Oleh :
Muhammad Bima Akzad
M012192005
BAB I. PENDAHULUAN...............................................................................1
A. Latar Belakang...................................................................................1
B. Rumusan Masalah.............................................................................4
C. Tujuan Penelitian...............................................................................4
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA......................................................................6
A. Tanaman Murbei................................................................................6
B. Keragaman Genetik...........................................................................9
C. Penanda Genetik.............................................................................11
D. Inter simple sequence repeat (ISSR)...............................................13
BAB III. METODE PENELITIAN................................................................18
A. Waktu dan Tempat...........................................................................18
B. Alat dan Bahan.................................................................................19
C. Prosedur Penelitian..........................................................................20
1. Pengambilan Sampel....................................................................20
2. Isolasi DNA...................................................................................21
3. Seleksi primer...............................................................................22
4. Elektroforesis..................................................................................24
5. Analisis Data.................................................................................24
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................37
ii
DAFTAR GAMBAR
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Nama primer dan Sekuen Primer ISSR yang diseleksi (Kalpana
et al. 2012)..................................................................................22
iv
BAB I.
PENDAHULUAN
tersebar luas di seluruh tempat baik di daerah iklim tropis maupun sub
nasional. Dengan kata lain lebih dari 80% dari total pasokan nasional
mempunyai produksi daun relatif masih rendah yaitu 7-10 ton per ha per
5
aktifitas modernisasi serta kurangnya informasi genetik dari tanaman
ulat sutera. Pemilihan jenis atau varietas yang ditanam merupakan hal
yang sangat perlu diperhatikan (Muin et al., 2015). Oleh karena itu,
diperlukan adanya usaha seleksi jenis murbei sebagai pakan yang ideal
bagi ulat sutera, yaitu pakan yang mudah dicerna serta mengandung
baik akan meningkatkan daya tahan ulat terhadap serangan penyakit dan
dalam daun murbei dapat mempengaruhi kesehatan ulat serta mutu kokon
yang dihasilkan. Kandungan unsur kimia penting dalam daun murbei yang
genetik merupakan kunci penting bagi suatu jenis untuk bertahan hidup
salah satu faktor penting. Hal ini disebabkan karena nilai suatu plasma
6
secara morfologi, genotip (karakterisasi) dan responnya terhadap
spesies (Reddy et. al., 2002). Analisis menggunakan penanda ISSR telah
untuk tujuan koleksi dan konservasi jeruk Afrika (Djè et al., 2010),
konservasi teh varietas japonica di Cina dan Jepang (Lin et al., 2013),
karakterisasi plasma nutfah ubi jalar Brasil (Moulin et al., 2012), dan studi
hubungan murbei di india (Awashti et al., 2004) dan di Cina untuk studi
7
seperti tingkat reproduksibilitas yang tinggi dibandingkan penanda RAPD
(Mei et al., 2015), penggunaan biaya yang lebih murah dan tidak perlu
ISSR?
8
1.3 Tujuan Penelitian
berpengaruh terhadap kualitas kokon ulat sutera. Penelitian ini juga akan
9
BAB II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.1 klasifikasi
Tanaman murbei Morus spp. dikenal dengan nama khas atau nama
Regnum : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Subdivisio : Angiospermae
Classis : Dicotyledonae
Subclassis : Apetalae
Ordo : Urticales
Familia : Moraceae
Genus : Morus
10
cathayana, M. multicaulis, M. nigra, M. khumpay dan M. lembang
(Andadari, 2013).
tinggi dan resisten terhadap kekeringan, hama dan penyakit, serta mudah
daun, tepi dan permukaan daun, warna pucuk dan batang (Atmosoedardjo
et al.,2000).
tumbuh akan menjadi pohon yang besar dan tinggi. Umumnya, tanaman
jenisnya; ada yang bulat, lonjong, berlekuk, bergerigi dan ada pula yang
tumbuh mulai dari ketinggian 10-3.600 m dpl pada semua jenis tanah,
asalkan air dan udara dalam tanah cukup. Temperatur optimum untuk
11
13° C dan tidak lebih dari 37,7° C. Curah hujan yang baik untuk
Andadari, 1993).
kemudahan tanaman murbei yang dapat tumbuh dari daerah sub tropis
mulai dari ketinggian 10-3.600 m dpl., pada semua jenis tanah, asalkan air
dari 13 °C dan tidak lebih dari 37,7 °C. Curah hujan yang baik untuk
Andadari, 1993).
paling tidak terdapat tujuh spesies murbei (Katsuma, 1972) disitasi oleh
12
Sanchez (2002) yaitu M. alba var. tartanica, M. alba var. macrophyla, M
Kandungan gizi daun murbei secara umum meliputi unsur air, protein,
karbohidrat dan kalsium. Kandungan air daun murbei yang cocok bagi ulat
sutera berkisar 64-83% dari berat daun segar. M. multicaulis, M. alba dan
murbei yang baik (Setiawan, et al., 2015). Daun murbei terdiri dari protein
(terdiri dari asam amino) yang berlimpah dan sesuai secara proporsional.
Mengandung asam amino esensial dan semi esensial yang lebih dari
setengah asam amino total dengan kandungan metionin dan lisin yang
tinggi (Ma, et al., 2019). Selain itu, daun murbei juga kaya akan kalsium,
13
zat besi, fosfor, kalium, karoten, dan vitamin. Buah murbei segar kaya
akan asam amino, vitamin dan mineral, seperti Zn, Mn, Fe, Ca. Buah
(terutama asam lemak, seperti linoleat, stearat dan asam oleat dalam biji),
1.1-1,9% asam bebas (terutama asam malat), 0,9-1,4 serat, dan 0,7- 0,9%
mineral. Asam amino yang ditemukan dalam buah murbei adalah asam
aspartat, metionin, treonin, lisin, arginin, histidin, leusin, prolin dan triptofan
14
Kaomini (2003) menyatakan bahwa daun murbei dengan nutrisi
yang baik akan meningkatkan daya tahan ulat terhadap serangan penyakit
Kandungan unsur kimia penting dalam daun murbei yang dibutuhkan ulat
sutera adalah kandungan air, protein, karbohidrat dan kalsium (Ca). Lebih
sebagai obat untuk mengontrol kadar gula dan tekanan darah, dan
sebagai pakan ternak. Kayu murbei hitam digunakan sebagai bahan bakar
dan dalam kontruksi serta cabang mudanya yang lunak dan fleksibel
yang terdapat pada sebagian atau seluruh permukaan bumi yang dapat
15
kegiatan konservasi dan pemuliaan tanaman. Besarnya keragaman
kombinasi unik gen dan kromosom dari induknya melalui rekombinasi gen
melalui uji progeni, uji provenan dan pengujian lainnya dengan mengamati
16
yang berbeda dengan fokus utama adalah ciri kualitatif dan kuantitatif
yang bernilai ekonomi serta ciri yang secara biologi penting seperti
pada jenis Jabon merah (Arif et al. 2019) dan Duabanga moluccana
17
2.3 Penanda Genetik
merupakan unsur pokok kromosom yang disebut nuklein atau bahan yang
18
Penanda genetik secara morfologi dilakukan melalui uji progeni, uji
fokus utama adalah ciri kualitatif dan kuantitatif yang bernilai ekonomi
serta ciri yang secara biologi penting seperti kemampuan hidup (survive).
mengendalikan karakter atau ciri suatu individu, yaitu yang dikenal dengan
19
dua lokus mikrosatelit. Teknik genotyping menggunakan marka ISSR
pelekatan 3- atau 5-. Primer tunggal yang telah didesain dapat berperan
genom seluruh organisme, yakni memiliki tingkat variasi alel yang tinggi
daerah ini sebagai marka molekuler yang unggul (Trojanwska & Balibok
2004).
sekuen genom dan pola pita multilokus yang dihasilkan sangat polimorfik.
Ukuran pita DNA yang diamplifikasi oleh primer ISSR berkisar 100-3000
20
Keuntungan penggunaan marker ISSR antara lain (1) tidak
(template) DNA per reaksi, (3) ISSR tersebar di seluruh genom (4) dapat
menghasilkan pola polimorfisme lebih tinggi dari pada RAPD (Guo et al.,
2011; Sanjay et al., 2011), (6) bersifat dominan (Kumar, 2009), dan (7)
21
proksimat terdiri dari uji kandungan air, abu, lemak, protein, serat dan
berikut:
dalam penetapan kadar air, kadar abu dan kadar serat. Selain itu,
dan biasanya dinyatakan dalam persen (Lisa, et al., 2015). Kadar air yang
dimaksud dalam analisa proksimat adalah air yang masih tersisa dalam
mineral anorganik pada suatu bahan dalam bentuk abu setelah melalui
22
Kadar abu merupakan parameter untuk menunjukkan nilai
kandungan bahan anorganik (mineral) yang ada dalam suatu bahan atau
produk. Semakin tinggi nilai kadar abu maka semakin banyak kandungan
sampel dalam tanur pada suhu 400-600˚C sampai semua karbon hilang
dari sampel. Dalam range suhu tersebut bahan organik seperti sulfur dan
fosfor yang berasal dari senyawa protein akan hilang selama masa
awal (Pratama, et. al., 2014). Kandungan lemak yang didapat dari analisa
wax, asam organik, dan pigmen, sehingga hasil yang didapat dalam
2018).
23
dalam penentuan serat kasar adalah dengan pendidihan menggunakan
asam sulfat. Bahan yang larut dalam alkali dihilangkan dengan pendidihan
menggunakan larutan alkali. Residu dari proses tersebut yang tidak larut
Karena unsur nitrogen tidak hanya berasal dari protein, maka metode ini
protein adalah sekitar 16%. Untuk mengubah dari kadar nitrogen ke dalam
kadar protein, digunakan angka faktor konversi sebesar 100/16 atau 6,25.
Kelemahan dari metode ini adalah mengukur bukan hanya nitrogen pada
dari tiga tahapan yaitu destruksi, destilasi dan titrasi (Khamidah, et al.,
amonium sulfat. Larutan dibuat menjadi basa, dan amonia diuapkan untuk
24
kemudian diserap dalam larutan asam borat. Nitrogen yang terkandung
mereduksi Cu2+ menjadi Cu+. Kemudian Cu2+ yang tidak tereduksi (sisa)
dapat dititer secara iodometri. Jumlah Cu2+ asli ditentukan dalam suatu
pada metode ini karena dapat menimbulkan hasil yang kurang konsisten.
Selain itu, metode ini juga membutuhkan pekerjaan yang tidak sederhana
et al., 2019).
Hasil dari budidaya ulat sutera berupa kokon dapat langsung dipasarkan
25
atau dapat juga diolah menjadi benang sutera sebagai bahan untuk
berupa kokon dalam waktu kurang lebih satu bulan. Budidaya ulat sutera
merupakan kunci penting bagi suatu jenis untuk bertahan hidup sampai
26
Dalam rangka memenuhi kebutuhan murbei sebagai pakan ulat
terhadap kualitas kokon ulat sutera. Penelitian ini juga akan menjadi
Analisis Keragaman
Informasi
Penanda Genetik Murbei
genetik
Molekuler Berdasarkan
Murbei
Penanda ISSR
Ketersediaan Murbei
Terjaminnya murbei
sebagai pakan yang Sumber Informasi
yang sesuai untuk
sesuai kebutuhan Genetik Tersedia
pakan ulat sutera
ulat sutera
Informasi
kandungan
nutrisi murbei
27
BAB III. METODE PENELITIAN
Februari 2021. Pelaksanaan penelitian ini dibagi menjadi tiga tahap yaitu
dan untuk analisis kandungan kimia setiap jenis daun murbei bertempat
28
Pegambilan sampel dilakukan pada arean perkebunan petani murbei
ditiga kabupaten berbeda yaitu Kabupaten Soppeng, Enrekang, dan Wajo
Centrifuge, Tube (1,5 ml), mortar, waterbath, vortex, freezer, mesin PCR,
29
cetakan agar, gelas erlenmeyer, microwave, mesin elektroforesis, UV
TE, chloroform, ddH2O, tube, tip biru, tip kuning, DNA Murbei, primer
RAPD, PCR kappa, Cl, tip putih, agarose 2%, buffer 1x TAE, produk hasil
C. Prosedur Penelitian
1. Pengambilan Sampel
untuk isolasi DNA adalah bagian daun yang masih hijau atau daun ketiga
pertumbuhan sel. Sampel daun berasal dari provenans. Jumlah daun yang
yang ada di lapangan, sampel daun yang telah diambil dari setiap jenis
yang berfungsi agar daun tetap terjaga kualitasnya sehingga daun menjadi
tidak rusak dan selanjutnya daun disimpan dalam freezer hingga proses
ekstraksi dilakukan.
30
1. Isolasi DNA
1. Sampel dari setiap daun Murbei ditimbang 0,3 gr tanpa tulang daun
3. Proses selanjutnya adalah proses lisis dinding sel pada sampel yang
garam yang masih tersisa (dapat dilihat pada Lampiran 3 Gambar 1).
31
7. Endapan DNA yang diperoleh dipurifikasi dengan menambahkan 500
4. Seleksi primer
menghasilkan pita yang jelas. Kondisi optimum serta tingkat variasi pita
berbeda pada kondisi yang sama, dan menggunakan sampel DNA yang
Tabel 1. Nama primer dan Sekuen Primer ISSR yang diseleksi (Kalpana et
al. 2012)
No. Nama Primer Urutan Sekuen Nukleotida (5’-3’) Tm(°C)
32
No. Nama Primer Urutan Sekuen Nukleotida (5’-3’) Tm(°C)
mesin PCR terdapat 12 gradien suhu, gunanya untuk melihat pada suhu
dengan terdiri atas 3 µl DNA working, 1,25 µl primer , PCR mix kappa 6,25
µl, dan ddH2O 3 µl untuk setiap reaksi dengan total reaksi 13,50 µl.
6. Penyimpanan 4º C.
4. Elektroforesis
33
3. Setelah agar larut, ditambahkan gelred sebanyak 1,5 µl kemudian
ladder
didokumentasikan.
5. Analisis Proksimat
berikut:
34
2. Dipaskan cawan porselin pada oven dengan suhu 105˚C selama 3 jam.
6. Dipanaskan cawan porselin yang berisi sampel pada oven dengan suhu
konstan.
berikut:
1. Digunakan kembali cawan porselin yang berisi sampel dari hasil analisis
kadar air.
sempurna.
4. Ditimbang bobot cawan porselin yang berisi abu sampel dan dicatat
hasil penimbangan.
berikut:
35
1. Disiapkan 13 buah botol kaca sebagai wadah filtrat lemak dan diberi
2. Dipanaskan botol kaca dalam oven pada suhu 105˚C selama 1 jam.
kode.
sebelumnya.
10. Diuapkan masing masing botol kaca yang berisi filtrat dalam lemari
sebagai berikut:
dalam erlenmeyer.
destilat (kondensor).
11. Disaring dalam keadaan panas dengan kertas saring Whatmann 41.
12. Dibilas hasil saringan dengan H2SO4, air panas, dan alkohol.
14. Dikeringkan kertas saring dalam oven pada suhu 105˚C selama 1 jam.
16. Ditimbang kembali bobot kertas saring dan dicatat hasil penimbangan.
sebagai berikut:
pendingin tegak
37
4. Dibiarkan hingga dingin.
asetat 3%.
dihomogenkan.
botol kaca.
gr natrium karbonat.
(bening).
N Na2S2O3 = gr KIO3
0,03567 x mL Na2S2O3
38
10. Ditambahkan 15 mL aquades dan 25 mL pereaksi Luff Scrhoorl
14. Dititrasi dengan Na2S2O3 0,1 N hingga berubah warna menjadi putih
susu dan bila ditetesi indikator amilum 0,5% sudah tidak menghasilkan
susu dan bila ditetesi indikator amilum 0,5% sudah tidak menghasilkan
berikut:
39
4. Ditambahkan 25 mL H2SO4 pekat (dikerjakan dalam lemari asam).
bening kembali.
erlenmeyer.
sebagai penampung.
12. Dilakukan pembakuan HCl 0,1 N dari HCl 37% dengan cara:
13. Dititrasi destilat dengan HCl 0,1 N hingga berubah warna menjadi
40
b. Destilasi dengan penampung 20 mL asam borat hingga volume
5. Analisis Data
Hasil yang diperoleh berupa pita (band) yang muncul pada agar. Pita
muncul diberi skoring angka sesuai ukuran pita. Pita yang paling besar
ukurannya diberi angka 1 dan apabila tidak terdapat pita diberi angka 0.
Pi = 1- qi
He = 1 – pi2 – qi2
Fi = frekuensi alel
Analisis Data
kandungan nutrisi pada tiap jenis murbei disajikan dalam bentuk diagram.
A. Kandungan Air
sebagai berikut:
A−B
Kadar Air (%) = x 100 %
C
Keterangan:
B. Kandungan Abu
42
A−B
Kadar Abu (%) = x 100 %
C
Keterangan:
C. Kandungan Lemak
organik yang tidak larut dalam air, namun larut dalam pelarut organik
berikut:
A−B
Kadar Lemak (%) = x 100 %
C
Keterangan :
D. Kandungan Serat
43
A−B
Kadar Serat Kasar (%) = x 100 %
C
Keterangan
E. Kandungan Karbohidrat
(m Lb l a nko−m L s a mpel)x N Na 2 S 2 O 3
=Z
0,1
Z dilihat pada tabel Luff schroorl untuk melihat kandungan gulanya (mg
mg g lukosa x F P x 0,90
glukosa) Karbohidrat (%) =
W (m g)
Keterangan:
W = Bobot sampel
FP = Faktor Pengenceran
F. Kandungan Protein
sebagai berikut:
Protein % = N% x F. Konversi
Keterangan :
44
F = Faktor pengenceran
Isolasi DNA
Elektroforesis teramplifikasi
Tidak teramplifikasi
Foto
Foto
Pengambilan Sampel
Daun Murbei
Analisi Laboratorium
Preparasi Sampel
Analisis Proksimat
Pembuatan Larutan
Uji Kadar Uji Kadar Uji Kadar Uji Kadar Uji Kadar Uji Kadar
Air Abu Abu Serat Protein Karbohidrat
Analisi Data
46
Gambar 3. Prosedur Penelitian Analisis Kandungan Nutrisi
47
BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 HASIL
primer UBC 810, UBC 813, UBC 814, UBC 820, UBC 822, UBC 823, UBC
824, UBC 827, dan UBC 830 sehingga dapat membedakan antara
analisi lebih lanjut. Primer yang digunakan untuk analisis lebih lanjut
(Larekeng et al., 2015). Hasil seleksi primer ISSR pada sampel murbei
1
Suhu Jumlah Sampel
No. Nama Primer Keterangan
Annealing (oC) Tramplifikasi
Polimorfik
8 UBC 827 50,2 12
Polimorfik
9 UBC 830 52,1 11
Pita kurang jelas
10 UBC 868 47,7 12
primer. Hasil foto primer yang hasilkan pita polimorfik dapat dilihat pada
Gambar 2.
2
teramplifikasi dengan baik dan menentukan suhu annealing yang tepat.
DNA yang sudah terbuka, memerlukan suhu yang optimal. Suhu yang
suhu terlalu rendah, menyebabkan primer menempel pada sisi lain, yang
Hanya ada dua alel yang dianggap ada pada lokus penanda dominan,
Alel dominan dan alel null. Kehadiran sebuah pita menunjukkan heterogen
Tabel 5. Jumlah Pita, Pita Monomorfik, Pita Polimorfik, dan Nilai Heterozigositas
3
UBC 830 2
2. UBC 810 3
UBC 813 4
UBC 814 4
UBC 820 3
Populasi UBC 822 3 0.4848
Enrekang UBC 823 2
UBC 824 3
UBC 827 2
UBC 830 2
3. UBC 810 3
UBC 813 3
UBC 814 5
UBC 820 3
Populasi Soppeng UBC 822 5 0.4009
UBC 823 3
UBC 824 4
UBC 827 2
UBC 830 2
Rata-rata Heterozigot 0.4552
tinggi yaitu 0.4848 Dengan jumlah pita sebanyak 26 pita. Populasi Wajo
rendah yaitu 0.4009 dengan jumlah pita sebanyak 30 pita. Nilai rata-rata
murbei tinggi hal ini disebabkan oleh marka ISSR merupakan marka
dominan yang hanya dapat mendeteksi dua alel homozigot pada masing-
masing lokus dan tidak sensitif terhadap alel heterozigot sehingga nilai
4
No. Nama Primer PIC
menunjukkan bahwa nilai PIC tertinggi UBC 810, UBC 820, UBC 827, dan
UBC 830 yaitu sebesar 0.5. Guo et., al (2014) Menyatakan bahwa nilai
PIC yang mendekati 0.5 merupakan nilai yang sangat efektif dalam
membedakan antar individu. Nilai PIC pada 9 primer ISSR dapat dilihat
pada Tabel 4.
genetik antar individu dan populasi. Jarak genetik ini dapat diketahui
5
Hasil analisis menunjukkan 3 kluster utama kekerabatan genetik
murbei. Kluster I terbagi menjadi dua sub kluster dimana sub kluster I
Kluster II terbagi menjadi dua sub kluster dimana sub kluster I terdapat 28
dan sub kluster II hanya terdapat 2 individu. Sedangkan Kluste III terdiri
6
Kluster I
Kluster II
Keterangan :
Populasi Wajo
Populasi Enrekang
Kluster III
Populasi Soppeng
Gambar 3.
Dendrogra
1
4.1.5 KANDUNGAN NUTRISI
daun murbei memiliki kandungan protein kasar yang tinggi, potensi produksi
yang baik, kandungan nutrien yang lengkap, serta daya adaptasi tumbuh pada
berbagai kondisi. Hasil analisa proksimat dari daun murbei dapat dilihat pada
Tabel 3.
sebesar 20,82 %, lalu jenis M. nigra sebesar 19,95 %. Kandungan air tertinggi
pada jenis M. canva sebesar 56,89 % dan Sp.3 sebesar 56,15 %. Kandungan
abu tertinggi pada jenis M. nigra sebesar 10,50% dan M. indica sebesar 10,20 %.
2
Lemak tertinggi pada jenis M. alba dan M. nigra masing-masing sebesar 2 % dan
1,45 %. Serat tertinggi pada jenis Sp.3 dan M. canva masing-masing sebesar
38,82 % dan 29,14 %. Adapun kandungan protein tertinggi pada jenis M. nigra
4.2 PEMBAHASAN
amplifikasi yang sangat berguna untuk analisis keragaman genetik antar individu
(kandungan primer dalam setiap reaksi), ditentukan pula oleh kondisi PCR yang
meliputi suhu annealing primer dan ekstensi. Menurut Gusmiaty dkk., (2015)
Pengaturan suhu fase annealing pada proses PCR sangat berpengaruh pada
keunggulan marka ISSR. Primer ISSR menempel pada sekuen simple sequence
repeats yang melimpah pada genom eukariot dengan laju evolusi yang tinggi
pita/alel jelas dan polimorfik yaitu primer UBC 810, UBC 813, UBC 814, UBC
3
820, UBC 822, UBC 823, UBC 824, UBC 827, dan UBC 830. Primer UBC 868
menghasilkan pita kurang jelas sehingga tidak dapat digunakan untuk analisi
lebih lanjut karna dapat menyebabkan kesalahan dalam interpetasi data. Primer
yang digunakan untuk analisis lebih lanjut adalah primer yang menghasilkan pita
disebabkan oleh beberapa faktor yaitu pada saat proses PCR, DNA tidak
tercampur dengan baik pada larutan PCR mix yang didalamnya terdapat primer
sehingga primer tidak melekat pada DNA cetakan. Faktor lainnya yaitu
seperti polisakarida dan senyawa fenolik, serta konsentrasi DNA cetakan yang
terlalu kecil sehingga gambar pita DNA amplifikasi yang dihasilkan redup atau
individu pada suatu populasi tanaman. Setiap pita yang dihasilkan dari
suatu sifat. Keragaman genetik terkait erat dengan jarak genetik. Semakin besar
genetiknya.
menghitung bukan saja jumlah alel dalam satu lokus tetapi juga frekuensi relatif
4
dari sejumlah alel dari suatu populasi yang diidentifikasi. Lokus marka dengan
jumlah alel yang banyak akan terdapat pada frekuensi yang seimbang dengan
nilai PIC yang paling tinggi (Mulsanti 2011). Marka yang menghasilkan alel lebih
sedikit memiliki kemampuan yang lebih kecil untuk membedakan sampel yang
diuji. Nilai PIC tinggi berarti sangat informatif yang ditunjukan pada marka yang
nilai PIC>0.5 yang berarti marka yang digunakan sangat informatif, 0.25>PIC>0.5
termasuk sedang dan PIC<0.25 memiliki nilai informatif yang rendah (Botstein et
al., 1980). Primer UBC 810, UBC 820, UBC 827, dan UBC 830 merupakan primer yang
memiliki nilai PIC tertinggi yaitu sebesar 0.50 sehingga primer tersebut mempunyai
polimorfisme yang tinggi dibandingkan dengan 5 primer ISSR lainnya. Penelitian ini
memperoleh rata-rata nilai PIC berkisar antara 0.38 sampai 0.5 yang berarti primer
Nilai heterozigositas (He) dari setiap populasi hampir sama, dimana nilai
keragaman genetik rambutan liar menggunakan penanda ISSR oleh Napitu dkk.,
(2015) sebesar 0.18. Memiliki nilai heterozigot yang tinggi membuktikan bahwa
Selatan tergolong tinggi dan memiliki tingat ketahanan yang sangat bagus.
Keragaman genetik yang tinggi merupakan salah satu faktor yang tinggi
(Martono, 2009).
oleh tingginya potensi keragaman genetik yang dimiliki. Faktor lainnya dapat
dengan variasi genetik yang lebih tinggi. Moedjiono dan Mejaya (1994) dalam
6
nutfah yang memiliki variasi besar merupakan sumber gen untuk sifat-sifat daya
hasil tinggi, ketahanan terhadap hama atau penyakit, umur genjah, dan sifat
baik lainn
7
4.2.5 kandungan nurisi
Kandungan gizi daun murbei secara umum meliputi unsur air, protein,
karbohidrat dan kalsium. Kandungan air daun murbei yang cocok bagi ulat
sutera berkisar 64-83% dari berat daun segar. M. multicaulis, M. alba dan
terlihat bahwa Morus nigra dan Morius australis berada diperingkat terbaik untuk
kandungan protein dan karbohidrat, tetapi untuk kandungan air pada analisis
terlihat pada Sp3 (Shalom) dan M. canva. Kandungan air daun murbei yang
cocok bagi ulat sutera berkisar 64-83% dari berat daun segar (Lincah et al.,
2013).
salah satu indikator kualitas daun murbei yang baik. Pada daun murbei
asam folat, provitamin D, mineral Mg, P, K, Ca, Al, Fe dan Si. Protein
2000).
1
Andadari (2013) menyatakan bahwa, kandungan air daun murbei
yang cocok bagi ulat sutera berkisar 64-83% dari berat daun segar.
kandungan air sekitar 64- 83%, protein kasar 24-36%, serat kasar 9-11%,
lemak kasar 2-4%, dan abu 7-9%, baik bagi pertumbuhan ulat sutera.
umumnya seimbang.
mubei yang dianalisis. Namun, dari ke 13 jenis murbei ini, kandungan air
dalam daunnya tidak ada yang memenuhi standar kandungan air daun
murbei yang baik dari pertumbuhan ulat sutera yaitu 64-83%. Sehingga
diantara jenis yang lain. Jenis murbei yang memiliki kandungan air
standar kebutuhan serat yang baik bagi pertumbuhan ulat sutera yaitu 9-
11%. Tiga jenis murbei tersebut yaitu sp. 13, Morus canva dan sp. 12,
sehingga ke tiga jenis murbei tersebut kurang baik untuk dijadikan sebagai
2
pakan ulat sutera. Sedangkan tiga jenis murbei yang memiliki kandungan
air yang tinggi dibandingkan jenis murbei yang lain dengan kandungan
serat yang relatif rendah yaitu; sp. 11, Morus indica dan Morus macroura.
sekitar 7- 9%. Semakin tinggi kadar abu maka semakin banyak bahan
kandungan abu sesuai standar kandungan abu yang baik yaitu, BNK-3,
Morus multicaulis, dan sp. 11. Morus alba dan Morus indica juga
dikatakan masih termasuk dalam standar kandungan abu yang baik bagi
pertumbuhan ulat sutera yaitu dengan kadar abu 10,19% dan 10,2%.
Sehingga terdapat lima jenis murbei yang memiliki kandungan abu yang
baik.
Kandungan lemak yang baik bagi ulat sutera yaitu sekitar 2-4%.
alba yang memenuhi standar kandungan lemak yang baik yaitu dengan
kadar lemak 2%. Morus alba memiliki kandungan serat yang relatif tinggi,
jauh dari standar kandungan serat pakan yang baik bagi ulat sutera (9-
hanya morus alba yang memiliki kandungan lemak yang sesuai dengan
kandungan lemak pakan yang baik bagi ulat sutera. Jenis murbei tersebut
3
yaitu; Morus nigra (1,45%), Morus australis (1,43%), BNK-3 (1,39%),
sp.13 (1,38%) dan Morus multicaulis (1,31%). Namun, dari ke lima jenis
murbei tersebut, murbei jenis BNK-3 dan sp. 13 memiliki kandungan serat
yang relatif tinggi, jauh melebihi standar kadar serat pakan yang baik bagi
kandungan lemak yang tinggi (mendekati standar lemak yang baik bagi
ulat sutera) dengan kadar serat yang relatif rendah yaitu Morus nigra,
bahwa murbei jenis Morus indica dan Morus australis yang memiliki
kandungan serat yang sesuai dengan standar serat pakan yang baik bagi
jenis murbei yang memiliki kandungan serat yang jauh melebihi standar
(19,62%), sehingga jenis murbei ini kurang baik untuk dijadikan sebagai
pakan ulat sutera dari segi kandungan kimia yang dibutuhkan bagi
dianalisis dari ke 13 jenis murbei, hanya kadar serat, lemak dan abu dari
4
ke 13 jenis murbei yang sesuai dengan standar kandungan kimia murbei
kandungan kimia atau nutrisi dari tanaman murbei selain faktor genetik
dari setiap jenis murbei itu sendiri. Unsur hara seperti nitrogen, fosfor,
5
V. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
ini adalah:
murbeiadalah primer UBC 810, UBC 813, UBC 814, UBC 820, UBC
822, UBC 823, UBC 824, UBC 827, dan UBC 830
tersebar.
Morus nigra, Morus australis, Morus indica, dan murbei jenis shalom
5.2 Saran
Primer UBC 810, UBC 813, UBC 814, UBC 820, UBC 822, UBC 823, UBC 824,
UBC 827, dan UBC 830 dapat digunakan untuk penelitian sejenis yang
6
Penentuan jenis murbei sebagai pakan ulat sutera sebaiknya juga
jenis murbei yang baik dijadikan pakan ulat sutera dari segi nutrisi
DAFTAR PUSTAKA
7
Finkeldey R. 2005. Pengantar Genetika Hutan Tropis. Djamhuri E, Siregar
IZ, Siregar UJ & Kertadikara AW, penerjemah. Bogor: IPB Press.
Terjemahan dari: An Introduction to Tropical Forest Genetics.
Indrawan M. 2007. Karakter Sutera dari Ulat Jedung (Attacus atlas L.)
yang Dipelihara pada Tanaman Pakan Senggugu (Clerodendron
serratum Spreng). Biodiversitas. vol 3(8): 215-217.
Ishak. 1998. Identifikasi DNA Genom Mutan Padi Atomita-2 dan Tetuanya
Menggunakan RAPD Markers. Zuriat. 9: 71-83.
Jana S, Pietrzak LN: Comparative assessment of genetic diver- sity in wild
and primitive cultivated barley in a centre of diversity. Genetics
1988, 119:981-90.
Kumar P, Gupta VK, Misra AK, Modi DR & Pandey BK. 2009. Potential of
molecular markers in plant biotechnology. Plant Omics Journal
Southern Cross Journal 2(4): 141– 162.
Kalpana, Duraisamy, Si Hyuk Choi, Tae Ki Choi, Kalaiselvi Senthil, and
Yang Soo Lee. 2012. “Assessment of Genetic Diversity among
Varieties of Mulberry Using RAPD and ISSR Fingerprinting.”
Scientia Horticulturae 134:79–87.
Larekeng, Siti Halimah, Muhammad Restu, Arida Susilowati, and Henti
Hendalastuti Rachmat. 2019. “Genetic Diversity of Parental and
Offspring Population in Ebony (Diospyros Celebica Bach)
Revealed by Microsatellites Marker.” International Journal on
Emerging Technologies 10(2):178–85.
Larekeng, Siti Halimah, Yusniar, Muh. Restu, Rismawati, Yuni Fitri
Cahyaningsih, Mirza Arsiaty Arsyad, and Arif Nirsatmanto. 2020.
“Genetic Diversity of Duabanga Moluccana Blume from Two
Provenances in West Nusa Tenggara Revealed by Microsatellite
Markers.” International Journal of Agriculture System 8(1):34–43.
Nagaoka T, Ogihara Y: Applicability of inter-simple sequence repeat
polymorphisms in wheat for use as DNA markers in comparison to
RFLP and RAPD markers. Theor Appl Genet 1997.
Nuraeni, Sitti. 2017. “Gaps in the Thread: Disease, Production, and
Opportunity in the Failing Silk Industry of South Sulawesi.” Forest
and Society 1(2):110–20.
Rohela, Gulab Khan, Phanikanth Jogam, Mohammad Yaseen Mir, Aftab
Ahmad Shabnam, Pawan Shukla, Sadanandam Abbagani, and
Azra Nahaid Kamili. 2020. “Indirect Regeneration and Genetic
Fidelity Analysis of Acclimated Plantlets through SCoT and ISSR
Markers in Morus Alba L. Cv. Chinese White.” Biotechnology
Reports 25:e00417.
Sanchez, M.D. 2002. World distribution and utilization of mulberry and its
potential for animal feeding. Editor: Sanchez, M.D, In: Mulberry for
8
Animal Production. Animal Production and Health Paper, No. 147.
FAO Rome, Italy. pp. 1–9.
Santoso, 2000. Produksi dan kandungan nutrisi daun beberapa varietas
murbei. Buletin Penelitian Kehutanan 6(2):48-57. Balai Penelitian
Kehutanan Ujung Pandang.
Selkoe K. A., Toonen R.J. 2006. Microsatellites for ecologists: a practical
guide to using and evaluating microsatellite markers. Ecol Lett.
9:615-629.
Sunanto, H. 1997. Budidaya Murbei dan Usaha Persuteraan Alam.
Kanisius. Yogyakarta.
Vanijajiva O. 2012. The application of ISSR markers in genetic variance
detection among durian (Durio zibethinus Murr.) cultivars in the
Nonthaburi Province, Thailand. Procedia Engineering 32: 155–
159.
Vos P., Hogers R., Bleeker M., Reijans M., van de Lee T., Hornes M. et
al.: AFLP: a new technique for DNA Fingerprinting. Nucleic Acids
Res 1995, 23:4407-14.
Wallace, L. 2003. Methods available for the analysis of data from dominat
moleculer markers. Departemen of Biology, University of south
Dakota.
Weber JL, May PE: Abundant class of human DNA polymor- phisms which
can be typed using the polymerase chain reaction. Am J Hum
Genet 1989, 44:388-96.
Widiastuti A, Sobir & Suhartanto MR. 2013. Analisis keragaman genetik
manggis (Garcinia mangostana) diradiasi dengan sinar gamma
berdasarkan penanda ISSR. Bio- teknologi 10(1): 15–22.
Yulianti F, Marasari C, Karsinah & Hartono T. 2010. Variasi genetik jeruk
keprok SoE (Citrus reticulata Blanco) hasil radiasi sinar gamma
menggunakan penanda ISSR. Buletin Plasma Nutfah 16(2): 134–
139.
Zietkiewicz E, Rafalski A, Labuda D: Genome fingerprinting by simple
sequence repeat (SSR-) anchored polymerase chain reaction
amplification. Genomics 1994, 20:176-83.
Zulfahmi. 2013. Penanda DNA untuk analisis genetik tanaman. Jurnal
Agroteknologi 3(2): 41–52.
Emrani H, Aminiria C, Arbabe MAR. 2011. Genetic variation and
bottleneck in japanese quail (Coturnix japonica) strain using
twelve microsatelitte markers. African Biotech. 10(20):4289-
4295.
9
De Vicente MC, Fulton T. 2003. Using Molecular Marker Technique in
Studies on Plant Genetic Diversity. [internet]. [diunduh 2 Juni
2014]. Tersedia pada:
www.bioversityinternational.org/fileadmin/user_upload/online_libr
ary/publicat ions/pdfs/Molecular_Markers_Volume_1_en.pdf.
Mulsanti IW. 2011. Identifikasi dan evaluasi kemurnian genetik benih padi
hibrida menggunakan marka mikrosatelit [tesis]. Bogor (ID):
Institut Pertanian Bogor.
Botstein D, White RL, Skolnick M, David R. 1980. Construction of genetic
linkage map in pan pusing restriction fragmen lenght
polymorphism. Am J. Human Gene. 32: 314-331.
10
Martono, B. 2009. Keragaman Genetik, Heritabilitas dan Korelasi Antar
Karakter Kuantitatif Nilam (Pogostemon sp.) Hasil Fusi Protoplas.
Jurnal Littri. 15 (1): 9-14
Widyatmoko, A. Y. P. B. C., Lejo, E. S. P., dan Prasetyaningsih, A. 2010.
Keragaman Genetik Populasi Araucaria cunninghamii Menggunakan
Penanda RAPD (Random Amplified Polymorphic DNA). Jurnal
Pemuliaan Tanaman Hutan, Vol. 4 No. 2, 63-77
Kuantifikasi PIC adalah jumlah alel yang dapat dihasilkan oleh suatu
marka dan frekuensi dari tiap alel dalam set genotipe yang diuji. Nilai
yang jelas dan redup. Menurut Poerba dan Martanti (2008), jumlah dan
11
primer mengenali urutan DNA komplementernya pada cetakan DNA yang
fenolik sering menghasilkan pita DNA amplifikasi yang redup (Poerba dan
akan menghasilkan fragmen sebagai pita yang sangat tipis pada gel atau
bahkan pita tidak terlihat secara visual. Sebaliknya, konsentrasi DNA yang
dibedakan antara satu pita dengan pita lainnya (Haris et al., 2003).
yang berulang yang membentang pada utas DNA (Wahyuni et al., 2004).
terjadi jika dua mikrosatelit sekuen berulang yang sama, dalam orientasi
12
dengan laju evolusi yang tinggi sehingga dapat menunjukkan tingkat
yang berulang yang membentang pada utas DNA (Wahyuni et al., 2004).
terjadi jika dua mikrosatelit sekuen berulang yang sama, dalam orientasi
13