologi Farmasi yaitu Bapak saiful Bahri,
S.Si.,MSi, yang telah memberikan kesempatan kepada kami untuk menyusun makalah
ini dengan baik.

Sebelumnya kami mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang
berkenan dan kami mohon kritik serta saran yang membangun demi perbaikan di masa
depan. Kami berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka menambah wawasan
serta pengetahuan kita. Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa dalam tugas ini terdapat
kekurangan-kekurangan baik dari segi lainnya. Untuk itu kami berharap adanya kritik,
saran dan usulan demi perbaikan di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu
yang sempurna tanpa saran yang membangun

Jakarta, mei 2021

Penyususn
BAB I
PENDAHULUAN

Perkembangan ilmu biologi molekuler telah memberikan dampak yang


spektakuler terhadap kemajuan berbagai cabang ilmu lain, termasuk Pemuliaan
Tanaman ( Plant Breeding ). Suatu hal yang tidak bisa dipungkiri bahwa
perbaikan genetik melalui pemuliaan tanaman konvensional telah memberikan
kontribusi yang sangat besar dalam penyediaan pangan dunia. Hal ini ditandai
dengan terjadinya peningkatan produksi pangan dunia akibat revolusi hijau (
green revolution ).
Kehadiran bioteknologi di awal era tahun 1980-an telah memberikan
harapan dan janji baru untuk mengatasi bahaya kelaparan dan rawan pangan
global. Perbaikan sifat tanaman telah dapat ditangani secara molekuker, meskipun
masih banyak keterbatasannya.
Realitas keadaan tanaman di lahan petani, tentunya jauh lebih kompleks
dibandingkan dengan sistem percobaan atau eksperimen yang telah banyak
dilakukan di laboratorium atau di lahan yang serba terkendali. Sejak laporan
tanaman transgenik pertama kali diterbitkan pada tahun 1984 (Horsch et al.,1984)
berbagai kemajuan akibat penggunaan teknologi baru ini terus dicapai. Hasilnya
cenderung mengarah pada tujuan yang praktis dan nyata dalam upaya perbaikan
sifat-sifat tanaman.
Perkembangan kemajuan teknologi saat ini telah memungkinkan
dilakukan perbaikan sufat tanaman melalui rekayasa genetika. Dengan teknologi
ini, gen dari berbagai sumber dapat dipindahkan kepada tanaman yang akan
diperbaiki sifatnya, sehingga teknologi ini biasa disebut teknologi transgenik.
Tanaman transgenik
pertama kali dilakukan pada tahun 1980-an dimana telah dihasilkan 23 tanaman
transgenic, tahun 1989 meningkat menjadi 30 tanaman dan pada tahun 1990 sudah lebih
dari 40 jenis tanaman.

1.2. Rumusan Masalah

1. Apa yang di maksud dengan mutasi gen atau rekayasa genetik?

2. Apa tujuan dari pengembangan tanaman transgenik?

3. Bagaimana teknik rekayasa genetik dalam menghasilkan tanaman?

4. Apa keuntungan dan kerugian tanaman transgenik?

1.3 . Tujuan

1. Mengetahui definisi mutasi gen atau rekaysa genetik

2. Mengetahui tujuan dari pengembangan tanaman transgenik

3. Mengetahui teknik rekayasa genetik dalam menghasilkan tanaman

4. Mengetahui keuntungan dan kerugian tanaman transgenik


.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi

Bioteknologi adalah ilmu terapan biologi yang melibatkan disiplin ilmu


mikrobiologi, biokimia, genetika biologi molekuler yang memanfaatkan agen hayati atau
bahian – bagiannya untuk menghasilkan barag dan jasa. Cabang ilmu yang memanfaatkan
makhluk hidup ( bakteri, virus, fungi dan lain – lain ). Maupun produk hidup ( enzim,
alkohol, dan lain – lain ) dalam proses menghasilkan barang dan jasa yang nantinya bisa
dimanfaatkan untuk manusia.
Teknik-teknik dalam Bioteknologi :
1. Fermentasi
2. Analisisi Genetik
3. Seleksi dan Pemuliaan
4. Analisis DNA
5. Kultur Sel dan Jaringan
6. Rekayasa Genetik atau DNA Rekombinan

1. Fermentasi
Menggunakan mikroba untuk mengubah suatu senyawa seperti pati atau gula menjadi
senyawa lain seperti etanol.
Digunakan pada:
 Bioteknologi klasik
 Industri farmasi
 Biopulping
 Bahan bakar
 Bioplastik
2. Analisis Genetik
Mempelajari bagaimana sifat/karakter atau gen diwariskan dari generasi ke generasi dan
bagaimana gen dan lingkungan berinteraksi untuk menghasilkan suatu sifat.
Dapat digunakan untuk:
 Diagnosis
 Pertanian
 Bahan bakar
3. Seleksi dan Pemuliaan
Manipulasi mikroba, tanaman atau hewan dan pemilihan individu atau populasi yang
diinginkan sebagai stok genetik untuk perbaikan generasi baru.
Dapat digunakan untuk:
 Bioteknologi klasik (fermentasi)
 Produksi bahan pangan
 Bioplastik
 Analisis DNA
4. Analisis DNA

PCR ( Polymerase chain reaction ) copy segmen DNA.

RFLP Mapping mendeteksi keberadaan suatu gen pada DNA

Dapat digunakan untuk:

 Diagnosis suatu penyakit


 Konseling genetik
 Terapi gen
5. Kultur Sel dan Jaringan
Menumbuhkan tanaman atau jaringan hewan atau sel secara steril di dalam tabung reaksi
atau tabung gelas lainnya
Dapat digunakan untuk:
 Perbanyakan tanaman
 Produksi tanaman transgenik
 Produksi bahan kimia
 Penelitian kedokteran
6. Rekayasa Genetik atau DNA Rekombinan

Transfer segmen DNA dari suatu organisme ke DNA organisme lain. Kedua organisme
tersebut dapat tidak saling berkerabat satu sama lain

Dapat digunakan untuk:

 Produksi bahan pangan


 Industri farmasi
 Konseling genetik
 Terapi gen

Rekayasa genetika merupakan suatu cara memanipulasikan gen untuk menghasilkan


mahluk hidup baru dengan sifat yang diinginkan. Rekayasa genetika disebut juga dengan
DNA Rekombinan melibatkan upaya ini melibatkan upaya perbanyakan gen tertentu di
dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan sebagai kloning
gen. Banyak definisi telah diberikan untuk mendeskripsikan pengertian teknologi DNA
rekombinan. Salah satu di antaranya, yang mungkin paling representatif, menyebutkan
bahwa teknologi DNA rekombinan adalah pembentukan kombinasi materi genetik yang
baru dengan cara penyisipan molekul DNA ke dalam suatu vektor sehingga
memungkinkannya untuk terintegrasi dan mengalami perbanyakan di dalam suatu sel
organisme lain yang berperan sebagai sel inang.
Teknologi DNA Rekombinan meliputi:
1. Teknik untuk mengisolasi DNA.
2. Teknik untuk memotong DNA.
3. Teknik untuk menggabung atau menyambung DNA.
4. Teknik untuk memasukkan DNA ke dalam sel hidup sehingga DNA rekombinan
dapat bereplikasi dan dapat diekspresikan

DNA dapat masuk ke dalam sel bakteri melalui 3 cara:

1. Konjugasi
2. Transformasi
3. Transduksi

1. Konjugasi adalah perpindahan DNA dari satu sel (sel donor) ke dalam sel bakteri
lainnya (sel resipien) melalui kontak fisik antara kedua sel.

DNA sel resipien


DNA sel donor

Bakteri
2. Transformasi adalah pengambilan DNA oleh bakteri dari lingkungan di
sekelilingnya.

DNA asing
Kromosom Bakteri

(DNA bakteri)

3. Transduksi adalah cara pemindahan DNA dari satu sel ke dalam sel lainnya melalui

perantaraan fage.

DNA FAGE

KROMOSOM BAKTERI
DNA yang masuk ke dalam sel bakteri:
a. Dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri sehingga terbentuk
DNA rekombinan atau kromosom rekombinan.

DNA Asing Kromosom Bakteri


Rekombinan

DNA asing Kromosom bakteri Sel Bakteri

b. Tidak dapat berintegrasi dengan DNA atau kromosom bakteri

Perangkat utama yang digunakan pada pembentukan DNA rekombinan: 7

1. Plasmid

2. Enzim Restriksi

3. DNA Ligase

4. Bakteri
Plasmid

Terdapat pada bakteri DNA selain kromosom. Umumnya berukuran kecil ( lebih kecil
dari ukuran kromosom bakteri ). Jenis, jumlah, dan ukurannya bervariasi antar sel dan
antar jenis bakteri
Fungsi Plasmid pada pembentukan DNA rekombinan:
a. Digunakan sebagai vektor untuk mengklonkan gen atau mengklonkan fragmen DNA
atau mengubah sifat bakteri.
b. untuk memperbanyak gen ( copy gene ) yang telah disisipkan dengan bantuan sel
bakteri.
Enzim Restriksi
Pada tahun 1970 T.J. Kelly menemukan enzim pertama yang kemudian
dimasukkan ke dalam kelompok enzim restriksi lainnya, yaitu enzim restriksi tipe
II. Ia mengisolasi enzim tersebut dari bakteri Haemophilus influenzae strain Rd, dan sejak
saat itu ditemukan lebih dari 475 enzim restriksi tipe II dari berbagai spesies dan strain
bakteri. Semuanya sekarang telah menjadi salah satu komponen utama dalam tata kerja
rekayasa genetika. Setiap enzim restriksi (endonuklease restriksi) mengenal sekuen
pemotongan yang khas dan memotong DNA pada situs pemotongan yang khas.
Enzim mempunyai sifat-sifat umum yang penting sebagai berikut:

1. Mengenali urutan secara spesifik sepanjang empat hingga tujuh pasang basa di
dalam molekul DNA secara palindrom.
2. Memotong ikatan fosfodiesterase ( gula-fosfat ) tanpa merusak ikatan basa.
3. Menghasilkan fragmen - fragmen DNA dengan berbagai ukuran dan urutan basa.
DNA Ligase
DNA ligase merupakan enzim yang mengkatalisis pembentukan ikatan
fosfodiester antara ujung 5’-fosfat dan 3’-hidroksil pada DNA yang mengalami nick.
Nick pada DNA dapat terjadi pada saat replikasi DNA, rekombinasi dan
kerusakan. Secara biologis, DNA ligase diperlukan untuk menggabungkan fragmen
Okazaki saat proses replikasi, menyambung potongan-potongan DNA yang baru
disintesis, serta berperan dalam proses reparasi DNA.  Oleh karena pentingnya peranan
DNA ligase, sekarang ini telah dikembangkan obat antibakterial yang menginhibisi
DNA ligase. Dengan diinhibisinya DNA ligase, diharapkan kromosom menjadi
terdegradasi dan sel akan mati. DNA ligase merupakan enzim yang sangat berguna baik
di dalam sel, maupun di luar sel.  Enzim restriksi diibaratkan seperti gunting yang
memungkinkan kita untuk memotong DNA di tempat yang spesifik. Kemudian DNA
ligase berperan sebagai lem yang menyambung DNA yang telah terpotong sehingga
menjadi DNA yang fungsional.

Secara keseluruhan tahapan DNA rekombinan dapat dilihat dari gambar berikut :
:

Contoh produk – produk rekombinan di berbagai sektor :


1. Agrikultur : tanaman tahan penyakit, resistensi pestisida, bioinsektisida, fiksasi nitrogen.

2. Bioremediasi : pengurai lemak/minyak, penghilangan herbisida, pendegradasi pestisida


3. Kesehatan : Protein terapeutik, Diagnostik, Vaksin ( Protein/DNA ), Terapi Kesehatan

2.2 REKAYASA GENETIK TANAMAN


Perbaikan tanaman melalui rekaya genetik didasarkan pada manipulasi molekuler
gen-gen yang relevan dan tersedianya vektor untuk transformasi kedalam sel tanaman.
Teknologi gen ini telah menawarkan berbagai metode untuk isolasi, manipulasi, dan
ekspresi gen-gen tanaman dalam jaringan tertentu pada tingkat yang diingikan. Gen - gen
utuh Telah berhasil diekpresikan pada sel - sel yang ditransformasikan atau tanaman yang
diregenerasi.
Rekayasa genetik merupakan teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang
berisi gen baru yang diinginkan atau kombinasi gen-gen baru atau dapat dikatakan sebagai
manipulasi organisme. Bioteknologi modern berkembang pesat setelah genetika molekuler
berkembang dengan baik
Transgenik terdiri dari kata trans yang berarti pindah dan gen yang berarti
pembawa sifat. Jadi transgenik adalah memindahkan gen dari satu makhluk hidup

Ke makhluk hidup lainnya, baik dari satu tanaman ketanaman lainnya, atau dari
gen hewan ke tanaman. Transgenik secara definisi adalah the use of gene manipulation to
permanently modify the cell or germ cells of organism (penggunaan manipulasi gen untuk
mengadakan perubahan yang tetap pada sel makhluk hidup). Teknologi transgenik atau
kloning juga dilakukan pada dunia peternakan, separti domba dolly yang diambil dari gen
sel ambing susu domba yang ditransplantasikan ke sel telurnya sendiri. Pada ikan-ikan
teleostei, menghasilkan ikan yang resisten terhadap pembusukan dan penyakit.
Dengan rekayasa genetika dapat dihasilkan tanaman transgenik yang memiliki sifat
baru seperti tanaman transgenik yang tahan terhadap hama, tanama kedelai yang tahan
terhadap herbisida, dan tanaman transgenik yang mempunyai kualitas hasil yang tinggi.
Tanaman transgenik mempunyai potensi manfaat yang besar, karena karena ditengarai
dapat meningkatkan produktivitas, memperbaiki gizi, memperbaiki kesehatan dengan
mengintroduksi vaksin ke dalam tanaman, serta mengurangi penggunaan pupuk dan
pestisida. Saat ini tanaman kedelai dapat dibuat mengandung lebih banyak protein dan zat
besi untuk mengatasi anemia.

Organisme transgenik atau di dunia lebih dikenal sebagai Genetically Modified


Organism ( GMO ) merupakan organisme yang sudah mengalami pemuliaan secara
genetika dengan mendapatkan sisispan gen baru dengan teknologi rekombinasi genetika.
Pada umumnya prinsip dasarnya adalah dengan mengisolasi DNA organisme kemudian
dimurnikan dan ditransformasikan ke dalam vektor. Setelah itu ditransfer ke organisme
target. Organisme target ini bisa dari jenis yang sama bisa juga dari spesies yang berbeda.
DNA sisipan yang dimasukkan akan memunculkan sifat baru di dalam organisme tersebut
hingga digolongkan sebagai organisme transgenik.
Secara sederhana tanaman transgenik dibuat dengan cara mengambil gen-gen
tertentu yang baik pada makhluk hidup lain untuk disisipkan pada tanaman, penyisipaan
gen ini melalui suatu vector (perantara) yang biasanya menggukan bakteri Agrobacterium
tumefeciens untuk tanaman dikotil atau partikel gen untuk tanaman monokotil, lalu
diinokulasikan pada tanaman target untuk menghasilkan tanaman yang dikehendaki.
2.3 Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah :
1. menghambat pelunakan buah (pada tomat).
2. tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus
3. meningkatkan nilai gizi tanaman, dan
4. meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti lahan
kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi
2.4 Teknik Rekayasa Genetika dalam Menghasilkan Tanaman Transgenik
Gen interes yang ditransformasikan ke genom tanaman untuk memperoleh sift
yang diinginkan seperti ketahanan terhadap cekaman biotek, dapat diisolasi dari
berbagai organisme seperti cendawan, bakteri, virus, serangga, binatang, atau
tanaman lain. Gen untuk ketahanan terhadap serangga yang telah diisolasi dari
tanaman adalah cowpea trypsin inhibitor, GNA, yaitu gen yang mengkode
snowdrop.

lectin Galanthus nivalis agglutinin. Gen tahan serangga yang populer adalah
gen Bt atau gen cry yang diisolasi dari bakteri Bacillus thuringiens. Kata cry adalah
singkatan dari crystal yang mempersentasikan gen dari strain Bt yang memproduksi
protein kristal. Gen ini bekerja seperti insektisida yang dapat mematikan serangga
hama.
Dalam sistem transformasi, gen interes yang akan ditransfer ke tanaman
biasanya diklon terlebihdahulu dalam vektor plasmid yang dapat memperbanyak diri
dalam Agrobacterium tumefaciens atau Eschericia coli. Gen tersebut digabungkan
dengan promoter yang dapat diekspresikan dalam tanaman dan dirangkaikan dengan
terminator yang tepat. Promoter merupakan daerah DNA dimana RNA polynerase
akan menempel untuk memulai proses transkripsi.
3.1 Tomat Transgenik
Pada pertanian konvensional, tomat harus dipanen ketika masih hijau tapi
belum matang. Hal ini disebabkan karena tomat cepat lunak setelah matang. Dengan
demikian, tomat memiliki umur simpan yang pendek, cepat busuk dan penanganan
yang sulit. Tomat pada umumnya mengalami hal tersebut karena memiliki gen yang
menyebabkan buah tomat mudah lembek. Hal ini disebabkan oleh enzim
poligalakturonase yang berfungsi mempercepat degradasi pektin.
Tomat transgenik memiliki suatu gen khusus yang disebut antisenescens yang
memperlambat proses pematangan (ripening) dengan cara memperlambat sintesa
enzim poligalakturonase sehungga menunda pelunakan tomat. Dengan mengurangi
produksi enzim poligalakturonase akan dapat diperbaiki sifat-sifat pemrosesan tomat.
Varietas baru tersebut dibiarkan matang di bagian batang tanamannya untuk waktu
yang lebih lama sebelum dipanen. Bila dibandingkan dengan generasi tomat
sebelumnya, tomat jenis baru telah mengalami perubahan genetika, tahan terhadap
penanganan dan ditransportasi lebih baik, dan kemungkinan pecah atau rusak selama
pemrosesan lebih sedikit.

Contoh Tanaman Transgenik:

Gambar: Hasil Rekayasa Genetik pada Tomat


3.2 Tanaman Transgenik Resiten Hama (Tahan Serangga)

Tanaman-tanaman yang menghasilkan protein protektifnya sendiri dapat meningkatkan


selektivitas kontrol dan mengurangi kerusakan terhadap populasi serangga non target.
Kemajuan dalam rekayasa ketahanan serangga pada tanaman transgenik telah berhasil
dicapai dengan dengan penggunaan gen-gen protein pengendali serangga dari Bacilus
thurigiensis (Bt). Toksin Bt ini berbeda spektrum aktivitas insektisidalnya. Toksisitas
serangga dari gen Bt terletak pada protein yang besar yang tidak memiliki toksisitas
terhadap serangga yang berguna, hewan, dan manusia. Bentuk aksi toksin Bt ditimbulkan
melalui penghambatan transpor ion melewati membran batas serabut pada serangga yang
peka. Bacillus thuringiensis menghasilkan protein toksin sewaktu terjadi sporulasi atau saat
bakteri membentuk spora. Dalam bentuk spora, berat toksin mencapai 20% dari berat
spora. Apabila larva serangga memakan spora, maka di dalam alat pencernaan larva
serangga tersebut, spora bakteri pecah dan mengeluarkan toksin. Toksin yang masuk ke
dalam membran sel alat pencernaan larva mengakibatkan sistem pencernaan tidak
berfungsi dengan baik dan pakan tidak dapat diserap sehingga larva mati. Dengan
membiakkan Bacillus thuringiensis kemudian diekstrak dan dimurnikan, makan akan
diperoleh insektisida biologis (biopestisida) dalam bentuk kristal. Pada tahun 1985 dimulai
rekayasa gen dari Bacillus thuringiensis dengan kode gen Bt toksin.

Mekanisme lain juga ada yang dapat memberikan ketahanan pada tanaman tehadap hama
serangga dalam kisaran yang luas. Salah satu mekanisme tersebut didasarkan pada inhibitor
tripsin pada tanaman kacang kapri yang telah berhasil diklon oleh Hider et al. (1987) yang
menggunakan probeoigonukleotida sintetik.
3.3 Rekayasa Genetik Ketahanan Herbisida
Herbisida telah memungkinkan pengendalian gulma secara ekonomis dan
meningkatkan efisiensi produksi tanaman. Sejumlah herbisida baru memiliki
efektivitas yang tinggi dengan toksisitas yang lebih rendah terhadap hewan serta
degradasi yang cepat setelah penggunaannya. Ketahan herbisida dapat dicapai paling
tidak dengan tiga mekanisme yang berbeda :
1. produksi berlebih target biokimia peka herbisida.
2. Perubahan struktural target biokimia yang mengakibatkan menurunnya
aktifitas herbisida.
3. Detoksiikasi-degradasi herbisida sebelum mencapai target biokimia di dalam
sel tanaman.
4. Tanaman Transgenik Resisten Penyakit

Perkembangan yang signifikan juga terjadi pada usaha untuk memproduksi


tanaman transgenik yang bebas dari serangan virus. Dengan memasukkan gen
penyandi tanaman terselubung (coat protein) Johnson grass mosaic poty virus
(JGMV) ke dalam suatu tanaman, diharapkan tanaman tersebut menjadi resisten
apabila diserang oleh virus yang bersangkutan. Potongan DNA dari JGMV, misalnya
dari protein terselubung dan protein nuclear inclusion body (Nib) mampu
diintegrasikan pada tanaman jagung dan diharapkan akan menghasilkan tanaman
transgenik yang bebas dari serangan virus. Virus JGMV menyerang beberapa
tanaman yang tergolong dalam famili Graminae seperti jagung dan sorgum yang
menimbulkan kerugian ekonomi yang cukup besar. Gejala yang ditimbulkan dapat
diamati pada daun berupa mosaik, nekrosa atau kombinasi keduanya. Akibat
serangan virus ini, kerugian para petani menjadi sangat tinggi atau bahkan tidak
panen sama sekali
Ketahanan suatu tanaman terhadap mikroorganisme yang berpotensi sebagai
patogen didasarkan pada faktor biokimia ganda. Di antara yang terpenting adalah
fitoaleksin, suatu molekul antimikroba yang tidak terdapat pada tanaman sehat tetapi
terakumulasi dalam responnya terhadap infeksi mikrobia. Tanaman-tanaman juga
memiliki protein antimikrobial seperti chitinase dan thionin yang merupakan inhibitor
kuat terhadap pertumbuhan jamur. Selain itu ada indikasi bahwa protein yang
menginaktivasi ribosom berukuran 30 kDa (RIP) dari tanaman barlei ternyata
memiliki aktivitas anti-jamur.
Keunggulan Tanaman Rekayasa Genetika (Genetically Modified Organism)
WHO telah meramalkan bahwa populasi dunia akan berlipat dua pada tahun 2020
sehingga diperkirakan jumlah penduduk akan lebih dari 10 milyar. Karena
kondisi tersebut, produksi pangan juga harus ditingkatkan demi menjaga
kesinambungan manusia dengan bahan pangan yang tersedia. Namun yang menjadi
kendala, jumlah sisa lahan pertanian di dunia yang belum termanfaatkan karena
jumlah yang sangat kecil dan terbatas. Dalam menghadapi masalah tersebut,
teknologi rDNA atau Genetically Modified Organism (GMO) akan memiliki peranan
yang sangat penting.
Teknologi rDNA dapat menjadi strategi dalam peningkatan produksi pangan dengan
keunggulan-keunggulan sebagai berikut :
 Mereduksi kehilangan dan kerusakan pasca panen
 Mengurangi resiko gagal panen
 Meningkatkan rendemen dan produktivitas
 Menghemat pemanfaatan lahan pertanian
 Mereduksi kebutuhan jumlah pestisida dan pupuk kimia
 Meningkatkan nilai gizi
 Tahan terhadap penyakit dan hama spesifik termasuk yang di sebabkan oleh
virus
2.5 Keuntungan dan Kerugian Tanaman Trangenik :
Salah satu keuntungan tumbuhan transgenik yang jelas bagi petani adalah tumbuhan
menjadi tahan terhadap hama tertentu. Contohnya, pepaya resisten papaya-ringspot-virus
telah dikomersialisasikan dan tumbuah di Hawaii sejak 1996 (Gonsalves, 1998).
Keuntungan bagi lingkungan dari tumbuhan tahan hama yaitu menurunnya penggunaan
pestisida. Tumbuhan transgenik mengandung gen resisten hama dari Bacillus
thuringiensismenjadikan kemungkinan penurunan pemakaian insektisida secara signifikan di
tumbuhan kapas di Amerika.
Keuntungan lainnya dari tumbuhan transgenik adalah hasil yang lebih melimpah. Salah
satu contohnya yaitu dikembangkannya varietas gandum semi kerdil dengan hasil melimpah.
Gen yang bertanggungjawab untuk reduksi tinggi tumbuhan yaitu Japanese NORIN 10 (gen
kerdil, gibberelin insensitif), gen ini diintroduksikan pada gandum. Gen ini memiliki dua
keuntungan, yaitu mengkode tumbuhan yang lebih pendek, lebih kuat, dan merespon pupuk
lebih banyak tanpa terjadi collaps dan meningkatkan hasil secara langsung dengan cara
mereduksi elongasi sel pada bagian vegetatif tumbuhan.
Sehingga memungkinkan tumbuhan untuk lebih menumbuhkan bagian reproduktif
tumbuhan yang dimakan. Gen ini telah diisolasi dan didemonstrasikan untuk berperan sama
saat digunakan pada tumbuhan jenis lain (Peng et al 1999, Worland et al 1999). Teknik
pengerdilan ini berpotensi untuk digunakan untuk meningkatkan produktivitas pada berbagai
tumbuhan dimana hasil ekonomisnya lebih pada bagian reproduktif bukan vegetatif.

2.6 Kerugian tanaman transgenik


 Potensi resiko tanaman transgenik tahan hama terhadap kesehatan manusia pada
umumnya berkaitan dengan kemungkinan munculnya alergen baru atau toksin pada
tanaman pangan yang direkayasa, kemungkinan adanya alergen baru dalam serbuk
sari tanaman atau kemungkinan munculnya kombinasi antar protein yang
membentuk struktur tidak dikenal yang menyebabkan efek pleitropik ataupun efek
sekunder yang tidak diperkirakan.
 organisme non target yang memakan tanaman yang masih hidup atau detrivitor yang
memakan tanaman yang mati. Kedua, resiko tidak langsung terhadap spesies non-
target dan tentu hal ini akan mematikan rantai makanan yang ada.
 Jika tanaman transgenik ditanam secara besar-besaran, dengan berbagai hama target
yang berbeda-beda, jika dijumlahkan secara kumulatif, dalam tempo beberapa waktu,
maka akan membunuh hampir semua jenis insekta pemakan tanaman.
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Tanaman Kentang Produk Rekayasa Genetika
Penyakit hawar daun pada kentang yang disebabkan oleh jamur Phytophthora
infestans merupakan salah satu penyakit tanaman yang sangat merugikan di seluruh
belahan dunia. Penyakit ini mengakibatkan hasil panen menurun drastis sehingga
terjadi kerugian finansial yang sangat besar (Kamoun, 2001). Penyakit ini telah
menyebabkan terjadinya kasus kelaparan di Eropa pada abad 19 yang mengakibatkan
kematian lebih dari satu juta jiwa di Irlandia (Song et al., 2003).
Di Indonesia, petani melakukan penyemprotan fungisida hingga tiga puluh
kali dalam satu kali masa tanam untuk mengurangi dampak serangan jamur P.
infestans. Hal ini tidak hanya menyebabkan naiknya biaya produksi melalui
pembelian fungisida, namun juga meningkatkan kerusakan lingkungan serta risiko
gangguan terhadap kesehatan tubuh (Verweij et al., 2009; Yan et al., 2011).
Plasma nutfah untuk ketahanan terhadap P. infestans tersedia pada beberapa
kentang spesies liar seperti Solanum demissum. Spesies ini digunakan dalam
persilangan tradisional untuk membuat kultivar yang tahan. Namun, respons
ketahanan kultivarkultivar ini hipersensitif terhadap penyakit hawar daun bakteri,
yaitu spesifik terhadap ras tertentu dan bersifat sementara di lapang (Fry dan
Goodwin, 1997). Sementara itu, spesies liar S. bulbocastanum memiliki ketahanan
yang tinggi terhadap semua ras P. infestans (Niederhauser dan Mills, 1953). Sifat
ketahanan yang luas ini (broad spectrum) menjadikan S. Bulbocastanum sebagai
calon utama dalam menghasilkan kultivar tahan serangan P. infestans (Lokossou et
al., 2010; van der Vossen et al., 2003). Gen utama yang memberikan sifat ketahanan
luas terhadap jamur hawar daun dari S. Bulbocastanum, yang kemudian disebut
sebagai gen RB, telah berhasil diklon dan diidentifikasi melalui pendekatan berbasis
pemetaan gen (Bradeen et al., 2003; Song et al., 2003; van der Vossen et al., 2003).
Gen ini termasuk ke dalam kelompok gen resisten (R) yang mengandung leucine-rich
repeats (LRRs). Kelompok gen ini sudah terkarakterisasi baik dan memiliki anggota
paling banyak, yaitu 0,5% dari total gen yang diprediksi pada genom Arabidopsis
(Chen dan Halterman, 2011; van der Vossen et al., 2003). Tingkat ekspresi gen RB
mempengaruhi level ketahanan terhadap penyakit hawar daun. Semakin tinggi
jumlah transkrip gen RB yang terdapat dalam tanaman, semakin tahan tanaman
tersebut terhadap serangan jamur P. infestans (Bradeen et al., 2009; Kramer et al.,
2009).
Spesies ini tidak dapat disilangkan dengan kentang budi daya karena
perbedaan tingkat ploidinyasehingga gen RB diisolasi dan digunakan untuk perakitan
tanaman kentang tahan penyakit hawar daun melalui teknik rekayasa genetika.
Perakitan kentang transgenik tahan penyakit hawar daun tersebut telah dilakukan di
Universitas Wisconsin, Amerika Serikat, dengan metode transformasi melalui
Agrobacterium tumefaciens menggunakan plasmid pCLD04541 (Song et al., 2003).
Hasil tranformasi tersebut berupa beberapa klon (event) kentang transgenik
varietas Katahdin, di antaranya Katahdin klon SP951. Kentang transgenik Katahdin
SP951 telah diuji di Amerika Serikat selama empat tahun dan menunjukkan sifat
ketahanan luas terhadap ras-ras lokal P. infestans dan ras dari Meksiko (Bradeen et
al., 2009; Halterman et al., 2008; Kuhl et al., 2007; Song et al., 2003).
Untuk memastikan gen yang dimasukkan ke dalam genom kentang transgenik
Katahdin SP951 adalah gen RB dengan urutan yang sama dengan gen RB dari S.
bulbocastanum dan tidak terjadi mutasi sama sekali pada urutan DNA, maka
diperlukan konfirmasi terhadap gen tersebut. Tujuan penelitian ini adalah
mengonfirmasi keberadaan gen RB dengan cara menyekuen gen tersebut dari
tanaman kentang transgenik Katahdin SP951 dan membandingkannya dengan gen
RB yang terdapat pada plasmid pCLD04541. Konfirmasi gen pada produk rekayasa
genetik tanaman ini sangat perlu dilakukan, terutama dalam rangka pengisian dossier
untuk keamanan hayati sebelum tanaman transgenik dapat dilepas ke petani.
3.2 Bahan Dan Metode
Penelitian dilakukan pada tahun 2013 di Laboratorium Biologi Molekuler,
Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Bioteknologi dan Sumber Daya Genetik
Pertanian (BB Biogen), Bogor. Bahan tanaman yang digunakan adalah tanaman
transgenik Katahdin klon SP951 sebagai sampel transgenik, varietas Katahdin
nontransgenik sebagai kontrol negatif, dan S. bulbocastanum PT 29 (PI#243510)
sebagai kontrol positif. Tanaman kentang Katahdin nontransgenik dan transgenik
diperoleh dari Universitas Wisconsin, Amerika Serikat, melalui kerja sama penelitian
USAID-ABSP (Agriculture Biosafety Support Project II Project). Tanaman
diperbanyak di dalam pot di Fasilitas Uji Terbatas BB Biogen. Plasmid pCLD04541
yang digunakan untuk mentransformasi tanaman kentang varietas Katahdin juga
didapatkan dari proyek USAID-ABSP.
1. Isolasi RNA Tanaman Transgenik Katahdin SP951
RNA diisolasi dari sampel daun tanaman yang berumur dua bulan setelah
tanam dengan menggunakan RNeasy® Plant Mini Kit (Qiagen, USA). Metode
dilakukan sesuai dengan petunjuk yang ada pada kit tersebut seperti yang
diuraikan berikut ini. Sampel daun ditambah dengan nitrogen cair kemudian
digerus di dalam mortar steril. Sel daun dipecah dan dihomogenkan pada bufer
yang mengandung guanidine thyosianat yang berfungsi menonaktifkan enzim
RNase agar RNA tetap utuh. Etanol ditambahkan agar RNA menempel pada
membran kolom (QIAshredder™ spin-column). Kolom dicuci sebanyak tiga
kali dengan larutan pencuci kemudian RNA total dilarutkan dengan
menambahkan 30–100 µl air steril Milli-Q™.
2. Pembuatan cDNA Tanaman Kentang Transgenik Katahdin SP951
Setelah RNA total diperoleh, dilakukan reversetranscription PCR (RT-PCR)
dengan menggunakan SuperScript® II (Invitrogen™, USA) untuk memperoleh
cDNA dengan mengacu pada metode yang ada pada kit tersebut. Utas pertama
cDNA diperoleh dengan cara mereaksikan sebanyak 1 ng hingga 5 µg total
RNA ditambah dengan 1 µl oligo dT dan 11 µl dNTP 10 mM masing-masing
dan 12 µl air steril MilliQ™. Campuran ini kemudian diinkubasi pada suhu
65oC selama 5 menit, setelah itu dipindahkan secara cepat ke atas es, dan
disentrifugasi untuk mengendapkan larutan. Larutan 41 µl first-strand buffer 5,
21 µl DDT 0,1 M, dan 11 µl RNaseOUT ditambahkan ke dalam campuran
secara pelan-pelan dan diaduk dengan cara menggoyangkan tube secara
perlahan, dan selanjutnya diinkubasi pada suhu 42°C selama 2 menit. Setelah
itu, ditambahkan SuperScript® II RT sebanyak 1 µl dan dicampurkan dengan
cara dipipet naik turun, dan ditambahkan air steril Milli-Q™ sehinggga total
volume menjadi 20 µl. Larutan diinkubasi pada suhu 42°C selama 50 menit.
Setelah itu, reaksi dihentikan dengan cara menginkubasikan larutan pada suhu
75°C selama 15 menit. Produk utas pertama cDNA ini kemudian diamplifikasi
dengan mesin PCR T100™ (Bio-Rad) untuk mendapatkan cDNA dengan
populasi yang diinginkan. Amplifikasi cDNA dilakukan dalam tabung mikro
dengan volume total 50 µl yang mengandung bufer PCR 1 (Tris-HCl 20 mM
[pH 8.4], KCl 50 mM, MgCl2 5 mM), 1 μl dNTP mix 1 mM, forward primer 1
μM, reverse primer 1 μM, Taq polimerase DNA 2 U, dan 2 μl cDNA hasil
pembentukan utas pertama. PCR dilakukan dengan profil sebagai berikut:
denaturasi pada suhu 94°C selama 2 menit, diikuti dengan 35 siklus tahapan
yang terdiri atas denaturasi awal pada suhu 95°C selama 30 detik, penempelan
primer pada suhu 50–60°C (disesuaikan dengan primernya) selama 30 detik,
perpanjangan DNA pada suhu 75°C dengan waktu disesuaikandengan perkiraan
panjang fragmen (1 menit untuk amplifikasi 1 kb fragmen DNA), dan diakhiri
dengan perpanjangan basa pada suhu 75°C selama 5 menit.
3. Amplifikasi Gen RB
Primer dirancang secara manual (tanpa perangkat lunak) pada posisi acak
dengan tetap mengacu pada urutan DNA gen RB. Posisi pasangan primer
dirancang agar menghasilkan fragmen yang ujungujungnya saling tumpang-
tindih sehingga fragmenfragmen tersebut dapat digabungkan untuk membentuk
urutan DNA gen RB yang utuh.
Primer forward dan reverse saling dikombinasikan untuk memperoleh ukuran
fragmen yang berbeda-beda yang kemudian digunakan untuk mengkonfirmasi
ukuran fragmen dan urutan DNA.
PCR dilakukan dengan profil sebagai berikut: denaturasi awal pada suhu
95°C selama 5 menit, diikuti dengan 35 siklus tahapan denaturasi awal pada
suhu 95°C selama 30 detik, penempelan primer pada suhu 50–60°C
(disesuaikan dengan primernya) selama 30 detik, perpanjangan DNA pada suhu
75°C dengan waktu yang disesuaikan dan dengan perkiraan panjang fragmen.
Siklus PCR diakhiri pada suhu 75°C selama 5 menit. Hasil PCR dilihat dengan
menggunakan elektroforesis gel agarosa, dan didokumentasikan dengan mesin
ChemiDoc EQ™ System (Bio-Rad).
4. Sekuensing Gen RB dan Analisis Data Sekuen
Sekuensing terhadap fragmen-fragmen hasil PCR yang spesifik untuk gen RB
dilakukan oleh 1st BASE (http://www.base-asia.com/dna_sequencing) pada
mesin ABI PRISM®. Dari hasil sekuensing, daerah yang tumpang-tindih pada
fragmen-fragmen DNA digunakan sebagai referensi untuk menyambung urutan
DNA menjadi kesatuan yang lebih panjang. Hasil penggabungan ini
membentuk urutan gen RB yang lengkap seperti pada Gambar 1. Sekuen gen
RB yang diperoleh kemudian disejajarkan (alignment) dengan hasil sekuen
plasmid pLCD04541 (hasil sekuen kelompok peneliti India) dengan
menggunakan fasilitas gene alignment dari NCBI di alamat
http://blast.ncbi.nlm.nih.gov/Blast. cgi?CMD=Web&PAGE_
TYPE=BlastHome
3.3 HASIL DAN PEMBAHASAN
Gen RB adalah gen yang menyandikan sifat ketahanan terhadap jamur P.
infestans dan memiliki homologi tinggi dengan gen-gen resistensi lain yang
terdapat pada tanaman kentang. Kemiripan gen RB dari S. bulbocastanum dengan
gen-gen resistensi (R) lebih dari 98,8% (Song et al., 2003). Akibatnya, teknik
PCR menggunakan primer yang didesain denganmengacu pada urutan gen RB
memiliki kemungkinan menghasilkan fragmen DNA dari gen selain gen RB.
PCR dilakukan untuk mengonfirmasi fragmen hasil amplifikasi berasal dari gen
RB

Dari 15 primer yang dirancang untuk cDNA dari gen RB (Tabel 1), telah
dilakukan amplifikasi menggunakan 10 pasang primer. Tiga pasang primer
(cDNAF3-NseqRBR12, RBSeqF17-RBSeqR22, dan NSeqRBF8-RBSeqEndR)
tidak spesifik terhadap gen RB karena mengamplifikasi gen pada cetakan
(template) dari Katahdin nontransgenik, yang tidak mengandung gen RB. Contoh
hasil amplifikasi dapat dilihat pada Gambar 2. Pasangan primer I dan III tidak
spesifik terhadap gen RB. Amplifikasi tidak spesifik terjadi saat cetakan DNA
dari kontrol negatif (Katahdin tipe liar yang tidak mengandung gen target)
menghasilkan pita DNA dengan ukuran yang sama dengan pita DNA sampel
transgenik Katahdin SP951 dan kontrol positif (S. bulbocastanum). Hal ini
menunjukkan bahwa gen RB tidak teramplifikasi.

Tujuh pasangan primer (cDNAF3-NSeqRBR5, RB SeqF13-NSeqRBR6,


RBSeqF13-RBSeqR23, RBSeq F17- RBSeqR23, RBSeqF21-RBSeqR25,
RBSeqF22-RBSeq R26, dan NseqRBF8-3’EndFlankR) bersifat spesifik terhadap
gen RB karena dapat mengamplifikasi fragmen DNA hanya dari tanaman
kentang transgenik SP951 dan S. bulbocastanum, tetapi tidak mengamplifikasi
DNA dari sampel tanaman nontransgenik Katahdin (Gambar 2, pasangan primer
II dan IV). Fragmen DNA hasil amplifikasi dengan primer spesifik ini kemudian
digunakan sebagai cetakan untuk sekuensing.
Urutan gen RB utuh dengan panjang sekitar 2.900 basa dapat dihasilkan
setelah dilakukan PCR dengan menggunakan tujuh pasang primer yang
menghasilkan fragmen DNA yang tumpang-tindih pada beberapa bagian dengan
fragmen DNA yang lain (Gambar 1). Fragmen hasil amplifikasi dari primer
spesifik terhadap gen RB digunakan untuk membaca urutan DNA gen tersebut.
Rerata sekuensing menghasilkan urutan DNA dengan ukuran sekitar 1.000
basa dengan kualitasnukleotida yang tinggi, ditandai dengan puncak yang tajam
pada grafik, dan nilai QV (kualitas basa) yang bagus dengan sekuen eror di
bawah 1% (Gambar 3). Untuk memperoleh urutan gen RB secara utuh dengan
besar sekitar 2.900 basa, dilakukan PCR dengan menggunakan primer yang akan
menghasilkan fragmen DNA yang tumpang-tindih (overlapping) dengan fragmen
DNA yang lain.
Hasil penggabungan urutan DNA dari daerah yang tumpang-tindih adalah open
reading frame dengan ukuran 2.913 basa. Gabungan utas DNA hasil sekuensing ini (Gambar
4) disejajarkan (aligned) dengan urutan DNA gen RB yang terdapat dalam pCLD04541
(Song et al., 2003), yang merupakan plasmid dengan gen RB yang digunakan dalam
transformasi awal kentang Katahdin, dengan menggunakan ClustalW. Hasil penyejajaran
kedua sekuen DNA tersebut menunjukkan bahwa fragmen DNA yang diamplifikasi oleh
primer spesifik identik dengan gen RB yang ada pada plasmid pCLD04541. Oleh karena itu,
dapat disimpulkan bahwa setelah proses transformasi dan integrasi gen ke dalam genom
tanaman kentang Katahdin, tidak terjadi perubahan basa atau mutasi pada gen RB pada
genom tanaman transgenik Katahdin SP951.
BAB IV
KESIMPULAN
Rekayasa genetik merupakan teknik untuk menghasilkan molekul DNA yang berisi gen baru
yang diinginkan atau kombinasi gen-gen baru atau dapat dikatakan sebagai manipulasi
organisme. Bioteknologi modern berkembang pesat setelah genetika molekuler berkembang
dengan baik.
Tujuan dari pengembangan tanaman transgenik ini diantaranya adalah:
 Menghambat pelunakan buah (pada tomat).
 tahan terhadap serangan insektisida, herbisida, virus
 meningkatkan nilai gizi tanaman, dan
 meningkatkan kemampuan tanaman untuk hidup pada lahan yang ektrem seperti lahan
kering, lahan keasaman tinggi dan lahan dengan kadar garam yang tinggi
Salah satu keuntungan tumbuhan transgenik yang jelas bagi petani adalah tumbuhan menjadi tahan
terhadap hama tertentu. Contohnya, pepaya resisten papaya-ringspot-virus telah dikomersialisasikan dan
tumbuah di Hawaii sejak 1996 (Gonsalves, 1998). Keuntungan bagi lingkungan dari tumbuhan tahan
hama yaitu menurunnya penggunaan pestisida. Tumbuhan transgenik mengandung gen resisten hama dari
Bacillus thuringiensismenjadikan kemungkinan penurunan pemakaian insektisida secara signifikan di
tumbuhan kapas di Amerika.
Kerugian tanaman transgenic:

 Potensi resiko tanaman transgenik tahan hama terhadap kesehatan manusia pada umumnya
berkaitan dengan kemungkinan munculnya alergen baru atau toksin pada tanaman pangan yang
direkayasa, kemungkinan adanya alergen baru dalam serbuk sari tanaman atau kemungkinan
munculnya kombinasi antar protein yang membentuk struktur tidak dikenal yang menyebabkan
efek pleitropik ataupun efek sekunder yang tidak diperkirakan.
 organisme non target yang memakan tanaman yang masih hidup atau detrivitor yang memakan
tanaman yang mati. Kedua, resiko tidak langsung terhadap spesies non-target dan tentu hal ini
akan mematikan rantai makanan yang ada.
 Jika tanaman transgenik ditanam secara besar-besaran, dengan berbagai hama target
yang berbeda-beda, jika dijumlahkan secara kumulatif, dalam tempo beberapa waktu, maka akan
membunuh hampir semua jenis insekta pemakan tanaman

Dari 15 primer yang dirancang, terdapat tujuh pasang primer yang berhasil mengamplifikasi gen
RB secara spesifik pada tanaman transgenik Katahdin SP951 dan tanaman sumber gen RB (S.
Bulbocastanum). Dengan memanfaatkan daerah yang tumpangtindih, fragmen spesifik tersebut
disekuen dan diperoleh urutan DNA sepanjang 2.913 basa yang memiliki kesamaan 100%
dengan urutan gen RB pada plasmid pCLD04541. Dapat disimpulkan bahwa gen RB tidak
mengalami mutasi pada proses transformasi dan integrasi gen ke dalam genom kentang
Katahdin. Konfirmasi gen pada produk rekayasa genetika tanaman ini sangat perlu dilakukan
terutama dalam rangka pengisian dossier untuk keamanan hayati sebelum tanaman transgenik
dapat dilepas ke petani.

Anda mungkin juga menyukai