Anda di halaman 1dari 6

PLANING JUDUL KTI

1. Hubungan Hipertensi Dengan Kejadian Preeklamsi-Eklamsi Pada Ibu Hamil Di


Rumah Sakit (RSUP NTB)
Abstrac : Angka kematian ibu merupakan barometer kesehatan ibu disuatu negara. Salah satu
penyebab angka kematian ibu di Metro yaitu preeklamsi-eklamsi. Tahun 2008 kejadian preeklamsieklamsi di Rumah Sakit Umum Daerah XXX adalah 16,54% yaitu 70 kasus dari 423 ibu hamil, tahun
2009 meningkat menjadi 22,50% yaitu 88 kasus dari 391 ibu hamil dan pada tahun 2010 mengalami
peningkatan kembali menjadi 26,60% yaitu 112 kasus dari 421 ibu hamil. Faktor yang
mempengaruhi kejadian preeklamsi dan eklamsi antara lain hipertensi.

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui hubungan antara hipertensi dengan kejadian preeklamsieklamsi pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Daerah XXX tahun 2010.
Jenis penelitian ini adalah kuantitatif danmetode penelitiannya yaitu analitik dengan pendekatan
cross sectional. Populasi penelitian ini adalah seluruh ibu hamil yang berkunjung ke Rumah Sakit
Umum Daerah XXX pada tahun 2010 dengan jumlah 421 jiwa dan jumlah sampel pada penelitian ini
sebanyak 205 ibu hamil. Variabel independent dalam penelitian ini adalah hipertensi dan variabel
dependent dalam penelitian ini adalah preeklamsi-eklamsi. Teknik pengambilan sampel pada
penelitian ini secara acak sistematis atau systematic random sampling, data diperoleh dengan cara
studi dokumentasi dengan menggunakan checklist. Selanjutnya data diolah dengan menggunakan
analisis univariat dan bivariat dengan menggunakan uji Chi square.
Hasil analisis univariat menunjukkan bahwa proporsi ibu hamil preeklamsi-eklamsi sebesar 48,8%
dan proporsi ibu hamil hipertensi sebesar 53,7%. Hasil analisis bivariat menunjukkan bahwa
terdapat hubungan antara hipertensi pada ibu hamil dengan kejadian preeklamsi-eklamsi dengan
nilai p=0,002.
Kesimpulan penelitian ini menunjukkan ada hubungan antara hipertensi dengan kejadian
preeklamsi-eklamsi pada ibu hamil di Rumah Sakit Umum Daerah XXX tahun 2010. Bagi tenaga
kesehatan diharapkan untuk dapat mendeteksi secara dini kejadian preeklamsi-eklamsi pada ibu
hamil dengan menggalakkan secara rutin dan teratur program pemerintah yaitu Antenatal Care
sehingga tidak menimbulkan komplikasi yang menyebabkan kematian pada ibu.
Kata kunci : Hipertensi, Preeklamsi-Eklamsi

2. Hubungan Seksio Sesarea dan Kelahiran Prematur Dengan Kejadian Asfiksia


Neonatorum
Abstract : Asfiksia neonatorum ialah keadaan dimana bayi tidak dapat segera bernapas
secara spontan dan teratur setelah lahir. Di negera berkembang, sekitar 3% bayi mengalami asfiksia
lahir tingkat sedang dan berat.Asfiksia merupakan salah satu penyebab utama kematian neonatal.
Diperkirakan bahwa sekitar 23% seluruh angka kematian neonatus di seluruh dunia disebabkan oleh
asfiksia neonatorum, dengan proporsi lahir mati yang lebih besar. Angka Kematian Bayi (AKB) di
Indonesia dengan kasus asfiksia yaitu 27,97% setelah BBLR yaitu 38,94%. Berdasarkan data Dinas
Kesehatan Provinsi Lampung tahun 2009, terdapat angka kematian bayi dengan kasus asfiksia
sebesar 34,19% yang menempati urutan pertama. Di Kota XXX, asfiksia menempati urutan kedua
sebagai penyebab kematian neonatal yaitu sebesar 25 kasus (27,6%) setelah BBLR sebesar 36
kasus.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui Hubungan Seksio Sesarea dan Kelahiran
Prematur dengan Kejadian Asfiksia Neonatorum di RSUD XXX Tahun 2010. Subjek penelitian ini
adalah bayi baru lahir. Objek penelitian ini adalah seksio sesarea dan kelahiran prematur dengan
kejadian asfiksia.
Rancangan

penelitian

adalah

survei

penelitian

analitik

dengan

pendekatan cross

sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh bayi baru lahir di RSUD XXX pada tahun
2010 sebanyak 799 bayi. Teknik pengambilan sampel ini menggunakan simple random sampling.
Teknik pengambilan sampel secara acak sederhana dalam penelitian ini dengan menggunakan tabel
bilangan random atau angka acak (random number). Sampel dalam penelitian ini dihitung dengan
rumus berjumlah 266 responden.. Instrumen penelitian yang digunakan adalah check list melalui
studi dokumentasi pada rekam medik RSUD XXX periode Januari Desember 2010. Selanjutnya
data dianalisis dengan analisis univariat dan analisis bivariat dengan uji statistik chi square.
Hasil penelitian yang telah dilakukan diperoleh bayi yang mengalami asfiksia sebanyak
52,6%, bayi yang dilahirkan melalui seksio sesarea sebanyak 65,0%, bayi dengan kelahiran
prematur sebanyak 27,4%. Ada hubungan antara seksio sesarea dengan asfiksia pada bayi baru
lahir dengan nilai p value = 0,015 dan OR = 1,942, ada hubungan antara kelahiran prematur dengan
asfiksia pada bayi baru lahir dengan nilai nilai p value = 0,000 dan OR = 12,783.
Berdasarkan analisis hasil penelitian maka disimpulkan bahwa ada hubungan antara seksio
sesarea dan kelahiran prematur dengan kejadian asfiksia di RSUD XXX Tahun 2010. Bagi petugas
kesehatan di RSUD XXX agar dapat meningkatkan kegiatan penyuluhan pentingnya pemeriksaan

kehamilan untuk mendeteksi secara dini ibu yang memiliki faktor resiko yang dapat menyebabkan
asfiksia pada bayi baru lahir dan dapat mendeteksi secara dini adanya kelahiran dan komplikasi
selama kehamilan yang dapat mempengaruhi proses persalinan.
Kata Kunci

: Asfiksia, Seksio Sesarea, Kelahiran Prematur

3. Hubungan Antara Status Gizi Dengan Kejadhan Hipertensi Pada Lansia Di


Wilayah Kecamatan Rembang Kabupaten Rembang Tahun 2006
Abstrac : BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Survei Penduduk Antar Sensus (SUPAS) Lembaga Demografi Universitas Indonesia
tahun 1985 memperkirakan jumlah lansia di Indonesia dewasa ini mencapai 15 juta jiwa
atau sekitar 7,5% dari jumlah penduduk. Jumlah penduduk yang berusia 60 tahun ke
atas pada tahun 2005 diperkirakan akan mencapai 19,9 juta jiwa atau sekitar 8,48%
dari jumlah penduduk. Jumlah ini akan meningkat lagi pada tahun 2020 menjadi 28,8
juta jiwa atau sekitar 11,34% dari seluruh populasi. Peningkatan jumlah usia lanjut
diperkirakan diikuti dengan peningkatan usia harapan hidup dari 59,8 tahun pada tahun
1990 menjadi 71,1 tahun pada tahun 2020 (Depkes RI 2003:1).

Berbagai pihak menyadari bahwa jumlah warga lansia di Indonesia yang semakin
bertambah akan membawa pengaruh besar dalam pengelolaan masalah kesehatannya.
Golongan usia lanjut ini akan memberikan masalah kesehatan khusus yang
membutuhkan pelayanan kesehatan tersendiri mulai dari gangguan mobilitas alat gerak
sampai

pada

gangguan

jantung

(M.N.Bustan

1997:114).

Lima peny`kit utama yang banyak diderita oleh penduduk usia lanjut di Indonesia

adalah anemia dengan persentase sebesar 50%, penyakit kardiovaskuler memiliki


persentase sebesar 29,5%, infeksi saluran pernafasan sebesar 12,2%, penyakit kanker
memiliki persentase sebesar 12,2% dan TBC memiliki persentase sebesar 11,5%
(Depkes RI 2003:2).
Pada tahun 1995, WHO (World Health Organization) menyatakan bahwa di dunia
penyakit kardiovaskuler merupakan sebab kematian terbesar pada populasi usia 65
tahun ke atas dengan jumlah kematian lebih banyak di negara berkembang.
Diperkirakan penyakit kardiovaskuler merupakan 50% sebab kematian di negara
industri maju dan kematian di negara berkembang (Boedhi Darmojo 2006:262)
Indonesia sendiri telah mengalami pergeseran penyakit, dari penyakit menular menjadi
penyakit degeneratif, diantaranya penyakit jantung. Menurut survei kesehatan rumah
tangga, prevalensi penyakit kardiovasuler menduduki urutan ke-10 pada tahun l980
dengan prevalensi sebesar 5,2% dan meningkat menjadi sebesar 6,3% diurutan ke-8
pada

tahun

1986

(peningkatan

kurang

lebih

21,2%). Prevalensi sebagai penyebab kematian juga meningkat. Pada tahun 1980
penyakit kardiovaskuler menempati peringkat ke-3 dengan persentase sebesar
9,9%, peringkat ke-2 pada tahun 1986 dengan persentase sebesar 9,7% dan peringkat
pertama pada tahun 1990 dengan persentase sebesar 16,5% (Sarwono Waspadji, dkk
2003:41).
Penyakit kardiovaskuler yang paling banyak dijumpai pada usia lanjut adalah penyakit
jantung koroner, hipertensi, penyakit jantung pulmonik. Hipertensi merupakan faktor
risiko penting bagi penyakit kardiovaskuler yang lain. Dahulu hipertensi pada lansia
pernah diabaikan karena dianggap bukan masalah, tetapi sekarang telah diakui bahwa
hipertensi pada lansia memegang peranan besar sebagai faktor risiko baik untuk
jantung maupun otak yang berakibat pada munculnya stroke dan penyakit jantung
koroner

(Boedhi

Darmojo

2006:275).

Oleh karena itu untuk menurunkan angka morbiditas dan angka mortalitas karena
penyakit kardiovaskuler adalah dengan memperbaiki keadaan hipertensi (M.N. Bustan

1997:31).
Sebuah studi epidemiologi membuktikan bahwa obesitas merupakan ciri khas pada
populasi pasien yang hipertensi. Dibuktikan juga bahwa faktor ini mempunyai kaitan
yang erat dengan timbulnya hipertensi dikemudian hari (Slamet Suyono, 2001:458).
Hasil survei Indeks Massa Tubuh (IMT) tahun 1995 sampai pada tahun 1997 di 27
ibukota propinsi di Indonesia menunjukkan bahwa prevalensi gizi lebih mencapai 6,8%
pada laki-laki dewasa dan 13,5% pada perempuan dewasa. Meskipun angka tersebut
tidak menunjukkan secara langsung jumlah lansia yang obesitas, namun penelitian
Monica pada tahun 1994 menunjukkan bahwa hipertensi didapati pada 19,9% lansia
yang gemuk dan 29,8% pada lansia yang obesitas (Azrul Azwar 2004).
Keadaan berat badan berlebih sering dijumpai pada lansia. Peningkatan jumlah lemak
pada lansia ini dipengaruhi oleh penurunan aktivitas fisik yang tidak diimbangi dengan
pengurangan asupan makanan. Penurunan fungsi hormon tertentu (estrogen dan
progesterone) juga akan mempengaruhi metabolisme lemak. Peningkatan jumlah lemak
akan meningkatkan beban jantung untuk memompa darah ke seluruh tubuh. Akibatnya
tekanan darah cenderung lebih tinggi sehingga timbul hipertensi (Emma S.
Wirakusumah

2000:36).

Pada tahun 2004 rata-rata kasus penyakit hipertensi di Jawa Tengah adalah 9.800,54
kasus (Dinkes Prop. Jateng 2004). Di Kabupaten Rembang pada tahun 2005
berdasarkan hasil surveilens penyakit tidak menular hipertensi merupakan penyakit
yang menempati urutan pertama dengan jumlah kasus sebesar 7.064 kasus yang
dibedakan sebanyak 5.102 kasus hipertensi essensial dan 1.962 kasus hipertensi lain.
Jumlah kasus terbanyak hipertensi essensial terdapat pada kelolpok usia dewasa. Pada
golongan umur 45 tahun sampai dengan umur 64 tahun dengan kasus sebanyak 2.848
kasus dan 1.400 kasus pada golongan umur 65 tahun keatas (DKK Rembang 2005).
Pada tahun 2005, di Kecamatan Rembang berdasarkan hasil rekapitulasi kegiatan
Posyandu Lansia yang dilaporkan kepada UPT P4K (Unit Pelaksana Teknis Pusat
Pemberantasan Penyakit dan Promosi Kesehatan) wilayah Rembang menunjukkan

bahwa hipertensi merupakan keluhan utama para lansia. Jumlah lansia peserta
posyandu lansia sebanyak 1.592 di wilayah Kecamatan Rembang terdapat 238 lansia
yang menderita hipertensi, sedangkan untuk keadaan status gizi lansia berdasarkan
Indeks Massa Tubuh menunjukkan bahwa sebagian besar lansia memiliki status gizi
normal dengan jumlah sebanyak 1.186 orang, lansia yang memiliki status gizi kurang
berjumlah 215 orang dan lansia dengan status gizi lebih berjumlah 191 orang.
Uraian di atas merupakan latar belakang yang membuat penulis tertarik untuk
mengetahui hubungan antara Indeks Massa Tubuh (IMT) sebagai indikator status gizi
dengan kejadian hipertensi pada kelompok lansia di wilayah Kecamatan Rembang,
sehingga penulis memberi judul untuk penelitian ini adalah HUBUNGAN ANTARA
STATUS GIZI DENGAN KEJADIAN HIPERTENSI PADA LANSIA DI WILAYAH
KECAMATAN REMBANG KABUPATEN REMBANG TAHUN 2006.

4. m

Anda mungkin juga menyukai