Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


World Health Organization (1974) mendefinisikan komunitas atau
masyarakat sebagai suatu pengelompokan sosial yang ditentukan oleh batasbatas geografi serta kesamaan nilai-nilai dan tujuan. Pada umumnya, anggotaanggotanya saling mengenal dan berinteraksi baik dengan lingkungan internal
maupun eksternal. Komunitas berfungsi dalam struktur sosial tertentu serta
menerapkan dan membentuk norma-norma tertentu pula.
Pembangunan kesehatan masyarakat merupakan bagian integral dari
suatu pembangunan kesehatan nasional, selain itu juga merupakan bagian
integral dari pembangunan sosial dan ekonomi masyarakat. Keterlibatan
masyarakat dalam perencanan, peorganisasian, dan pengelolaan upaya
kesehatan termasuk upaya perawatan diri, pada akhirnya akan menjadi
tumpuan kemandirian masyarakat dalam hal kesehtan.
Berbagai kegiatan masyarakat dalam upaya kesehtan telah dilaksanakan
di desa (kelurahan) dengan budaya kerjasama, gotong-royong, musyawarah,
serta peluang-peluang kemandirian mereka seperti kemandirian dalam
pembiayaan kesehatan. Peran serta masyarakat merupakan hal yang mutlak
diperlukan dalam pembangunan kesehatan. Kesehatan merupakaan kebutuhan
dan hak setiap insan agar dapat menjalani hidup yang produktif dan bahagia.
Agar setiap orang dimanapun dan kapanpun dapat memperoleh hidup sehat,
kesehatan harus menjadi kemampuan yang melekat pada setiap insan. Hal ini
hanya dapat dicapai bila masyarakat, baik secara individu maupun kelompok,
berperan serta untuk meningkatkan kamampuan hidup sehatnya. Kemandirian
masyarakat untuk dapat mengatasi masalah kesehtaan dan menjalankan upaya
pemecahanya sendiri adalah kunci kelangsungan pembangunan.
Hendrik Blum (1974) selain membagi komunitas berdasarkan geopolitik
juga berdasarkan interaksi yang berlangsung seperti tampak pada jenis-jenis
komunitas yang dijabarkan sebagai berikut.
1. Komunitas temu muka (face to face).
2. Komunitas menurut kewilayahan atau administrasi pemerintahan.
3. Komunitas menurut kesamaan kebutuhan.

4. Komunitas berdasarkan masalah ekologi.


5. Komunitas berdasarakan minat tertentu.
6. Komunitas berdasarkan sumber daya atau pemecahan masalah.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apa tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas?
2. Bagaimana pengembangan dan pengorganisasian komunitas?
3. Bagaimana pengembangan dan pengorganisasian masyarakat?
4. Apa saja model kemitraan keperawatan komunitas?
1.3 Tujuan
1. Menjelaskan tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas
2. Menjelaskan pengembangan dan pengorganisasian komunitas
3. Menjelaskan pengembangan dan pengorganisasian masyarakat
4. Menjelaskan model kemitraan keperawatan komunitas

1.4 Manfaat
1. Mahasiswa mampu mengetahui tujuan dan sasaran pengorganisasian
komunitas
2. Mahasiswa mampu mengetahui pengembangan dan pengorganisasian
komunitas
3. Mahasiswa mampu mengetahui pengembangan dan pengorganisasian
masyarakat
4. Mahasiswa mampu mengetahui model kemitraan keperawatan komunitas

BAB II
KAJIAN PUSTAKA
2.1 Tujuan dan sasaran pengorganisasian komunitas
Pengorganisasian adalah keseluruhan pengelompokan orang-orang,
alat-alat, tugas, tugas, kewenangan dan tanggung jawab sedemikian rupa
sehingga tercipta suatu organisasi yang dapat digerakkan sebagai suatu
kegiatan kesatuan yang telah ditetapkan. (Siagian,1983 dalam Juniati).

Sedangkan Szilagji (dalam Juniati) mengemukakan bahwa fungsi


pengorganisasian merupakan proses mencapai tujuan dengan koordinasi
kegiatan dan usaha, melalui penataan pola struktur, tugas, otoritas, tenaga
kerja dan komunikasi.
Tujuan utama dari pengorganisasian komunitas dan adanya model
kemitraan dalam masyarakat adalah meningkatnya jumlah dan mutu kegiatan
masyarakat di bidang kesehatan yang secara operasional dapat dijabarkan
sebagai berikut :
1. Meningkatkan kemampuan pemimim (tokoh masyarakat) dalam merintis
dan menggerakkan upaya kesehatan di masyarakat.
2. Meningkatkan kemampuan organisasi masyarakat dalam
menyelenggarakan upaya kesehatan.
3. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengatasi masalah
kesehatan secara mandiri.
4. Meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenali, menghimpun,
dan mengelola dana atau sarana masyarakat untuk upaya kesehatan.
Tujuan pengorganisasian masyarakat adalah mewujudkan suatu
perubahan sosial yang transformatif dengan berangkat dari apa yang dimiliki
oleh masyarakat yang bersangkutan. Untuk itu perlu dilakukan identifikasi
sumber daya dan infrastruktur yang ada serta menyusun sasaran agar
penyelesaian masalah atau pencapaian tujuan bisa dicapai.
Menurut Hartini (2003) tahapan pengorganisasian masyarakat adalah
sebagai berikut :
a. Melebur bersama masyarakat dengan membangun kontak person, menjalin
pertemanan, terlibat sebagai pendengar, terlibat aktif dalam diskusi dan
ikut bekerja sama.
b. Melakukan penyelidikan sosial dengan melakukan analisa sosial baik
makro maupun mikro (untuk mengidentifikasi faktor-faktor sistemik dalam
masyarakat yang secara konsisten mengakibatkan marjinalisasi kelompokkelompok tertentu dari akses terhadap sumber daya dan manfaat) dan
melakukan pendokumentasian.
c. Merancang kegiatan awal dengan merumuskan isu bersama, musyawarah,
mengidentifikasi masalah, dan potensi secara bersama.
d. Melaksanakan kegiatan yang sesuai dengan kesepakatan musyawarah.
e. Membentuk organisasi rakyat.
3

Sasaran peningkatan peran serta masyarakat dalam pembangunan


kesehatan adalah sebagai berikut.
1. Individu yang berpengaruh atau tokoh masyarakat, baik formal maupun
nonformal.
2. Keluarga.
3. Kelompok masyarakat dengan kebutuhan khusus kesehatan seperti anak
sekolah, ibu hamil, lansia, dan lain-lain.
4. Organisasi masyarakat yang secara langsung maupun tidak langsung dapat
menyelenggarakan upaya kesehatan seperti organisasi profesi, lembaga
swadaya masyarakat, dan sebagainya.
5. Masyarakat umum di desa (kelurahan), kota, dan pemukiman khusus.

2.2 Pengembangan dan pengorganisasian komunitas


2.2.1 Pengembangan komunitas
Pengembangan komunitas adalah suatu usaha yang menyadarkan
dan menanamkan pengertian kepada masyarakat agar dapat
menggunakan semua potensi yang dimilki untuk mencapai
kesejahteraan yang lebih baik.
Neis dan McEwan (2001) mendeskripsikan pengembangan
kesehatan masyarakat (community health development) sebagai
pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat yang
mengombinasikan konsep, tujuan, serta proses kesehatan masyarakat
dan pembangunan msayarakat. Dalam pengembangan kesehatan
masyarakat, perawat komunitas mengidentifikasikan kebutuhan
masyarakat yang berkaitan dengan kesehatan kemudian
mengembangkan, mendekatkan, dan mengevalusai tujuan-tujuan
pembangunan kesehatan melalui kemitraan dengan profesi lain yang
terkait (Nies dan McEwan, 2001: CHNAC, 2003;Diem dan Moyer,
2004; Falk-Rafael dkk., 1999).
Bidang tugas perawat komunitas tidak bisa terlepas dari
kelompok masyarakat sebagai klien termasuk subsistem-subsistem yang
terdapat didalamnya, yaitu individu, keluarga, dan kelompok khusus.
Menurut Nies dan McEwan (2001), perawat komunitas dalam
melakukan upaya peningkatan, perlindungan, dan pemulihan status

kesehatan masyarakat dapat menggunakan alternatif model


pengorganisasian masyarakat, yaitu perencanaan sosial, aksi sosial, atau
pengembangan masyarakat.
Berkaitan dengan pengembangan kesehatan masyarakat yang
relevan, maka penulis mencoba menggunakan pendekatan
pengorganisasian masyarakat model pengembangan masyarakat
(community development). Asumsi dasar mekanisme kolaborasi antara
perawat komunitas dengan masyarakat tersebut adalah hubungan
kemitraan yang dibangun memiliki dua manfaat sekaligus, yaitu
meningkatnya partisipasi aktif masyarakat dan keberhasilan program
kesehatan masyarakat (Kreuter, Lezin, dan Young, 2000).
Mengikutsertakan masyarakat dan partisipasi aktif mereka dalam
pembangunan kesehatan dapat meningkatkan dukungan dan penerimaan
terhadap kolaborasi profesi kesehtan dengan masyarakat (Schlatf, 1991
dan Sienkiwicz, 2004). Dukungan dan penerimaan tersebut dapat
diwujudkan dengan meningkatnya sumber daya masyarakat yang dapat
dimanfaatkan, meningkatnya kredibitas program kesehatan, serta
keberlanjutan koalisi perawat komunitas dengan masyarakat (Bracht,
1990). Ciri-ciri pengembangan komunitas adalah :
a. Langkah berantai, satu langkah mendahului langkah yang lain.
b. Intensitas setiap langkah bisa berbeda, tergantung pada situasi dan
c.
d.
e.
f.

kondisi yang ada di daerah atau masyarakat tersebut.


Tiap langkah mempunyai dasar rasional.
Mempunyai tujuan tujuan proses belajar.
Secara kumulatif akan menghasilkan perubahan yang diharapkan.
Hakekatnya merupakan rangkaian yang mencerminkan lingkaran
pemecahan masalah dan proses perubahan.

Langkah-langkah yang dapat digunakan dalam pengembangan


komunitas antara lain sebagai berikut :
1. Ciptakan kondisi agar masyarakat dapat mengenal dan
memanfaatkan potensi yang ada.
2. Tingkatkan mutu potensi yang ada.

3. Pertahankan dan tingkatkan kegiatan-kegiatan yang sudah ada.


4. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memanfaatkan potensi
yang ada.

2.2.2 Pengorganisasian Komunitas


Pengorganisasian komunitas adalah suatu proses yang terjadi di
masyarakat dalam mengidentifikasi kebutuhan, prioritas dari kebutuhan
tersebut, serta berusaha memenuhi kebutuhan tersebut dengan cara
gotong-royong.
Pengorganisasian masyarakat adalah suatu proses di mana
masyarakat dapat mengidentifikasikan kebutuhan-kebutuhannya dan
menentukan prioritas dari kebutuhan-kebutuhan tersebut, dan
mengembangkan keyakinan untuk berusaha memenuhi kebutuhankebutuhan sesuai dengan skala prioritas berdasarkan sumber yang ada
di masyarakat sendiri maupun yang berasal dari luar, dengan usaha
secara gotong-royong (S. Notoatmodjo, 1997).
Cara dan langkah dalam meningkatkan peran serta masyarakat
antara lain sebagai berikut :
a. Peningkatan peran serta masyarakat pada umumnya merupakan
proses yang berorientasi pada manusia dan hubungannya dengan
manusia lainnya.
b. Penting di tekankan bahwa para pembina peran serta masyarakat
harus bersifat sebagai fasilitator, pemberi bantuan teknis, bukan
sebagai instruktor terhadap masyarakat, agar mampu
mengembangkan kemandirian masyarakat dan bukan menimbulkan
ketergantungan masyarakat.
Secara garis besar, langkah pengembangan peran serta masyarakat
umum adalah sebagai berikut :
a. Penggalangan dukungan penentu kebijakan, pemimpin wilayah,
lintas sektor, dan berbagai organisasi kesehatan, yang dilaksanakan
melalui dialog, seminar, dan lokakarya dengan memanfaatkan media
massa dan sistem organisasi kesehatan.

b. Persiapan petugas penyelenggara melalui pelatihan, orientasi, atau


sarasehan di bidang kesehatan.
c. Persiapan masyarakat melalui serangkaian kegiatan untuk
meningkatkan kemampuan masyarakat dalam mengenal dan
memecahkan masalah kesehatan, dengan menggali dan
menggerakkan swadaya yang dimiliki.

2.3 Pengembangan dan pengorganisasian masyarakat


2.3.1 Pengembangan masyarakat
Di negara yang sedang berkembang terdapat siklus keadaan yang
merupakan suatu lingkaran tak berujung yang menghambat
perkembangan komunitas secara keseluruhan. Sebagai contoh, keadaan
sosial ekonomi rendah yang mengakibatkan ketidakmampuan dan
ketidaktahuan. Hal tersebut selanjutnya mengakibatkan penurunan
produktivitas, produktivitas yang rendah selanjutnya mengakibatkan
keadaan sosial ekonomi semakin rendah dan seterusnya. Langkahlangkah yang bisa ditempuh dalam mengembangkan dan meningkatkan
dinamika komunitas adalah :
a. Ciptakan kondisi agar kompetensi setempat dapat dikembangkan
dan di manfaatkan
b. Pertinggi mutu potensi yang ada
c. Pertahankan kontuinitas program di masyarakat
d. Tingkatkan kesejahteraan masyarakat secara keseluruhan

Unsur-unsur program pengembangan masyarakat


a. Program terencana yang berfokus pada kebutuhan-kebutuhan
menyeluruh (total needs) dari masyarakat yang bersangkutan.
b. Mendorong kemandirian atau swadaya masyarakat.
c. Adanya bantuan teknis dari pemerintah, badan-badan swasta, atau
organisai-organisai sukarela, yang meliputi tenaga, peralatan,
bahan, ataupun dana.
d. Mempersatukan berbagai disiplin ilmu seperti pertanian,
peternakan, kesehatan masyarakat, pendidikan kesejahteraan

keluarga, kewanitaan, kepemudaan, dan lainnya untuk membantu


msayarakat.

Bentuk-bentuk program pengembangan masyarakat.


Menurut Mezirow (1997), terdapat tiga jenis program dalam usaha
pengembangan masyarakat, yaitu sebagai berikut:
a. Program integratif, memerlukan pengembangan melalui koordinasi
dinas-dinas teknis.
b. Program adaptif, fungsi pengembangan masyarakat cukup
ditugaskan pada salah satu kementrian.
c. Program proyek, dalam bentuk usaha-usaha terbatas pada wilayah
tertentu dan program di sesuaikan khusus kepada daera daerah yang
bersngkutan.

Strategi operasional pengembangan masyarakat


a. Biarkan masyarakat sendiri yang menentukan masalah, baik yang
di hadapi secara perorangan atau kelompok. Perawat hanya sebagai
fasilitator atau memberikan arahan selama jalannya proses
lokakarya.
b. Biarkan masyarakat sendiri yang membuat analisis untuk
selanjutnya menyusun rencana usaha perbaikan atau solusi yang
akan dilakukan.
c. Biarkan agar masyarakat sendiri yang mengorganisai diri untuk
melaksanakan usaha perbaikan tersebut.
d. Gali sumber-sumber yang ada dalam masyarakat seoptimal
mungkin, minta bantuan dari luar jika benar-benar memerlukannya.

2.3.2 Pengorganisasian masyarakat


Tiga aspek yang ada dalam pengorganisasian masyarakat adalah
sebagai berikut :
a. Proses

Pengorganisasian masyarakat merupakan proses yang terjadi secara


sadar tetapi mungkin pula merupakan proses yang idak disadari oleh
masyarakat.
b. Masyarakat
Bisa diartikan sebagai suatu kelompok besar yang mempunyai batasbatas geografis, bisa pula diartikan sebagai suatu kelompok dari
mereka yang mempunyai kebutuhan bersama dan berada dalam
kelompok yang besar tadi.
c. Berfungsinya masyarakat (functional community)
Menarik orang-orang yang inisiatif dan dapat bekerja.
Membuat rencana kerja yang dapat diterima dan dilaksanakan

oleh seluruh masyarakat.


Melakukan usaha-usaha atau kampanye untuk mencapai rencana
tersebut.
Dalam suatu masyarakat, bagaimanapun sederhananya, selalu ada

suatu mekanisme untuk bereaksi terhada stimulus. Mekanisme ini


disebut mekanisme pemecahan masalah atau proses pemecahan
masalah. Mengembangkan dan membina partisipasi masyarakat
bukanlah hal pekerjaan mudah serta memerlukan strategi pendekatan
tertentu. Kenyataan dimasyarakat menunjukkan bahwa partisipasi
masyarakat trejadi karena alasan diantaranya sebagai berikut :
1. Tingkat partisipasi masyarakat karena paksaan.
2. Tingkat partisipasi masyarakat karena imbalan.
3. Tingkat partisipasi masyarakat karena identifkasi atau ingin meniru.
4. Tingkat partisipasi masyarakat karena kesdaran.
5. Tingkat partisipasi masyarakat karena tuntutan akan hak asasi dan
tanggung jawab.
Peran perawat komunitas yang paling utama adalah
mengondisikan partisipasi masyarakat karena kesadaran masyarakat itu
sendiri sehingga diharapkan tercapai tingkat kemandirian yang lebih
bertahan lama.
Perencanaan dan pengorganisasian masyarakat
Dilihat dari segi perencanaannya, terdapat dua bentuk pengorganisasian
masyarakat, yaitu sebagi berikut.
1. Bentuk langsung (direct), langkah-langkahnya adalah:
a. Identifikasi masalah atau kebutuhan;
9

b. Perumusan maslah;
c. Penggunaan nilai-nilai sosial yang sama dalam mengekspresikan
hal-hal tersebut.
2. Bentuk tidak langsung (indirect)
Disini harus ada orang-orang yang benar-benar yakin akan adanya
kebutuhan atau masalah yang jika diambil tindakan untuk
mengatasinya maka akan timbul manfaat bagi masyarakat. Hal ini
dapat berupa badan perencanaan yang mempunyai dua fungsi, yaitu:
a. Untuk menampung apa yang direncakan secara tidak formal oleh
para petugas.
b. Mempunyai efek samping terhadap mereka yang belum
termotivasi dalam kegiatan ini.
Pendekatan dalam pengorganisasian masyarakat
Spesific content objective approach
Seseorang atau badan/lembaga yang telah merasakan adanya
kepentingan bagi masyarakat dapat mengajukan suatu program untuk
memenuhi kebutuhan yang dirasakan. Hal ini bisa dilakukan oleh

yayasan, lembaga swadaya masyarakat, atau atas nama perorangan.


General content objective approach
Tujuan pendekatan ini adalah untuk mengoordinasi berbagai usaha
dalam wadah tertentu. Kegiatan ini dapat dilakukan baik oleh
pemerintah maupun organisasi nonpemerintah (nongoverment

organization).
Process organization approach
Penggunaannya berasal dari prakarsa masyarakat, timbul kerjasama
dari anggota masyarakat untuk akhirnya masyarakat sendiri
mengembangkan kemampuannnya sesuai dengan kapasitas mereka
dalam melakukan usaha mengatasi masalah. Salah satu contohnya
adalah kelompok kerja kesehatan (pokjakes) yang dibentuk dengan
prinsip dari, oleh, dan untuk masyarakat.
G. R. Murray (2001) membagi peranan tugas dalam beberapa

jenis, antara alain sebagai pembimbing (guide), enabler, dan ahli


(expert), sebagai pembimbing, petugas berperan membantu masyarakat
mencari jalan untuk mencapai tujuan yang sudah ditentukan oleh
masyarakat sendiri dengan cara yang efektif. Tetepi pilihan cara dan

10

penentuan tujuan dilakukan sendiri oleh masyarakat bukan oleh


petugas. Sebagai enabler, petugas berperan memunculkan dan
mengarahkan keresahan yang ada dalam masyarakat untuk diperbaiki.
Sebagai ahli, menjadi tugasnya untuk memberikan keterangan dalam
bidang-bidang yang dikuasainya.
Persyaratan yang harus dipenuhi oleh perawat ksehatan komunitas
dalam pengorganisasian masyarakat
1. Memahami konsep komunitas dan mampu menerapkan prinsip
negosiasi, kemitraan, dan pemberdayaan di masyarakat.
2. Memahami konsep proses keperwatan kesehatan komunitas.
3. Mampu mendekati masyarakat, mendapatkan kepercayaan mereka,
mengajaknya untuk kerja sama, serta membangun rasa saling
percaya antara perawatan dan masyarakat.
4. Mengetahui dengan baik sumber-sumber daya maupun sumbersumber alam yang ada di masyarakat dan juga mengetahui dinasdinas dan tenaga ahli yang dapat dihubungi jika memerlukan
bantuan.
5. Mampu berkomunikasi dengan masyarakat, dengan menggunakan
metode dan teknik khusus sedemikian rupa sehingga informasi dapat
dipindahkan, dimengerti, dan diamalkan oleh masyarakat.
6. Mempunyai kemampuan profesional tertentu untuk berhubungan
dengan masyarakat melalui kelompok-kelompok tertentu.
7. Mengetahui kemampuan tentang masyarakat dan keadaan
lingkungannya.
8. Mengetahui pengetahuan dasar mengenai keterampilan (skills)
tertentu yang dapat segera diajarkan kepada masyarakat untuk
meningkatkan taraf hidup masyarakat secara menyeluruh.
9. Mengetahui keterbatasan pengetahuannya sediri.
Tokoh masyarakat dan katalis dalam pengorganisasian komunitas
Tokoh masyarakat dalam pengorganisasian masyarakat
Dalam masyarakat, biasanya terdapat orang tertentu yang menjadi
tempat bertanya dan meminta nasehat anggota masyarakat lainnya
mengenai urusan-urusan tertentu. Mereka ini sering kali memiliki
kemampuan mempengaruhi orang lain untuk bertindak dengan caracara tertentu. Pengaruh perubahan yang dimiliki tokoh masyarakat

11

bisa secara formal (bupati, camat, lurah, BPD, dan lainnya) maupun
nonformal (kyai, ulama, kader, dan lainnya). Pengaruh formal terjadi
jika pengaruh tersebut tumbuh karena ditunjang oleh kekuatan atau
birokrasi formal. Sedangkan, pengaruh nonformal diperoleh bukan
karena jabatan resminya tetpai karena kemampuan dan hubungan
antar pribadi mereka dengan anggota masyarakat. Orang-orang yang
memiliki kemampuan untuk mempengaruhi orang lain seperti itu
disebut tokoh masyarakat.
Para tokoh masyarakati ini memainkan peranan penting dalam
proses penyebaran inovasi. Tetapi perlu kita ingat ada tokoh
masyarakat yang aktif dan pasif terhadap inovasi. Mereka dapat
emepercepat difusi dan bisa juga melakukan sebaliknya. Oleh karena
itu, perawat komunitas harus menaruh perhatian khusus pada tokoh
masyarakat pada sistem sosial yang menjadi binaannya. Mengenali
dan melibatkan tokoh masyarakat setempat adalah penting dalam
pembangunan kesehatan yang berorientasi pada pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan. Beberapa teknik untuk
mengetahui atau mengenal serta menentukan siapa yang menjadi
pemuka atau tokoh masyarakat adalah sebagai berikut :
a. Teknik sosiometri
Teknik ini dilkaukan dengan cara menanyakan anggota
masyarakat kepada siapa mereka meminta nasehat atau mencari
informasi mengenai masalah-masalah kemasyarakatan yang
mereka hadapi. Pemimpin adalah mereka yang banyak disebut
para responden. Teknik sosiometri ini adalah alat ukur yang
paling valid untuk menentukan individu yang diannggap
pemimpin oleh masyarakatnya. Kelemahan teknik ini adalah sulit
dilakukan jika sistem sosial yang digunakan memiliki populasi
besar.
b. Teknik informsi rating
Teknik ini merupakan teknik fokus dengan menanyakan langsung
kepada narasumber di masyarakat ynag dianggap mengenal
dengan baik situasi sistem sosial. Para narasumber ini ditanya,
siapakan menurut pendapatnya yang diannggap pemimpin dan

12

siapa yang oleh pendapat umum dipandang pemimpin


masyarakat. Dalam menggunakan teknik ini kita harus dapat
mengidentifikasi para narasumber yang betul-betul mengenal
masyarakat yang dimaksud.

Katalis dalam pengorganisasian masyarakat


Dalam hal ini, katalis dapat diartikan sebagai seseorang atau sesuatu
yang mendorong adanya perubahan. Katalis dapat mengarahakan
adanya dialog yang efektif dalam komunitas, memfasilitasi tindakan
kolektif, dan memecahkan masalah umum yang terjadi. Enam jenis
katalis di antaranya sebagai berikut :
a. Stimulus internal
Stimulus dari dalam komunitas dapat terjadi jika masyarakat
sadar akan masalah kesehatan yang ada di wilayahnya.
Contohnya, meningkatnya jumlah unggas yang terkena flu burung
di wilayahnya secara otomatis akan menyadarkan komunitas akan
pentingnya dialog untuk memecahkan maslah tersebut.
b. Agen perubahan
Seorang perawat komunitas dituntut berperan sebagai agen
perubahan (change agent) di dalam komunitas. Perawat
komunitas harus menyadarkan masyarakat akan masalah-maslah
kesehatan yang memerlukan perubahan sosial.
c. Inovasi
Perawat komunitas juga dituntut untuk selalu berfikir kreatif dan
menciptakan pembaharauan-pembaharuan dalam memecahkan
masalah-masalah kesehatan yang ada dikomunitas.
d. Kebijakan
Kebijakan yang dibuat pemerintah seharusnya dapat menstimulasi
komunitas untuk bertindak, seperti gerakan massal pemberantasan
demam berdarah dengan kewajiban melakukan 3M di rumah
masing-masing.
e. Ketersediaan teknologi
Perkembangan teknologi terkini khususnya teknologi kesehatan
seyogyanya selalu diikuti oleh perawat komunitas. Hal ini akan
memudahkan pekerjaan perawat komunitas ketika bersinggungan
dengan masyarakat. Sebagai contoh, adanya metode kontrrasepsi
nonhormonal akan menstimulasi komunitas untuk
13

mempertimbangkan ulang penggunaan kontrasepsi hormonal


yang lebih beresiko.
f. Media massa
Media massa berfungsi untuk mengubah opini publik yang
dirancang untuk mengubah perilaku individu atau kelompok agar
dapat mengadopsi hal-hal baru yang dismapaikan oleh perawat
komunitas.

2.4 Model kemitraan keperawatan komunitas


Pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia yang telah
dijalankan selama ini masih memperlihatkan adanaya ketidaksesuaian antara
pendekatan pembangunan kesehataan masyarakat dengan tanggapan
masyarakat, manfaat yang diperoleh masyarakat, dan partisipasi masyarakat
yang diharapkan. Meskipun di dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 1992
tentang kesehatan, telah ditegaskan bahwa tujuan pembangunan kesehatan
masyarakat salah satunya adalah meningkatkan kemandirian masyarakat
dalam mengatasi masalah kesehatannya. Oleh karena itu, pemerintah maupun
pihak-pihak yang memiliki perhatian cukup besar terhadap pembangunan
kesehatan masyarakat (termasuk perawat komunitas) perlu mencoba mencari
terobosan yang kreatif agar program-program tersebut dapat dilaksanakan
secara optimal dan berkesinambungan.
Salah satu intervensi keperawatan komunitas di Indonesia yang banyak
digali aadalah kemamapuan perawat komunitas dalam membangun jejaring
kemitraan di masyarakat. Padahal, membina hubungan dan bekerja sama
dengan elemen lain dalam masyarakat merupakan salah satu pendekatan yang
memiliki pengaruh signifikan pada keberhasilan program pembangunan
kesehtan masyarakat (Kahan dan Goodstadt, 2001).
Pada bagian lain, Ervin (2002) menegaskan bahwa perawat kemunitas
memiliki tugas yang sangat penting untuk membangun dan membina
kemintraan dengan anggota masyarakat. Bahkan Ervin mengatakan bahwa
kemitraan merupakan tujuan utama dalam konsep masyarakat sebagai sebuah
sumber daya yang perlu di optimalkan (community as resource), dimana

14

perawat komunitas harus memiliki keterampilan memahami dan bekerja


bersamaan anggota masyarakat dalam menciptakan perubahan dimasyarakat.
Terdapat lima model kemitraan yang dapat diaplikasikan. Model
kemitran tersebut antara lain kepemimpinan (manageralism) (Rees, 2005),
pluralisme baru (new-pluralism), radikalisme berorientasi pada negara (stateoriented radicalism), kewiraushaan (entrepreneurism), dan membangun
gerakan (movement-building) (Batsler dan Randall, 1992). Berkaitan dengan
praktik keperawatan komunitas diatas, maka model kemitraan yang sesuai
untuk mengorganisasi elemen masyarakat dalam upaya pengembangan
derajat kesehtaan masyarakat dalam jangka panjang adalah model
kewirausahaan (entrepreneurialism).
Model kewirausahaan memiliki dua prinsip utama, yaitu prinsip
otonomi (autonomy)- yang kemudian diterjemahkan sebagai upaya advokasi
masyarakat- dan prinsip penentuan nasib sendiri (self-determination)-yang
selanjutnya diterjemahkan sebagai prinsip kewirausahaan. Model
kewirausahaan memiliki pengaruh yang strategis pada pembangunan model
praktik keperwatan komunitas dan model kemitraan dalm pengorganisasian
pengembangan kesehatan masyarakat di Indonesia.
Praktik keperawatan mandiri atau kelompok hubungannya dengan
anggota masyarakat dapat dipandang sebagai institusi yang memiliki dua misi
sekaligus, yaitu sebagai institusi ekonomi dan institusi yang dapat
memberikan pembelaan pada kepentingan masyarakat terutama berkaitan
dengan asas keadilan sosial dan asas pemerataan bidang kesehatan. Oleh
karenanya, praktik keperwatan sebagai institusi sangat terpengaruh dengan
dinamika perkembangan masyarakat (William, 2004: Korsching dan Allen,
2004) dan perkembangan kemasyarakatan tentunya juga akan mempengaruhi
bentuk dan konteks kemitraan yang berpeluang dikembangkan (Robinson,
2005) sesuai dengan slogan National Council for Voluntary Organization
(NCVO) yang berbunyi, New Times, New Challeges (Batsler dan Randall,
1992).
Pada bagian ini, saat ini mulai terlihat kecenderungan adanya perubahan
pola permintaan pelayanan kesehatan pada golongan masyarakat tertentu dari
pelayanan kesehatan tradisional di rumah sakit beralih ke pelayanan
keperawatan di rumah disebabkan karena terjadinya peningkatan pembiayaan
15

kesehatan yang cukup besar dibanding sebelumnya (Depkes RI, 2004a,


2004b; Sharkey, 2000; MacAdam, 2000). Sedangkan secara filosofis, saat ini
telah terjadi perubahan paradigma sakit yang menitikberatkan pada upaya
kuratif kearah paradigma sehat yang melihat penyakit dan gejala sebagai
informasi dan bukan sebagai fokus pelayanan (Cohen, 1996). Sehingga
situasi tersebut dapat dijadikan peluang untuk mengembangkan praktik
keperwatan komunitas beserta pendekatan kemitraan yang sesuai di
Indonesia.
Model pengembangan masyarakat
Menurut Hitchock, Seubert, dan Thomas (1999) fokus kegiatan promosi
kesehatan adalah konsep pemberdayaan (empowerment) dan kemitraan
(patnership). Konsep pemberdayaan dapat dimaknai secara sederhana sebagai
proses pemberian kekuatan atau dorongan sehingga membentuk interkasi
transformatif kepada masyarakat, antara lain adanya dukungan,
pemberdayaan, kekuatan, ide baru, dan kekuatan mandiri untuk membentuk
pengetahuan baru. Sedangkan, kemitraan memiliki definisi hubungan atau
kerjasama antara dua pihak atau lebih, berdasarkan kesetaraan, keterbukaan,
dan saling menguntungkan atau memberikan manfaat (Depkes RI, 2005).
Partisipasi klien (masyarakat) dikonseptualisasikan sebagai peningkatan
inisiatif diri terhadap segala kegiatan yang memiliki kontribusi pada
peningkatan kesehtan dan kesejahteraan (Mapanga dan Mapanga, 2004 ),
pemberdayaan, kemitraan, dan partisipasi memiliki inter-relasi yang kuat dan
mendasar. Perawat spesialis komunitas ketika menjadi suatu kemitraan
dengan masyarakat maka ia juga harus memberikan dorongan kepada
masyarakat, bukan bekerja untuk masyarakat. Oleh karena itu, perawat
spesialis komunitas perlu memberikan dorongan atau pemberdayaan kepada
masyarakat agar muncul partisipasi masyarakat (Yoo dkk, 2004).
Membangun kesehatan masyarakat tidak terlepas dari upaya-upaya
untuk meningkatkan kapasitas, kepemimpinan, dan partisipasi masyarakat
(Nies dan McEwan, 2001), namun perawat spesialis komunitas perlu
membangun dan membina jejaring kemitraan dengan pihak-pihak yang
terkait (Robinson, 2005) misalnya dengan profesi kesehatan lainnya,

16

penyelenggara pemeliharaan kesehatan, pukesmas, donatur atau sponsor,


sektor terkait, organisasi masyarakat, dan tokoh masyarakat.
Model kemitraan keperwatan komunitas dalam mengembangkan
kesehatan masyarakat merupakan suatu paradigma yang memperlihatkan
hubungan antara beberapa konsep penting, tujuan, dan proses dalam tindakan
pengorganisasian masyarakat yang difokuskan pada upaya peningkatan
kesehatan (Hickman, 1995 dalam Nies McEwan, 2001). Konsep utama dalam
model tersebut adalah kemitraan, kesehatan masyarakat, nilai dan
kepercayaan yang dianut, pengetahuan, partisipasi, kapasitas dan
kepemimpinan yang didasarkan pada pelaksanaan prinsip-prinsip
kewirausahaan, dan advokasi masyarakat.
Tujuan dari penggunaan model pengembangan masyarakat adalah (1)
agar individu dan kelompok-kelompok di masyarakat dapat berperan serta
aktif dalam setiap tahapan proses keperawatan dan, (2) terjadi perubahan
perilaku (pengetahuan, sikap, dan tindakan) serta timbulnya kemandirian
masyarakat yang dibutuhkan dalam upnaya peningkatan, perlindungan, dan
pemulihan status kesehatannya di masa mendatang (Niis dan McEwan, 2001;
Green dan Kreuter, 1991).
Menurut Mapanga (2004) tujuan dari proses keperawatan komunitas
adalah meningkatkan kemampuan dan kemandirian fungsional klien
(komunitas) melalui pengembangn kognisi dan kemampuan merata dirinya
sendiri. Pengembangan kognisi dan kemampuan masyarakat difokuskan pada
daya guna aktivitas kehidupan, pencapaian tujuan, perawatan mandiri dan
adaptasi masyarakat terhadap permasalahan kesehatan sehingga akan
berdampak pada peningkatan partisipasi aktif masyarakat.
Perawat komunitas perlu membangun dukungan, kolaborasi, dan koalisi
sebagai suatu mekanisme peningkatan peran aktif masyarakat dalam
perencanaan, pelaksanaan, pengawasan, dan evaluasi implementasi upaya
kesehatan masyarakat. Anderson dan McFarlane (2000) dalam hal ini
mengembangakan model keperwatan komunitas yang memandang
masyarakat sebagai mitra (Community as patner). Fokus dalam model
tersebut menggambarkan dua prinsip pendekatan utama keperawatan
komunitas, yaitu (1) lingkaran pengkajian masyarakat pada puncak model

17

yang menekankan anggota masyarakat sebagai pelaku utama pembangunan


kesehatan, dan (2) proses keperawatan.

18

Anda mungkin juga menyukai