Anda di halaman 1dari 12

CLONING DALAM ISLAM

Ada hubungan yang erat antara perkembangan teknologi kedokteran modern dengan
ajaran Islam. Dalam artikel ini dibahas, cloning reproduksi manusia termasuk yang harus
mendapatkan perhatian khusus menurut pandangan hukum Islam. Dilihat dari perspektif
hukum Islam, ada dua hal penting yang perlu didiskusikan tentang teknologi cloning.
Pertama, keberadaanya menyangkut persoalan keimanan terhadap Allah sebagai Maha
Pencipta. Kedua, tentang hukum cloning dari perspektif hukum Islam, dilarang atau
diperbolehkan. Jawaban atas masalah pertama, bahwa cloning tidak berarti
mengintervensi penciptaan Allah. Allah adalah sejatinya Pencipta segala sesuatu. Tuhan
yang telah menciptakan sistem yang berjalan, sebab dan akibat di dunia ini. Kedua,
terhadap persoalan kebolehan cloning, Ulama sepakat bolehnya menclon tanaman dan
hewan. Cloning terhadap manusia berdampak mudarat pada hal yang komplek,
menyangkut persoalan sosial dan moral. Cloning tidak berarti menciptakan kehidupan,
tetapi hanya melakukan sesuatu terhadap kehidupan yang sudah tercipta ada, memproses
sebuah sel telur yang dikeluarkan pronukleusnya dan inti sel yang telah diciptakan Allah.
Rekayasa Genetika dan Reproduksi Manusia
Dewasa ini telah dikembangkan teknologi DNA rekombinan, atau yang lebih populer
dikenal dengan rekayasa genetika. Teknologi ini melibatkan upaya perbanyakan gen
tertentu di dalam suatu sel yang bukan sel alaminya sehingga sering pula dikatakan
sebagai cloning gen. Proses yang dilakukan adalah dengan memindahkan inti sel somatik
yang mengandung DNA dan komponen genetik lengkapnya ke sel ovum yang telah
diambil seluruh inti selnya, atau embryo splitting untuk manghasilkan manusia.[i]
Kendati hingga kini cloning reproduksi manusia belum terjadi, namun para pakar bidang
terkait yakin bahwa keberhasilan cloning hewan merupakan pendahuluan bagi keberhasilan cloning manusia, dimungkinkan dilakukan pada manusia.
Cloning merupakan salah satu bentuk reproduksi yang sudah dikenal. Dewasa ini telah
banyak produk teknologi reproduksi dikembangkan para ahli.[ii] Di antaranya adalah
inseminasi buatan, bayi tabung, TAGIT (Tandur Alih Gamet Intra Tuba), perlakuan
hormonal, donor sel telur dan sel sperma, kultur telur dan embrio, pembekuan sperma dan
embrio, GIFT (gamet intrafallopian transfer), ZIFT (zigot intrafallopian transfer),
Fertilisasi In Vitro (in vitro fertilization), partenogenesis, dan cloning.[iii]
Menurut ahli kedokteran, bagi pasangan suami-isteri yang berkeinginan memiliki
keturunan namun tidak dapat dilakukan melalui cara reproduksi seksual (sexual
reproduction) yang disebabkan adanya gangguan pada pihak isteri dan/ atau suami, maka
dapat dilakukan dengan cara reproduksi aseksual, menggunakan pilihan teknologi
reproduksi pada manusia tersebut.[iv]
Dari perspektif hukum Islam, belum semua cara reproduksi aseksual di atas telah
difatwakan ulama secara rinci. Namun demikian, meski tidak menggunakan topik khusus,
dari segi esensi persoalan hukum, teknik-teknik tersebut telah tercakup dalam fatwa yang
ada, karena ada kesamaan 'illat dengan inseminasi buatan, bayi tabung, dan cloning.
Cloning: Pengertian dan Jenis-jenisnya

Setelah sukses dengan teknologi inseminasi buatan yang kemudian dikem-bangkan


melalui teknik bayi tabung, para pakar kedokteran telah melakukan sebuah lompatan
teknologi dengan ditemukannya metode cloning. Istilah 'cloning' berasal dari kata klon
(Yunani) yang berarti potongan/pangkasan tanaman, dalam bahasa Inggris disebut Clone
yang berarti duplikasi, penggandaan, membuat objek yang sama persis. Dalam konteks
sains, cloning didefinisikan sebagai sebuah rekayasa genetika dengan cara pembelahan
dan pencangkokan sel dewasa di laboratorium dan bila telah berhasil kemudian dibiakkan
dalam rahim organisme.[v] Dalam bahasa Arab disebut al-Instinskh.[vi] Ada yang
meng-Indonesiakan kata clonus yang di-Inggriskan menjadi cloning, clonage.[vii]
(Perancis) menjadi Klonasi
Para ahli telah membuktikan keberhasilan cloning pada tanaman dan hewan, menurut
berbagai laporan, hal tersebut sudah lama dipraktikkan. Teknologi pada hewan mulai
mencuat pada awal Maret 1997, ketika Ian Wilmut dari Roslin Institute (Skotlandia)
berhasil meng-cloning sel kambing dewasa sehingga lahirlah Dolly (Februari 1997), dan
dari laboratorium yang sama kemudian dilahirkan domba lain yang diberi nama Polly
(Juli 1997). Dilihat dari tujuannya, cloning pada tanaman dan hewan adalah untuk
memperbaiki kualitas tanaman dan hewan, meningkatkan produktivitas, dan mencari obat
alami bagi penyakit-penyakit kronis, menggantikan obat-obatan kimiawi yang dapat
menimbulkan efek samping terhadap kesehatan manusia.[viii]
Hingga kini belum ada laporan resmi tentang keberhasilan mengclon individu manusia,
sebabnya, antara lain karena terhambat adanya batasan boleh dan tidaknya menurut etika,
agama, dan norma yang lain, tetapi secara teoritis mungkin dapat dilakukan, namun
demikian hasilnya jika benar-benar dilakukan apakah seperti yang dikehendaki, masih
menjadi tanda tanya. Sungguhpun dari sisi teknologi diakui sulit dan memerlukan dana
besar untuk mewujudkannya, sejak tahun 1998 sejumlah eksperimen mengklon manusia
telah dilakukan oleh dokter-dokter di berbagai negara, bahkan banyak kalangan yang
mengklaim diri telah berhasil melakukannya, bayi hasil cloning siap dan bahkan telah
lahir. Namun, kebenaran isu tersebut belum dapat dibuktikan, yang dinyatakan justru
kegagalannya.[ix] Pada umumnya para ilmuwan menanggapi berita itu hanyalah sebuah
sensasi, sebagai isapan jempol belaka. Bahkan, Harry Griffin, ketua Lembaga Skotlandia
Roslin yang telah berhasil melahirkan domba cloning pertama, Dolly pada tahun 1997,
mengomentari bahwa berita bayi cloning ini hanyalah trik publisitas saja.[x]
Dari segi teknis dan manfaatnya, cloning dibedakan atas tiga jenis, cloning embrio,
cloning biomedik (terapetik), dan cloning reproduksi. Cloning embrio betujuan membuat
kembar dua, tiga, dan seterusnya dari sebuah zigot. Cloning biomedik (terapetik)
bertujuan untuk keperluan penelitian pengobatan penyakit yang hingga kini sulit
disembuhkan, seperti Alzheimer, parkinson,
DM (Diabetes Mellitus), Infrak
Jantung, Kanker darah, stroke, dan sebagainya.[xi]
Tujuan dilakukannya cloning reproduksi adalah untuk mendapatkan anak klon dari orang
yang diklon, memproduksi sejumlah individu yang secara genetik identik. Metodenya,
dapat dilakukan melalui proses seksual dengan fertilisasi in vitro dan aseksual dengan
menggunakan sel somatis sebagai sumber gen. Pada cloning seksual, secara teknis

langkah awal yang dilakukan adalah fertilisasi in vitro. Setelah embrio terbentuk dan
berkembang mencapai empat sampai delapan sel segera dilakukan splitting (pemotongan
dengan teknik mikromanipulasi) menjadi dua atau empat bagian. Bagian-bagian embrio
ini dapat ditumbuhkan kembali dalam inkubator hingga berkembang menjadi embrio
normal yang memiliki genetik sama. Setelah mencapai fase blastosis, embrio tersebut
ditransfer kembali ke dalam rahim ibu sampai umur sembilan bulan. Berbeda dengan
cloning seksual, pada cloning aseksual fertilisasi tidak dilakukan menggunakan sperma,
melainkan hanya sebuah sel telur terfertilisasi semu yang dikeluarkan pronukleusnya dan
sel somatis. Karenanya, bila pada cloning seksual genetik anak berasal dari kedua orang
tuanya, maka pada cloning aseksual genetik anak sama dengan genetik penyumbang sel
somatis. [xii]
Hukum Kloning Reproduksi Manusia
Cloning pada manusia termasuk isu besar, namun respon dari ulama Indonesia melalui
ijtihd jam'i maupun individual belum cukup representatif. Fatwa terhadap cloning,
antara lain, datang dari Bahtsul Masail yang diberikan sangat singkat dan belum tuntas,
sehingga diperlukan fatwa lanjutan. Fatwa yang cukup memadai datang dari MUI (2000).
Belumnya lembaga fatwa yang lain menetapkan hukumnya, diduga karena hal tersebut
belum terjadi dan kemungkinan terjadinya masih sangat jauh sehingga dianggap tidak
mendesak, atau karena 'illat hukum cloning manusia sangat jelas sehingga tidak perlu
ditetapkan hukumnya secara khusus, dapat dikiyaskan kepada hukum inseminasi buatan
atau bayi tabung. Memproduksi atau melipatgandakan anak manusia melalui proses
cloning akan meniadakan berbagai pelaksanaan hukum Islam, seperti tentang
perkawinan, nasab, nafkah, hak dan kewajiban antara orang tua dan anak, waris,
perawatan anak, hubungan kemahraman, dan lain-lain.
Dilihat dari segi teknis dan dampak hukum yang ditimbulkannya, cloning embrio dapat
disamakan dengan bayi tabung. Karena itu, jika batas-batas diperkenankannya bayi
tabung, seperti asal pemilik ovum, sperma, dan rahim terpenuhi, tanpa melibatkan pihak
ketiga (donor atau sewa rahim), dan dilaksanakan ketika suami-isteri tersebut masih
terikat pernikahan maka hukumnya boleh. Dengan begitu, anak kembar yang dilahirkan
akan berstatus sebagai anak sah pasangan tersebut.[xiii]
Hukum cloning, dilihat dari teknis dan dampaknya dapat dipersamakan dengan
inseminasi buatan atau bayi tabung, Ulama sepakat bahwa setiap upaya mereproduksi
manusia yang berdampak dapat merancukan nasab atau hubungan kekeluargaan, lebihlebih kalau kontribusi ayah tak ada dalam cloning ini, maka hukumnya lebih haram. Dari
dampak teringan tingkat kerancuannya pada praktik inseminasi buatan dan bayi tabung
adalah praktik penitipan zigot yang berasal dari pasangan poligamis di rahim isterinya
yang lain hukumnya haram, apalagi cloning manusia yang lebih merancukan hubungan
nasab dan kekeluargaan. Kerancuan nasab yang ditimbulkan dari cloning reproduksi
manusia yang teringan, meskipun sel tubuh diambil dari suaminya, tetap menghadirkan
persoalan rumit, yaitu menyangkut status anaknya kelak, sebagai anak kandung pasangan
suami-isteri tersebut atau 'kembaran terlambat' dari suaminya, atau dia tidak berayah,
mengingat sifat genetiknya 100 % sama dengan suaminya.[xiv][xv] Jika demikian, maka

anak tersebut lebih tepat disebut sebagai kembaran dari pemberi sel. Jika sebagai
kembaran atau duplikat terlambat suaminya, bagaimana hubungannya dengan wanita itu
dan keturunannya serta anggota keluarganya yang lain. Apalagi jika cloning diambil dari
pasangan yang tidak terikat pernikahan yang sah, atau anak klon yang berasal dari sel
telur seorang wanita dengan sel dewasa wanita itu sendiri atau dengan wanita lain, maka
tingkat kerancuannya lebih rumit. Tidak berasal dari mani (sperma). Di samping itu, yang
masih diperdebatkan mengenai usia anak klon, dugaan terkuat menyatakan akan sama
dengan usia dari pemberi sel.
Bahtsul Masail pada Munas NU (Lombok Tengah, 17-20 Nopember 1997) menyepakati
tentang hukum cloning gen pada manusia hukumnya haram. Alasannya, proses tanasul
(berketurunan) harus melalui pernikahan secara syar'i, Bisa mengakibatkan kerancuan
nasab,dan penanamannya kembali ke dalam rahim tidak dapat dilakukan tanpa melihat
aurat besar.[xvi]
Fatwa yang sama diputuskan oleh MUI, pada Munas VI (25-29 Juli 2000) menetapkan
hukum cloning terhadap manusia, dengan cara bagaimana pun yang berakibat pada
pelipatgandaan manusia hukumnya adalah haram. Bahkan, dalam fatwa MUI tersebut
mewajibkan kepada semua pihak yang terkait untuk tidak melakukan atau mengizinkan
eksperimen atau praktik cloning terhadap manusia. [xvii]
Majlis Tarjih melalui media resminya, jurnal ilmiah ke-Islaman, Tarjih, edisi ke-2
Desember 1997 secara khusus pernah menurunkan tema 'Klonasi (Cloning) menurut
Tinjauan Islam'. Kesimpulan dari sejumlah artikel dalam jurnal tersebut menyatakan
bahwa penerapan cloning untuk memproduksi manusia akan menjadi masalah.
Pembolehannya hanya jika dalam keadaan darurat.
Ulama dari sejumlah lembaga fatwa di dunia Islam juga mengharamkan cloning manusia,
antara lain, Akademi Fikih Islam Liga Dunia Muslim dalam pertemuannya yang ke-10 di
Jeddah pada tahun 1997 yang menetapkan bahwa: Cloning manusia, apa pun metode
yang digunakan dalam reproduksi manusia itu adalah sesuatu yang tidak Islami dan
sepatutnya dilarang keras".
Disepakati juga bahwa semua manipulasi (yang berhubungan dengan reproduksi
manusia) dengan cara melibatkan elemen pihak ketiga (di luar ikatan perkawinan), baik
berupa rahim, ovum, atau sperma adalah tidak sah.[xviii]ijtihd jam.i dari dunia Islam.
Di antaranya, Majma' Buhts Islmiyyat dari Al-Azhar Mesir telah mengeluarkan fatwa
dan imbauan bahwa "cloning manusia adalah haram dan harus diperangi serta dihalangi
dengan berbagai cara".[xix] Al-Majma al-Fiqh al-Islmi, Rabithat al-lam al-Islmi
dalam sidangnya ke-15 pada 31 Oktober 1998 juga berpendapat serupa, demikian pula
orang yang melakukannya. Alasannya, termasuk tindakan intervensi atas penciptaan
manusia, hal tersebut berlawanan dengan berbagai ketentuan ayat Alquran tentang proses
penciptaan manusia (Q.s. al-Hujurt (49):13, al-Tn (95):4, al-Sajdat (32):7-8, alTaghbun (64):3, al-Thriq (86):7, al-Nis'(4):119), akan merancukan nasab (Q.s. alFurqn (25):54), satu-satunya cara berketurunan yang dibenarkan syarak hanya dengan
adanya pasangan laki-laki dan perempuan (Q.s. al-Rm (30):21, al-Furqn (2)5:54),

merusak sistem pranata sosial berkeluarga, dan ketiadaan perbedaan serta keberagaman
sunnah Allah dalam penciptaan manusia yang merefleksikan kesempurnaan ciptaan Allah
(Q.s. al-Rm (30):22). Di samping itu, lembaga ini merasa perlu adanya undang-undang
yang sifatnya internasional melarang dipraktikkan cloning manusia.[xx] Penolakan
serupa juga disampaikan oleh berbagai lembaga
Pernyataan serupa juga datang dari sejumlah tokoh di Indonesia, misalnya Ali Yafi dan
Armahaedi Mahzar. Alasannya, karena mengancam kemanu-siaan, meruntuhkan institusi
perkawinan, merosotnya nilai manusia, kerancuan moral, budaya, dan hukum.[xxi]
Quraish Shihab lebih menyorotinya dari segi moral dan hukum agama, bahwa teknologi
cloning ini mengantarkan kepada pelecehan manusia, dan dari segi hukum berdasarkan
saddudz dzari', bagian dari menolak yang negatif didahulukan atas mendatangkan yang
positif (manfaat).[xxii] Abdul Aziz Sachedina dari Universitas Virginia Amerika
menganggap bahwa teknologi cloning hanya akan meruntuhkan institusi perkawinan.
Mohammad Mardini dari Foundation Islamic Heritage menyebutkan bahwa teknologi
tersebut sebagai pengaburan keturunan.[xxiii] Abul Fadl Mohsin Ebrahim juga
berpendapat bahwa cloning akan berdampak negatif terhadap kesucian perkawinan, maka
hukumnya tidak sah menurut Islam.[xxiv] Abdul Muti Basyyoumi, Ulama Al-Azhar,
menuntut agar riset cloning diakhiri karena bertentangan dengan hukum Islam, baik
secara idiologis maupun etis, dan manfaatnya lebih sedikit daripada bahayanya.[xxv]
Di samping pihak yang mengharamkannya, ada satu pendapat yang membolehkan,
Sheikh Mohammad Hussein Fadlallah, tokoh muslim fundamentalis dari Lebanon
berpendapat, salah jika menganggap cloning adalah suatu intervensi karya Ilahi. Si
Peneliti dianggapnya tidak menciptakan sesuatu yang baru, mereka hanya menemukan
suatu hukum yang baru bagi organisme, sama seperti ketika mereka menemukan
fertilisasi In Vitro (IVF) dan transplantasi organ.[xxvi] Pendapat ini mengandung
kelemahan, sebab, alasan utama yang dipersoalkan oleh kalangan yang menolak cloning
reproduksi manusia lebih kepada dampaknya bertentangan dengan norma Islam, bukan
pada hakikat penciptaannya.
Analisis atas Dampak Cloning Reproduksi Manusia
Meski cloning reproduksi manusia ada manfaatnya bagi manusia, misalnya dapat
membantu pasangan yang bermasalah dengan alat reproduksinya, namun karena dalam
pelaksanaannya akan berbenturan dengan batasan-batasan syari, maka hukumnya haram.
Dari sejumlah argumen haramnya melakukan cloning reproduksi manusia yang
dikemukakan di atas, yang paling lemah karena menilainya sebagai bentuk intervensi atas
ciptaan Allah. Adapun alasan kuat haramnya tindakan tersebut dilihat dari sumber
pemilik sel dari siapa pun akan berakibat merancukan nasab.
Sedangkan alasan karena dalam prosesnya menuntut harus dengan melihat alat kemaluan,
dapat dikategorikan sebagai keadaan dlarrat atau adanya hjatdlarrat. Terhadap praktik
yang melibatkan pihak ketiga, di luar pasangan suami-isteri pemilik sperma dan atau
ovum, meskipun tidak terjadi kontak seksual, namun dampak yang ditimbulkannya sama
dengan esensi zina, akan menimbulkan kerancuan nasab, maka hukumnya haram. Tercakup dalam ayat Alquran yang melarang berzina, antara lain, Q.s. al-Muminn (23): 5, al-

Ahzb (33):35, al-Isr (17):32, al-Furqn (25):68, al-Mumtahinat (60):12, juga Hadits.
[xxvii] sebagaimana batasan yang diberikan para ulama dibolehkan melihat kemaluan
dalam pengobatan karena
Dampak teknologi cloning reproduksi manusia akan merancukan nasab dan hal lain yang
lebih luas, berbenturan dengan banyak ketentuan syar'i, bahkan nyaris tidak ada
kemaslahatannya, jika ada sangat sedikit dan masih bersifat spekulatif. Prinsip ini
bertentangan dengan kaidah fikih: Rukhshat tidak dapat dikaitkan pada yang
meragukan), juga tidak dapat dikaitkan dengan berbagai kemaksiatan. Dilihat dari
dampaknya, cloning reproduksi manusia lebih merancukan nasab, menyangkut status
hubungan kenasaban dengan pemilik ovum, rahim, sperma, atau sel. Status anak dengan
pemilik ovum, berstatus sebagai anak atau saudara kembar? Sebaliknya, jika yang diklon
adalah pihak perempuan, pemilik ovum itu sendiri atau orang lain, lebih sulit menentukan
statusnya. Demikian pula terhadap pemilik sperma, atau sel, sebagai anak atau saudara
kembar.
Kesimpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan, alasan pengharaman cloning reproduksi manusia
bukan terletak pada proses atau teknologinya, bukan pada teknis pelaksanaannya di luar
proses alamiah dan tradisional, tetapi pada mudarat yang ditimbulkannya, akan
merancukan dan menafikan berbagai pranata sosial, etika, dan moral, juga akan
merendahkan nilai dan martabat insani. Teknologi rekayasa genetika yang dapat ditolerir
dan bahkan didukung hanya pada tujuan produktivitas tanaman, tumbuhan dan hewan.
Demikian juga untuk menemukan obat-obatan tertentu yang sangat diperlukan dalam
dunia pengobatan.
[i]Lihat F.A Moeloek Etika dan Hukum Teknik Reproduksi Buatan, Makalah Kuliah
Umum Temu Ilmiah I Fertilitas Endokrinologi Reproduksi, Bandung, 4-6 Oktober 2002.
[ii]Yushinta Fujaya (Ed.), Teknologi Reproduksi Melahirkan Paradigma Baru dalam
Masyarakat, Makalah Falsafah Sains (PPs 702), PPs, IPB, April 2001. di
http://www.hayati-ipb.com/users/rudyct/grp_paper01 /kel5_012. htm.
[iii]Secara teknis, inseminasi dilakukan dengan cara memasukkan langsung sperma ke
dalam mulut rahim. Pengertian bayi tabung akan dibahas secara khusus. TAGIT
dilakukan dengan cara memasukkan sperma ke dalam mulut tuba melalui Laparos-kopi.
Beda antara inseminasi buatan, bayi tabung, dan TAGIT, antara lain, terletak pada cara
mengeluarkan sperma, teknik pertama dan kedua sperma dikeluarkan dengan cara
masturbasi, sedangkan pada TAGIT dilakukan dengan cara operasi. GIFT (gamet
intrafallopian transfer) dengan cara mengambil sperma dan ovum, setelah terjadi
pembuahan ditanam di saluran telur (tuba palupi), ZIFT (zigot intrafallopian transfer)
yaitu memasukkan zigot ke dalam tuba, diharapkan pembelahan sel zigot selanjutnya
akan terjadi di dalam tuba dan selanjutnya menuju rahim IVF (in vitro fertilization),
merupakan teknik reproduksi dibantu atau teknik rekayasa reproduksi dengan
mempertemukan sel telur (oosit) matang dengan spermatozoa di luar tubuh manusia agar
terjadi pembuahan. Lihat Sulcham Sofoewan "Perkembangan IPTEPDOK dalam
Rekayasa Reproduksi dan Genetik" dalam Muhammad Azhar dan Hamim Ilyas (Edit.),

Pengembangan ke-Islaman Muhammadiyah: Purifikasi dan Dinamisasi, (Yogyakarta:


LPPI, 2000), h. 171-172. Jurnalis Uddin, Kontroversi tentang Cloning Manusia, Makalah
Seminar Ilmiah disajikan di Yarsi, 12 Nopember 2003, h. 2-3. Lihat juga Yushinta Fujaya
(Ed.), Ibid.
[iv]Menurut kalangan ahli medis, banyak faktor penyebab wanita tidak bisa hamil, antara
lain, karena saluran tuba tersumbat, infeksi atau tumor pada rahim, gangguan ovulasi atau
adanya gangguan hormonal, gangguan rahim, antibodi anti sperma, endometreosis, dan
kelainan liang senggama, Sedangkan penyebab dari pihak laki-laki, antara lain, karena
masalah ejakulasi, gangguan pada testis, saluran tersumbat, kualitas sperma jelek, air
mani kental, dan anti bodi anti sperma. Berdasarkan hasil penelitian mengungkapkan
penyebab gangguan kesuburan adalah sama, 40 %. Lihat Jurnalis Uddin, Ibid. Yuni
Ekawati dan Dini Kasdu, Bayi Tabung Sebuah Harapan Baru, (Jakarta: MAPIPTEK.,
2000), h. 25-31.
Beberapa tahun terakhir perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di berbagai
bidang sungguh amat mencengangkan. Sama halnya dengan kemajuan bioteknologi.
Berbagai macam penelitian dan penemuan baru terjadi memunculkan sebuah kemajuan
yang luar biasa. Salah satu contoh kemajuan dalam bidang bioteknologi tersebut adalah
penelitian dan penemuan baru tentang Kloning dan Stem sel (Sel Punca). Secara biologis,
penelitian dan penemuan ini merupakan sebuah kemajuan yang cukup signifikan.
Penelitian demi penemuan baru lebih lanjut tentang Kloning dan Stem Sel mulai
diadakan demi menunjang kemajuan dalam bidang biologi maupun medis, di samping
juga merupakan peluang baru dalam kemajuan di bidang bisnis.
Meski dalam bidang biologi, medis serta bisnis, penemuan teknologi Kloning dan Stem
Sel ini dapat dikatakan sebagai suatu kemajuan yang cukup signifikan, namun penelitian
dan penemuan baru tentang Kloning dan Stem Sel ini menyisakan sebuah persoalan baru
mengenai pertanggungjawaban etis dan moral. Apakah penelitian dan penemuan
teknologi Kloning serta Stem Sel ini dapat dipertanggungjawabkan secara etis dan moral
yang berlaku umum bagi masyarakat manusia? Bagaimana bidang bioetika menanggapi
penelitian dan penemuan tentang Kloning dan Stem Sel ini?
Selain dari sisi etika dan moral pada umumnya, teknologi Kloning dan Stem Sel ini juga
menjadi salah satu hal yang memerlukan refleksi lebih lanjut dari sisi etika moral religius
dan iman. Dalam hal ini secara khusus adalah ajaran iman dan etika moral Gereja Katolik
dalam menanggapi persoalan tersebut. Bagaimanakah ajaran iman dan etika moral Gereja
Katolik menanggapi dan menjawab persoalan tentang Kloning dan Stem Sel ini? Oleh
karena itu, dalam tulisan ini, akan dipaparkan secara singkat mengenai persoalan Kloning
dan Stem Sel serta tanggapan dari ajaran etika moral Gereja Katolik mengenai persoalan
tersebut. Harapannya, paparan singkat ini dapat memberi gambaran singkat mengenai
Kloning dan Stem Sel berikut pokok persoalan etis dan moralnya yang menuntut refleksi
lebih lanjut. Dengan demikian, setiap umat beriman Kristiani dapat bersikap secara
bijaksana dan bertanggungjawab dalam menanggapi kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi, khususnya dalam hal penelitian dan penemuan baru tentang Kloning dan Stem
Sel.

Untuk mempermudah pemahaman, paparan berikut akan di bagi ke dalam beberapa


bagian, antara lain: (1) Pemahaman Kloning dan Stem Sel dalam Biologi; (2) Pandangan
Bioetika terhadap Kloning dan Stem Sel; (3) Pandangan Alkitabiah mengenai Kloning
dan Stem Sel; (4) Pandangan Magisterium Gereja Katolik Roma tentang Kloning dan
Stem Sel; (5) Langkah Pastoral terhadap persoalan Kloning dan Stem Sel.
Pemahaman Stem Sel (Stem Cell) dan Kloning (Cloning) dalam Biologi
Apakah itu Stem Sel?
Stem Sel adalah sel yang belum terspesialisasi dengan kemampuan memperbarui diri
sendiri dan mampu menumbuhkan satu tipe atau banyak tipe sel yang telah terspesialisasi
sesuai dengan fungsinya di dalam tubuh.1 Sel ini memiliki kemampuan untuk membelah
diri dalam periode yang tak terbatas dan mampu berkembang menjadi beberapa tipe sel
yang berbeda-beda di dalam tubuh sepanjang hidup dan menunjang pertumbuhan
manusia dan hewan.2 Stem sel ini merupakan sel yang berperan dalam perbaikan
internal, yang secara esensial membelah diri tanpa batas untuk menggantikan atau
menambah sel yang lain sepanjang manusia atau hewan itu tumbuh. Ketika Stem sel
membelah, masing-masing sel yang baru memiliki potensi sebagai stem sel atau menjadi
sel yang telah terspesialisasikan fungsinya seperti sel otot, sel darah merah, atau sel otak.
Stem sel berbeda dengan tipe-tipe sel lainnya karena memiliki 2 karakter khas: (1) Stem
sel adalah sel yang belum terspesialisasi dengan kemampuan memperbarui diri mereka
sendiri. Kemampuan memperbarui diri ini ditampakkan dengan kemampuan membelah
diri, meski sel itu tidak aktif dalam periode yang cukup panjang; (2) Bila distimulasi
secara psikologis atau percobaan tertentu, stem sel dapat dibuat/dijadikan sebagai
jaringan atau organ dengan sel khusus yang fungsinya telah terspesialisasi. Sebagai
contoh misalnya: Di dalam jaringan usus dan tulang sumsum, stem sel secara reguler
memperbaiki dan menggantikan jaringan yang mati atau rusak. Dalam organ yang lain,
seperti pankreas atau jantung, stem sel hanya membelah diri dalam kondisi yang khusus.
Ada 2 jenis stem sel dalam tubuh manusia dan binatang yakni: (1) Embryonic Stem Cells,
dan (2) Non-Embryonic Stem Cells (Somatic/Adult Stem Cells). Pada tahun 1981, para
ahli pertama kali menemukan Embryonic Stem Cells dari embrio tikus. Penelitian ini
akhirnya membawa para ahli untuk menemukan Embryonic Stem Cells pada manusia.
Penemuan Embryonic Stem Cells pada manusia terjadi pada tahun 1998. Sel ini disebut
sebagai Human Embryonic Stem Cells. Embrio yang digunakan untuk penelitian ini
pertama-tama diciptakan demi tujuan reproduksi melalui prosedur in vitro fertilization.
Ketika embrio yang diciptakan melalui in vitro fertilization tidak digunakan lagi demi
tujuan reproduksi (sisa embrio yang diciptakan dalam usaha reproduksi melalui in vitro
fertilization), embrio tersebut didonasikan demi kepentingan penelitian dengan terlebih
dahulu mendapatkan informed consent dari pendonornya.
Somatic Stem Cells atau disebut juga sebagai Adult Stem Cells adalah stem sel yang
dihasilkan dari sel tubuh (bukan dari embrio). Stem sel ini merupakan stem sel yang

dibuat dari stem sel jaringan atau organ tubuh tertentu yang pada awalnya bersifat
unipotent (satu potensi) menjadi multipotent (banyak potensi). Hingga akhirnya pada
tahun 2006 para peneliti membuat suatu breakthrough yang baru yakni mampu
mengidentifikasikan kondisi yang akan memungkinkan beberapa sel somatic (sel tubuh
manusia/hewan selain sel seks/gamet) dapat diprogram ulang (reprogrammed) secara
genetik untuk mendapatkan Stem sel. Stem sel ini disebut sebagai Induced Pluripotent
Stem Cells (IPSCs).
Stem sel amat penting untuk organisme yang hidup, sebab stem sel inilah yang
memungkinkan manusia dan hewan itu bertumbuh dan memiliki berbagai macam organ.
Ini terjadi ketika manusia dan hewan itu masih dalam taraf embrio. Ketika embrio berusia
3-5 hari, atau yang disebut sebagai blastokista. Pada saat itu, embryoblast (yang akan
tumbuh sebagai janin) memiliki sifat pluripotent (banyak potensi). Embryoblast inilah
yang akan tumbuh menjadi organisme utuh dengan sel-sel yang mulai terspesialisasi
dengan banyak fungsi. Selain di dalam blastokista, stem sel juga terdapat di tali pusar,
darah, sumsum tulang belakang, otak, kornea mata, dll.3 Stem sel ini dapat mengganti sel
yang rusak ataupun membelah diri membentuk sel yang baru (baik yang belum
terspesialisasi maupun yang telah terspesialisasi). Dengan ditemukannya kemampuan
regeneratif yang unik pada Stem sel ini, penelitian tentang Stem sel berlanjut untuk
menyediakan potensi baru bagi pengobatan beberapa penyakit seperti diabetes dan
penyakit jantung.
Embryonic Stem Cells
Sesuai dengan namanya, Embryonic Stem Cells didapatkan dari embrio. Sebagian besar
Embryonic Stem Cells didapatkan dari embrio yang berkembang dari sel telur yang telah
dibuahi melalui prosedur in vitro fertilization (pembuahan artifisial) . Embryonic Stem
Cells tidak pernah didapatkan dari sel telur yang telah dibuahi di dalam rahim
perempuan. Embrio yang darinya Embryonic Stem Cells didapatkan adalah embrio yang
berumur 3-5 hari, ketika embrio mengalami perkembangan sebagai blastokista.
Blastokista terdiri dari 3 struktur: (1) Trophoblast: lapisan tipis bagian luar, bagian ini
akan menjadi plasenta (ari-ari) yang akan menyampaikan makanan yang berasal dari
ibunya; (2) kelompok Blastocoels: rongga di dalam blastokista yang berisi cairan yang
nantinya akan berkembang menjadi air ketuban; (3) Embryoblast: sekelompok sel yang
terletak di dalam trophoblast yang nantinya akan berkembang menjadi janin. Akan tetapi
setelah adanya penelitian tentang Stem sel, dimana Stem sel diambil dari embryoblast
yang menyebabkan kematian blastokista, maka nama sel itu berubah menjadi inner cell
mass.4
Embryonic Stem Cells pada manusia dilakukan dengan cara mentransfer embryoblast
(inner cell mass/ICM) ke dalam sebuah mangkuk pembiakan di laboratorium yang telah
diberi nutrisi yang disebut sebagai culture-medium. Sel tersebut lalu membelah diri dan
berkembang biak di permukaan mangkuk. Permukaan mangkuk dilapisi dengan sel kulit
embryonic dari tikus yang telah direkayasa sehingga mereka tidak akan membelah diri.
Setelah beberapa bulan tumbuh di mangkuk culture, sel-sel itu mulai membelah diri tanpa
terdiferensiasi. Sel-sel ini memiliki kemampuan untuk membentuk sel-sel dalam tubuh

seperti sel otot, darah, syaraf, dan sel-sel yang lain. Kemampuan untuk berkembang biak
dan pertumbuhan dari inner cell mass yang telah ditransfer dari blastokista ini
menjanjikan suatu kemajuan dalam bidang kedokteran dalam hal pengobatan penyakitpenyakit seperti penyakit jantung, Parkinson, hingga leukemia. Sel-sel yang membelah
diri dan membiakan diri tanpa terdiferensiasi (terspesialisasi) ini bersifat pluripotent dan
inilah yang disebut sebagai human embryonic stem cells (stem sel dari embrio manusia).5
Adult Stem Cells (Somatic Stem Cells)
Adult Stem Cell ini adalah Stem sel yang didapatkan bukan dari embrio, melainkan dari
sel-sel yang telah terdiferensiasi dalam tubuh manusia dan hewan. Dengan demikian,
Adult Stem Cell ini termasuk sebagai Non Embryonic Stem Cells. Adult stem cell (stem
sel dewasa) ini juga sering disebut sebagai somatic stem cell (stem sel somatic). Somatic
stem cell adalah sel-sel yang belum terdiferensiasi yang ditemukan diantara sel-sel
terdiferensiasi dalam jaringan atau organ. Sel itu dapat memperbarui diri sendiri dan
dapat menjadi sel yang telah terdiferensiasi untuk menghasilkan beberapa atau seluruh
tipe sel yang telah terspesifikasi dalam jaringan atau organ tertentu. Peranan pertama dari
somatic stem cell dalam organisme hidup adalah untuk memelihara dan memperbaiki
jaringan dimana somatic stem cell ditemukan. Apabila dalam embryonic stem cell, asal
muasal stem sel terletak pada inner cell mass, dalam somatic stem cell, asal muasal stem
sel ini masih dalam penelitian khusus dari para ilmuwan. Setelah diadakan penelitian
yang panjang, para ahli ternyata menemukan bahwa somatic stem cell terdapat di dalam
banyak jaringan, lebih banyak dari yang mereka pikirkan sebelumnya. Penemuan ini
telah membawa para peneliti dan para ilmuwan di bidang kedokteran bekerja keras untuk
menemukan lebih lanjut kemungkinan penggunaan somatic stem cell ini dalam proses
transplantasi jaringan atau organ. Hingga saat ini, para ilmuwan menemukan bahwa
somatic stem cell juga terdapat di jantung dan otak. Apabila proses diferensiasi somatic
stem cell ini dapat dikontrol/dikendalikan di laboratorium, sel-sel ini dapat menjadi
penemuan luar biasa bagi kemajuan bidang kedokteran, khususnya untuk kepentingan
transplantasi jaringan.6
Induced Pluripotent Stem Cells (IPSCs)
Secara sederhana, Induced Pluripotent Stem Cells (IPSCs) adalah tipe stem sel
pluripotent, yang memiliki kemampuan sama dengan embryonic stem cell, namun
dibentuk dengan memasukkan gen ke dalam somatic sel. Induced Pluripotent Stem Cells
ini didapatkan dengan memprogram ulang (reprogramming) sel menjadi tipe sel yang
spesifik hingga seperti embryonic stem cells dengan memasukkan gen-gen. Induced
Pluripotent Stem Cells ini adalah hasil dari rekayasa genetika terhadap sel somatic hingga
menghasilkan sel dengan sifat pluripotent sebagaimana embryonic stem cell. Induced
Pluripotent Stem Cells pertama kali dilaporkan pada tahun 2006, yakni Induced
Pluripotent Stem Cell pada tikus. Sedangkan Induced Pluripotent Stem Cells pada
manusia dilaporkan pertama kali pada tahun 2007.
Penemuan Induced Pluripotent Stem Cells ini mendukung perkembangan dalam bidang
kedokteran dan obat-obatan. Para ahli berharap dapat menggunakannya dalam

pengobatan dengan menggunakan model transplantasi. Bahkan beberapa penelitian


selanjutnya, para ahli mulai mengembangkan reprogramming pada virus dan
memasukkannya ke somatic sel. Harapannya, penelitian ini dapat menghasilkan obatobatan bagi berbagai macam penyakit. Para ahli berharap bahwa penemuan IPSCs ini
dapat memajukan dunia pengobatan dengan memprogram ulang sel agar dapat menjadi
sel dengan sifat pluripotent yang akan memperbaiki jaringan-jaringan yang rusak dalam
tubuh manusia.7
Kloning
Dalam bukunya yang berjudul Problem Etis Kloning Manusia, CB. Kusmaryanto, SCJ
mengungkapkan bahwa istilah Kloning berasal dari kata Klon (Yunani) yang artinya:
tunas. Oleh karena itu, secara sederhana, kloning dapat dipahami sebagai suatu metode
reproduksi biologis tanpa menggunakan sel seks (reproduksi aseksual). Reproduksi
aseksual adalah reproduksi yang terjadi tanpa peleburan sel sperma dan sel telur. Caracara reproduksi ini dapat dilakukan dengan membelah diri ataupun dengan model stek
pada tanaman singkong.8 Dalam bioetika, kloning dipahami sebagai sebuah bentuk usaha
menciptakan replika gen yang memunculkan organisme sama persis dengan organisme
induknya. Reproduksi dengan cara kloning ini akan menghasilkan organisme dengan
informasi genetik sama. Ada 3 macam cara untuk melakukan reproduksi dengan kloning:
embryo splitting: pemisahan embrio. Pemisahan embrio ini dilakukan pada embrio biasa
(peleburan sel sperma dan sel telur) ketika memasuki tahap pre-nidasi, yakni ketika
embrio memiliki sifat totipotent. Pada tahap ini, embrio terdiri dari 8 sel yang memiliki
kemampuan untuk berkembang menjadi individu. Apabila ke-8 sel itu dipisahkan, maka
akan menjadi 8 individu. Pada tahap itulah sel-sel tersebut dipisahkan sehingga akan
menghasilkan 8 individu yang memiliki kesamaan genetis. Hal ini terjadi juga dalam
kasus anak kembar dimana satu sel telur yang telah dibuahi menjadi dua individu karena
proses pemisahan pada tahap totipotent tesebut.9
Recombinant DNA Technology
Recombinant DNA Technology adalah cara mengklon organisme dengan
menggabungkan gen yang akan diklon dengan sebuah vektor. Vektor ini bisa plasmide,
bacteriophage, Yeast Artificial Cosmide, dll. DNA baru yang disebut sebagai recombinant
DNA sekurang-kurangnya harus terdiri dari dua bit DNA, yakni gen dan vektornya, lalu
sesudahnya diletakkan dalam organisme yang cocok, misalnya bakteri atau ragi.
Perpaduan antara gen dan vektor ini akan mengalami pembiakan di dalam organisme
tersebut sehingga terjadi kloning sel. Sel-sel ini memiliki gen yang sama.10
Somatic Cell Nuclear Transfer
Somatic Cell Nuclear Transfer adalah metode kloning dengan menggunakan inti sel
somatic (nukleus sel somatic) yang ditanamkan ke dalam sel telur yang telah dibuang inti
selnya. Setelahnya, sel tersebut dirangsang dengan listrik yang memungkinkan terjadinya
pertumbuhan sel tersebut. Ternyata sel tersebut mampu berkembang menjadi embrio yang
kemudian dimasukkan ke dalam rahim binatang/wanita yang sudah dipersiapkan secara
biologis untuk dapat menerima dan mengembangkan embrio kloning. Teknik ini

digunakan untuk mendapatkan Dolly (kloning pada biri-biri). Secara genetis, embrio baru
itu memiliki gen yang sama dengan induknya (gen dalam nukleus somatic sel yang telah
ditanamkan dalam sel telur yang telah dibuang inti selnya ).11

Anda mungkin juga menyukai