Anda di halaman 1dari 15

Tak Ada Gelar yang

Sia-Sia, Atau Profesi


Berembel-Embel
Cuma. Sarjana
Juga Berhak Jadi Ibu
Rumah Tangga!

Priscilla Silaen | Mar 15, 201525,951 shares

Bagikan di Twitter (220) Bagikan di Facebook (25.7K)


Bekerja dan memiliki karier yang cemerlang bagi perempuan masa
kini telah menjadi hal yang wajar. Jika dulu peran perempuan
dibatasi hanya pada pekerjaan yang bersifat rumahan, kini mereka
sudah lumrah ke luar rumah. Seiring dengan semakin banyaknya
kaum hawa yang mengenyam pendidikan di perguruan tinggi,
kesempatan untuk mengukir karir gemilang pun terbuka semakin
lebar.
Namun tidak sedikit pula perempuan bergelar sarjana yang menjadi
seorang ibu rumah tangga. Sementara itu, sebagian orang masih
menganggap bahwa tinggal di rumah setelah lulus dari perguruan
tinggi adalah kesia-siaan. Setelah menghabiskan waktu, tenaga, dan
biaya untuk mendapat gelar sarjana, sayang jika perempuan hanya

akan menjadi ibu rumah tangga. Tapi benarkah seperti itu? Bukankah
tak ada ilmu yang sia-sia, dan tak ada pekerjaan yang bisa diberi
embel-embel cuma?

Gairah meniti karier selagi


muda pasti pernah terpikir
olehmu yang ibu rumah
tangga. Sama seperti teman
lainnya, kamu juga punya
ambisi dan cita-cita

kelulusan datang via survivinamerica.com

Bagi seorang sarjana, rasanya tidak salah bila kamu memiliki banyak
mimpi yang menunggu untuk dituntaskan. Berbagai kesempatan kerja
yang datang tidak ingin kamu lewatkan. Mengirim surat lamaran ke
berbagai perusahaan menjadi agenda yang memenuhi kegiatanmu

selanjutnya. Ada semangat yang berkobar di dalam hati bahwa ini


adalah saat yang tepat untuk membayar setiap pengorbanan orangtua
selama membiayai semua kebutuhanmu. Membahagiakan mereka
menjadi tujuan terbesar selanjutnya.
Sebagai perempuan muda yang cerdas kamu tentu bangga jika
akhirnya bisa menopang biaya hidup sendiri. Pandangan bahwa
perempuan karier dilihat sebagai sosok yang hebat juga wajar
membuatmu semakin ingin membuktikan diri. Maka tidak
mengherankan bila kamu terus ingin berlari mengejar segala mimpi.
Termasuk juga membahagiakan kedua orangtua sebelum akhirnya
mereka abadi menutup mata.

Hingga tiba saatnya seseorang


datang padamu dan
memintamu menghabiskan
hidup bersama. Menjadi ibu
dari anak-anaknya, kamu pun
risau dengan keputusan untuk
tetap bekerja

memutuskan menikah via www.huffingtonpost.com

Setelah berkarier selama beberapa tahun, tiba pula waktu yang kamu
tunggu untuk mengikat janji dengan seorang pria yang kamu cintai.
Kamu jelas bahagia karena pada akhirnya kamu akan memiliki
keluarga kecil. Tapi di sisi lain, ada kerisauan yang mulai tumbuh
dalam pikiranmu.

Apakah kamu mampu bekerja sekaligus menjadi istri dan


ibu yang sama baiknya?
Rasa risau yang datang semakin jadi tatkala kamu sadar akan punya
buah hati sendiri. Jelas tidak mudah membagi konsentrasi antara
pekerjaan di kantor dengan peran ibu secara penuh. Banyak ibu yang
mampu melakukannya, bahkan bukan tidak mungkin ibumu juga.
Namun persoalannya di sini adalah kemampuanmu
sendiri. Melihat track record-mu yang lebih suka fokus pada satu hal
daripada mengemban dua tanggung jawab yang berbeda, kamu tak
yakin sepenuhnya bisa menjadi ibu dan wanita karier yang tangguh.
Belum lagi membayangkan melewati tumbuh kembang sang anak saat
harus seharian menghabiskan waktu dengan setumpuk pekerjaan.

Meski menghormati pilihan orang lain, kamu pribadi tetap ingin


supaya anak-anakmu kamu asuh sendiri, tanpa mengandalkan
pengasuh bayi. Pilihan untuk keluar dari pekerjaanmu yang sekarang
pun mulai berkecamuk di pikiranmu.

Sudah terbayang komentar


orang tentang niatmu berhenti
bekerja. Seolah dengan tinggal
di rumah, gelar yang kamu
punya jadi sia-sia

apa kata orang? via www.businesscircle.com.my

Memutuskan untuk menjadi ibu rumah tangga dan meninggalkan


pekerjaan nyatanya tidak semudah membalik telapak tangan. Ada
banyak pertimbangan yang perlu dipikirkan. Mulai dari sayangnya
melepas kesempatan yang telah kamu dapatkan sampai dengan
semua pemikiran orang mengenai keputusan yang akan kamu ambil
nantinya. Sebagian orang tentu mendukung keputusanmu tersebut.
Tapi di sisi lain pasti ada juga orang yang menilai bahwa
meninggalkan pekerjaan adalah suatu keputusan keliru.
Tidak hanya memikirkan perkataan orang, keresahan dan
kebingunganmu juga bertambah memikirkan komentar sanak

keluarga jika kamu memutuskan untuk berhenti bekerja. Berbagai


kalimat seperti:

Kok berhenti kerja, apa gak sayang sama gelarmu?


Kalau cuma buat tinggal di rumah, apa gunanya sekolah
tinggi-tinggi?
Padahal gelar sarjana yang dimiliki oleh perempuan masa kini bukan
hanya akan berguna jika digunakan bekerja di kantoran. Sebaliknya,
menjadi ibu rumah tangga bukan lagi hanya urusan mencuci dan
memasak saja. Pekerjaan domestik itu juga butuh kecerdasan dan
ketangguhan, sama seperti pekerjaan kantoran.

Untuk mencetak anak-anak


cerdas, diperlukan ibu
berkualitas: ilmu yang sudah
kamu timba tak hanya akan
berguna bila kamu bekerja
saja

ibu dan anak via www.huffingtonpost.com

Memiliki pendidikan tinggi juga diikuti oleh tuntutan untuk memiliki


karir cemerlang. Pemahaman bahwa ibu rumah tangga perlu juga
mempunyai bekal pendidikan baik belum banyak dimengerti. Ketika
perempuan pada akhirnya tinggal di rumah dan melepas (untuk
sementara atau untuk waktu lama) tanggung jawab mencari nafkah,
maka proses menempuh pendidikan di perguruan tinggi dirasa siasia.
Padahal untuk mendidik anak di zaman sekarang diperlukan sosok
perempuan yang tidak hanya pandai memasak, mencuci, dan
membereskan rumah. Ibu adalah pendidik pertama bagi anakanaknya yang juga harus mengerti berbagai hal yang kelak akan
ditanyakan. Mendidik moral dan intelektual seorang anak
memerlukan bekal yang matang. Jika kamu tidak memiliki latar
belakang mumpuni rasanya memiliki anak-anak cerdas pun akan sulit
dicapai.

Tidak melulu soal anak,


suamimu kelak juga perlu
perempuan yang mampu
diajak berbagi pikiran;
menyelesaikan berbagai
masalah yang datang
menghadang

partner berpikir suami via www.sofeminine.co.uk

Pria yang kelak akan menikahimu tentu bangga memiliki perempuan


yang tidak hanya cantik parasnya tapi juga cerdas pemikirannya.
Karena kepadamulah ia nantinya akan berkeluh kesah saat ada
masalah yang menghampirinya. Jika kamu tidak memiliki wawasan
luas tentu sulit baginya berbagai beban bagimu. Sekali lagi pendidikan

yang baik akan membentuk cara berpikir dan kemampuanmu melihat


masalah dari sudut pandang berbeda.
Dia juga akan bangga mengajakmu pergi ke berbagai acara, karena
meskipun menjadi ibu rumah tangga kamu punya cara berpikir yang
berbeda. Seorang istri yang cerdas adalah harga diri bagi semuanya.
Pendidikan yang kamu dapat di bangku kuliah akan mempengaruhi
cara berpikir, berbicara, dan kamu bertindak. Mungkin kamu tidak
akan merasakannya sekarang, tapi bila masanya sudah datang,
perbedaan tersebut pelan-pelan akan terlihat.

Sesekali pasti terdengar nada


sumbang tentang pilihanmu
menjadi ibu rumah tangga.
Tidak mengapa, itu hanya
sebagian dari tantangan hidup
yang pasti ada.

percaya pada keputusanmu via thoughtcatalog.com

Kamu tentu tidak dapat mengerem opini orang lain tentang dirimu.
Tidak mengapa, pahamilah itu sebagai bagian dari konsekuensi hidup.
Karena toh kalau pun kamu kelak memilih bekerja, komentar lainnya
seperti:

Perempuan baiknya sih ngurusin suami sama anak aja di


rumah
Apa gak kasihan sama anaknya di tinggal-tinggal terus
sama ibunya?

Iya, baik kamu memilih meneruskan bekerja atau jadi ibu rumah
tangga, pasti ada kritik yang melayang ke wajahmu.
Tidak ada kesia-siaan dari semua pengorbananmu saat memilih untuk
sepenuhnya menghabiskan waktu untuk mengurus keluarga. Seperti
telah dikatakan sebelumnya, setiap keputusan tentu memiliki
risikonya tersendiri. Dan sebagai perempuan cerdas yang dewasa,
kamu sangat memahaminya.

Percayalah ada kebaikan


dalam setiap keputusan. Kamu
tidak perlu rendah diri hanya
karena keputusanmu ini.

ibu cerdas akan melahirkan anak yang cerdas via www.huffingtonpost.com

Apakah memalukan sarjana yang jadi ibu rumah tangga?


Terus apakah mengurus suami dan membesarkan anak
tidak perlu perempuan berpendidikan? Ina C, Jakarta
Perasaan minder atau kurang percaya diri saat memilih untuk tidak
bekerja setelah menjadi ibu rumah tangga terasa wajar. Namun satu
yang perlu kamu ingat peranmu sebagai seorang istri dan ibu yang
mengurus keluarga secara penuh tidak dapat dibayar oleh apapun.
Tidak ada pekerja yang bekerja sepanjang hari seperti seorang ibu dan
tidak ada pula pekerja yang mau bekerja tanpa diberi upah kecuali
seorang istri.
Itu semua hanyalah soal pilihan, bukan masalah benar atau salah.
Jalanilah semua pilihan dengan penuh rasa tanggung jawab. Karena

suatu hari nanti, saat anak-anakmu telah dewasa dan bersama


suamimu akan menua mereka akan merasa bangga memiliki seorang
perempuan yang rela mempersembahkan hidupnya untuk mengurus
secara total keluarganya.

Percayalah pada setiap keputusan yang telah kamu ambil. Karena


apapun itu asalkan kamu dapat mempertanggung jawabkannya kelak
hal itu akan membuahkan hasil yang maksimal. Sebuah kutipan yang
sangat menyentuh nampaknya dapat menjadi penutup yang manis
dari artikel ini:

Entah akan berkarir atau berumah tangga, seorang


wanita wajib berpendidikan tinggi karena ia akan menjadi
ibu. Ibu-ibu cerdas akan menghasilkan anak-anak
cerdas. Dian Sastrowardoyo

Anda mungkin juga menyukai