Anda di halaman 1dari 27

BAB 1

STATUS PASIEN

1.1 Identitas Pasien


Nama Pasien : Ny. DS
Jenis Kelamin : Wanita
Umur : 32 th
Alamat : Jojoran III A, Surabaya, Jawa Timur
Agama : Islam
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : SD
Status : Menikah
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
No. Registrasi : 643401
1.2 Anamnesis
Keluhan Utama : Kedua mata bertambah kabur
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke Poli Mata RSU Haji Surabaya dengan keluhan
pandangan bertambah kabur pada kedua mata tanpa mata merah sejak 1 bulan
yang lalu. Kabur dirasakan saat melihat jauh, kabur terasa terus-menerus
walaupun sudah menggunakan kacamata yang dipakai sejak 2 tahun yang lalu.
Pasien mengatakan penglihatannya jelas saat melihat atau membaca dengan
jarak dekat.
Keluhan lain seperti mata nerocoh, silau, mata kering, melihat seperti
kabut, mengganjal, pandangan menyempit, sering menabrak-nabrak dan cekot-
cekot disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu :
- Riwayat Kacamata (+) 2 tahun ini OD S-1,25 C-0,75 X150, OS S-1,25 C-
1,00 X180
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
- Riwayat Trauma (-)

1
Riwayat Penyakit Keluarga :
- Riwayat Kaca Mata (+) Ibu
- Riwayat Diabetes (-)
- Riwayat Hipertensi (-)
Riwayat Sosial :
- Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
1.3 Pemeriksaan
a. Tajam Penglihatan
OD 0,2 cc S -2,00 C -0,75 A 150 1,0
OS 0,2 cc S -2,00 C -1,00 A 10 1,0
PD 62
b. Tekanan Intra Okuler
OD : 17,3 mmHg
OS : 17,3 mmHg
c. Pergerakan Bola Mata
OD OS

Baik Segala Arah Baik Segala Arah

d. Segmen Anterior

OD OS

Edema (-), Hiperemi (-) Palpebra Edema (-), Hiperemi (-)

Hiperemi (-), sekret (-) Konjungtiva Hiperemi (-), Sekret (-)

Jernih Kornea Jernih

2
Jernih & Dalam Bilik Mata Depan Jernih & Dalam

Kripte regular, warna coklat Iris Kripte regular, warna


coklat

Bulat, 3 mm, Reflek Pupil Bulat, 3 mm, Reflek


cahaya langsung/tak cahaya langsung/tak
langsung +/+ langsung +/+

Jernih Lensa Jernih

e. Segmen Posterior
OD OS

(+) Fundus Reflek (+)

Batas tegas, warna normal, Papil Nervus II Batas tegas, warna normal,
CDR 0,3, NVD (-) CDR 0,3, NVD (-)

Perdarahan (-), eksudat (-), Retina Perdarahan (-), eksudat (-),


mikroaneusrisma (-), NVE (- mikroaneusrisma (-),NVE
), detachment (-) (-), detachment (-)

A:V2:3 Vaskuler A:V2:3

Oedema (-) R. Fovea (+) Makula Oedema (-) R. Fovea (+)

Jernih Vitreus Jernih

1.4 Daftar Masalah


- keluhan pandangan bertambah kabur pada kedua mata tanpa mata merah
sejak 1 bulan yang lalu. Kabur dirasakan saat melihat jauh. Kabur terasa
terus-menerus walaupun sudah menggunakan kacamata yang dipakai sejak
2 tahun yang lalu.
- Pasien juga merasakan pusing didaerah kening sejak 1 bulan yang lalu
bersamaan dengan keluhan pandangan bertambah kabur.

3
- Riwayat Kacamata (+) 2 tahun ini OD S-1,25 C-0,75 A150, OS S-1,25 C-
1,00 A180
- Tajam Penglihatan
OD 0,2 cc S -2,00 C -0,75 A 150 1,0
OS 0,2 cc S -2,00 C -1,00 A 10 1,0
1.5 Diagnosis
ODS Astigmatisme Miopia Kompositus
1.6 Planning
- Diagnostik : -
- Terapi : Kacamata
- Monitoring :
o Keluhan pasien
o Visus
o Segmen Anterior
o Segmen Posterior
o Kontrol 1 tahun lagi
1.7 Edukasi :
Mengedukasikan kepada pasien bahwa pasien mengalami kelainan refraksi
pada kedua mata, yang dinamakan Astigmat Miop Kompositus.
Mengedukasikan untuk selalu memakai kacamata, dan jika membaca
usahakan dengan penerangan yang cukup, posisi yang baik, dan dengan
jarak sesiku. Setiap setelah melihat computer atau telivisi atau pekerjaan
yang memerlukan focus lebih, beristirahatlah setiap 20 menit selama 20
detik, untuk melihat dengan jarak 20 feet.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi Susunan Optik Mata


Mata secara optik dapat disamakan dengan sebuah kamera fotografi. Mata
mempunyai sistem lensa, sistem apertura yang dapat berubah-ubah (pupil), dan
retina yang dapat disamakan sebagai film. Sistem lensa mata terdiri atas empat
perbatasan refraksi, yaitu: 1
1. Perbatasan antara permukaan anterior kornea dan udara
2. Perbatasan antara permukaan posterior kornea dan humor aqueous
3. Perbatasan antara humor aqueous dan permukaan anterior lensa
mata
4. Perbatasan antara permukaan posterior lensa dan humor vitreous
Indeks internal udara adalah 1; kornea 1,38; humor aquosus 1,33; lensa
kristalina (rata-rata) 1.,40; dan humor vitreous 1,34. 1

Gambar 2.1 Bola mata, bulbus oculi; potongan horisontal skematis setinggi
jalur keluarnya saraf penglihatan

5
Gambar 2.2 Mata sebagai sebuah kamera. Angka-angka di atas adalah indeks
bias

Sekitar dua pertiga dari daya bias mata 59 dioptri dihasilkan oleh
permukaan anterior kornea (bukan oleh lensa mata). Alasan utama dari
pemikiran ini ialah karena indeks bias kornea sangat berbeda dari indeks bias
udara, sementara indeks bias lensa mata tidak jauh berbeda dengan indeks bias
humor aquosus dan humor vitreous.1
Lensa interna mata, yang secara normal bersinggungan dengan cairan di
setiap permukaannya, memiliki daya bias total hanya 20 dioptri, kira-kira
sepertiga dari daya bias total mata. Namun, lensa internal ini penting karena
sebagai respons terhadap sinyal saraf dari otak, lengkung permukaannya dapat
mencembung sehingga dapat memungkinkan terjadinya akomodasi.1
Sama seperti pembentukan bayangan oleh kaca mata pada secarik kertas,
sistem lensa mata juga dapat membentuk bayangan di retina. Bayangan ini
terbalik dari benda aslinya. Namun demikian persepsi otak terhadap benda tetap
dalam keadaan tegak, tidak terbalik seperti bayangan yang terjadi di retina,
karena otak sudah dilatih menangkap bayangan yang terbalik itu sebagai
keadaan normal.1
2.2. Media Refraksi
Hasil pembiasan sinar pada mata ditentukan oleh media penglihatan yang
terdiri atas kornea, aqueous humor (cairan mata), lensa, badan vitreous (badan
kaca), dan panjangnya bola mata. Pada orang normal susunan pembiasan oleh
media penglihatan dan panjang bola mata sedemikian seimbang sehingga

6
bayangan benda setelah melalui media penglihatan dibiaskan tepat di daerah
makula lutea. Mata yang normal disebut sebagai mata emetropia dan akan
menempatkan bayangan benda tepat di retinanya pada keadaan mata tidak
melakukan akomodasi atau istirahat melihat jauh.2
a. Kornea
Kornea merupakan membran yang transparan berbentuk bulat dan
melekat pada limbus di sklera. Fungsi kornea sebagai pelindung mata dan
sebagai jendela bagi sinar yang masuk kedalam mata, sampai ke retina.
Kornea merupakan batas depan dari bola mata. Tebal kornea di sentral =
0,54 mm, di perifer = 0,65 mm. mempunyai diameter 11,5 mm dan power
43 D.
b. Aqueous humor
Aqueous humor adalah suatu cairan jernih yang mengisi bilik mata
depan dan belakang. Aqueous humor diproduksi oleh corpus siliare. Setelah
masuk ke bilik mata depan, aquoes humor mengalir melalui pupil ke bilik
mata depan lalu ke trabekular di sudut bilik mata depan. Aqueous humor
dibentuk dengan kecepatan 2,5 l/mnt. Jika aqueous humor tidak
dikeluarkan sama cepatnya dengan pembentukannya (sebagai contoh,
karena sumbatan pada saluran keluar), kelebihan cairan akan tertimbun di
rongga anterior dan menyebabkan peningkatan tekanan intraokuler (di
dalam mata), keadaan ini dikenal sebagai glaukoma.
c. Lensa
Lensa termasuk dalam segmen anterior mata dan terletak di bagian
tengah bola mata dibatasi bagian depan oleh iris dan bagian belakang oleh
vitreous. Lensa dipertahankan posisinya oleh zonula zinii yang terdiri dari
serat-serat halus kuat yang melekat pada korpus siliaris. Lensa mata bersifat
transparan dan berbentuk bikonveks, memiliki fungsi mempertahankan
kejernihan, membiaskan cahaya dan berakomodasi. Akomodasi adalah
kemapuan mata mengubah daya bias untuk menetapkan focus pada obyek
dekat, terjadi karena perubahan pada lensa yakni karena kontraksi otot
siliaris. Lensa mata mampu membiaskan cahaya karena memiliki indeks
bias sekitar 1,4 ditengah dan 1,36 di bagian tepinya, berbeda dengan indeks

7
bias humor akuos dan korpus vitreous yang mengelilinginya. Mata memiliki
kekuatan refraksi keseluruhan sebesar 60D, dalam kondisi tanpa akomodasi
lensa memiliki kontribusi sekitar 15-20D sedangkan udara dan permukaan
kornea memiliki kekuatan refraksi 43 D.
d. Badan vitreous
Merupakan suatu badan gelatin yang jernih dan avaskuler yang
membentuk dua pertiga volume mata. Vitreus mengisi ruangan yang
dibatasi oleh lensa, retina, dan diskus optikus. Vitreus mengandung air
sekitar 99% dan sisa 1 % berupa kolagen dan asam hialuronat yang memberi
bentuk dan konsistensi mirip gel pada vitreus karena kemampuannya
mengikat banyak air.
e. Panjang bola mata
Panjang bola mata menentukan keseimbangan dalam pembiasan.
Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan
pembiasan sinar oleh karena kornea (mendatar atau cembung) atau adanya
perubahan panjang (lebih panjang atau lebih pendek) bola mata, maka sinar
normal tidak dapat terfokus pada makula. Keadaan ini disebut sebagai
ametropia yang dapat berupa miopia, hipermetropia, atau astigmatisma.
2.3 Fisiologi Penglihatan
Cahaya yang tiba di retina diterima oleh sel batang dan sel kerucut sebagai
gelombang cahaya. Gelombang ini mencetuskan impuls yang dihantarkan oleh
serabut-serabut sel di stratum optikum ke otak. Jika cahaya berproyeksi pada
makula, gambaran yang dilihat adalah tajam. Proyeksi cahaya diluar makula
menghasilkan penglihatan yang kabur. Proyeksi suatu benda yang terlihat oleh
kedua mata terletak pada tempat di kedua makula secara setangkup. Apabila
proyeksi itu tidak menduduki tempat yang bersifat setangkup, maka akan terlihat
gambaran penglihatan yang diplopia.3
Nervus optikus memasuki ruang nervus kranial melalui foramen optikum
tergabung menjadi satu berkas untuk kemudian berpisah lagi dan melanjutkan
perjalanannya ke korpus genikulatum lateral dan kolikulus superior tempat
kedua nervi optikus bergabung menjadi satu berkas dinamakan kiasma. Disitu
serabut-serabut nervus optikus yang menghantarkan impuls visual dari belahan

8
nasal dari retina menyilang garis tengah, sedangkan serabut-serabut nervus
optikus yang menghantarkan impuls dari belahan temporal dari retina tetap pada
sisi yang sama. Setelah mengadakan penggabungan tersebut, nervus optikus
melanjutkan perjalanannya sebagai tractus opticus. 3
Serabut-serabut optik besinaps di korpus genikulatum lateral merupakan
jaras visual selanjutnya menghantarkan impuls visual dilanjutkan oleh serabut-
serabut genikulokalkarina, yaitu juluran neuron korpus genikulatum lateral yang
menuju ke korteks kalkarinus. Korteks tersebut ialah korteks perseptif visual
primer (area 17). Setibanya impuls visual disitu terwujudlah suatu perasaan
(sensasi) visual sederhana dengan perantaraan korteks ke area 18 dan 19
perasaan visual itu mendapat bentuk dan arti yakni suatu penglihatan.1

Gambar 2.3 Lintasan penglihatan3

a. Mekanisme Akomodasi
Mekanisme akomodasi yaitu mekanisme yang memfokuskan sistem lensa
mata untuk meningkatkan ketajaman penglihatan. Akomodasi terjadi akibat
kontraksi atau relaksasi muskulus siliaris, kontraksi menyebabkan peningkatan
kekuatan sistem lensa dan relaksasi menyebabkan pemurunan kekuatan lensa.
Akomodasi lensa diatur oleh mekanisme umpan balik negatif yang secara
otomatis mengatur kekuatan fokal lensa untuk tingkat tajam penglihatan paling
tinggi. Bila mata difiksasi pada beberapa objek jauh dan kemudian tiba-tiba

9
difiksasi pada objek dekat, biasanya lensa dapat berakomodasi dalam waktu
kurang dari 1 detik. 1
Pada anak-anak, daya bias lensa mata dapat ditingkatkan dari 20 dioptri
menjadi kira-kira 34 dioptri; ini berarti terjadi akomodasi sebesar 14 dioptri.
Untuk mencapai ini, bentuk lensa diubah dari yang tadinya konveks-sedang
menjadi lensa yang sangat konveks. Mekanisme adalah sebagai berikut:1
Pada orang muda, lensa terdiri atas kapsul elastik yang kuat dan berisi
cairan kental yang mengandung banyak protein namun transparan. Bila berada
dalam keadaan relaksasi tanpa tarikan terhadap kapsulnya, lensa dianggap
berbentuk hampir sferis, terutama akibat retraksi elastik dari kapsul lensa.
Namun, terdapat kira-kira 70 ligamen suspensorium yang melekat di sekeliling
lensa, menarik tepi lensa ke arah lingkar luar bola mata. Ligamen ini secara
konstan diregangkan oleh perlekatannya pada tepi anterior koroid dan retina.
Regangan pada ligamen ini menyebabkan lensa tetap relatif datar dalam keadaan
mata istirahat.1
Walaupun demikian tempat perlekatan lateral ligamen lensa pada bola
mata juga dilekati oleh otot siliaris, yang memiliki dua set serabut otot polos
yang terpisah, serabut meridional dan serabut sirkular. Serabut meridional
membentang dari ujung perifer ligamen suspensorium sampai peralihan sampai
peralihan kornea-sklera. Kalau serabut otot ini berkontraksi, bagian perifer dari
ligamen lensa tadi akan tertarik secara medial ke arah tepi kornea, sehingga
regangan ligamen terhadap lensa akan berkurang. Serabut sirkular tersusun
melingkar mengelilingi perlekatan ligamen, sehingga pada waktu berkontraksi
terjadi gerak seperti sfingter, mengurangi diameter lingkar perlekatan ligament,
hal ini juga menyebabkan regangan ligamen terhadap kapsul lensa berkurang.1

10
Gambar 2.4 Mekanisme akomodasi 1

Jadi, kontraksi salah satu set serabut otot polos dalam otot siliaris akan
mengendurkan ligamen kapsul lensa, dan lensa akan berbentuk lebih cembung,
seperti balon, akibat sifat elastisitas alami kapsul lensa.1
Otot siliaris hampir seluruhnya diatur oleh sinyal saraf parasimpatis yang
dijalarkan ke mata melalui saraf kranial III dari nukleus saraf III pada batang
otak. Perangsangan saraf parasimpatis menimbulkan kontraksi kedua set serabut
otot siliaris, yang akan mengendurkan ligamen lensa, sehingga menyebabkan
lensa menjadi tebal dan meningkatkan daya biasnya. Dengan meningkatnya daya
bias, mata mampu melihat objek lebih dekat dibanding sewaktu daya biasnya
rendah. Akibatnya, dengan mendekatkan objek ke arah mata, jumlah impuls
parasimpatis ke otot siliaris harus harus ditingkatkan secara progresif agar objek
tetap dapat dilihat dengan jelas. (Perangsangan simpatis memberikan efek
tambahan terhadap relaksasi otot siliaris, tapi efek ini sangat kecil sehingga
hampir tidak berperan dalam mekanisme akomodasi normal). 1
b. Diameter pupil
Fungsi utama iris adalah untuk meningkatkan jumlah cahaya yang masuk
ke dalam mata pada waktu gelap, dan untuk mengurangi jumlah cahaya yang
masuk kedalam mata pada waktu terang. Jumlah cahaya yang memasuki mata
melalui pupil sebanding dengan luas pupil atau kuadrat diameter pupil. Diameter
pupil manusia dapat mengecil sampai 1,5 mm dan membesar sampai 8 mm.

11
Jumlah cahaya yang memasuki mata dapat berubah sekitar 30 kali lipat sebagai
akibat perubahan diameter pupil. 1

Gambar 2.5 Pengaruh aparatus pupil yang kecil (atas) dan besar (bawah
terhadap kedalaman fokus. 1

Mata dianggap normal atau emetrop bila cahaya sejajar dari objek jauh
difokuskan di retina pada keadaan otot siliaris relaksasi total. Ini berarti bahwa
mata emetrop dapat melihat semua objek jauh secara jelas dengan otot siliaris
yang relaksasi. Namun untuk melihat obyek dekat, otot siliaris harus
berkontraksi agar mata dapat berakomodasi dengan baik. 1
2.4 Astigmatisme
2.4.1 Definisi Astigmatisme
Kelainan refraksi dimana, berkas sinar sejajar yang masuk ke dalam
mata, pada keadaan tanpa akomodasi, dibiaskan pada lebih dari satu titik
fokus. Pada keadaan ini pembiasan dari berbagai meridian tidak sama.3

Gambar 2.6 Astigmatisme

12
2.4.2 Etiologi dan Patofisiologi Astigmatisme

Penyebab umum astigmatisma adalah kelainan bentuk kornea.


Astigmatisma paling sering disebabkan oleh terlalu besarnya lengkung
kornea pada salah satu bidangnya. Astigmatisma pasca operasi katarak dapat
terjadi bila jahitan terlalu erat.3
Dari beberapa penelitian, masih belum ditemukan penyebab pasti
dari silindris, salah satu penelitian menyebutkan bahwa penyebab dari
silindris adalah pengaruh dari faktor genetik dan lingkungan. Penyebab
tersering dari astigmatisme adalah kelainan bentuk kornea, kelainan bentuk
lensa, kelainan posisi lensa, dan kelainan indeks refraksi lensa. Kelainan
bentuk kornea sebagian besar bersifat kongenital, yang tersering adalah
kurvatura vertikal lebih besar dari horizontal. Kelainan yang didapat misalnya
pada berbagai penyakit kornea seperti ulkus kornea, trauma pada kornea
bahkan trauma bedah pada operasi katarak. Kelainan posisi lensa misalnya
subluksasi yang menyebabkan efek decentering, sedangkan kelainan indeks
refraksi lensa dapat merupakan hal yang fisiologis dimana terdapat sedikit
perbedaan indeks refraksi pada beberapa bagian lensa, namun hal ini dapat
makin berat jika kemudian didapatkan katarak. 3

2.4.3 Klasifikasi Astigmatisme


Berdasarkan bentuknya :3
a. Astigmatisme reguler
Terdapat dua meridian utama yang saling tegak lurus yang masing
masing memiliki daya bias terkuat dan terlemah. Astigmat reguler
dapat dikoreksi dengan lensa silinder, dengan orientasi dan kekuatan
konstan disepanjang lubang pupil sehingga terbentuk dua garis fokus.
Jika meridian vertikal memiliki daya bias terkuat, disebut astigmatisme
with the rule, lebih sering pada usia muda dan dikoreksi dengan lensa
silinder minus dengan aksis 180 atau silinder plus dengan aksis 90.
Jika meridian horizontal memiliki daya bias terkuat disebut
astigmatisme against the rule, lebih sering pada usia tua dan dikoreksi
dengan lensa silinder minus dengan aksis 90 atau silinder plus dengan
aksis 180.

13
Gambar 2.7 Astigmatisme Reguler
b. Astigmatisme irreguler
Pada astigmat ini didapatkan titik fokus yang tidak beraturan
dengan penyebab tersering adalah kelainan kornea (dapat berupa
sikatrik atau keratokonus) dan dapat juga disebabkan kelainan kornea
pada lensa seperti katarak imatur. Kelainan ini tidak dapat dikoreksi
sepenuhnya dengan silinder.
Berdasarkan tipenya :3
a. Astigmatisme hipermetropia simpleks : salah satu meridian utama
emetropia dan meridian utama lainnya hipermetropia
b. Astigamtisme miopia simpleks : salah satu meridian utama
emetropia, dan meridian utama lainnya miopia
c. Astigmatisme hipermetropia kompositus : kedua meridian utama
hipermetropia dengan derajat berbeda
d. Astigmatisme miopia kompositus : kedua meridian utama miopia
dengan derajat berbeda
e. Astigmatisme mikstus : satu meridian utama hipermetropia dan
meridian utama yang lain miopia.
2.4.4 Gejala Klinis Astigmatisme
Distorsi atau mengaburkan gambar di semua jarak merupakan salah
satu gejala paling umum dari astigmatisme. Hal ini bisa terjadi secara
vertikal, horizontal, atau diagonal. Gejala ketegangan mata seperti : sakit
kepala, fotofobia dan kelelahan juga termasuk gejala umum dari
astigamtisma. Gejala lain yang mungkin termasuk : menyipitkan mata,

14
ketidaknyamanan mata, iritasi, sakit mata atau lelah, diplopia monokuler,
kesulitan mengemudi pada malam hari.4
Pada astigmat yang berat dapat timbul keluhan asthenopia, nyeri
kepala namun jarang didapatkan tapi dapat timbul setelah pemberian
koreksi astigmatisme yang tinggi, memiringkan kepala (tillting of the
headI), umumnya pada astigmat oblik, memutar kepala biasanya pada
astigmat yang tinggi, memicingkan mata seperti pada miopia untuk
mendapatkan efek pinhole, tetapi pada astigmat dilakukan saat melihat
jauh dan dekat, dan pada penderita astigmat sering mendekatkan bahan
bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan bayangan yang lebih besar
meskipun kabur.3
1. Astigmatisme ringan
a. Keluhan yang sering timbul adalah mata lelah khusunya jika pasien
melakukan pekerjaan terus menerus pada jarak tetap.
b. Transient blurred vision pada jarak penglihatan dekat yang hilang
dengan mengucek mata
2. Astigmatisme berat
a. Mata kabur
b. Keluhan asthenopia atau nyeri kepala jarang didapat tapi dapat
timbul setelah pemberian koreksi astigmatisme yang tinggi
c. Memiringkan kepala (tilting of the head), umumnya pada
astigmatisme oblik
d. Memutar kepala (turning of the head), biasanya pada astigmatisme
yang tinggi
e. Memicingkan mata untuk mendapatkan efek pinhole
f. Mendekatkan bahan bacaan ke mata dengan tujuan mendapatkan
bayangan yang lebih besar meskipun kabur
2.4.5 Diagnosis Astigmatisme
Pemeriksaan dapat dilakukan secara subyektif dan obyektif.
Pemeriksaan subyektif dilakukan dengan kartu snellen, bila tajam
penglihatan kurang dari 6/6 dikoreksi dengan lensa silinder negatif atau
positif dengan aksis 0 180.4

15
Pemeriksaan obyektif dapat dilakukan dengan retinoskopi,
autorefraktometer, keratometri untuk mengetahui permukaan kornea yang
irreguler.4
a. Retinoskopi : merupakan langkah awal dari refraktometri, untuk
menentukan tingkat kesalahan bias dan menentukan jenis dan
kekuatan lensa yang dibutuhkan
b. Keratometri : dilakukan dengan alat yang disebut keratometer atau
ophtalmometer, keratometri adalah pengukuran kelengkungan
kornea
2.4.6 Pemeriksaan Astigmatisme
1. Refraksi subyektif dengan metoda Trial and Error5
- Jarak pemeriksaan 6 meter/ 5 meter/ 20 feet dengan menggunakan
kartu Snellen yang diletakkan setinggi mata penderita
- Mata diperiksa satu persatu
- Ditentukan visus/ tajam penglihatan masing-masing mata
- Bila visus/ tajam penglihatan tidak 6/6 dikoreksi dengan lensa
silinder negatif atau positif dengan aksia diputar 0 sampai 180.
Kadang-kadang perlu dikombinasi dengan lensa sferis negatif atau
positif.
2. Refraksi obyektif 5
a. Retinoskopi, dengan lensa kerja + 2.00, pemeriksa mengamati
refleksi, bila dengan gerakan retinoskop (against movement)
dikoreksi dengan lensa sferis negatif, sedangkan bila searah dengan
gerakan retinoskop (with movement) kemudian dikoreksi dengan
lensa sferis positif. Meridian yang netral lebih dulu adalah
komponen sferisnya. Meridian yang belum netral dikoreksi dengan
lensa silinder positif sampai tercapai netralisasi. Hasil akhirnya
dilakukan transposisi.
b. Autorefraktometer 5

16
3. Pemeriksaan cara pengaburan (fogging technique of refraction) 6
Tujuan :
Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui derajat lensa silinder yang
diperlukan dan sumbu silinder yang di pasang untuk memperbaiki tajam
penglihatan menjadi normal atau tercapai tajam penglihatan yang
terbaik.
Dasar :
Pada dengan kelainan refraksi astigmat didapatkan 2 bidang utama
dengan kekuatan pembiasan pada satu bidang lebih besar di banding
dengan bidang lain, biasanya ke 2 bidang utama ini tegak lurus 1 dengan
lainya. Pada mata astigmat lensa silinder yang sesuai akan memberikan
tajam penglihatan yang maksimal.
Alat :
- Kartu Snellen.
- Bingkai percobaan.
- Sebuah set lensa coba.
- Kipas astigmat.
Teknik :
a. Pasien duduk menghadap kartu Snellen pada jarak 6 meter,
b. Pada mata dipasang bingkai percobaan,
c. Satu mata ditutup,
d. Dengan mata yang terbuka pada pasien dilakukan terlebih dahulu
pemeriksaan dengan lensa (+) atau (-) sampai tercapai ketajaman
penglihatan terbaik, dengan lensa positif atau negatif tersebut
e. Pada mata tersebut dipasang lensa (+) yang cukup besar (misal S +
3.00) untuk membuat pasien mempunyai kelainan refreksi astigmat
miopikus,
f. Pasien diminta melihat kartu kipas astigmat,
g. Pasien ditanya tentang garis pada kipas yang paling jelas terlihat,
h. Bila belum terlihat perbedaan tebal garis kipas astigmat maka lensa
S( + 3.00) diperlemah sedikit demi sedikit hingga pasien dapat
menentukan garis mana yang terjelas dan terkabur,

17
i. Lensa silinder (-) diperkuat sedikit demi sedikit dengan sumbu
tersebut hingga tampak garis yang tadi mula-mula terkabur menjadi
sama jelasnya dengan garis yang terjelas sebelumnya,
j. Bila sudah dapat melihat garis-garis pada kipas astigmat dengan
jelas,lakukan tes dengan kartu Snellen,
k. Bila penglihatan belum 6/6 sesuai kartu Snellen, maka mungkin
lensa (+) yang diberikan terlalu berat,sehingga perlu mengurangi
lensa (+) atau menambah lensa (-),
l. Pasien diminta membaca kartu Snellen pada saat lensa (-) ditambah
perlahan-lahan hingga ketajaman penglihatan menjadi 6/6.
4. Pemeriksaan Plasidoskopi 7
Alat :
Papan dengan gambaran lingkaran konsentrik putih hitam

Gambar 2.8 Papan Plasidoskop


Teknik :
a. Pasien membelakangi sinar ( jendela).
b. Plasidoskop diletakan setinggi mata pasien
c. Melalui lobang plasidoskop dilihat gambaran plasidoskop pada
kornea pasien
Nilai :
a. Bila bayangan pada mata terlihat konsentrik berarti tidak ada
kelainan kecembungan kornea. Bila garis konsentrik terlihat
padat ditengah berarti kornea menonjol atau yang disebut
keratokonus.

18
b. Bila garis lingkarang lonjong berarti terdapat astigmat pada
kornea
c. Bila garis tidak beraturan atau lingkaran tidak simetris berarti
adanya astigmat irreguler
d. Bila garis kurang tegas mungkin karena kornea tidak jernih atau
adanya edema kornea.
2.4.7 Penatalaksanaan Astigmatisme
Koreksi astigmatisme dapat dilakukan dengan pemberian kacamata,
lensa kontak atau dengan bedah refraktif. Pemberian kacamata untuk
astigmatisme regular diberikan sesuai kelainan yang didapatkan yaitu
silinder negatif atau positif dengan atau tanpa kombinasi lensa sferis.
Sedangkan untuk astigmatisme ireguler, jika ringan dapat diberikan lensa
kontak keras, dan untuk yang berat dapat dilakukan keratoplasti.3
2.5 Miopia
2.5.1 Definisi
Miopia adalah suatu kelainan refraksi, dimana bayangan yang
terletak jauh difokuskan di depan retina oleh mata yang tidak
berakomodasi. Bila mata berukuran lebih panjang daripada normal,
kelainan yang terjadi disebut miopia aksial. Apabila unsur-unsur
pembiasan lebih refraktif dibandingkan dengan rata-rata, kelainan yang
terjadi disebut miopia kurvatura atau miopia refraktif . 3

Gambar 2.9. Miopia

19
2.5.2 Klasifikasi 3
1. Miopia ringan, yaitu besar miopia S -0.25 sampai dengan S -3.00
dioptri.
2. Miopia sedang, yaitu besar miopia S -3.25 sampai dengan S -6.00
dioptri.
3. Miopia berat, yaitu besar miopia lebih dari S -6.25.
2.5.3 Gejala Klinis3
1. Keluhan utama penderita miopia adalah penglihatan jauh yang kabur.
2. Nyeri kepala lebih jarang dikeluhkan daripada pada hipermetropia.
3. Terdapat kecenderungan penderita untuk memicingkan mata saat
melihat jauh.
4. Umumnya penderita miopia suka membaca.
2.5.4 Penatalaksanaan3
Koreksi miopia dapat dilakukan dengan pemberian kacamata,
lensa kotak atau bedah refraktif. Prinsip pemberian kacamata pada
miopia adalah diberikan lensa sferis negative atau minus terkecil yang
memberikan tajam penglihatan terbaik.
1. Miopia kurang dari 2-3 dioptri pada bayi dan balita umumnya
tidak perlu dikoreksi, karena umumnya akan hilang dengan
sendirinya pada usia 2 tahun.
2. Miopia 1-1,5 dioptri pada anak usia pra sekolah sebaiknya
dikoreksi karena anak pada usia ini mulai berinteraksi dengan
benda-benda atau orang dengan jarak lebih jauh dibandingkan
bayi.
3. Untuk anak usia sekolah, miopia kurang dari 1 dioptri tidak perlu
dikoreksi. Namun evaluasi lagi dalam waktu 6 bulan.
4. Untuk dewasa, koreksi diberikan sesuai dengan kebutuhan
pasien.
Selain itu, dikenal istilah visual hygiene, pedoman dalam upaya
pengendalian laju miopia yang antara lain terdiri atas langkah berikut3

20
1. Beristirahat dari membaca atau bekerja dengan jarak dekat
setiap 30 menit. Selama istirahat ini usahakan untuk dapat
berdiri, berkeliling ruangan dan melihat jauh keluar jendela.
2. Ambillah posisi duduk tegak namun nyaman selama membaca,
dan duduklah pada kursi dengan sandaran tegak.
3. Gunakan penerangan yang cukup saat membaca.
4. Jarak baca yang baik adalah sepanjang lengan siku.
5. Duduk setidaknya berjarak 6 kaki saat menonton televisi.
6. Batasi waktu yang dihabiskan untuk menonton televisi atau
bermain game
2.6 Hipermetropia
2.6.1 Definisi
Hipermetropia (hiperopia, farsightedness) adalah keadaan mata tak
berakomodasi yang memfokuskan bayangan di belakang retina. Hal ini
dapat disebabkan oleh berkurangnya panjang sumbu (hiperopia aksial),
seperti yang terjadi pada kelainan tertentu, atau menurunnya indeks refraksi
(hiperopia refraktif), seperti pada afakia.3

Gambar 2.10 Hipermetropia

2.6.2 Klasifikasi
Dikenal pembagian hipermetropia berdasar kemampuan akomodasi
yaitu: 3
1. Hipermetropia laten, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi
sepenuhnya oleh akomodasi penderita.
2. Hipermetropia manifes, yang terbagi atas:

21
3. Hipermetropia fakultatif, yaitu hipermetropia yang dapat dikoreksi
baik oleh kemampuan akomodasi penderita maupun dengan
pemberian koreksi lensa cembung.
4. Hipermetropia absolut, yaitu hipermetropia yang tidak dapat dikoreksi
dengan kemampuan akomodasi penderita, sehingga mutlak harus
dikoreksi dengan lensa cembung.
2.6.3 Gejala Klinis
1. Penglihatan jauh umunya hanya terganggu jika derajat hipermetropia
cukup besar (3 dioptri atau lebih) atau penderita sudah tua, sementara
penglihatan dekat biasanya terganggu lebih dahulu.
2. Sakit kepala di daerah frontal, penglihatan yang tidak nyaman dan
perasaan mata lelah yang dipicu oleh melakukan pekerjaan yang
memerlukan penglihatan dekat dalam waktu lama. Hal ini disebut
asthenopia akomodatif, yang timbul karena akomodasi yang
berlebihan.
3. Sensitivitas yang meningkat terhadap cahaya.
4. Spasme akomodasi, yang terjadi karena muskulus siliaris terus
menerus berkontraksi untuk akomodasi.
5. Sensasi mata juling. Hal ini dapat terjadi pada penderita yang sudah
menderita esophoria sebelumnya. 3
2.6.4 Penatalaksanaan
Seperti halnya miopia, hipermetropia dapat dikoreksi dengan
kacamata, lensa kontak, dan bedah refraktif. Sebagai pedoman pemberian
kacamata pada hipermetropia diberikan lensa sferis positif atau lensa plus
terkuat yang menghasilkan tajam penglihatan terbaik. 3
1. Pada anak usia dibawah 6 tahun, karena panjang bola matanya relative
lebih pendek dari orang dewasa, umumnya didapatkan hipermetropia
fisiologis. Koreksi hanya diperlukan jika derajat hipermetropianya
cukup besar atau didapatkan strabismus. Untuk anak usia kurang dari 6
tahun yang diberikan resep kacamata disarankan untuk diperiksa
kembali 3 bulan.

22
2. Pada anak usia di atas 6 tahun, perlu dipertimbangkan kebutuhan
penglihatannya karena aktivitas mereka lebih banyak.
3. Pada penderita dewasa, terdapat beberapa pertimbangan dalam
memberikan resep kacamata yaitu keluhan penderita, pekerjaan,
kebutuhan penglihatan, usia, derajat hipermetropia dan masalah lain
yang berkaitan. Hipermetropia kurang dari 3 dioptri dan tidak
didapatkan keluhan asthenopia, maka tidak perlu diberikan resep
kacamata.

23
BAB 3
PEMBAHASAN

Pada pasien ini, penulis mendiagnosis pasien menderita ODS Astigmatisma


Miopia Kompositus berdasarkan dengan data pada tinjauan kasus yaitu pasien
wanita usia 32 tahun datang dengan keluhan pandangan bertambah kabur pada
kedua mata tanpa mata merah sejak 1 bulan yang lalu. Kabur dirasakan saat melihat
jauh, kabur terasa terus-menerus walaupun sudah menggunakan kacamata yang
dipakai sejak 2 tahun yang lalu. Pasien mengatakan penglihatannya jelas saat
melihat atau membaca dengan jarak dekat. Keluhan lain seperti mata nerocoh, silau,
mata kering, melihat seperti kabut, mengganjal, pandangan menyempit, sering
menabrak-nabrak dan cekot-cekot disangkal pasien, riwayat diabetes mellitus
disangkal, riwayat hipertensi disangkal, riwayat pemakaian kacamata sejak 2 tahun
yang lalu tidak ganti kacamata dengan ukuran OD S-1,25 C-0,75 X150, OS S-1,25
C-1,00 X180, ada keturunan keluarga menggunakan kacamata minus. Pada
pemeriksaan tajam penglihatan mata kanan dan kiri dapat dikoreksi hingga 6/6
dengan lensa spheris dan silinder negatif untuk penglihatan jarak jauh.
Dari anamnesis tersebut, sesuai dengan gejala yang dikeluhkan pasien
termasuk dalam differential diagnosis mata kabur perlahan tanpa mata merah yaitu
dengan kemungkinan kelainan refraksi, katarak, glaukoma kronik, ataupun
kelainan makula dan retina. Dari data anamnesis dan pemeriksaan fisik yang
didapat dari pasien ini, penulis tidak mendiagnosis sebagai kelainan organ mata
seperti katarak, glaukoma kronis atau kelainan makula dan retina sebab tidak
terdapat kelainan pada pemeriksaan segmen anterior maupun posterior dan pada
pemeriksaan refraksi subyektif pinhole maju yang artinya tidak ada kelainan
organik.
Penulis tidak mendiagnosis katarak sebab pasien tidak merasa silau yang
berlebihan maupun merasa terus-menerus seperti melihat kabut yang biasa
ditemukan pada pasien dengan katarak serta pada pemeriksaan anterior didapatkan
lensa yang jernih. Penulis tidak mendiagnosis glaukoma kronis sebab pasien tidak
mengeluh pandangan menyempit dan tidak merasa berjalan sering menabrak-
nabrak serta pada pemeriksaan didapatkan CDR yang masih normal.

24
Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit hipertensi dan diabetes
mellitus, dengan ini dapat menyingkirkan kecurigaan adanya kelainan makula dan
retina yaitu retinopati diabetikum maupun retinopati hipertensi dan terbukti pada
pemeriksaan segmen posterior didapatkan hasil yang normal.

25
Resep Kacamata :

RUMAH SAKIT HAJI SURABAYA Surabaya , 13 November 2017


Email : rsuhajisby1@yahoo.com KACAMATA untuk melihat jauh
Jl. Manyar Kertoadi Telp. (0321) 5924000 Fax. (031) 5947890 untuk melihat dekat
SURABAYA

Gelas Spheris Cyl As Prism Basis Warna


Kanan -2,00 -0,75 150
Kiri -2,00 -1,00 10
ADD

Jarak antara Kedua pupil : 62 m.m

Pro : Ny.DS/32thn

26
DAFTAR PUSTAKA

1. Guyton. AC ; Hall. JE : Indera Khusus. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran.


Edisi 11. EGC. Jakarta. 2008. Hal: 641-649
2. Riordan-Eva. Paul : Refraksi. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum .
Edisi 17. EGC. Jakarta. 2010. Hal: 392-398
3. Trisnowati.TT ; Suryani.PT : Refraksi. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Mata.
Airlangga University Press. Surabaya. 2012. Hal: 1-24
4. Goggin. Michael. Astigmatism-Optics, Physiology and Management.
Intech 2012, pp 59 74.
5. Saleh.TT ; Suryani PT : Refraksi dan Lensa Kontak. Pedoman Diagnosa
dan Terapi SMF Ilmu Penyakit Mata Rumah Sakit Dokter Soetomo.
Airlangga University Press. Surabaya. 2006. Hal: 172-180
6. Ilyas.S : Uji Kelainan Refraksi. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu
Penyakit Mata. Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
2006. Hal: 35
7. Ilyas.S : Uji Kornea. Dasar-Teknik Pemeriksaan Dalam Ilmu Penyakit
Mata. Edisi 2. Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta. 2006.
Hal: 92

27

Anda mungkin juga menyukai