Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH SISTEM ENDOKRIN II

ASUHAN KEPERAWATAN SINDROM CONN


Dosen Pembimbing :Virgianti Nur Farida, Ns., M.Kep.

Kelompok4

Dosen pembimbing :

Disusun Oleh Kelompok 01


Kelas :V.B Keperawatan
Nama Kelompok
1. Wahyu Budi Hermanto

(11.02.01.0896)

2. Wiwid Berlian Setya

(11.02.01.0897)

3. Yayuk Indah Lestari

(11.02.01.0898)

4. Yodha Sigit Wibisono

(11.02.01.0899)

5. Rewandi

(11.02.01.0901)

6. Wawan Eko Prasetyo

(11.02.01.0643)

7. Aris Joko Prasetyo

(13.02.01.1183P)

PRODI SI KEPERAWATAN
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH

LAMONGAN
2013

LEMBAR PENGESAHAN

Makalah

Sistem Endokrin II telah diperiksa dan disetujui untuk

dipresentasikan kepada teman-teman mahasiswa program S1 Keperawatan Semester


V-B Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Muhammadiyah Lamongan, dengan judul
Asuhan Keperawatan Sindrom Conn.

Lamongan,

Mengetahui,
Pembimbing

Virgianti Nur Farida, Ns., M.Kep.

September 2014

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan limpahan rahmat
dan hidayah-Nya pada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah Endokrin
II yang berjudul Asuhan Keperawatan Sindrom Conn.
Makalah ini berisi tentang asuhan keperawatan, dalam penyusunan makalah
ini kami menyadari masih banyak kesalahan, karena itu kami mohon kritik dan saran
yang membangun, atas bantuannya selama penyusunan makalah ini kami
mengucapkan terima kasih kepada :
1. Drs. H. Budi Utomo, Amd. Kep., M.M.Kes., selaku Ketua STIKES
Muhammadiyah Lamongan.
2. Arifal

Aris,S.Kep,Ns,,

Selakuketuaprodi

SI

Keperawatan

STIKES

MuhammadiyahLamongan.
3. Virgianti Nur Farida, Ns., M.Kep.,selaku Dosen Pembimbing Sistem Endokrin II.
4. Semua pihak yang tidak dapat kami sebutkan, yang telah membantu dan
memberikan dukungan dalam pemyususnan makalah ini.
Kami berharap semoga makalah yang telah kami susun ini dapat bermanfaat
bagi pembaca.

Lamongan,

September 2014
Hormat Kami,

Penyusun

DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.................................................................................
KATA PENGANTAR..........................................................................................
DAFTAR ISI........................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang.................................................................................
1.2. Rumusan Masalah............................................................................
1.3. Tujuan Penulisan..............................................................................
1.4. Manfaat Penulisan............................................................................
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian
2.2 Klasifikasi
2.3 Etiologi
2.4 Manifestasi Klinis
2.5 Patofisiologi
2.6 Pathway
2.7 Pemeriksaan Diagnosis
2.8 Penatalaksanaan
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian........................................................................................
3.2 Analisa Data.....................................................................................
3.3 Diagnose Keperawatan.....................................................................
3.4 Rencana Keperawatan......................................................................
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................
4.2 Saran.................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


System endokrin tidak bisa lepas dari system tubuh manusia, namun system
endokrin ini juga memilki gangguan yang terdapat pada tiap-tiap kelenjarnya.
Dan salah satu gangguan dari system endokrin ini adalah Aldosteronisme primer.
Aldosteronisme adalah keadaan klinis yang diakibatkan oleh produksi
aldosterone suatu hormone steroid mineralokortikoid korteks adrenal secara
berlebihan.Gangguan ini juga dapat mengganggu fungsi salah satu dari system
endokrin itu sendiri dan sangat berdampak bagi tubuh, khususnya gangguan pada
kelenjar adrenal dan konsekuensi klinis kelebihan aldosterone adalah retensi
natrium dan air, peningkatan volume cairan ekstra sel dan hipertensi.
Fungsi utama aldosteron adalah untuk mengamankan natrium tubuh.
Dibawah hormone ini, ginjal akan mengekskresikan natrium dalam jumlah
sedikit dan kalium serta hydrogen dalam jumlah banyak. Produksi aldosteron
yang berlebihan seperti yang terjadi pada pasien tumor kelenjar adrenal
menyebabkan suatu pola perubahan biokimiawi yang nyata dan sekumpulan
manifestasi klinik yang merupakan tanda diagnostic keadaan ini.
Semakin banyak laporan yang menunjukkan adanya peningkatan insidens
hiperaldosteronisme primer di masyarakat.Pada awalnya hiperaldosteronisme
dicurigai bila didapatkan hipertensi dengan hypokalemia dan dengan kriteria ini
insiden

hiperaldosteronisme

dilaporkan

berkisar

1-2

dari

populasi

hipertensi.Dahulu kecurigaan terhadap hiperaldosteronisme bila didapatkan


hypokalemia pada pasien hipertensi dan untuk tindakan diagnostic perlu
penghentia terapi antihipertensi selama 2 minggu, hal yang sulit dilakukan bila
tekanan darah pasien sukar dikendalikan.Hal ini menyebabkan tindakan
diagnostic

jarang

dilakukan

dan

selanjutnya

laporan

kejadian

hiperaldosteronisme menjadi sedikit (Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, 2006).

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, maka penulis mengambil rumusan
a.
b.
c.
d.
e.
f.
g.
h.
i.

masalah sebagai berikut :


Apa pengertian dari Sindrom Conn?
Apa saja klasifikasi dari Sindrom Conn ?
Apa etiologi dari Sindrom Conn?
Bagaimana manifestasi klinis dari Sindrom Conn?
Bagaimanakah patofisiologi Sindrom Conn?
Bagaimana pathway dari Sindrom Conn?
Apa saja komplikasi dari Sindrom Conn?
Bagaimana pemeriksaan diagnosis dari Sindrom Conn?
Bagaimanakah penatalaksanaan dari Sindrom Conn?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
pembuatan makalah mata kuliah Sistem Endokrin II, pada program S11.3.2

Keperawatan di STIKES Muhammadiyah Lamongan.


Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui tentang Sindrom Conn.
b. Untuk mengetahui klasifikasi dari Sindrom Conn.
c. Untuk mengetahui penyebab dari Sindrom Conn.
d. Untuk mengetahui gejala dan tanda yang ditimbulkan oleh Sindrom
e.
f.
g.
h.
i.

Conn.
Mampu memahami patofisiologi dari Sindrom Conn.
Mampu memahami pathway dari Sindrom Conn.
Mampu mengetahui komplikasi dari Sindrom Conn.
Mampu memahami pemeriksaan diagnosis dari Sindrom Conn.
Mampu mengetahui penatalaksanaan dariSindrom Conn.

1.4 Manfaaat Penulisan


Dengan adanya makalah ini, diharapkan mahasiswa mampu mengetahui,
menganalisa,

dan

mengidentifikasi

penyebab,

gejala,

komplikasi

dan

penanganannya serta mahasiswa mampu memahami Asuhan Keperawatan dari


Sindrom Connini dengan tepat dan benar.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Sindrom Conn (Hiperaldosteronisme Primer) adalah keadaan yang sangat
jarang terjadi akibat adenoma soliter jinak atau hiperplasia zona gromerulusa
yang menghasilkan aldosteron berlebih (Rubenstein, David; Wayne, David;
Bradley, John, 2007).Sindrom Conn adalah adenoma yang memproduksi
aldosterone.
Hiperaldosteronisme primer adalah sindrom yang disebabkan oleh
hipersekresi aldosterone yang tak terkendali umumnya berasal dari kelenjar
korteks adrenal.Hiperaldosteronisme primer secara klinis dikenal dengan triad
terdiri dari hipertensi, hypokalemia, dan alkalosis metabolic. Sindrom ini
dilaporkan pertama kali pada tahun 1955 oleh Conn. Sindrom ini disebabkan
oleh hyperplasia kelenjar korteks adrenal, adenoma unilateral atau karsinoma
adrenal.
Hiperaldosteronisme

primer

adalah

pembentukan

dan

pelepasan

aldosterone yang berlebihan dari kelenjar adrenal. Penyebabnya dapat berupa


tumor yang mensekresi aldosterone atau penyakit yang tidak diketahui
penyebabnya (idiopatik). Kelainan hormone lain, seperti penyakit Chusing
yang terkait dengan peningkatan ACTH atau hypoplasia adrenal juga dapat
menyebabkan aldosteronisme.
Karena aldosterone meningkatkan reabsorpsi natrium di ginjal sekaligus
pada saat yang sama, ginjal meningkatkan ekskresi kalium maka dapat
muncul gangguan elektrolit.
2.2 Klasifikasi
2.2.1 Hiperaldosteronisme primer (sindrom conn) : kelebihan produksi
aldosterone terjadi akibat adanya tumor atau hyperplasia korteks
adrenal. Kebanyakan tumor yang mensekresi aldosterone adalah
tumor jinak yang berukuran kecil 0,5 2 cm. Aldosteronisme primer
merupakan bentuk hipertensi endokrin yang mungkin terjadi pada 1-2

% penderita hipertensi. Pengenalan keadaan ini dapat menyembuhkan


2.2.2

hipertensinya.
Hiperaldosteronisme sekunder : timbul pada keadaan-keadaan ketika
terdapat penurunan tekanan arteriola aferon gromerulus ginjal,
sehingga

menyebabkan

Angiotensin

perangsangan

merangsang

produksi

sistim

renin-angiotensin.

aldosteron.

Aldosteronisme

sekunder terlihat pada gagal jantung kongestif, sirosis hati dan


sindrom nefrotik, suatu keadaan ketika edema merupakan gambaran
klinis yang paling menonjol.
2.3 Etiologi
2.3.1 Hiperplasia (pada anak-anak) atau karsinoma (jarang dijumpai) pada
2.3.2
2.3.3

korteks adrenal yang terjadi bilateral.


Tumor jinak (adenoma adrenal atau aldosteronoma) di kelenjar.
Kelainan hormone lain, seperti penyakit Chusing yang terkait dengan

2.3.4

peningkatan ACTH.
Penyakit yang tidak diketahui penyebabnya (idiopatik).

2.4 Manifestasi Klinis


Sebagian besar efek klinis yang ditimbulkan hiperladosteronisme terjadi
karena hypokalemia yang meningkatkan iritabilitas neuromuskuler dan
menyebabkan :
a. Kelemahan otot
b. Paralisis flasid yang intermiten
c. Rasa mudah lelah
d. Sakit kepala
e. Parestesia
f. Kemungkinan tetani (akibat

alkalosis

metabolik)

yang

dapat

menimbulkan hipokalemia.
Gambaran khas yang lain meliputi :
a. Gangguan penglihatan
b. Kehilangan kemampuan ginjal untuk memekatkan urin sehingga terjadi
polyuria nocturnal dan polydipsia.
c. Azotemia, yang menunjukkan nefropati dengan depresi kalium yang
kronis.
2.5 Patofisiologi

Sel kelenjar adrenal yang mengalami hiperplasia atau adenoma


menghasilkan hormon aldosterone secara berlebih. Peningkatan kadar serum
aldosterone akan merangsang penambahan jumlah saluran natrium yang
terbuka pada sel principal membrane luminal dari duktus kolektikus bagian
korteks ginjal. Akibat penambahan jumlah ini, reabsorbsi natrium mengalami
peningkatan.Absorbsi natrium juga membawa air sehingga tubuh cenderung
hipervolemia.
Sejalan dengan ini, lumen duktus kolektikus ini berubah menjadi
bermuatan lebih negative yang mengakibatkan keluarnya ion kalium dari sel
duktus kolektikus masuk ke dalam lumern tubuli melalui saluran kalium.
Akibat peningkatan ekskresi kalium di urin, terjadi kadar kalium darah
berkurang. Peningkatan ekskresi kalium dipicu oleh peningkatan aliran cairan
menuju tubulus distal. Hal ini mengakibatkan tubuh kekurangan kalium dan
timbul gejala seperti lemas.
Hipokalemi yang terjadi akan merangsang peningkatan ekskresi ion H di
tubulus proksimal melalui pompa NH3+, sehingga reabsorpsi bikarbonat
meningkat di tubulus proksimal dan kemudian terjadi alkalosis metabolic.
Hipokalemi bersama dengan hiperaldosteron juga akan merangsang pompa
H-K-ATPase di tubulus distal yang mengakibatkan peningkatan ekskresi ionH, selanjutnya akan memelihara keadaan alkalosis metabolic pada pasien ini.
Kadar renin plasma pada pasien ini sangat rendah. Hipervolemi yang
terjadi akibat reabsorpsi natrium dan air yang meningkat akan menekan
produksi renin sehingga kadar renin plasma tertekan. Hal ini berbeda dengan
hiperaldosteronisme sekunder dimana terjadi peningkatan kadar renin
maupun aldosterone darah. Hiperaldosteronisme sekunder didapatkan pada
hipertensi renovaskuler atau pemberian diuretic pada hipertensi.
Hipertensi yang terjadi pada pasien ini sebagian besar disebabkan oleh
hipervolemi yang menetap.

2.6 Pathway
Gangguan pada sel
adrenal
Hyperplasia
Peningkatan
Peningkatan
reabsorpsi natrium
Hiperaldosteronism
e primer (Conn)

Peningkatan ion H+

Peningkatan curah
Hipertensi

Peningkatan natrium
dalam darah
Kelebihan
volume cairan

Peningkatan
tekanan
intrakranial

Perubahan
status

Kurangnya informasi
Kurang
pengetahuan

Peningkatan
reabsorpsi
Alkalosis
Penurunan
tekanan jantung

Nyeri
kepala
oksipital

Mual/munta
Intake
inadekuat
Gangguan
kebutuhan nutrisi
kurang dari

Peningkatan
ekskresi

Disorientas
i
Gangguan
rasa nyaman
: Nyeri

Penuruna
n kadar
kalium
darah
Hypokale
mi
Kelemah
an otot
Intoleransi

Produksi
urin
berlebih
Dehidras

2.7 Komplikasi
2.7.1 Disfungsi saraf.
2.7.2 Iregularitas jantung.
2.7.3 Hipertensi
2.7.4 Iritabilitas neuromuskular, tetani parastesia.
2.7.5 Serangan kejang atau bangkitan.
2.7.6 Hipertrofi ventrikel kiri, gagal jantung, kematian.
2.7.7 Alkaliosis metabolic, nefropati, azotemia
2.8 Pemeriksaan Diagnosis
2.8.1 Tes skrining terbaik adalah melakukan pemeriksaan aldosteron urin 24jam. Jika meningkat, ambil sample plasma pada pukul 7 pagi saat pasien
dalam keadaan istirahat dan pada posisi berbaring untuk memeriksa kadar
2.8.2

renin dan aldosterone.


Analisa laboratorium

2.8.3

aldosterone tinggi. Aktivitas renin plasma rendah.


Lokalisasi tumor pra operatif dengan radiologi; CT Scanberesolusi tinggi.

memperlihatkan

kelainan

elektrolit.Kadar

Sample vena selektif untuk aldosterone, diindikasikan bila CT Scan gagal.


2.9 Penatalaksanaan
2.9.1 Diet rendah garam atau diuretic hemat kalium (potassium-spacing
2.9.2

diuretics).
Adrenalektomi unilateral melalui pendekatan laparoskopi, dengan reseksi

2.9.3

adenoma yang menyekresi aldosterone.


Spinorolakton adalah antagonis aldosteron dan bisa diberikan pada
hiperaldosteronisme primer maupun sekunder.

BAB III
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas
Nama, alamat, pekerjaan, usia, pendidikan, jenis kelamin, No. MRS.
3.1.2 Riwayat Kesehatan
a. Keluhan Utama
Klien biasanya mengeluh badan terasa lemah, banyak minum, banyak
kencing, sering kencing malam, sakit kepala.
b. Riwayat Kesehatan Sekarang
Tanyakan sejak kapan klien merasakan keluhan seperti yang ada pada
keluhan

utama

dan

tindakan

yang

dilakukan

untuk

menanggulanginya.
c. Riwayat Kesehatan Dahulu
Tanyakan tentang adanya riwayat penyakit atau pemakai obat-obatan
bebas yang bisa mempengaruhi.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga
Tanyakan apakah ada keluarga yang pernah menderita penyakit yang
sama.
3.1.3

Pemeriksaan Fisik
B1 (Breathing) :
Pernafasan normal
B2 (Blood) :
1)
2)
3)
4)
5)

Hipertensi
Hipotensi postural tanpa reflek tachicardi
Peningkatan nadi ketika berjongkok
Cardiomegali
Penurunan konduksi melalui myocardium

B3 ( Brain ) :
a. Sakit kepala
B4 ( Bladder )
1) Poliuri

2) Polidipsi
B5 ( Bowel )
a. Mobilitas gastrointestinal menurun (Anorexia).
b. Mual dan muntah
c. Peningkatan berat badan secara tiba-tiba (tanpa oedema) sekitar 5-10 %.
B6 ( Bone )
1)
2)
3)
4)
5)
6)

3.1.4

Kelemahan otot
Keletihan
Parestesi
Paralisis lengan dan tungkai
Tanda chvostek (+)
Tetani dan disfungsi autoimun

Pemeriksaan Laboratorium
a. Peningkatan aldosterone plasma.
b. Aktivitas renin plasma ditekan atau tidak dapat dirangsang.
c. Gagal untuk menekan aldosterone dengan maneuver biasa.
d. Hypernatremia (normal 135 150 mEg/L).
e. Hipokalsemia (normal 3,5 5 mEg/L).
f. Hiperpolemia.
g. Alkalosis metabolik.
h. EKG
Segmen ST dan gelombang T tertekan, terlihat gelombang U.
Kontraksi ventrikel premature.
i. Scan lodokolesterol.
j. CT scan kelenjar adrenal untuk menentukan letak adenoma atau untuk
membedakan hyperplasia dari adenoma.

3.2 Diagnosa Keperawatan


3.2.1 Gangguan rasa nyaman : Nyeri berhubungan dengan peningkatan tekanan
3.2.2

intracranial.
Kelebihan volume cairan berhubungan dengan hypernatremia terhadap
hiperaldosteronisme.

3.2.3

Intoleransi

aktivitas

berhubungan

dengan

kelemahan

otot,

ketidakseimbangan elektrolit terutama hypokalemia.

3.3 Rencana keperawatan


Tgl/

No.

Jam

Dx
1

Tujuan & KH
Setelah
tindakan
selama

Intervensi

dilakukan
keperawatan
2x24

jam

diharapkan

nyeri

berkurang

dengan

kriteria hasil :
1. Skala

nyeri

berkurang.
2. Tidak
Nampak
meringis kesakitan.
3. Klien
dapat
mengidentifikasikan
cara-cara

untuk

mencegah nyeri .
4. Klien
dapat
mengontrol

dan

melaporkan

nyeri

yang timbul.
5. Klien

dapat

mendemonstrasikan
teknik relaksasi dan
berbagai

aktivitas

Rasional

1. Observasi

nyeri

(P,Q,R,S, dan T).


2. Pelihara dan ciptakan
lingkungan
tenang.
3. Berikan

yang
kompres

1. Untuk

mengetahui

tingkat nyeri.
2. Memberi rasa aman
dan nyaman.
3. Mengurangi nyeri.

dingin atau hangat.


4. Ajarkan
tekhnik
relaksasi

dan

4. Mengurangi

nyeri

dan memberi rasa

distraksi.
5. Kolaborasi

dengan

dokter

dalam

pemberian obat

nyaman.
5. Mengurangi nyeri.

yang

diindikasikan

untuk

keadaan

individual.
2

Setelah

dilakukan 1. Timbang pasien tiap 1. Untuk

tindakan

keperawatan

selama

1x24

diharapkan
cairan

dapat

jam

kelebihan
teratasi

dengan kreteria hasil :

hari pada waktu yang

adanya penambahan

sama,

berat badan karena

timbangan

pakaian

yang

sama,

laporkan

bila

terjadi

penambahan

edema.

berat

1. Edema berkurang.
badan > 0,5 kg / hari.
2. Intake dan output 2. Ukur intake dan output
seimbang.
3. Tanda-tanda

mengetahui

setiap 8 jam.
vital

dalam batas normal.

2. Mengetahui
masukan

dan

keluaran

cairan

seimbang.
diet 3. Menghindari

3. Pertahankan
rendah natrium.

terjadinya

4. Pantau kadar natrium

hipernatremia.
4. Mengetahui
keseimbangan kadar

serum setiap 8 jam.

natrium

di

tubuh.
5. Mengetahui
5. Pantau tanda dan gejala
kelebihan

pulmoner

(dipsnea,

ortopnea,

paru).
6. Pantau

dalam
apakah

ada odema pulmoner.

cairan,

edema
krekels

apakah

pada
tanda

lapang
vital

6. Memastikan
vital stabil.

tanda

setiap 4 jam, observasi


peningkatan

nadi,

perkembangan
S3

dan

gallop

pernapasan 7. Mengetahui

labored.
7. Pantau efektivitas dan

apakah

ada efek tertentu dari


diuretik.

efek samping diuretic.


3

Setelah
tindakan
selama

dilakukan 1. Ajarkan
keperawatan
1x24

diharapkan

jam

intoleransi

aktivitas teratasi dengan


1. Menyeimbangkan
aktivitas dan istirahat.
2. Tingkat daya tahan
untuk

aktivitas.
3. Tidak terjadi cidera
yang
dengan

berhubungan
kelemahan

otot.
4. Mobilisasi terpenuhi
tidak

pengaturan

aktivitas

terjadi

intoleransi aktivitas.

mencegah

kelelahan.

dan teknik manajemen


waktu.
2. Bantu pasien

untuk

mengubah posisi secara

kriteria hasil :

adekuat

tentang 1. Untuk

berkala,
duduk,

2. Untuk melatih otot


agar tidak kaku.

bersandar,
berdiri,

dan

ambulansi yang dapat


ditoleransi.
3. Bantu pasien dengan
aktivitas fisik teratur
(misalnya,

ambulansi,

pemindahan posisi).

3. Agar

klien

merasa

lelah

dan

bosan

dalam

posisi

sama

pada

penyembuhan.

yang
proses

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Sindrom Conn atau dikenal juga dengan Hiperaldosteronisme Primer adalah
pembentukan dan pelepasan aldosterone

yang berlebihan dari kelenjar adrenal.

Keadaan yang sangat jarang terjadi akibat adenoma soliter jinak atau hiperplasia zona
gromerulusa yang menghasilkan aldosteron berlebih.

4.2 Saran
4.2.1

Seharusnya setelah mempelajari tentang asuhan keperawatn pada klien


dengan Sindrom Conn (Hiperaldosteronisme Primer) mahasiswa dapat
melakukan asuhan keperawatan secara intensif mulai dari pengkajian,
diagnosa keperawatan, dan intervensi.

4.2.2

Mahasiswa mampu untuk

mendemonstrasikan

asuhan keperawatan

Sindrom Conn (Hiperaldosteronisme Primer) secara tepat dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

______. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Departemen Ilmu Penyakit
Dalam FKUI.
Kowalak, Jennifer P. 2011. Buku Ajar Patofisiologi. Jakarta : EGC.
Price, Sylvia Anderson; Wilson, Lorraine M. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis
Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Rubenstein, David; Wayne, David; Bradley, John. 2007. Lecture Notes : Kedokteron
Klinis. Edisi 6. Jakarta : Erlangga.
Schwartz, Seymour I. 2000. Intisari Prinsip-prinsip Ilmu Bedah. Jakarta : EGC.

Anda mungkin juga menyukai