Anda di halaman 1dari 8

1.

1 Pandangan Islam terhadap Politik


Kata Politik berasal dari bahasa latin Politicos, artinya sesuatu yang
berhubungan dengan warga Negara dan warga kota. Sebenarnya pengertian Politik
sebagai kata
benda ada tiga, yaitu :
-

Pengetahuan mengenai kenegaraan


Segala urusan dan tindakan mengenai pemerintahan atau terhadap negara lain
Kebijakan, cara bertindak dalam menangani suatu masalah
Islam adalah agama yang mengikat segala sesuatunya dengan aturan

agama, begitu pula didalam urusan politik ini. Islam tidak mengenal adanya
penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, meskipun tujuan itu mulia. Islam tidak hanya
melihat hasil tetapi juga proses untuk mendapatkan hasil. Oleh karena itu didalam berpolitik
pun seorang politisi maupun pemimpin islam diharuskan berpegang dengan ramburambu syariah dan akhlak mulia. Dengan kata lain bahwa segala cara berpolitik yang
bertentangan dengan syariah atau melanggar norma-norma agama dan akhlak islam maka ia
dilarang. Alquran dan hadits tidak secara khusus menjelaskan tentang bagaimana cara berpolitik
yang baik dan benar, akan tetapi dalam pedoman agama islam tersebut beberapa
konsep dan nilai dasar pemikiran politik yang dapat digunakan untuk mengatur suatu
Negara.
Politik dalam literasi Islam dikenal dengan istilah siyasah yang berarti
pengaturan masalah keummatan. Islam sendiri sangat menekankan pentingnya
siyasah. Bahkan, Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap
urusan ummat. Akan tetapi jika siyasah diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka
sesungguhnya Islam memandang kekuasaan hanya sebagai sarana menyempurnakan
pengabdian kepada Allah. Tetapi, Islam juga tidak pernah melepaskan diri dari
masalah kekuasaan.
Orientasi utama terkait dengan masalah kekuasaan ialah menegaknya hukumhukum Allah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ialah
kekuasaan Allah. Sementara, manusia pada dasarnya sama sekali tidak memiliki
kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan mutlak seorang manusia
atas manusia yang lain, karena yang demikian ini bertentangan dengan doktrin Laa

ilaha illallah yang telah membebaskan manusia dari segenap thaghut (tiran).
Sehingga, kekuasaan manusia yang menentang hukum-hukum Allah adalah tidak
sah.
Islam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat.
Kehidupan dunia harus diatur sebagus mungkin sehingga manusia bisa mengabdi
kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan di dunia tersebut harus
senantiasa tegak diatas aturan-aturan din. Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan
siyasah dalam Islam : iqamatud din (hirasatud din) wa siyasatud dunya (menegakkan
din dan mengatur urusan dunia).
Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus
diwujudkan. Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik
pada umumnya dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa
Islam harus ditegakkan dengan dua hal : Al-Quran dan pedang. Al-Quran
merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan
politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Quran.
1.2 Pandangan Islam terhadap Ekonomi
Banyak ayat Al-Quran yang menyerukan penggunaan kerangka kerja
perekonomian Islam, diantaranya Aurah Al-Baqarah ayat 60 dan Al-Maaidah ayat 87
88 yang semua ayatnya merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Quran
dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam
mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah.
Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik
materi maupun non materi.
Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau
harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Adapun nilai nilai yang harus diperhatikan, yaitu:

1. Keadilan dan Persaudaraan Menyeluruh


Keadilan Sosial
Islam menganggap umat manusia sebagai suatu keluarga. Karenanya, semua anggota
keluarga ini mempunyai derajat yang sama di hadapan Allah. Hukum Allah tidak
membedakan yang kaya dan yang miskin, demikian juga tidak membedakan yang
hitam dan yang putih. Secara sosial, nilai yang membedakan satu dengan yang lain
adalah ketakwaan, ketulusan hati, kemampuan dan pelayanannya pada manusia.
Keadilan Ekonomi
Konsep persaudaraan dan perlakuan yang sama bagi setiap individu dalam
masyarakat dan dihadapan hukum harus diimbangi oleh keadilan ekonomi. Tanpa
pengimbangan tersebut, sosial kehilangan makna. Dengan keadilan ekonomi, setiap
individu akan mendapatkan haknya sesuai dengan kontribusi masing-masing kepada
masyarakat. Setiap individu pun harus terbebaskan dari eksploiasi individu lainnya.
Islam dengan tegas melarang seorang muslim merugikan orang lain.
Peringatan akan ketidakadilan dan eksploitasi ini dimaksudkan untuk melindungi
hak-hak individu dalam masyarakat, juga untuk meningkatkan kiesejahteraan umum
sebagai tujuan utama Islam.
2.

Keadilan Distribusi Pendapatan


Cara mengatasi kesenjangan yang terjadi di dalam distribusi pendapatan

adalah berikut ini.


-

Menghapuskan monopoli, kecuali oleh pemerintah, untuk bidang-bidang

tertentu.
Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses

ekonomi, baik produksi, distribusi, sirkulasi maupun konsumsi.


Menjamin basic needs fulfillment ( pemenuhan kebutuhan dasar hidup ) setiap
anggota masyarakat.

Melaksanakan amanah at-takaaful al-ijtimaI social economic security


insurance dimana yang mampu menanggung dan membantu yang tidak

mampu.
3. Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial
Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak
bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu
tidak melangkahi hak-hak orang lain.
1.3 Pandangan Islam terhadap Seni
Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat
yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di AlQuran mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian
dan keindahannya. Allah berfirman: Maka apakah mereka tidak melihat ke langit
yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan
tiada baginya sedikit pun retak-retak? [QS 50: 6]. Ajakan-ajakan kepada manusia
yang telah diberikan kepada manusia menunjukkan pada dasarnya manusia
dianugerahi Allah potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan.
Seni merupakan fitrah dan naluri alami manusia. Kemampuan ini yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Karena itu, mustahil bila Allah
melarang manusia untuk melakukan kegiatan berkesenian. Nabi Muhammad Saw
sangat menghargai keindahan.
Pembatasan-pembatasan terhadap kesenian karena adanya sikap kehati-hatian
dari kaum Muslim. Kehati - hatian itu dimaksudkan agar mereka tidak terjerumus
kepada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. M Quraish Shihab
menjelaskan bahwa Umar Ibnul Khaththab, khalifah kedua, pernah berkata, Umat
Islam meninggalkan dua pertiga dari transaksi ekonomi karena khawatir terjerumus
ke dalam haram [riba]. Ucapan ini benar adanya, dan agaknya ia juga dapat menjadi
benar jika kalimat transaksi ekonomi diganti dengan kesenian [Wawasan Al-Quran].

Atas dasar kehati-hatian ini pulalah hendaknya dipahami hadits-hadits yang


melarang menggambar atau melukis dan memahat makhluk-makhluk hidup. Apabila
seni membawa manfaat bagi manusia, memperindah hidup dan hiasannya yang
dibenarkan agama, mengabadikan nilai-nilai luhur dan menyucikannya, serta
mengembangkan serta memperhalus rasa keindahan dalam jiwa manusia, maka
sunnah Nabi mendukung, tidak menentangnya.
Seni yang didasarkan pada nilai-nilai Islam [agama/ketuhanan] inilah yang
menjadi pembeda antara seni Islam dengan ragam seni yang lain. Tetapi seni Islam
tidak harus berbicara tentang Islam. Kesenian Islam tak harus berbicara tentang
Islam. Ia tak harus berupa nasehat langsung atau anjuran berbuat kebajikan, bukan
juga penampilan abstrak tentang aqidah. Tetapi seni yang Islami adalah seni yang
menggambarkan wujud dengan bahasa yang indah serta sesuai dengan fitrah
manusia. Kesenian Islam membawa manusia kepada pertemuan yang sempurna
antara keindahan dan kebenaran.
1.4 Pandangan Islam tentang Kesehatan
Kesehatan merupakan salah satu hak bagi tubuh manusia demikian sabda
Nabi Muhammad SAW. Karena kesehatan merupakan hak asasi manusia, sesuatu
yang sesuai dengan fitrah manusia, maka Islam menegaskan perlunya istiqomah
memantapkan dirinya dengan menegakkan agama Islam. Satu-satunya jalan dengan
melaksanakan perintah-perintah-Nya dan meninggalkan larangan-Nya. Allah
berfirman:
Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan
penyembuh-penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang berada) dalam dada dan
petunjuk dan rahmat bagi orang-orangnya yang beriman (QS:Yunus 57).
Tujuan Islam mengajarkan hidup yang bersih dan sehat adalah menciptakan
individu dan masyarakat yang sehat jasmani, rokhani, dan sosial sehingga umat
manusia mampu menjadi umat yang pilihan.

Majelis Ulama Indonesia (MUI), misalnya, dalam Musyawarah Nasional


Ulama tahun 1983 merumuskan kesehatan sebagai ketahanan jasmaniah, ruhaniah,
dan sosial yang dimiliki manusia, sebagai karunia Allah yang wajib disyukuri dengan
mengamalkan (tuntunan-Nya), dan memelihara serta mengembangkannya.
Dalam konteks kesehatan fisik, misalnya ditemukan sabda Nabi Muhammad
Saw:
Sesungguhnya badanmu mempunyai hak atas dirimu.
Demikian Nabi Saw menegur beberapa sahabatnya yang bermaksud
melampaui batas beribadah, sehingga kebutuhan jasmaniahnya terabaikan dan
kesehatannya terganggu. Pembicaraan literatur keagamaan tentang kesehatan fisik,
dimulai dengan meletakkan prinsip pencegahan lebih baik daripada pengobatan.
Karena itu dalam konteks kesehatan ditemukan sekian banyak petunjuk Kitab Suci
dan Sunah Nabi Saw. yang pada dasarnya mengarah pada upaya pencegahan. Salah
satu sifat manusia yang secara tegas dicintai Allah adalah orang yang menjaga
kebersihan. Tobat menghasilkan kesehatan mental, sedangkan kebersihan lahiriah
menghasilkan kesehatan fisik.
Wahyu kedua (atau ketiga) yang diterima Nabi Muhammad SAW adalah:
Dan bersihkan pakaianmu dan tinggalkan segala macam kekotoran
(QS Al-Muddatstsir [74]: 4-5).
Perintah tersebut berbarengan dengan perintah menyampaikan ajaran agama
dan membesarkan nama Allah SWT. Terdapat hadis yang amat populer tentang
kebersihan yang berbunyi:

Kebersihan adalah bagian dari iman.


Dalam konteks kesehatan mental Nabi SAW juga mengisyaratkan bahwa ada
keluhan fisik yang terjadi karena gangguan mental. Seseorang datang mengeluhkan

penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat berkali-kali, tetapi tidak
kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi SAW bahwa, "Perut saudaramu berbohong"
(HR Bukhari).
Pandangan Islam tentang penyakit-penyakit mental mencakup banyak hal,
yang boleh jadi tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern. Dalam AlQuran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fi qulubihim maradh.Kata qalb atau
qulub dipahami dalam dua makna, yaitu akal dan hati. Sedang kata maradh biasa
diartikan sebagai penyakit. Secara rinci pakar bahasa Ibnu Faris mendefinisikan kata
tersebut sebagai "Segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas
keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan
kepada tidak sempurnanya amal seseorang."
Terlampauinya batas kesimbangan tersebut dapat berbentuk gerak ke arah
berlebihan, dan dapat pula ke arah kekurangan. Dari sini dapat dikatakan bahwa AlQuran memperkenalkan adanya penyakit-penyakit yang menimpa hati dan yang
menimpa akal.
Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan adalah semacam
kelicikan, sedangkan yang bentuknya karena kekurangan adalah ketidaktahuan akibat
kurangnya pendidikan. Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda.
Seseorang yang tidak tahu serta tidak menyadari ketidaktahuannya pada hakikatnya
menderita penyakit akal berganda. Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan
penderitanya pada keraguan dan kebimbangan. Penyakit-penyakit kejiwaan pun
beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme,
loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang.
Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena
kekurangannya.
Yang akan memperoleh keberuntungan di hari kemudian adalah
mereka yang terbebas dari penyakit-penyakit tersebut, seperti
bunyi firman Allah dalam surat Al-Syu'ara' (26): 88-89:

Pada hari (akhirat) harta dan anak-anak tidak berguna


(tetapi yang berguna tiada lain) kecuali yang datang
kepada Allah dengan hati yang sehat.
Islam mendorong manusia agar memiliki kalbu yang sehat dari
segala macam penyakit dengan jalan bertobat, dan mendekatkan
diri kepada Tuhan, karena:
Sesungguhnya dengan mengingat Allah jiwa akan
memperoleh ketenangan (QS Al-Ra'd [13]: 28).
Itulah sebagian tuntunan Al-Quran dan Sunnah Nabi Saw. tentang
kesehatan.[]

Anda mungkin juga menyukai