agama, begitu pula didalam urusan politik ini. Islam tidak mengenal adanya
penghalalan segala cara untuk mencapai tujuan, meskipun tujuan itu mulia. Islam tidak hanya
melihat hasil tetapi juga proses untuk mendapatkan hasil. Oleh karena itu didalam berpolitik
pun seorang politisi maupun pemimpin islam diharuskan berpegang dengan ramburambu syariah dan akhlak mulia. Dengan kata lain bahwa segala cara berpolitik yang
bertentangan dengan syariah atau melanggar norma-norma agama dan akhlak islam maka ia
dilarang. Alquran dan hadits tidak secara khusus menjelaskan tentang bagaimana cara berpolitik
yang baik dan benar, akan tetapi dalam pedoman agama islam tersebut beberapa
konsep dan nilai dasar pemikiran politik yang dapat digunakan untuk mengatur suatu
Negara.
Politik dalam literasi Islam dikenal dengan istilah siyasah yang berarti
pengaturan masalah keummatan. Islam sendiri sangat menekankan pentingnya
siyasah. Bahkan, Islam sangat mencela orang-orang yang tidak mau tahu terhadap
urusan ummat. Akan tetapi jika siyasah diartikan sebagai orientasi kekuasaan, maka
sesungguhnya Islam memandang kekuasaan hanya sebagai sarana menyempurnakan
pengabdian kepada Allah. Tetapi, Islam juga tidak pernah melepaskan diri dari
masalah kekuasaan.
Orientasi utama terkait dengan masalah kekuasaan ialah menegaknya hukumhukum Allah di muka bumi. Ini menunjukkan bahwa kekuasaan tertinggi ialah
kekuasaan Allah. Sementara, manusia pada dasarnya sama sekali tidak memiliki
kekuasaan. Bahkan Islam menentang adanya penguasaan mutlak seorang manusia
atas manusia yang lain, karena yang demikian ini bertentangan dengan doktrin Laa
ilaha illallah yang telah membebaskan manusia dari segenap thaghut (tiran).
Sehingga, kekuasaan manusia yang menentang hukum-hukum Allah adalah tidak
sah.
Islam memandang kehidupan dunia sebagai ladang bagi kehidupan akhirat.
Kehidupan dunia harus diatur sebagus mungkin sehingga manusia bisa mengabdi
kepada Allah secara lebih sempurna. Tata kehidupan di dunia tersebut harus
senantiasa tegak diatas aturan-aturan din. Konsep ini sering dianggap mewakili tujuan
siyasah dalam Islam : iqamatud din (hirasatud din) wa siyasatud dunya (menegakkan
din dan mengatur urusan dunia).
Tegaknya hukum-hukum Allah di muka bumi merupakan amanah yang harus
diwujudkan. Hukum-hukum tersebut tidak akan mungkin bisa tegak tanpa politik
pada umumnya dan kekuasaan pada khususnya. Ibnu Taimiyyah mengatakan bahwa
Islam harus ditegakkan dengan dua hal : Al-Quran dan pedang. Al-Quran
merupakan sumber hukum-hukum Allah sedangkan pedang melambangkan kekuatan
politik atau kekuasaan yang menjamin tegaknya isi Al-Quran.
1.2 Pandangan Islam terhadap Ekonomi
Banyak ayat Al-Quran yang menyerukan penggunaan kerangka kerja
perekonomian Islam, diantaranya Aurah Al-Baqarah ayat 60 dan Al-Maaidah ayat 87
88 yang semua ayatnya merupakan penentuan dasar pikiran dari pesan Al-Quran
dalam bidang ekonomi. Dari ayat-ayat tersebut dapat dipahami bahwa Islam
mendorong penganutnya untuk menikmati karunia yang telah diberikan oleh Allah.
Karunia tersebut harus didayagunakan untuk meningkatkan pertumbuhan, baik
materi maupun non materi.
Islam juga mendorong penganutnya berjuang untuk mendapatkan materi atau
harta dengan berbagai cara, asalkan mengikuti rambu-rambu yang telah ditetapkan.
Adapun nilai nilai yang harus diperhatikan, yaitu:
tertentu.
Menjamin hak dan kesempatan semua pihak untuk aktif dalam proses
mampu.
3. Kebebasan Individu dalam Konteks Kesejahteraan Sosial
Kebebasan individu dalam kerangka etika Islam diakui selama tidak
bertentangan dengan kepentingan sosial yang lebih besar atau sepanjang individu itu
tidak melangkahi hak-hak orang lain.
1.3 Pandangan Islam terhadap Seni
Seni merupakan ekspresi keindahan. Dan keindahan menjadi salah satu sifat
yang dilekatkan Allah pada penciptaan jagat raya ini. Allah melalui kalamnya di AlQuran mengajak manusia memandang seluruh jagat raya dengan segala keserasian
dan keindahannya. Allah berfirman: Maka apakah mereka tidak melihat ke langit
yang ada di atas mereka, bagaimana Kami meninggikannya dan menghiasinya, dan
tiada baginya sedikit pun retak-retak? [QS 50: 6]. Ajakan-ajakan kepada manusia
yang telah diberikan kepada manusia menunjukkan pada dasarnya manusia
dianugerahi Allah potensi untuk menikmati dan mengekspresikan keindahan.
Seni merupakan fitrah dan naluri alami manusia. Kemampuan ini yang
membedakan manusia dengan makhluk yang lain. Karena itu, mustahil bila Allah
melarang manusia untuk melakukan kegiatan berkesenian. Nabi Muhammad Saw
sangat menghargai keindahan.
Pembatasan-pembatasan terhadap kesenian karena adanya sikap kehati-hatian
dari kaum Muslim. Kehati - hatian itu dimaksudkan agar mereka tidak terjerumus
kepada hal-hal yang bertentangan dengan nilai-nilai Islam. M Quraish Shihab
menjelaskan bahwa Umar Ibnul Khaththab, khalifah kedua, pernah berkata, Umat
Islam meninggalkan dua pertiga dari transaksi ekonomi karena khawatir terjerumus
ke dalam haram [riba]. Ucapan ini benar adanya, dan agaknya ia juga dapat menjadi
benar jika kalimat transaksi ekonomi diganti dengan kesenian [Wawasan Al-Quran].
penyakit perut yang diderita saudaranya setelah diberi obat berkali-kali, tetapi tidak
kunjung sembuh dinyatakan oleh Nabi SAW bahwa, "Perut saudaramu berbohong"
(HR Bukhari).
Pandangan Islam tentang penyakit-penyakit mental mencakup banyak hal,
yang boleh jadi tidak dijangkau oleh pandangan ilmu kesehatan modern. Dalam AlQuran tidak kurang sebelas kali disebut istilah fi qulubihim maradh.Kata qalb atau
qulub dipahami dalam dua makna, yaitu akal dan hati. Sedang kata maradh biasa
diartikan sebagai penyakit. Secara rinci pakar bahasa Ibnu Faris mendefinisikan kata
tersebut sebagai "Segala sesuatu yang mengakibatkan manusia melampaui batas
keseimbangan/kewajaran dan mengantar kepada terganggunya fisik, mental, bahkan
kepada tidak sempurnanya amal seseorang."
Terlampauinya batas kesimbangan tersebut dapat berbentuk gerak ke arah
berlebihan, dan dapat pula ke arah kekurangan. Dari sini dapat dikatakan bahwa AlQuran memperkenalkan adanya penyakit-penyakit yang menimpa hati dan yang
menimpa akal.
Penyakit-penyakit akal yang disebabkan bentuk berlebihan adalah semacam
kelicikan, sedangkan yang bentuknya karena kekurangan adalah ketidaktahuan akibat
kurangnya pendidikan. Ketidaktahuan ini dapat bersifat tunggal maupun ganda.
Seseorang yang tidak tahu serta tidak menyadari ketidaktahuannya pada hakikatnya
menderita penyakit akal berganda. Penyakit akal berupa ketidaktahuan mengantarkan
penderitanya pada keraguan dan kebimbangan. Penyakit-penyakit kejiwaan pun
beraneka ragam dan bertingkat-tingkat. Sikap angkuh, benci, dendam, fanatisme,
loba, dan kikir yang antara lain disebabkan karena bentuk keberlebihan seseorang.
Sedangkan rasa takut, cemas, pesimisme, rendah diri dan lain-lain adalah karena
kekurangannya.
Yang akan memperoleh keberuntungan di hari kemudian adalah
mereka yang terbebas dari penyakit-penyakit tersebut, seperti
bunyi firman Allah dalam surat Al-Syu'ara' (26): 88-89: