Anda di halaman 1dari 15

REKAYASA IDE

REKAYASA HAYATI PERTANIAN: TANAMAN TRANSGENIK PADI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Mata Biologi Umum

Dosen Pengampu :

Dra. Uswatun Hasanah, M.Si

NIP. 19610301 198803 2 002

Oleh :
45. Siti Hawa Siregar : 4193111084
46. Nurul Intan Nirwana : 4193111087
47. Kamilah Silalahi : 4193111092
48. Ibrahim Yusup Nasution : 4193311002
49. Rizki Ramadhan Mafa : 4193311011

JURUSAN MATEMATIKA

FAKULTAS MATEMATIKADANILMU PENGETAHUANALAM

UNIVERSITAS NEGERI MEDAN

2019
i

DAFTAR ISI

Daftar Isi i

BAB I Pendahuluan 1

1.1 Latar Belakang 1


1.2 Rumusan Masalah 1
1.3 Tujuan 2

BAB II Kajian Pustaka 3

BAB III Penutup 9

3.1 Kesimpulan 9
3.2 Saran 11

Daftar Pustaka 12
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Selama ini produksi padi nasional masih mengandalkan sawah irigasi,


namun ke depan bila hanya mengandalkan padi sawah irigasi akan
menghadapi banyak kendala. Hal tersebut disebabkan banyaknya lahan sawah
irigasi subur yang beralih fungsi ke penggunaan lahan non pertanian,
tingginya biaya pencetakan lahan sawah baru dan berkurangnya debit air.
Dilain pihak lahan kering tersedia cukup luas dan pemanfaatannya untuk
pertanaman padi gogo belum optimal, sehingga ke depan produksi padi gogo
juga dapat dijadikan andalan produksi padi nasional.
Salah satu tantangan dalam pembangunan pertanian adalah adanya
kecenderungan menurunnya produktivitas lahan. Disisi lain sumberdaya alam
terus menurun sehinga perlu diupayakan untuk tetap menjaga kelestariannya.
Demikian pula dalam usahatani padi agar usaha tani padi dapat berkelanjutan,
maka teknologi yang diterapkan harus memperhatikan faktor lingkungan, baik
lingkungan fisik maupun lingkungan sosial, sehingga agribisnis padi dapat
terlanjutkan.
Untuk menangani tantangan tersebut, maka pemerintah mulai untuk
mengembangkan dan mengedarkan produk hasil rekayasa untuk dikonsumsi
dan digunakan masyarakat. Kebijakan ini diharapkan dapat membantu sektor
pertanian dan mengurangi angka impor produk dari luar negeri.

1.2 Rumusan Masalah


1. Mengapa perlu di peroleh tamanan transgentik?
2. Apa kekhawatiran yang timbul dengan adanya tanaman transgenik ini?
3. Apa solusi dari dampak negatif produk tanaman transgenik agar dapat
dikonsumsi?
4. Apakah manfaat yang diperoleh melalui transgenik yang dilakukan pada
padi?
5. Apa kelebihan pagi transgenik dibanding padi non-transgenik?
2

1.3 Tujuan
1. Mengapa perlu di peroleh tamanan transgentik?
2. Apa kekhawatiran yang timbul dengan adanya tanaman transgenik ini?
3. Apa solusi dari dampak negatif produk tanaman transgenik agar dapat
dikonsumsi?
4. Apakah manfaat yang diperoleh melalui transgenik yang dilakukan pada
padi?
5. Apa kelebihan padi transgenik dibanding padi non-transgenik?

1.
3

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

Tanaman padi (Oryza sativa L.) merupakan bahan makanan yang menghasilkan
beras dan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Konsumsi
beras penduduk di Indonesia mencapai 139 kg per orang per tahun (tertinggi
dunia) jauh di atas rata-rata konsumsi beras dunia sebesar 60 kg per orangper
tahun. Di samping rasanya yang enak, beras juga mudah diolah dan nilai energi
yang terkandung didalamnya cukup tinggi. Kandungan zat gizi utama dalam beras
adalah karbohidrat, tetapi yang paling banyak dalam bentuk pati 80-85%, selain
itu dalam beras juga terdapat kandungan protein. Berbagai upaya telah dilakukan
untuk meningkatkan kualitas dan kuantitas tanaman padi mulai dari paket
teknologi sederhana sampai pada teknologi rekombinan DNA. Dengan semakin
berkembangnya teknologi rekayasa genetika, kemajuan di bidang ini telah
berhasil melengkapi hasil-hasil dari pemuliaan tanaman (Deswina, Puspita dan
Inez H.Slamet-Loedin, 2011)

Dalam upaya peningkatan produksi beras, sering ditemui beberapa hambatan.


Salah satu hambatan yang selalu mengancam produksi beras adalah serangan
hama dan patogen. Hama penting tanaman padi yang dianggap merugikan
baik di Indonesia maupun di negara-negara Asia lainnya adalah penggerek
batang padi (Soehardjan, 1976).Penggerek batang padi kuning (Scirpophaga
incertulas) dapat menyerang tanaman padi pada semua stadium pertumbuhan.
Pada stadium vegetatif, serangan hama mengakibatkan kematian anakan muda
dan gejalanya disebut sundep. Pada stadium generatif, serangan hama
menyebabkan malai tampak putih dan gabah menjadi hampa yang disebut beluk
(Carsono N, dkk, 2017)

Kerugian yang disebabkan oleh hama dan penyakit tanaman diperkirakan


mencapai 37% dari total produksi, dan 13% di antaranya karena serangan hama.
Di Amerika Serikat, kerugian akibat serangan hama jika diuangkan mencapai
US$7,70 miliar per tahun atau Rp61,60 triliun per tahun. Teknologi yang sampai
saat ini sering digunakan untuk pengendalian hama adalah insektisida. Teknologi
4

ini cukup populer karena efeknya dapat dilihat dalam waktu relatif singkat setelah
aplikasi dan insektisida mudah didapatkan bila diperlukan. Namun, teknologi ini
relatif mahal terutama bagi petani dinegara sedang berkembang, serta berbahaya
bagi manusia, hewan, spesiesbukan sasaran, dan lingkungan jika aplikasinya tidak
sesuai dengan prosedur (Bahagiawati dan Amirhusin, 2004)

Teknologi transfer genetika saat ini menjadi salah satu teknik dasar utama yang
diperlukan dalam bebagai aplikasi ilmu biologi. Salah satu teknik transformasi
genetik yang telah berhasil pada tanaman padi ialah teknik melalui
Agrobacterium. Teknik introduksi dengan cara menyisipkan gen asing pada
plasmid DNA dari bakteri Agrobacterium tumefaciusmemiliki keuntungan
bahwa umumnya integrasi bersifat tunggal atau sederhana dan efisieni
transformasi lebih tinggi. Disamping itu, teknik ini relatif lebih mudah untuk
diterapkan dan lebih ekonomis. Namun demikian, bakteri tersebut secara
alami hanya menginfeksi kelompok tanaman dikotil, sehingga penggunaannya
untuk tanaman monokotil memerlukan suatu upaya dan rekayasa lebih lanjut
(Carsono N, Dkk, 2010)

Teknologi rekayasa genetik (teknologi DNA) digunakan untuk perbaikan sifat


tanaman melalui modifikasi genetik, dengan tujuan mendapatkan tanaman yang
mempunyai sifat baru dan unggul. Teknologi DNA mengembangkan dan
memanfaatkan teknik isolasi dan tranfer gen dari sifat yang diinginkan ke
tanaman transgenik. Dengan teknologi DNA dapat dihasilkan tanaman transgenik
yang memiliki sifat baru, misalnya ketahanan terhadap serangga, hama, herbisida,
atau cekaman abiotik. Tanaman transgenik tahan serangga hama sudah banyak
ditanam dan di pasarkan di berbagai negara (Susilo, 2019)

Tanaman transgenik merupakan tanaman hasil rekayasa di mana diintroduksi


seutas (sepotong) DNA dari Sorganisme lain pada genom tanaman tersebut.
Proses ini dikenal dengan istilah transformasi. Potongan DNA yang diintegrasikan
pada genom tanaman ini biasanya didapatkan dari organisme yang ada di alam
seperti bakteria dan tanaman juga. Konstruk gen yang diintroduksi ke tanaman
pada umumnya mengandung 3 elemen, yaitu (1) promoter yang berfungsi untuk
mengaktifkan dan menidakaktifkan gen yang diintroduksikan, (2) gen yang
5

diintroduksi yang mengekspresikan sifat yang diinginkan, dan (3) terminator,


yaitu untuk menghentikan signal pembacaan dari sekuen gen yang diintroduksi
dalam proses pembentukan protein. Ada beberapa promoter yang sering
digunakan dalam perakitan tanaman transgenik, tetapi yang umumnya digunakan
adalah P-35S yang berasal dari Cauliflower Mosaic Virus.Sekuen untuk
terminator adalah T-NOS yang umumnya berasal dari Agrobacterium
tumefacien.Hampir seluruh tanaman transgenik yang telah dikomersialkan
mengandung promoter P-35S dan terminator T-Nos atau T-35S.Oleh sebab itu,
sekuen P35S dan T-Nos ini sering dipakai untuk skrining GMO. Namun
demikian, skrining dengan cara ini sering menimbulkan false positif yang berasal
dari kontaminasi tanaman dengan virus atau bakteri yang berada di tanaman
sampel. Walaupun suatu GMO mempunyai gen yang insersi, promoter dan
terminator yang sama, maka mereka dipertimbangkan sebagai tanaman transgenik
yang berbeda (dengan event yang berbeda) dan diberi nama yang berbeda pula
karena mereka berbeda pada lokasi genom tanaman di mana gen diinsersikan
(Bahagiawati dan Sutrisno, 2007).

Teknologi yang paling banyak digunakan adalah rekombinasi DNA (DNA


recombinant), suatu metode yang digunakan untuk memanipulasi langsung DNA
yang berorientasi pada ekspresi gen tertentu.Teknik ini melibatkan kemampuan
untuk mengisolasi, memotong dan memindahkan potongan DNA tertentu sesuai
dengan gen-gen yang menjadi target. Saat ini memanipulasi DNA dalam berbagai
cara dan memindahkannya dari satu mahluk hidup ke mahluk hidup lain dapat
diprogramkan melalui teknik rekombinasi DNA untuk memproduksi berbagai zat
seperti enzim, antibodi monoklonal, nutrisi, hormon, dan berbagai produk farmasi
termasuk obat dan vaksin dalam jumlah besar . Rekayasa genetika merupakan
suatu teknik alternatif untuk melakukan modifikasi bahan genetik pada suatu
mahluk hidup. Perbedaan utamanya dengan teknik pemuliaan yang lain adalah
dalam hal tingkat ketepatan dan kecepatan hasil mutasinya. Mutan yang diperoleh
melalui teknologi DNA merupakan hasil mutagenesis langsung pada sasarannya
(site directed mutagenesis), sedangkan mutasi buatan secara fisika atau kimia
bersifat acak (random mutagenesis) seringkali menghasilkan mutan yang bersifat
pleiotrof (mutasi di luar gen sasaran).Selain itu, teknologi DNA juga
6

memungkinkan penambahan atau penyisipan gen dari kelompok mahluk hidup


yang secara filogenetik sangat jauh hubungan kekerabatannya atau secara seksual
tidak kompatibel.Mahluk hidup hasil modifikasi bahan genetik melalui teknologi
DNA, sedangkan yang melalui persilangan, mutasi kimia atau fisika tidak
dikategorikan sebagai GMO (Mahrus, 2014).

Pemuliaan konvensional, ketahanan tanaman transgenik dapat dipatahkan.


Beberapa populasi serangga telah berkembang resisten terhadap gen cry tunggal.
Untuk managemen resistensi, dianjurkan untuk menggunakan strategi “high-dose”
dan refugia, serta menganjurkan untuk mengembangkan tanaman dengan dua
toxin Bt, karena kultivar dengan dua toxin memerlukan refugia paling kecil dan
memungkinkan untuk dilepas di lapangan. Penggunaan gen multipletoxin
dengan cara kerja yang berbeda juga dianjurkan sehingga crossresistance tidak
mungkin terjadi, yaitu dengan menggunakan dua gen cry untuk toxin yang
berbeda reseptor atau kombinasi gen cry yang semuanya berbeda dan tidak
berkaitan gen toxinnya. Efikasi dari fusi hibrid gen cry1Ab-cryIAc pada padi
transgenik indica telah berhasil diuji pada kondisi rumah kaca, dan hasilnya
menunjukkan mampu melindungi serangan penggerek batang padi kuning. Padi
transgenik Bt-IR72 dengan fusi gen ini menunjukkan konsisten tahan melawan
empat serangga lepidoptera, termasuk penggerek batang padi kuning lebih dari 3
generasi di bawah kondisi serangan secara buatan dan alami. Fusi dua gen cry
(cryIAb-IB) pada kultivar padi transgenik elit Vietnam mampu mematikan 100%
larva instar-1 penggerek batang padi kuning dalam 1 minggu setelah infestasi. Di
Indonesia, upaya untuk mendapatkan padi tahan penggerek batang padi yang
memiliki ketahanan panjang (tidak mudah patah) telah dilakukan dengan 2
pendekatan yaitu: (1) transformasi dua gen cry (cryIBcryIAa) yang berbeda
binding site dalam sistem pencernaan larva serangga, dan (2) transformasi gen
cryIB dibawah kendali promoter terinduksi pelukaan yaitu promoter dari gen
maize proteinase inhibitor (mpi). Dari hasil penelitian pada tahun 2003 dan 2004
pada generasi pertama dan kedua, telah diperoleh 2 galur padi transgenik cv.
Rojolele mengandung fusi dua gen cry (cryIB-cryIAa) dan 4 galur padi transgenik
cv. Rojolele mengandung gen mpi-cryIB. Namun demikian, efektivitas galur-
galur tersebut terhadap penggerek batang padi kuning S. incertulas belum teruji di
7

rumah kaca. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai


tingkat efektivitas padi transgenik terhadap hama penggerek batang padi kuning
S. incertulas di rumah kaca (Usyati, dkk, 2009).

Kemajuan dunia teknologi membawa dampak positif bagi perkembangan


teknologi biologi atau lebih dikenal dengan istilah bioteknologi. Bioteknologi di
sektor pertanian mengarah pada bagaimana teknologi biologi mampu membantu
dalam menghasilkan bibit unggul melalui rekayasa genetika tanaman salah
satunya adalah transgenik yang merupakan salah satu bagian dari rekayasa
genetika. Rekayasa genetika dilakukan karena seiring dengan cepatnya
pertumbuhan pendudukan yang menuntut sektor pertanian harus mampu
menghasilkan produk makanan bagi masyarakat melalui rekayasa genetika
tanaman. Dengan demikian, perbanyakan tanaman melalui pemindahan gen
tanaman sehingga mampu menghasilkan bibit tanaman dengan cepat dan berbagai
macam tanaman yang dibutuhkan oleh masyarakat. Sebagai sebuah teknologi
rekayasa genenika, bagi sebagian masyarakat masih memberi stereotif negatif
bahwa tanaman transgenik menjadi persoalan bagi lingkungan dan kesehatan
produk pertanian itu sendiri khususnya tanaman pangan sebagai bahan dasar
kebutuhan pangan masyarakat. Kondisi ini menyebabkan masih banyak
masyarakat yang kurang menganal terhadap tanaman transgenik (Hidayat R H,
2014).

Biodiversitas (plasma nutfah) padi merupakan sumber genetik yang sangat


diperlukan untuk membentuk varietas padi unggul, dengan cara merakit sifat-sifat
yang diinginkan melalui program pemuliaan, baik konvensional maupun
inkonvensional. Kelompok plasma nutfah padi antara lain varietas introduksi,
varietas unggul, kultivar primitif, galur-galur harapan, dan varietas lokal.
Lembaga internasional untuk penelitian padi (IRRI di Filipina) menyimpan lebih
dari 100.000 genotipe padi yang dikumpulkan dari berbagai negara penghasil
padi, termasuk, jenis-jenis padi yang belum dibudidayakan (Sastrapradja, 1999).
Dari contoh-contoh inilah para pemulia memilah, memilih, dan kemudian
memadukan (bahkan merakit sifat baru) berbagai sifat yang dikehendaki kedalam
suatu varietas unggul baru. Tanpa tersedianya contoh atau genotipe padi tersebut,
8

benih unggul baru tidak akan terakit. Jadi contoh-contoh padi yang beraneka
ragam tersebut merupakan bahan mentah perakitan benih unggul baru. Bahan
mentah inilah yang dinamai dengan plasma nutfah padi. Indonesia mempunyai
catatan panjang dan baik dalam peningkatan varietas padi. Usaha untuk
mengumpulkan dan melestarikan varietas lokal di Indonesia telah dilaksanakan
sejak tahun 1970. Varietas lokal yang telah dikoleksi dan dilestarikan berjumlah
lebih dari 11.690 nomor, introduksi sebanyak 1.850 nomor dan 450 galur murni
(Khush, 1996). Sangat banyak varietas padi unggul yang dihasilkan oleh IRRI
(utamanya pada tahun 1960-an dan 1970-an), dirakit menggunakan satu atau
beberapa varietas padi lokal Indonesia. Varietas lokal seperti Peta, Intan, dan
Sigadis digunakan IRRI utamanya sebagai sumber daun yang tegak dan vigor
tanaman yang baik (Harahap, 1980).
9

BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Dengan menerapkan teknologi tanaman transgenik di sektor pertanian
dapat meningkatkan produktivitas pertanian dan impor produk pangan
dapat bekurang, juga hama serangga yang menyerang tanaman, secara
konvensional dibasmi dengan memakai insektisida (bahan kimia), atau
dengan cara menggunakan predator, namun kedua cara ini belum efisien.
Penggunaan insektisida dapat mengakibatkan kerusakan lingkungan,
disamping itu penggunaan insektisida juga dapa mengakibakan
tergangunya kesehatan manusia, yang lebih berbahaya adalah munculnya
hama yang tahan terhadap insektisida tersebut, sehingga hama tersebut
tidak pernah dapat dibasmi. Terakhir, penggunaan insektisida dalam
membasmi hama akan menambah biaya produksi. Kelebihan tanaman
transgenik adalah hama akan terbasmi sendiri tanpa harus menggunakan
insektisida dalam jumlah besar.
2. Disamping banyak keuntungan yang diperoleh dari pemanfataan tanaman
transgenik, ada beberapa dampak negatif yang mungkin ditimbulkan oleh
adanya tanaman ini, khususnya terhadap lingkungan, sehingga ini
dijadikan isu oleh aktivis lingkungan seperti :
a. Munculnya hama target yang tahan terhadap insekisida
Tanaman transgenik yang di rancang dapat membasmi hama perusak
(target) dapat berbalik menjadikan hama menjadi tahan terhadap
insekisida. Ini memang fenomena umum yang dapat terjadi pada
semua tanaman, baik transgenik maupun nontransgenik.
b. Munculnya efek samping terhadap hama nontarget.
Gen yang disisipkan dalam tanaman transgenik dapat membunuh
serangga lain yang secara alami menguntungkan tanaman tersebut.
c. Terjadinya silang luar
Adanya fertilisasi antara tanaman transgenik dan nontransgenik lain
khususnya gulma. Jika ini terjadi ada peluang munculnya supergulma
yang tahan terhadap herbisida.
10

d. Ada efek kompensasi


Tanaman transgenik yang tahan terhadap serangan hama tertentu,
dapat mengakibatkan berkembangnya hama lain.
3. Kekhawatiran dampak negatif produk tanaman transgenik telah memicu
beberapa negara untuk membuat, mengesahkan, dan menerapkan
peraturanperaturan yang menjamin pemanfaatan hasil bioteknologi
modern ini agar tidak membahayakan pemakai (konsumen) serta tidak
merusak keanekaragaman hayati. Untuk melindungi hak konsumen untuk
memilih asal dan jenis produk yang akan digunakan, maka diadakan
peraturan-peraturan yang mengatur tentang pelabelan produk asal tanaman
transgenik.
4. Tanaman padi transgenik mempunyai kemampuan untuk menangkal
kerusakan juga mempunyai kemampuan untuk menghambat pertumbuhan
hamaS. incertulas.
5. Galur DT-cry dan DT-cry (Azygous) pada padi transgenik ,lebih efektif
dalam menangkal kerusakan dan menghambat pertumbuhan hama S.
incertulas serta mempunyai nilai ketahanan yang tinggi dibandingkan
dengan varietas padi bukan transgenik. Hal ini disebabkan oleh sumber
ketahanan intrinsik yang berbeda antara padi transgenik dan padi bukan
transgenik. Sumber ketahanan intrinsik pada padi transgenik adalah toxin
yang berasal dari gen cryIAb, fusi dua gen cry (cryIB-cryIAa), dan gen
mpi-cryIB. Sumber ketahanan intrinsik pada padi bukan transgenik
umumnya berasal dari karakteristik biokimia dan karakteristik biofisik
tanaman yang mempengaruhi perilaku atau metabolisme serangga.
11

5.2 Saran

Dari semua kesimpulan yang telah dipaparkan, berarti dapat kita pastikan
bahwa tanaman transgenik lebih nerguna dan bermanfaat, maka dari itu kami
menyarankan kepada petani dan terkhususnya pemerintah dalam dinas pertanian
untuk lebih memahami dan memajukan program ini karena tanaman transgenik ini
dapat mengurangi beban negara yaitu impor beras. Kepada para petani jangan
terlalu mudah untuk tidak terlalu khawatir akan cara kerjanya karwna pemerintah
setempat akan membantu dalam hal program yang memajukan kesejahteraan
bangsa.
12

DAFTAR PUSTAKA

Badan Ketahanan Pangan dan Penyuluh Pertanian Aceh dan Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian NAD. (2009). Budidaya Tanaman Padi. Aceh:
Petunjuk Teknis Lapangan.

Bahagiawati, Amirhusin. (2004). Perakitan Tanaman Transgenik Tahan Hama.


Jurnal Litbang Pertanian, 23 (1), 1 – 7.

Bahagiawati., Sutrisno. (2007). Pemanfaatan Tanaman Hasil Rekayasa Genetik:


Status, Regulasi, dan Metode Deteksi di Indonesia. Jurnal AgroBiogen,
3(1), 40 – 48.

Carsono, N., Irma, M., Fitri, U. H., Santika, S., Nenet, S., Hersanti., Baehaki, S.E.
(2017). Ketahanan Padi Transgenik DB1 terhadap Penggerek Batang Padi
Kuning Scirpophaga incertulas Walker (Lepidoptera: Pyralidae). Jurnal
Agrikultura, 28(2), 56 – 63.

Carsono, N., Sri, N., Inez, N. I., Ade, I., Tri, J. S., Murdaningsih, H K. (2010).
Deteksi Transgen (Glu-1Dx5) pada Populasi Padi (Oryza sativa L.)
Putative Transgenik Kultivar Fatmawati. Jurnal Agrikultura, 21(1), 61 –
67.

Deswina, Puspita, Inez H.Slamet-Loedin. (2011). Studi Agronomis Tanaman Padi


(Oryza sativaL.) Hasil Ko-Kultivasi Beberapa Strain Agrobacterium
tumefaciens. Biosfera, 28 (1), 8 – 14.

Hidayat R H. (2014). Persepsi Masyarakat Terhadap Tanaman Transgenik di


Kabupaten Cirebon. Jurnal Agrijati, 26 (1), 75 – 88.

Kualasari., Sudiarso., Agus. (2017). Pengaruh Jarak Tanam dan Jumlah Bibi pada
Tanaman Padi (Oryza sativa L.) Hibrida Varetas PP3. Jurnal Produksi
Tanaman, 5 (7), 1220 – 1227.

Mahrus. (2014). Kontroversi Produk Rekayasa Genetika yang Dikonsumsi


Masyarakat.Jurnal Biologi Tropis, 14 (2), 108 – 119.

Susilo, H. (2019). Analisis Potensi Budidaya Tanaman Transgenik di Indonesia.


Jurnalis, 2 (1), 65 – 74.

Usyati, N., Buchori, D., Manuwoto, S., Hidayat, P., Loedin, I. H. S. (2009).
Keefektivan Padi Transgenik terhadap Hama Penggerek Batang Padi
13

Kuning Scirpophaga incertulas (Walker) (Lepidoptera: Crambidae). J.


Entomol. Indon, 6 (1) 30 – 41.

Wijayanto, T. (2013). Prospek penerapan bioteknologi dalam pemanfaatan dan


pengembangan padi local Sulawesi tenggara. Jurnal Agroteknologi, 3 (1),
41 – 47.

Anda mungkin juga menyukai