Anda di halaman 1dari 21

Definisi Anemia

Anemia adalah istilah yang menunjukan rendahnya hitung sel darah merah dan kadar
hemoglobin dan hematokrit dibawah normal.anemia bukanlah suatu penyakit melainkan
merupakan pencerminan keadaan suatu penyakit atau gangguan fungsi tubuh.secara fisiologis
anemia terjadi apabila terdapat kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke
jaringan.
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau kehilangan sel
darah merah berlebihan atau keduanya.kegagalan sumsum dapat terjadi akibat kekurangan
nutrisi,pajanan toksiknvasi tumor dan kebanyakan hal yang tidak diketahui.sel darah merah
dapat hilang melalui perdarahan atau hemolisis.lisis sel darah merah terjadi terutama dalam
sel fagositik atau dalam sistem retikuloendotelial terutama dalam hati dan limfa. Sebagian
hasil proses ini, bilirubin yang terbentuk dalam fagosit akan memasuki aliran darah.setiap
kenaikan destruksi sel darah merah dan segera direfleksikan dengan peningkatan bilirubin
plasma.
2.2 Definisi Anemia Aplastik
Anemia aplastik adalah suatu sindroma kegagalan sumsum tulang yang ditandai dengan
pansitopenia perifer dan hipoplasia sumsum tulang. Pada anemia aplastik terjadi penurunan
produksi sel darah dari sumsum tulang sehingga menyebabkan retikulositopenia, anemia,
granulositopenia, monositopenia dan trombositopenia. Istilah anemia aplastik sering juga
digunakan untuk menjelaskan anemia refrakter atau bahkan pansitopenia oleh sebab apapun.
Sinonim lain yang sering digunakan antara lain hipositemia progressif, anemia aregeneratif,
aleukia hemoragika, panmyeloptisis, anemia hipoplastik dan anemia paralitik toksik.
2.3 Klasifikasi Anemia Aplastik
Anemia aplastik umumnya diklasifikasikan sebagai berikut :
1. Idiopatik : Biasanya kasus tidak diketahui gejala yang jelas
2. Sekunder : Bila kasusanya telah diketahui.
3. Konstitusional : Adanya kelainan DNA yang dapat diturunkan, misalnya Anemia
Fanconi.
2.4 Patofisiologi
Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik.
Pada anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada
morfologi spesimen biopsy dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen CD34, marker
dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel bakal dan
primitive kebanyakan tidak ditemukan.Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada
anemia aplastik konstitusional: sel dari pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan
kromosom dan kematian pada paparan terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer
kebanyakan pendek pada pasien anemia aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam
perbaikan telomere (TERC dan TERT ) dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa
dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan
riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa. Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan
oleh kerusakan stroma atau produksi faktor pertumbuhan.
2.5 Tanda dan Gejala Anemia Aplastik
Pada penderita anemia aplastik dapat ditemukan tiga gejala utama yaitu, anemia kurang
darah merah), trombositopenia (kurang trombosit), dan leukopenia (kurang leukosit).

Ketiga gejala ini disertai dengan gejala-gejala lain yang dapat diklasifikasikan sebagai berikut
:
1. Anemia biasanya ditandai dengan pucat, mudah lelah, lemah, hilang selera makan, dan
palpitasi. Gejala-gejala lain yang berkaitan dengan anemia adalah defisiensi trombosit dan sel
darah
putih.
2. Trombositopenia, misalnya: perdarahan gusi, epistaksis, petekia, ekimosa dan lain-lain.
3. Leukopenia, misalnya: infeksi.
Selain itu, hepatosplenomegali dan limfa denopati juga dapat ditemukan pada penderita
anemia
aplastik ini meski
sangat jarang terjadi.
2.6 Penyebab Anemia Aplastik
Penyebab hampir sebagian besar kasus anemia aplastik bersifat idiopatik dimana
penyebabnya masih belum dapat dipastikan. Namun ada faktor-faktor yang diduga dapat
memicu terjadinya penyakit
anemia aplastik
ini.
Faktor-faktor penyebab yang dimaksud antara lain:
1. Penyakit kongenital atau menurun seperti anemia fanconi, dyskeratosis congenita,
sindrom Pearson, sindrom Dubowitz dan lain-lain. Diduga penyakit-penyakit ini
memiliki kaitan dengan kegagalan sumsum tulang yang mengakibatkan terjadinya
pansitopenia (defisit sel darah).
2.

Zat-zat kimia yang sering menjadi penyebab anemia aplastik misalnya benzen, arsen,
insektisida, dan lain-lain. Zat-zat kimia tersebut biasanya terhirup ataupun terkena
(secara kontak kulit) pada seseorang.

3. Obat seperti kloramfenikol diduga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya


pemberian kloramfenikol pada bayi sejak berumur 2 3 bulan akan menyebabkan
anemia aplastik setelah berumur 6 tahun. America Medical Association juga telah
membuat daftar obat-obat yang dapat menimbulkan anemia aplastik. Obat-obat yang
dimaksud antara lain: Azathioprine, Karbamazepine, Inhibitor carbonic anhydrase,
Kloramfenikol, Ethosuksimide, Indomethasin, Imunoglobulin limfosit, Penisilamine,
Probenesid, Quinacrine, Obat-obat sulfonamide, Sulfonilurea, Obat-obat thiazide,
Trimethadione.
4. Radiasi juga dianggap sebagai penyebab anemia aplastik ini karena dapat
mengakibatkan kerusakan pada sel induk ataupun menyebabkan kerusakan pada
lingkungan sel induk. Contoh radiasi yang dimaksud antara lain pajanan sinar X yang
berlebihan ataupun jatuhan radioaktif (misalnya dari ledakan bom nuklir). Paparan
oleh radiasi berenergi tinggi ataupun sedang yang berlangsung lama dapat
menyebabkan kegagalan sumsum tulang akut dan kronis maupun anemia aplastik.
5. Selain radiasi, infeksi juga dapat menyebabkan anemia aplastik. Misalnya seperti
infeksi virus Hepatitis C, EBV, CMV, parvovirus, HIV, dengue dan lain-lain.
2.7 Pemeriksaan Laboratorium Anemia Aplastik
2.7.1. Darah
Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean
corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan
jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature

menandakan leukemia atau MDS sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya
fibrosis sum-sum atau invasi tumor platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer
atau MDS.
2.7.2. Sumsum Tulang
Sumsum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan
biopsi spesimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari
specimen aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome;
biopsy (dimana sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan selularitas dan
kebanyakan menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik
menempati <25% style=""> sumsum yang kosong, sedangkan hot-spot hematopoiesis
dapat pula terlihat pada kasus yang berat. Jika spesimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel
dapat pula diaspirasi di sternum. Sel hematopoietik residual seharusnya mempunyai
morfologi yang normal, kecuali untuk eritropoiesis megaloblastik ringan; megakariosit selalu
sangat berkurang dan biasanya tidak ditemukan. Sebaiknya myeloblast dicari pada area
sekitar spikula. Granuloma (pada specimen seluler) dapat mengindikasikan etiologi infeksi
dari kegagalan sumsum.
2.8 Pencegahan Pada Anemia Aplastik
Usaha pertama untuk mencegah anemia aplastik ini adalah menghindari paparan bahan
kimia berlebih sebab bahan kimia seperti benzena juga diduga dapat menyebabkan
anemia aplastik.
Kemudian hindari juga konsumsi obat-obat yang dapat memicu anemia aplastik. Kalaupun
memang harus mengonsumsi obat-obat yang demikian, sebisa mungkin jangan
mengonsumsinya secara berlebihan. Selain bahan kimia dan obat, ada baiknya pula untuk
menjauhi radiasi seperti sinar X dan radiasi lainnya. Selain itu dapat mencakup lingkungan
yang dilindungi (ruangan dengan aliran udara yang mendatar atau tempat yang nyaman) dan
higiene yang baik. Pada pendarahan dan/atau infeksi perlu dilakukan terapi komponen darah
yang baik, yaitu sel darah merah, granulosit dan trombosit dan antibiotik.
2.9 Pengobatan Anemia Aplastik
Pengobatan yang dapat dilakukan pada penderita Anemia Aplastik cukup banyak yang
diantaranya :
1. Terapi Suportif
Transfusi sel darah merah dan trombosit sangat bermanfaat. Hal ini dilakukan untuk
mengimbangi kekurangan sel darah merah dan trombosit.
2. Faktor-faktor pertumbuhan hematopoietik
Terapi dengan faktor pertumbuhan sebenarnya tidak dapat memperbaiki kerusakan sel induk.
Namun terapi ini masih dapat dijadikan pilihan terutama untuk pasien dengan infeksi berat.
3. Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang ini dapat dilakukan pada pasien anemia aplastik jika memiliki
donor yang cocok HLA-nya (misalnya saudara kembar ataupun saudara kandung). Terapi ini
sangat baik pada pasien yang masih anak-anak.
Transplantasi sumsum tulang ini dapat mencapai angka keberhasilan lebih dari 80% jika
memiliki donor yang HLA-nya cocok. Namun angka ini dapat menurun bila pasien yang
mendapat terapi semakin tua. Artinya, semakin meningkat umur, makin meningkat pula
reaksi penolakan sumsum tulang donor. Kondisi ini biasa disebut GVHD atau graft-versushost disease. Kondisi pasien akan semakin memburuk.
4. Terapi imunosupresif
Terapi imunosupresif dapat dijadikan pilihan bagi mereka yang menderita anemia aplastik.

Terapi ini dilakukan dengan konsumsi obat-obatan. Obat-obat yang termasuk terapi
imunosupresif ini antara lain antithymocyte globulin (ATG) atau antilymphocyte globulin
(ALG), siklosporin A (CsA) dan
Oxymethalone. Oxymethalon juga memiliki efek
samping diantaranya, retensi garam dan kerusakan hati. Orang dewasa yang tidak mungkin
lagi melakukan terapi transplantasi sumsum tulang, dapat melakukan terapi imunosupresif
ini.
Pengobatan anemia aplastik dapat bersifat suportif yaitu dengan transfusi PRC dan
trombosit. Penggunaan obat-obat atau agen kimia yang diduga menjadi penyebab anemia
aplastik harus dihentikan.
Prognosis
Anemia aplastik 80% meninggal (karena perdarahan atas infeksi). Separuhnya meninggal
dalam waktu 3-4 bulan setelah diagnosis.
Anemia aplastik ringan 50% sembuh sempurna atau parsial. Kematian terjadi dalam waktu
yang lama.

Anemia Aplastik

ANEMIA APLASTIK
from Harrison's Principle of Internal Medicine 17th Ed. 2008
Definisi
Anemia aplastik merupakan suatu pansitopenia pada hiposelularitas sum-sum tulang. Anemia
aplastik didapat (Acquired qplastic anemia) berbeda dengan iatrogenic marrow aplasia,
hiposelularitas sum-sum setelah chemotherapy sitotoksik intensif. Anemia aplastik dapat pula
diturunkan : anemia Fancani genetic dan dyskeratosis congenital, dan sering berkaitan dengan
anomaly fisik khas dan perkembangan pansitopenia terjadi pada umur yang lebih muda, dapat
pula berupa kegagalan sum-sum pada orang dewasa yang terlihat normal. Anemia aplastik
didapat seringkali bermanifestasi yang khas, dengan onset hitung darah yang rendah secara
mendadak pada dewasa muda yang terlihat normal; hepatitis seronegatif atau pemberian obat
yang salah dapat pula mendahului onset ini. Diagnosis pada keadaan seperti ini tidak sulit.
Biasanya penurunan hitung darah moderat atau tidak lengkap, akan menyebabkan anemia,
leucopenia, dan thrombositopenia atau dalam beberapa kombinasi tertentu.
Epidemiologi
Insiden terjadinya anemia aplastik didapat di Eropa dan Israel adalah dua kasus per 1 juta
populasi setiap tahunnya. Di Thailand dan Cina, angka kejadiannya yaitu lima hingga tujuh
orang per satu juta populasi. Pada umumnya, pria dan wanita memiliki frekuensi yang sama.
Distribusi umur biasanya biphasic, yang berarti puncak kejadiannya pada remaja dan puncak
kedua pada orang lanjut usia.
Etiologi
Asal anemia aplastik telah dihubungkan dengan beberapa kejadian klinis terkait (Table 2);
namun, hubungan ini seringkali tidak tepat dan mungkin bukan etiologi. Walaupun
kebanyakan kasus anemia aplastik bersifat idiopatik, adanya riwayat medis memisahkan
kasus idiopatik dari kasus dengan dugaan etiologi seperti paparan obat.

Tabel 1 Klasifikasi anemia aplastik dan Sitopenia tunggal.

Didapat

Diturunkan

Anemia Aplastik

Sekunder

Anemia Fanconi's

Radiasi

Dyskeratosis congenita

Obat dan zat kimia

Sindrome Shwachman-Diamond

Efek Reguler

Reticular dysgenesis

Reaksi idiosinkronasi

Amegakaryocytic thrombocytopenia

Virus

Anemia aplastik familial

Epstein-Barr virus

Preleukemia (monosomy 7, etc.)

Hepatitis (Hepatitis non-A, non-B, non-)

Sindrom nonhematologic (Down's, Dubowitz,


Seckel)

Parvovirus B19 (transient aplastic crisis,


PRCA)

HIV-1 (AIDS)

Penyakit Imun

Didapat

Diturunkan

Eosinophilic fasciitis

Hypoimmunoglobulinemia

Thymoma/Karsinoma thymus

Graft-versus-host

disease

pada

immunodefisiensi

Paroxysmal nocturnal hemoglobinuria

Kehamilan

Idiopatik

Cytopenias

PRCA (Lihat Table 4)

PRCA kongenital (Diamond-Blackfan anemia)

Neutropenia/Agranulocytosis

Idiopathic

Kostmann's Syndrome

Obat, Toxin

Sindrom Shwachman-Diamond

Pure white cell aplasia

Reticular dysgenesis

Didapat

Diturunkan

Thrombocytopenia

Drugs, toxins

Amegakaryocytic thrombocytopenia

Amegakaryocytic idiopathix

Thrombocytopenia tanpa radii

Note: PRCA, pure red cell aplasia.


Radiasi
Aplasia sum-sum merupakan sekuele akut utama dari radiasi. Radiasi merusak DNA;
jaringan bergantung pada mitosis aktif yang biasanya terganggu. Kecelakaan nuklir tidak
hanya melibatkan pekerja namun juga pegawai rumah sakit, laboratorium, dan industri
(sterilisasi makanan, radiography metal,dll), begitupula dengan orang lain yang terpapar
secara tidak sengaja. Sementara dosis radiasi dapat diperkirakan melalui angka dan derajat
penurunan hitung darah, dosimetri dengan rekonstruksi paparan dapat membantu
memperkirakan prognosis pasien dan dapat pula melindungi tenaga medis dari kontak dengan
jaringan radioaktif dan secret. MDS dan leukemia, namun kemungkinan bukan anemia
aplastik, merupakan efek lambat dari radiasi.
Zat Kimia
Benzena merupakan penyebab yang diketahui dari kegagalan sum-sum tulang. Banyak data
laboratorium, klinis, dan epidemiologi yang menghubungkan antara paparan benzene dengan
anemia aplastik, leukemia akut, dan abnormalitas darah dan sum-sum tulang. Kejadian
leukemia kurang berkaitan dengan paparan kumulatif -namun kecurigaan tetap diperlukankarena hanya sebagian kecil dari pekerja yang terpapar terkena benzene myelotoksisitas.
Rwayat pekerjaan penting diketahui, terutama pada insdustri dimana benzene digunakan
biasanya sebagai pelarut. Penyakit darah terkait benzene telah menurun insidennya karena
adanya peraturan mengenai paparan industrial. Walaupun benzene tidak lagi digunakan
sebagai pelarut pada pemakaian rumah tangga , paparan terhadap metabolitnya dapat terjadi

pada makanan dan lingkungan sekitar. Keterkaitan antara kegagalan sum-sum dengan zat
kimia lain kurang bermakna.
Obat-obatan
Banyak obat kemoterapi yang mengsupresi sum-sum sebagai toksisitas utamanya; efeknya
tergantung dengan dosis dan dapat terjadi pada semua pengguna. Berbeda dengan hal
tersebut, reaksi idiosinkronasi pada kebanyakan obat dapat menyebabkan anemia aplastik
tanpa hubungan dengan dosis. Hubungan ini berdasarkan dari laporan kasus dan suatu
penelitian internasional berskala besar di Eropa pada tahun 1980 secara kuantitatif menilai
pengaruh obat, terutama analgesic nonsteroid, sulfonamide, obat thyrostatik, beberapa
psikotropika, penisilamin, allopurinol, dan garam emas. Tidak semua hubungan selalu
menyebabkan hubungan kausatif: obat tertentu dapat digunakan untuk mengatasi gejala
pertama dari kegagalan sum-sum (antibiotic untuk demam atau gejala infeksi virus) atau
memprovokasi gejala pertama dari penyakit sebelumnya (petechiae akibat NSAID yang
diberikan pada pasien thrombositopenia). Pada konteks penggunaan obat secara total, reaksi
idiosinkronasi jarang terjadi walaupun pada beberapa orang terjadi dengan sangat buruk.
Chloramphenicol, merupakan penyebab utama, namun dilaporkan hanya menyebabkan
anemia aplasia pada sekitar 1/60.000 pengobatan dan kemungkinan angka kejadiannya
sebenarnya lebih sedikit dari itu (resiko selalu lebih besar ketika berdasar kepada kumpulan
kasus kejadiannya; walaupun pengenalan chloramphenicol dicurigai menyebabkan epidemic
anemia aplasia, penghentian pemakaiannya tidak diikuti dengan peningkatan frekuensi
kegagalan sum-sum tulang). Perkiraan resiko biasanya lebih rendah ketika penelitian
berdasarkan populasi.

Table 3 Beberapa Obat dan Zat Kimi yang Berkaitan dengan Anemia Aplastik .

Agen yang secara rutin menyebabkan depresi sum-sum sebagai toksisitas utama pada dosis
biasa atau paparan yang normal.

Obat sitotoksik yang digunakan dalam kemoterapi kanker : alkylating agents,


antimetabolites, antimitotics, beberapa antibiotic

Agen yang biasanya namun tidak mutlak menyebabkan aplasia sum-sum:

Benzene

Agen yang terkait dengan anemia aplasia namun dengan kemungkinan yang relative rendah

Chloramphenicol

Insektisida

Antiprotozoa: quinacrine dan chloroquine, mepacrine

Nonsteroidal anti-inflammatory drugs (termasuk phenylbutazone, indomethacin, ibuprofen,


sulindac, aspirin)

Anticonvulsants (hydantoins, carbamazapine, phenacemide, felbamate)

Heavy metals (gold, arsenic, bismuth, mercury)

Sulfonamides: beberapa antibiotics, obat antithyroid (methimazole, methylthiouracil,


propylthiouracil), obat antidiabetes (tolbutamide, chlorpropamide), carbonic anhydrase
inhibitors (acetazolamide dan methazolamide)

Antihistamines (cimetidine, chlorpheniramine)

D-Penicillamine

Estrogens (kehamilan)

Agen yang keterkaitan dengan anemia aplastik belum jelas:

Antibiotik

lainnya

(streptomycin,

tetracycline,

methicillin,

mebendazole,

prochlorperazine,

piperacetazine,

trimethoprim/sulfamethoxazole, flucytosine)

Sedatives

dan

tranquilizers

(chlorpromazine,

chlordiazepoxide, meprobamate, methyprylon)

Allopurinol

Methyldopa

Quinidine

Lithium

Guanidine

Potassium perchlorate

Thiocyanate

Carbimazole

Note: yang tertulis miring memiliki keterkaitan paling besar terhadap anemia aplastik
Infeksi
Hepatitis merupakan infeksi yang paling sering terjadi sebelum terjadinya anemia aplasia,
dan kegagalan sum-sum paska hepatitis terhitung 5% dari etiologi pada kebanyakan kejadian.
Pasien biasanya pria muda yang sembuh dari serangan peradangan hati 1 hingga 2 bulan

sebelumnya; pansitopenia biasanya sangat berat. Hepatitis biasanya seronegatif (non-A, nonB, non-C, non-G) dan kemungkinan disebabkan oleh virus baru yang tidak terdeteksi.
Kegagalan hepar fulminan pada anak biasanya terjadi setelah hepatitis seronegatif dan
kegagalan sum-sum terjadi pada lebih sering pada pasien ini. Anemia aplastik terkadang
terjadi setelah infeksi mononucleosis, dan virus Eipsten-Barr telah ditemukan pada sum-sum
pada sebagian pasien, beberapanya tanpa disertai riwayat penyakit sebelumnya. Parvovirus
B19, penyebab krisis aplastik transient pada anemia hemolitik dan beberapa PRCA (Pure Red
Cell Anemia), tidak biasanya menyebabkan kegagalan sum-sum tulang yang luas. Penurunan
hitung darah yang ringan sering terjadi pada perjalanan penyakit beberapa infeksi bakteri dan
virus namun sembuh kembali setelah infeksi berakhir.
Penyakit Immunologis
Aplasia merupakan konsekuensi utama dan penyebab kematian yang tak terhindarkan pada
keadaan transfusion-associated graft-versus-host disease (GVDH), yang dapat terjadi setelah
infuse produk darah kepada pasien immunodefisiensi. Anemia aplastik sangat terkait dengan
sindroma kolagen vaskuler yang jarang terjadi yang disebut fasciitis eosinophilic, yang
ditandai dengan adanya indurasi yang sakit pada jaringan subcutaneous. Pansitopenia dengan
hipoplasia sum-sum dapat pula terjadi pada systemic lupus erythematosus.
Kehamilan
Anemia Aplastik sangat jarang terjadi dan sembuh setelah melahirkan atau setelah terjadinya
keguguran.
Paroxysmal Nocturnal Hemoglobinuria
Mutasi pada gen PIG-A di dalam sel bakal hematopoietic menyebabkan terjadinya PNH,
namun mutasi PIG-A kemungkinan pula terjadi pada individu normal. Jika sel bakal dengan
mutasi PIG-A berproliferasi, hasilnya adalah defisiensi protein membrane sel terkait
glycosylphosphatidylinositol. Sel PNH seperti ini biasanya dapat terlihat dengan flow
sitometri dengan ekspresi CD55 atau CD 59 pada granulosit daripada pemeriksaan Ham atau
sucrose lysis pada sel darah merah. Beberapa klon yang terganggun dapat terdeteksi pada
separuh pasien dengan anemia aplastik pada waktu pemeriksaan (dan sel PNH juga dapat
terlihat pada MDS); hemolysis yang jelas dan episode thrombotik terjadi pada pasien dengan

klon PH yang besar (>50%). Penelitian fungsional terhadap sum-sum tulang pada pasien
PNH, walaupun pada orang yang utamanya bermanifestasi hemolytic, memperlihatkan bukti
adanya hematopoiesis yang rusak. Pasien yang pada awalnya memiliki diagnosis klinis PNH,
terutama pada individu yang berumur lebih muda, kemungkinan pada suatu saat akan
mengalami aplasia sum-sum tulang dan pansitopenia; pasien yang pada awalnya didiagnosis
anemia aplastik kemungkinan mengalami PNH hemolytic beberapa tahun setelah normalnya
hitung darah. Satu penjelasan anemia aplastik yang populer namun tidak terbukti adalah
terpilihnya suatu klon yang terganggu adalah karena sel tersebut mendukung terjadinya
proliferasi pada lingkungan yang tidak biasanya karena adanya destruksi sum-sum akibat
autoimun.
Gangguan Konstitusi
Anemia Fanconi, suatu gangguan resesif autosomal, bermanifestasi sebagai perkembangan
anomaly congenital, pansitopenia progresif, dan peningkatan resiko keganasan. Kromosom
pada anemia fanconi, anehnya, beresiko terhadap agen DNA cross-link, dasar dari
pemeriksaan diagnostic. Pasien dengan anemia Fanconi biasanya memiliki postur yang
pendek, caf au lait spots, dan anomaly yang melibatkan jari, radius, dan traktus
genitourinaria. Paling tidak sekitar 12 defek genetic berbeda yang telah didapatkan; dan yang
paling sering, Anemia Fanconi tipe A, diakibatkan oleh mutasi pada FANCA. Kebanyakan
produk gen pada pasien anemia Fanconi membentuk kompleks protein yang mengaktivasi
FANCD2 untuk berperan dalam respon seluler pada kerusakan DNA dan menyebabkan crosslinking yang melibatkan BRCA1, ATM, da NBSI.
Dyskeratosis congenita ditandai dengan leukoplasia membrane mucous, dystrophi pada kuku,
hiperpigmentasi retikuler, dan perkembangan anemia aplastik pada masa kanak-kanak.
Keragaman X-link disebabkan adanya mutasi pada gen DKCI (dyskerin); tipe autosomal
dominant yang lebih jarang terjadi akibat mutasi hTERC, yang mengatur kerangka RNA, dan
hTERT, yang mengatur reverse transcriptase catalytic, telomerase; produk gen ini bekerja
sama dalam perbaikan untuk mempertahankan ukuran telomere. Pada sindrom ShwachmanDiamond, kegagalan sum-sum terlihat pada insufisiensi pankreatik dan malabsorbsi;
kebanyakan pasien memiliki mutasi heterozygous compound pada SBDS, dimana
berimplikasi pada proses RNA.
Patofisiologi

Kegagalan sum-sum terjadi akibat kerusakan berat pada kompartemen sel hematopoetik.
Pada anemia aplastik, tergantinya sum-sum tulang dengan lemak dapat terlihat pada
morfologi spesimen biopsy (Gambar 1) dan MRI pada spinal. Sel yang membawa antigen
CD34, marker dari sel hematopoietik dini, semakin lemah, dan pada penelitian fungsional, sel
bakal dan primitive kebanyakan tidak ditemukan; pada pemeriksaan in vitro menjelaskan
bahwa kolam sel bakal berkurang hingga < 1% dari normal pada keadaan yang berat.
Suatu kerusakan intrinsic pada sel bakal terjadi pada anemia aplastik konstitusional: sel dari
pasien dengan anemia Fanconi mengalami kerusakan kromosom dan kematian pada paparan
terhadap beberapa agen kimia tertentu. Telomer kebanyakan pendek pada pasien anemia
aplastik, dan mutasi pada gen yang berperan dalam perbaikan telomere (TERC dan TERT )
dapat diidentifikasi pada beberapa orang dewasa dengan anomaly akibat kegagalan sum-sum
dan tanpa anomaly secara fisik atau dengan riwayat keluarga dengan penyakit yang serupa.
Anemia aplasia sepertinya tidak disebabkan oleh kerusakan stroma atau produksi faktor
pertumbuhan.
Kerusakan akibat Obat.
Kerusakan ekstrinsik pada sum-sum terjadi setelah trauma radiasi dan kimiawi seperti dosis
tinggi pada radiasi dan zat kimia toksik. Untuk reaksi idiosinkronasi yang paling sering pada
dosis rendah obat, perubahan metabolisme obat kemungkinan telah memicu mekanisme
kerusakan. Jalur metabolisme dari kebanyakan obat dan zat kimia, terutama jika bersifat polar
dan memiliki keterbatasan dalam daya larut dengan air, melibatkan degradasi enzimatik
hingga menjadi komponen elektrofilik yang sangat reaktif (yang disebut intermediate);
komponen ini bersifat toxic karena kecenderungannya untuk berikatan dengan makromolekul
seluler. Sebagai contoh, turunan hydroquinones dan quinolon berperan terhadap cedera
jaringan. Pembentukan intermediat metabolit yang berlebihan atau kegagalan dalam
detoksifikasi komponen ini kemungkinan akan secara genetic menentukan namun perubahan
genetis ini hanya terlihat pada beberapa obat; kompleksitas dan spesifitas dari jalur ini
berperan terhadap kerentanan suatu loci dan dapat memberikan penjelasan terhadap
jarangnya kejadian reaksi idiosinkronasi obat.
Jejas Autoimun

Penyembuhan pada fungsi sum-sum pada beberapa pasien yang dipersiapkan untuk
transplantasi sum-sum dengan antilymphocyte globulin (ALG) menjelaskan bahwa anemia
aplastik kemungkinan dimediasi imun. Seperti dengan hipotesis ini adalah seringnya
kegagalan transplantasi sum-sum dari kembar syngeneic, kemoterapi sitotoksik tidak
dilakukan, keadaan ini menyangkal absennya sel bakal sebagai penyebab dan keberadaan dari
faktor resipien yang menciptakan kegagalan sum-sum. Data laboratorium mendukung
peranan penting sistem imun pada anemia aplastik. Sel darah dan sel sum-sum tulang pada
pasien dapat menekan pertumbuhan sel bakal normal dan diambilnya sel T yang diamati pada
sum-sum tulang pasien anemia aplastik dapat memperbaiki pembentukan koloni in vitro.
Peningkatan jumlah sel T sitotoksik yang aktif ditemukan pada pasien anemia aplastik dan
biasanya menurun dengan terapi immunosupressif; penukuran sitokin menunjukkan respn
imun TH1 (interferon dan tumor necrosis factor). Interferon dan TNF memicu ekspresi Fas
pada sel CD34, menyebabkan apoptosis.; lokalisasi dari sel T yang teraktivasi pada sum-sum
tulang dan produksi lokal pada faktor pelarut kemungkinan penting dalam kerusakan sel
bakal.
Kejadian sistem imun dini pada anemia aplastik belum dipahami dengan baik. Analisis
ekspresi reseptor sel T menunjukkan oligoklonal dan respon sel T sitotoksik akibat antigen.
Banyak antigen exogen berbeda sepertinya mampu untuk menginisiasi respon imun
patologis, namun paling tidak beberapa sel T kemungkinan dapat membedakan self-antigen.
Jarangnya anemia aplastik walaupun seringnya paparan zat pemicu (obat-obatan dan virus
hepatitis) menandakan bahwa respon imun yang ditentukan secara genetic dapat
mengkonversi respon fisiologis normal menjadi suatu proses autoimun abnormal yang
berkelanjutan, termasuk polymorphisme pada histokompabilitas antigen, gen sitokin, dang en
yang mengatur polarisasi sel T dan fungsi efektor.
Manifestasi Klinik
Riwayat/Anamnesis
Anemia aplastik dapat muncul dengan mendadak atau memiliki onset yang berkembang
dengan cepat. Perdarahan merupakan gejala awal yang paling sering terjadi; keluhan mudah
terjadi memar selama beberapa hari hingga minggu, gusi yang berdarah, mimisan, darah
menstruasi yang berlebihan, dan kadang-kadang peteki. Adanya thrombositopenia,
perdarahan massif jarang terjadi, namun perdarahan kecil pada sistem saraf pusat dapat

berbahaya pada intracranial dan menyebabkan perdarahan retina. Gejala anemia juga sering
terjadi termasuk mudah lelah, sesak napas, dan tinnitus pada telinga. Infeksi merupakan
gejala awal yang jarang terjadi pada anemia aplastik (tidak seperti pada agranulositosis,
dimana faringitis, infeksi anorektal, atau sepsis sering terjadi pada permulaan penyakit).
Gejala yang khas dari anemia aplastik adalah keterbatasan gejala pada sistem hematologist
dan pasien sering merasa dan sepertinya terlihat sehat walaupun terjadi penurunan drastis
pada hitung darah. Keluhan sistemik dan penurunan berat badan sebaiknya mengarahkan
penyebab pasitopenia lainnya. Adanya pemakaian obat sebelumnya, paparan zat kimia, dan
penyakit infeksi virus sebelumnya mesti diketahui. Riwayat kelainan hematologis pada
keluarga dapat mengindikasikan penyebab konstitusional pada kegagalan sum-sum.
Pemeriksaan Fisik
Peteki dan ekimosis sering terjadi dan perdarahan retina dapat ditemukan. Pemeriksaan pelvis
dan rectal tidak dianjurkan namun jika dikerjakan, harus dengan hati-hati dan menghindari
trauma; karena pemeriksaan ini biasanya menyebabkan perdarahan dari servikal atau darah
pada tinja. Kulit dan mukosa yang pucat sering terjadi kecuali pada kasus yang sangat akut
atau yang telah menjalani transfusi. Infeksi pada pemeriksaan pertama jarang terjadi namun
dapat timbul jika pasien telah menjadi simptomatik setelah beberapa minggu. Limfadenopati
dan splenomegaly juga tidak sering terjadi pada anemia aplastik. Bintik Caf au lait dan
postur tubuh yang pendek merupakan tanda anemia Fanconi; jari-jari yang aneh dan
leukoplakia menandakan dyskeratosis congenita.
Pemeriksaan Laboratorium
Darah
Apusan menunjukkan eritrosit yang besar dan kurangnya platelet dan granulosit. Mean
corpuscular volume (MCV) biasanya meningkat. Retikulosit tidak ditemukan atau kurang dan
jumlah limfosit dapat normal atau sedikit menurun. Keberadaan myeloid immature
menandakan leukemia atau MDS; sel darah merah yang bernukleus menandakan adanya
fibrosis sum-sum atau invasi tumor; platelet abnormal menunjukkan adanya kerusakan perifer
atau MDS.
Sum Sum Tulang

Sum-sum tulang biasanya mudah diaspirasi namun menjadi encer jika diapuskan dan biopsi
specimen lemak terlihat pucat pada pengambilan. Pada aplasia berat, apusan dari specimen
aspirat hanya menunjukkan sel darah merah, limfosit residual, dan sel strome; biopsy (dimana
sebaiknya berukuran >1 cm) sangat baik untuk menentukan selularitas dan kebanyakan
menunjukkan lemak jika dilihat dibawah mikroskop, dengan sel hematopoetik menempati
<25% style="">
sum-sum yang kosong, sedangkan hot-spot hematopoiesis dapat pula terlihat pada kasus
yang berat. Jika specimen pungsi krista iliaka tidak adekuat, sel dapat pula diaspirasi di
sternum. Sel hematopoietik residual seharusnya mempunyai morfologi yang normal, kecuali
untuk eritropoiesis megaloblastik ringan; megakariosit selalu sangat berkurang dan biasanya
tidak ditemukan. Sebaiknya myeloblast dicari pada area sekitar spikula. Granuloma (pada
specimen seluler) dapat mengindikasikan etiologi infeksi dari kegagalan sum-sum.
Penilitian terkait
Penelitian kerusakan kromosom pada darah perifer menggunakan diepoxybutane atau
mitomycin C sebaiknya dikerjakan pada anak-anak dan dewasa muda untuk mengeliminasi
diagnoss anemia Fanconi. Analisis genetic untuk menilai kegagalan sum-sum fungsional
telah banyak tersedia di laboratorium. Penilitian kromosom pada sel sum-sum tulang
biasanya menunjukkan adanya MDS dan biasanya negative pada anemia aplastik tipikal.
Essay flow cytometric telah menggantikan test Ham untuk menegakkan diagnosis PNH.
Penelitian serologic dapat menunjukkan bukti adanya infeksi virus, seperti Epstein-Barr dan
HIV. Anemia aplastik post hepatitis biasanya seronegaif. Ukuran limpa sebaiknya ditentukan
melalui pemeriksaan CT-scan atau ultrasound jika pemeriksaan fisik pada abdomen kurang
memuaskan. MRI dapat berguna menilai kandugan lemak pada beberapa tulang belakang
untuk membedakan aplasia dengan MDS.
Diagnosis
Diagnosis anemia aplastik biasanya dilakukan dengan cepat, berdasar dari kombinasi
pansitopenia dengan sum-sum tulang kosong dan berlemak. Anemia aplastik merupakan
penyakit dewasa muda dan sebaiknya menjadi diagnosis utama pada seorang remaja atau
dewasa yang mengalami pansitopenia. Jika yang terjadi adalah pansitopenia sekunder,
diagnosis utama biasanya ditegakkan melalui anamnesis dan pemeriksaan fisis : pembesaran
limpa seperti pada sirosis alkoholik, riwayat metastasis kanker, atau sistemik lupus
eritematosus, atau tuberculosis miliar pada gambaran radiology (Table 1)

Masalah diagnosis dapat timbul dengan gambaran penyakit yang atipikal dan merata. Dimana
pansitopenia sangat umum terjadi, beberapa pasien dengan hiposelularitas pada sum-sum
memiliki penurunan hanya pada satu atau dua dari tiga jenis sel darah, seringkali
memperlihatkan perkembangan menjadi anemia aplastik yang jelas. Sum-sum tulang pada
anemia aplastik sulit dibedakan secara morfologis dengan aspirat pada penyakit didapat.
Diagnosis dapat dipengaruhi oleh riwayat keluarga, hitung jenis darah yang abnormal, atau
keberadaan dari anomali fisik yang terkait. Anemia aplasia lebih sulit dibedakan dari variasi
hiposeluler dari MDS : MDS ditandai dengan penemuan abnormalitas morfologis, terutama
megakariosit dan sel bakal myeloid, dan abnormalitas sitogenik tipikal.
Prognosis
Sifat alami dari perkembangan anemia aplastik adalah penurunan kesehatan dan kematian.
Persiapan sel darah merah dan kemudian transfusi sel darah putih serta antibiotic platelet
terkadang berguna, namun hanya segelintir pasien memperlihatkan penyembuhan spontan.
Penentu utama prognosis adalah hitung darah, beratnya penyakit diindikasikan oleh dua dari
tiga parameter ini : hitung netrophil absolute <500/l,>
Penatalaksanaan Anemia Aplastik
Anemia aplastik dapat disembuhkan dengan penggantian sel hematopoietik yang hilang ( dan
sistem imun) dengan transplantasi stem cell, atau dapat diringankan dengan penekanan sistem
imun untuk mempercepat penyembuhan fungsi sum-sum tulang residual. Faktor pertumbuhan
hematopoietik memiliki keterbatasan manfaat dan glukokortikoid tidaklah bermanfaat.
Paparan obat atau zat kimia yang dicurigai sebaiknya dihentikan dan dihindari; namun,
penyembuhan spontan dari penurunan sel darah yang berat jarang terjadi, dan periode
menunggu sebelum memulai penanganan tidak dianjurkan kecuali hitung jenis darah hanya
sedikit menurun.

Anemia defisiensi besi (ADB) merupakan masalah defisiensi nutrien tersering pada anak di
seluruh dunia terutama di negara sedang berkembang termasuk Indonesia. Penyakit ini
disebabkan oleh kurangnya zat besi dalam tubuh penderita.
Secara epidemiologi, prevalens tertinggi ditemukan pada akhir masa bayi dan awal masa
kanak-kanak diantaranya karena terdapat defisiensi besi saat kehamilan dan percepatan
tumbuh masa kanak-kanak yang disertai rendahnya asupan besi dari makanan, atau karena

penggunaan susu formula dengan kadar besi kurang. Selain itu ADB juga banyak ditemukan
pada masa remaja akibat percepatan tumbuh, asupan besi yang tidak adekuat dan diperberat
oleh kehilangan darah akibat menstruasi pada remaja puteri. Data SKRT tahun 2007
menunjukkan prevalens ADB . Angka kejadian anemia defisiensi besi (ADB) pada anak
balita di Indonesia sekitar 40-45%.[i] Survai Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2001
menunjukkan prevalens ADB pada bayi 0-6 bulan, bayi 6-12 bulan, dan anak balita berturutturut sebesar 61,3%, 64,8% dan 48,1%.

Fungsi zat besi yang paling penting adalah dalam perkembangan system saraf yaitu
diperlukan dalam proses mielinisasi, neurotransmitter, dendritogenesis dan metabolism e
saraf.

Kekurangan zat besi sangat mempengaruhi fungsi kognitif, tingkah laku dan pertumbuhan
seorang bayi. Besi juga merupakan sumber energy bagi otot sehingga mempengaruhi
ketahanan fisik dan kemampuan bekerja terutama pada remaja.
Bila kekuranganm zat besi terjadi pada masa kehamilan maka akan meningkatkan risiko
perinatal serta mortalitas bayi.
Gejala yang paling sering ditemukan adalah pucat yang berlangsung lama (kronis) dan dapat
ditemukan gejala komplikasi, a.l. lemas, mudah lelah, mudah infeksi, gangguan prestasi
belajar, menurunnya daya tahan tubuh terhadap infeksi dan gangguan perilaku.
Penyebab defisiensi besi menurut umur
Bayi kurang dari 1 tahun
1. Cadangan besi kurang, a.l. karena bayi berat lahir rendah, prematuritas, lahir kembar,
ASI ekslusif tanpa suplementasi besi, susu formula rendah besi, pertumbuhan cepat
dan anemia selama kehamilan.
2. Alergi protein susu sapi
Anak umur 1-2 tahun
1. Asupan besi kurang akibat tidak mendapat makanan tambahan atau minum susu
murni berlebih.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis.
4. Malabsorbsi.
Anak umur 2-5 tahun

1. Asupan besi kurang karena jenis makanan kurang mengandung Fe jenis heme atau
minum susu berlebihan.
2. Obesitas
3. Kebutuhan meningkat karena infeksi berulang / kronis baik bakteri, virus ataupun
parasit).
4. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan (divertikulum Meckel / poliposis dsb).
Anak umur 5 tahun-remaja
1. Kehilangan berlebihan akibat perdarahan(a.l infestasi cacing tambang) dan
2. Menstruasi berlebihan pada remaja puteri.
Penanganan anak dengan anemia defisiensi besi yaitu :
1. Mengatasi faktor penyebab.
2. Pemberian preparat besi
a.

b.

Oral

Dapat diberikan secara oral berupa besi elemental dengan dosis 3 mg/kgBB sebelum
makan atau 5 mg/kgBB setelah makan dibagi dalam 2 dosis.

Diberikan sampai 2-3 bulan sejak Hb kembali normal

Pemberian vitamin C 2X50 mg/hari untuk meningkatkan absorbsi besi.

Pemberian asam folat 2X 5-10 mg/hari untuk meningkatkan aktifitas eritropoiesis

Hindari makanan yang menghambat absorpsi besi (teh, susu murni, kuning telur,
serat) dan obat seperti antasida dan kloramfenikol.

Banyak minum untuk mencegah terjadinya konstipasi (efek samping pemberian


preparat besi)

Parenteral

Indikasi:

Adanya malabsorbsi

Membutuhkan kenaikan kadar besi yang cepat (pada pasien yang menjalani dialisis
yang memerlukan eritropoetin)

Intoleransi terhadap pemberian preparat besi oral

Pencegahan
Pendidikan
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat :
1. Tentang gizi dan jenis makanan yang mengandung kadar besi yang tinggi dan
absorpsi yang lebih baik misalnya ikan, hati dan daging.
2. Kandungan besi dalam ASI lebih rendah dibandingkan dengan susu sapi tetapi
penyerapan/bioavailabilitasnya lebih tinggi (50%). Oleh karena itu pemberian
ASI ekslusif perlu digalakkan dengan pemberian suplementasi besi dan
makanan tambahan sesuai usia.
3. Penyuluhan mengenai kebersihan lingkungan untuk mengurangi kemungkinan
terjadinya infeksi bakteri / infestasi parasit sebagai salah satu penyebab
defisiensi besi.

Anda mungkin juga menyukai