G1A012121
G1A012122
G1A012124
G1A012134
G1A012147
G1A012149
G1A012154
G1A010045
I.
PENDAHULUAN
A. Judul Praktikum
Pemeriksaan Fungsi Pendengaran
B. Waktu, Tanggal Praktikum
Senin, 6 April 2015
C. Tujuan Praktikum
1. Mengetahui dan melakukan pemeriksaan fungsi pendengaran secara
langsung pada manusia
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi fungsi pendengaran
seseorang
3. Mengetahui aplikasi klinis penurunan fungsi pendengaran
4. Mengetahui cara pemeriksaan fungsi pendengaran dengan beberapa
metode yang digunakan di klinis
D. Dasar Teori
1.
Definisi Pendengaran
Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf. Gelombang suara
adalah getaran udara yang merambat terdiri dari daerah-daerah bertekanan
tinggi akibat kompresi/pemadatan molekul udara bergantian dengan
daerah-daerah bertekanan rendah akibat penjarangan/peregangan molekul
udara. Suara ditandai oleh adanya (Sherwood, 2011) :
a. Nada, ditentukan oleh frekuensi getaran. Semakin besar frekuensi
getaran, semakin tinggi nada. Telinga manusia dapat mendeteksi
gelombang suara dengan frekuensi dari 20 sampai 20.000 siklus per
detik tetapi paling peka untuk frekuensi antara 1000 dan 4000 siklus
per detik.
b. Intensitas/kekuatan suara bergantung pada amplitudo gelombang suara.
Kekuatan suara diukur dalam desibel (dB). Suara yang lebih besar
daripada 100 dB dapat merusak secara permanen perangkat sensorik
sensitif di koklea.
c. Warna suara/kualitas suatu suara bergantung pada overtone, yaitu
2.
suara.
Meatus
auditorius
eksternus
berfungsi
untuk
3.
Fisiologi Pendengaran
Gelombang suara
Getaran jendela
bundar
Pembuyaran
energi (tidak ada
persepsi suara)
Perubahan potensial
berjenjang di sel reseptor
Perubahan frekuensi
potensial aksi yang
dihasilkan di saraf auditorius
bunyi
penala,
Status pendengaran
Normal/gangguan
Lokus
Tidak ada
Koklea
sensorineural
retrokoklearis
Negatif HU<HT
Gangguan konduksi
Telinga luar / tengah
Tabel 1. Interpretasi Uji Rinne (Satyanegara, 2010)
b. Tes weber
Uji weber adalah yaitu dapat mendengarkan suara sendiri lebih
keras bila satu telinga ditutup. Gagang penala yang bergetar
ditempelkan ditengah dahi dan pasien diminta melapor apakah suara
terdengar ditelinga kiri, kanan atau keduanya (Adams, 1997).
Umumnya pasien mendengar bunyi penala pada telinga dengan
konduksi tulang yang lebih baik atau dengan komponen konduktif
yang lebih besar. Jika nada terdengar pada telinga yang dilaporkan
6
Lokus
Tidak ada
Telinga luar/tengah
yang sakit
Lateralisasi
Koklearis
ke
yang sehat
retrokoklearis
Tabel 2. Interpretasi uji weber (Mark, 1995)
memindahkan
penala
ke
mastoidnya
sendiri
dan
ruangan
dapat
ditaruh
kayu
didalamnya.
2) Pemeriksa. Sebagai sumber bunyi harus mengucapkan kata-kata
dengan mengucapkan ucapan kata-kata sesudah ekspirasi normal.
Kata-kata yang dibisikan terdiri dari 2 suku kata (bysillabic) yang
terdiri dari kata sehari-hari.
tekanan yang sama dan di antara dua suku kata bysillabic "gajah
mada P.B.List" karena telah diterapkan keseimbangan phonemnya
dalam bahasa Indonesia.
3) Penderita. Telinga yang akan dites dihadapkan kepada pemeriksa
dan telinga
6 meter
: normal
5 meter
4 meter
: tuli ringan
3-2 meter
: tuli sedang
1 meter
: tuli berat
ketuliannya,
(c) bagaimana
derajat
ketuliannya.
Dalam
0-25 dB
>25-40 dB
>40-55 dB
>55-70 dB
>70-90 dB
> 90 dB
: normal
: tuli ringan
: tuli sedang
: tuli sedang berat
: tuli berat
: tuli sangat berat
E. Alat Bahan
Garputala 512 Hz
F. Cara Kerja
Pemeriksaan telinga (Garputala)
Tanggal
: 6 April 2015
1.
Tes Rinne
Bunyikan garpu tala frek 512 Hz, letakkkan tangkainya tegak
lurus mastoid (posterior MAE) sampai penderita tidak mendengar
kemudian cepat pindahkan ke depan MAE penderita
Apabila penderita masih mendengar : Rinne (+)
Apabila penderita tidak mendengar : Rinne ()
2.
Tes webber
Garpu tala frek 512 Hz dibunyikan, kemudian tangkainya
diletakkan digaris tegak lurus median(vertex, dagu, atau gigi incisivus)
, Penderita diminta menunjuk telinga mana yang mendengar lebih
keras, Bila mendengar paa satu telinga disebut lateralisasi ke sisi
telinga tersebut, Bila kedua telinga tak mendengar atau sama-sama
mendengar disebut tidak ada lateralisasi
Intepretasi
Normal: tidak ada lateralisali
Tuli konduksi: mendengar lebih keras di telinga yang sakit
Tuli sensori neural: mendengar lebih keras di telinga yang sehat
3.
Tes Scwabach
Garpu tala frek 512 Hz dibunyikan kemudian tangkainya
diletakkan tegak lurus paa planum mastoid pemeriksa bila
pemeriksa
sudah
tidak
ke
mastoid
dipindahkan
mendengar
Scwabach
mendengar
penderita,
memanjang,
secepatnya
Bila
Bila
garpu
penderita
penderita
tala
masih
tidak
10
Tempat praktikum
Probandus
: M. Reiza Primayana
Usia
: 21 tahun
11
dapat membedakan getaran garpu tala di telinga kanan maupun kiri. Suara
yang didengarkan sama-sama jelas. Interpretasi dari tes Weber adalah
simetris.
3. Tes Schwabach
Pada tes scwabach ini, dipastikan terlebih dahulu bahwa pemeriksa
normal sehingga hasilnya bisa dibandingkan apakah probandus terdapat
kelainan atau tidak. Ketika garpu tala digetarkan dan probandus
memberikan kode bahwa dia tidak lagi mendengar suara getaran garpu
tala, pemeriksa memindahkan garpu tala tersebut ke depan liang telinga
pemeriksa. Hasilnya, pemeriksa juga tidak lagi mendengar adanya suara
getaran. Untuk memastikan, maka pemeriksaan ini dibalik, yaitu dimulai
dari pemeriksa terlebih dahulu. Ketika pemeriksa sudah tidak mendengar
lagi suara getaran, probandus juga tidak mendengar adanya suara getaran.
Interpretasi dari tes Schwabach ini adalah sama karena tidak didapatkan
pemendekan maupun pemanjangan pendengaran suara getaran garpu tala.
Tes Rinne
+ (Positif)
Tes Weber
Tes Schwabach
Simetris
Sama
Tabel 4. Hasil Pemeriksaan Tes Garpu Tala
Tes Weber
Simetris
Lateralisasi
Tes Schwabach
Sama
ke Memanjang
Interpretasi
Normal
Conductive hearing
+ (Positif)
sisi sakit
Lateralisasi
ke Memendek
loss (CHL)
Sensoryneural
sisi sehat
hearing
loss
(SNHL)
Tabel 5. Panduan interpretasi hasil pemeriksaan garputala (Bagai, 2006).
B. Aplikasi Klinis
1. Otitis Media
Otitis media adalah infeksi atau inflasmasi di telinga tengah.
Kejadian ini terjadi diawali dari flu atau kondisi lain masalah
pernafasan yang dapat menyebar hingga ke telinga sehingga terjadi
otitis media. Penyebaran ini biasanya terjadi melewati tuba eustasia
12
pendengaran.
(American
speech-language-hearing
association, 2015)
Tipe gangguan suara ini adalah konduksi dan bersifat
sementara. Tetapi jika kejadian otitis media ini berlangsung secara
terus menerus dapat merusak membrane timpani, tulang pendengaran,
hingga
nervus
pendengaran
pendengaran
sensorineural
yang
dapat
(American
menjadi
gangguan
speech-language-hearing
association, 2015)
2. Presbikusis
Presbikusis adalah tuli sensorineural pada usia lanjut akibat proses
degenerasi organ pendengaran yang terjadi secara progresif lambat dan
dapat dimulai pada frekuensi rendah atau tinggi, bersifat simetris, dan
tidak memiliki kelainan penyebab lain selain penuaan (Soesilorini,
2011).
Schuknect menerangkan keadaan ini dimulai dari degenerasi atrofi
di bagian epitel dan saraf pada organ corti lalu diikuti dengan
degenerasi sel ganglion spiral pada daerah basal hingga ke daerah
apeks yang pada akhirnya terjadi degenerasi pada jaras saraf pusat
dengan manifestasi gangguan pemahama bicara (Soesilorini, 2011).
Patofisiologi terjadinya presbikusis menunjukkan adanya
degenerasi pada stria vaskularis (tersering). Bagian basis dan apeks
koklea pada awalnya mengalami degenerasi, tetapi kemudain meluas
ke region koklea bagian tengah dengan bertambahnya usia. Degenerasi
sel marginal dan intermedia pada stria vaskularis terjadi secara
sistemik, serta terjadi kehilangan Na+K+ATPase. Kejadian ini
menyebabkan gangguan depolarisasi untuk menghasilkan enzim
13
yang
akan
berkuang
secara
signifikan
sehingga
14
III.
KESIMPULAN
1.
Pendengaran adalah persepsi energi suara oleh saraf yang ditandai oleh
2.
3.
4.
15
DAFTAR PUSTAKA
Bickley L.S. 2012. Bates Guide to Physical Examination & History Taking 11th
edition. Philadelphia: Lippincott William and Wilkins.
Baehr, Mathias. 2010. Diagnosis Topik Neurologi DUUS. Jakarta : EGC.
Sherwood, Lauralee. 2011. Fisiologi Manusia. Jakarta : EGC.
FK UI. 2010. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan
Leher. Edisi 6. Jakarta : Balai Penerbit FK UI.
Adams B. 1997. Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Jakarta : EGC.
Mark H. 1995. Buku Ajar Diagnostik Fisik. Jakarta : EGC.
Satyanegara. 2010. Ilmu Bedah Saraf. Edisi 4. Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Utama.
Burnside, John W. Diagnosis Fisik. Ed.17.Jakarta :EGC,1995
Bagai A., P. Thavendiranathan, A.S. Detsky. 2006. Does this patient have hearing
impairment?. JAMA 295 (4): 41628.
Soesilorini,
M.
2011.
Presbikusis.
Tersedia
di
http://eprints.undip.ac.id/31380/3/Bab_2.pdf (diakses pada 11 April 2015)
American Speech-Language-Hearing Association. 2015. Causes of Hearing Loss
in
Children
Otitis
Media.
Tersedia
di
http://www.asha.org/public/hearing/Causes-of-Hearing-Loss-in-Children/
(diakses pada 11 April 2015)
16