Anda di halaman 1dari 5

KUSTA

Definisi
Kusta merupakan penyakit infeksi yang kronik dan menyebabkan Mycobacterium leprae yang
bersifat intraseluler obligat. Saraf perifer sebagai afinitas pertama, lalu kulit dan mukosa traktus
respiratorius bagian atas, kemudian dapat ke organ lain kecuali susunan saraf pusat.
Sinonim
Lepra, morbus Hansen
Etiologi
Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae yang ditemukan oleh G.A HANSEN pada tahun
1874 di Norwegia. M. leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-8 mikrometer x 0,5 mikrometer,
tahan asam dan alcohol serta positif-Gram.
Pathogenesis
Pada tahun 1960 Shepard berhasil menginokulasikan M. leprae pada kaki mencit dan
berkembang biak di sekitar tempat suntikan. Dari berbagai macam specimen, bentuk lesi maupun
negara asal penderita, ternyata tidak ada perbedaan spesies. Agar dapat tumbuh diperlukan
jumlah minimum M.leprae yang disuntikkan dan kalau melampaui jumlah maksimum tidak
berarti meningkatkan perkembangbiakan.
Inokulasi pada mencit yang telah diambil timusnya dengan diikuti radiasi 900 r, sehingga
kehilangan respons imun selularnya akan menghasilkan granuloma penuh kuman terutama di
bagian tubuh yang relative dingin, yaitu hidung,cuping telinga, kaki, dan ekor. Kuman tersebut
selanjutnya dapat diinkokulasi lagi, berarti memenuhi salah satu postulat Koch, meskipun belum
seluruhya dapat dipenuhi.
Sebenarnya M. leprae mempuyai patogenitas dan daya invasi yang rendah, sebab penderita yang
mengandung kuman lebih banyak belum tentu memberikan gejala yang lebih berat, bahkan dapat

sebaliknya. Ketidakseimbangan antara derajat infeksi dengan derajat penyakit, tidak lain
disebabkan oleh respon imun yag berbeda, yang menggugah timbulnya reaksi granuloma
setempat atau menyeluruh yang dapat sembuh sendiri atau progresif. Oleh karena itu, penyakit
kusta dapat disebut sebagai penyakit imunologik. Gejala klinisnya lebih sebanding dengan
tingkat reaksi selularnya daripada intensitas infeksinya.

Gejala Klinis
Gambara klinis bekteriologik dan imunologik kusta multibasilar (MB)
Sifat

Lepromatosa (LL)

Borderline

Mid Borderline (BB)

Lepromatosa (BL)
Lesi
-

Bentuk

Jumlah

macula

Macula

Plakat

infiltasi difus

Plakat

Dome-shaped

papul

Papul

Punched out

nodus

tidak

Sukar dihitung, masih Dapat dihitung, kulit

terhitung,prakt

ada kulit sehat

sehat jelas ada

is
-

tidak ada kulit


sehat

Distribusi

simetris

Hampir simetris

Asimetris

Permukaan

halus berkilat

Halus berkilat

Agak kasar

Batas

tak jelas

Agak jelas

Agak jelas

Anesthesia

tidak
sampai
jelas

ada Tak jelas


tidak

Lebih jelas

BTA
-

Lesi kulit

Banyak

Banyak

Agak banyak

Secret hidung

Banyak

Biasanya negative

Negative

Negative

Negative

Biasanya negative

Tes lepromin

Kusta terkenalsebagai penyakit yang paling ditakuti karena deformitas atau cacat tubuh. Untuk
mengetahui adanya kerusakan fungsi saraf otonom perhatikan ada tidaknya dehidrasi di daerah
lesi yang dapat jelas dan dapat pula tidak, yag dipertegas dengan menggunakan pensil tinta
(tanda Gunawan). Cara menggoresnya mulai dari tengah lesi kea rah kulit normal. Bila ada
gangguan, goresan pada kulit normal akan lebih tebal bila dibandingkan dengan bagian tengah
lesi, yang kadang-kadang dapat membantu, tetapi bagi penderita yang memiliki kulit berambut
sedikit, sangat sukar menentukannya. Gangguan fungsi motoris diperiksa dengan voluntary
muscle test (VMT).
Mengenai saraf perifer yang perlu diperhatikan ialah pembesaran, konsistensi, ada/tidaknya
nyeri spontan dan atau nyeri tekan. Hanya beberapa saraf superficial yang dapat dan perlu
diperiksa, yaitu N. fasialis, N. aurikularis magnus, N. radialis, N. ulnaris, N. medianus, N. politea
lateralis, dan N. tibialis posterior.
Deformitas atau cacat kusta sesuai dengan patofisiologinya, dapat dibagi dalam deformitas
primer dan sekunder. Cacat primer sebagai akibat langsung oleh granuloma yang terbentuk
sebagai reaksi terhadap M. leprae, yang mendesak dan merusak jaringan di sekitarnya, yaitu
kulit, mukosa, traktus respiratorius atas, tulang-tulang jari, dan wajah. Cacat sekunder terjadi
sebagai akibat adanya deformitas primer, terutama kerusakan saraf anatara lain kontraktur sendi,
mutilasi tangan dan kaki.
Gejala-gejala kerusakan saraf:
N. ulnaris:
- anesthesia pada ujung jari anterior kelingking dan jari manis

- clawing kelingking dan jari manis


- atrofi hipotenar dan otot interoseus serta kedua otot limbrikalis medial.
N. medianus:

Anesthesia pada ujung jari bagian anterior ibu jari, telujuk, dan jari tengah.

Tidak mampu aduksi ibu jari

Clawing ibu jari, telujuk, dan jari tengah

Ibu jari kontraktur

Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral

N. radilais:

Anesthesia dorsum manus, serta ujung proksimal jari telunjuk

Tangan gantung (wrist drop)

Tak mampu ekstensi jari-jari atau pergelangan tangan

N. poplitea lateralis

Anesthesia tungkau bawah

Drop foot

Kelemahan otot peroneus

N. tibialis posterior

Anesthesia telapak kaki

Claw toes

Paralisis otot intrinsic kaki dan kolaps arkus pedia

N. fasialis

Cabang temporal dn zigomatik menyebabkan lagoftalmus

Cabang bukal, menadibular dan servikal menyebabkan kehilangan ekspresi wajah dan
kegagalan mengatupkan bibir.

N. trigeminus

Anesthesia kulit wajah, kornea dan konjungtiva mata

Atrofi otot tenar dan kedua otot lumbrikalis lateral.

Pengobatan
Obat antikusta yang paling banyak dipakai pada saat ini adalah DDS (diaminodifenil sulfon)
kemudian klofazimin, dan rifampisisn,. Untuk mncegah resistensi, pengobatan teuberkulosis
telah menggunakan multi drug treatment (MDT).
Pengobatan penyakit kusta dilakukan dengan Dapson sejak tahun 1952 di Indonesia,
memperhatikan hasil yang cukup memuaskan, hanya saja pengobatan mono terapi ini sering
mengakibatkan timbul masalah resistensi, hal ini disebabkan oleh karena :
1. Dosis rendah pengobatan yang tidak teratur dan terputus akibat dari lepra reaksi
2. Waktu makan obat sangat lama sehingga membosankan, akibatnya penderita makan obat
tidak teratur
Selain penggunaan Dapson (DDS), pengobatan penderita kusta dapat menggunakan Lamprine
(B663), Rifanficin, Prednison, Sulfat Feros dan vitamin A (untuk menyehatkan kulit yarlg
bersisik). Setelah penderita menyelesaikan pengobatan MDT sesuai dengan peraturan maka ia
akan menyatakan RFT (Relasif From Treatment), yang berarti tidak perlu lagi makan obat MDT
dan dianggap sudah sembuh. Sebelum penderita dinyatakan RFT, petugas kesehatan harus :
1. Mengisi dan menggambarkan dengan jelas pada lembaran tambahan RFT secara teliti.

Semua bercak masih nampak* Kulit yang hilang atau kurang rasa terutama
ditelapak kaki dan tangan.

Semua syaraf yang masih tebal.

Semua cacat yang masih ada.

2. Mengambil skin semar (sesudah skin semarnya diambil maka penderita langsung
dinyatakan RFT tidak perlu menunggu hasil skin semar).
3. Mencatat data tingkat cacat dan hasil pemeriksaan skin semar dibuku register. Pada

waktu menyatakan RFT kepada penderita, petugas harus member penjelasan tentang arti
dan maksud RFT, yaitu : Pengobatan telah selesai, penderita harus memelihara tangan
dan kaki dengan baik agar janga sampai luka, bila ada tanda-tanda baru, penderita harus
segera datang untuk periksaan ulang.

Anda mungkin juga menyukai