Anda di halaman 1dari 18

BENDAHARA DAN KEWAJIBANNYA MEMUNGUT PAJAK

I.

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan

pemerintahan

negara

guna

mewujudkan

tujuan

bernegara harus dilakukan dalam suatu sistem pengelolaan keuangan negara


secara profesional, terbuka, dan bertanggung jawab yang diwujudkan dalam
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dan Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD).
Sejalan dengan perkembangan kebutuhan pengelolaan keuangan negara,
dirasakan semakin pentingnya fungsi perbendaharaan dalam rangka pengelolaan
sumber daya keuangan pemerintah secara efisien. Fungsi perbendaharaan
tersebut meliputi, terutama, perencanaan kas yang baik, pencegahan agar
jangan

sampai

terjadi

kebocoran

dan

penyimpangan,

pencarian

sumber

pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle
cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Pihak yang sangat berperan dalam melaksanakan fungsi perbendaharaan
tentunya adalah Bendahara. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang
diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan
membayar/menyerahkan

uang

negara/daerah.1

menjalankan

Selain

atau

surat

berharga

fungsi

atau

barang-barang

perbendaharaan,

salah

satu

kewajiban Bendahara adalah melakukan pemotongan/pemungutan pajak.


Pajak adalah kegiatan membayar sejumlah uang kepada negara yang
diatur oleh undang-undang yang berlaku dan merupakan salah satu sumber
penerimaan utama negara untuk membiayai pembangunan baik fisik maupun
non fisik. Pajak merupakan salah satu pendapatan negara yang langsung
dipungut dari berbagai objek pajak dan mempunyai fungsi penting antara lain
untuk

membiayai

masyarakatnya.

pembangunan

Oleh

karena

itu,

negara
dapat

guna

menjamin

dikatakan

bahwa

kesejahteraan
Bendaharawan

mempunyai peranan penting dalam pelaksanaan pembangunan nasional.


Dalam kajian ini akan dibahas lebih jauh tentang salah satu kewajiban
Bendahara yaitu pemotongan/pemungutan pajak. Khususnya yang terkait
dengan pajak-pajak apa sajakah yang harus dipungut oleh Bendaharawan.

Pasal1Angka14UUNomor1Tahun2004.

1
Infokum Ditama Binbangkum


II.

PERMASALAHAN
1. Apakah dasar hukum bendaharawan dalam memungut pajak?
2. Pajak-pajak apa sajakah yang dipungut oleh Bendaharawan?

III.

PEMBAHASAN
1. Dasar Hukum Bandaharawan Dalam Memungut Pajak
A. Sekilas Tentang Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
Di Indonesia, kita mengenal banyak sekali jenis-jenis pajak seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan lain sebagainya.
Untuk mempermudah dalam mengetahui sifat-sifat pajak tersebut, maka
dikelompokkan pajak-pajak tersebut ke dalam beberapa kelompok antara lain
salah satunya berdasarkan pihak yang melakukan pemungutan.
Dalam pengelompokan ini, terdapat 2 (dua) pihak yang berwenang
untuk melakukan pemungutan/pemotongan pajak yaitu pihak Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Jenis pajak yang dikelompokkan berdasarkan
hal tersebut terbagi menjadi3 :
1. Pajak Negara
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat, sehingga sering disebut sebagai pajak pusat. Pemungutan pajak
negara menjadi tanggung jawab dari Kementerian Keuangan yang dalam
hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pajak negara/pajak pusat meliputi :
a.

Pajak penghasilan (PPh)


Dasar hukum dari pajak penghasilan adalah Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1984 tentang Pajak Penghasilan, sebagaimana telah diubah
beberapa kali dan terkahir dengan Undang-Undang Nomor 36 Tahun
2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7
Tahun 1983 Tentang Pajak Penghasilan.

Pasal1Ayat(1)UUNomor28Tahun2007.
www.pajak.go.id

2
Infokum Ditama Binbangkum


b.

Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Pajak Penjualan Atas Penjualan Barang


Mewah (dan PPnBM)
Dasar hukum pengenaan PPN dan PPnBM adalah Undang-Undang
Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan
Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah yang beberapa kali
telah diubah terakhir Undang-Undang Nomor 42 Tahun 2009 tentang
Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas
Barang Mewah.

c.

Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.

d.

Pajak Bumi dan Bangunan (PBB)


Dasar hukum dari PBB adalah Undang-undang no 12 1985 yang telah
diganti dengan Undang-undang No. 12 tahun 1994. Undang-undang
PBB berlaku mulai tanggal 1 Januari 1986 dan merupakan pengganti
dari beberapa undang-undang, yaitu :
1)

Ordonasi Pajak Rumah Tangga 1908

2)

Ordonasi Verponding Indonesia 1923

3)

Ordonasi Pajak Kekayaan tahun 1932

4)

Ordonasi Verponding Indonesia tahun 1928

5)

Ordonasi pajak yahun 1942

6)

Undang-Undang Darurat Nomor 11 Tahun 1957 khususnya pasal


14 huruf j, k, l.

7)

Undang-Undang Nomor 11 Prp. Tahun 1959 Pajak Hasil Bumi.


Dengan dikeluarkannya Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009
tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) Pemerintah
Daerah wajib mengambil

alih pengelolaan Pajak Bumi dan

Bangunan Pedesaan dan Perkotaan (PBBP2) dan Pajak Bea


Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (PBPHTB). Rencana
peralihan

pengelolaan

pemeberlakuan

pajak

PBB

P2

dan

PBHTB

sesuai

Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2009 tentang

Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (PDRD) yang direncanakan


mulai per 1 Januari 2011 untuk PBHTB dan awal Januari 2014
untuk PBBP2.

3
Infokum Ditama Binbangkum


e.

Bea perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan ( BPHTP)


Dasar hukumnya adalah Undang-Undang Nomor 21 Tahun 1997
sebagaimana telah diganti dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun
2000. Undang-undang BPHTP berlaku sejak tanggal 1 januari 1998
menggantikan Ordonasi Bea Balik Nama Staatsblad 1924 No. 291.

2. Pajak Daerah
Menurut undang-undang, Pajak daerah merupakan iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.

Dalam pajak

daerah, yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungut atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan masa pajakanya
adalah jangka waktu yang lamanya 1 bulan takwim atau jangka waktu
lain yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Ruang lingkup dari
pemungutan pajak daerah sendiri tidak sama dengan ruang lingkup
pemungutan

pajak

negara.

Dalam

pajak

daerah

ruang

lingkup

pemungutannya dibagi menjadi 2 (dua), yaitu :


a. Pajak Provinsi.
Pajak provinsi dipungut oleh pemerintah di tingkat provinsi. Yang
termasuk sebagai pajak propinsi antara lain sebagai berikut :
1)

Pajak kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

2)

Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor dan Kendaraan di Atas Air

3)

Pajak Bahan Bakar Kendaraan Bermotor

4)

Pajak Pengambilan dan Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air


Permukaan

b. Pajak Kabupaten/Kota, terdiri dari :


1)

Pajak Hotel

2)

Pajak Restoran

3)

Pajak Hiburan

4)

Pajak Reklame

4
Infokum Ditama Binbangkum


5)

Pajak Penerangan Jalan

6)

Pajak Pengambilan Bahan Galian Golongan C

7)

Pajak Parkir

8)

Pajak Lain-lain
Namun,

tidaklah

mudah

untuk

membebankan

pajak

pada

masyarakat. Bila terlalu tinggi, masyarakat akan enggan membayar pajak.


Namun bila terlalu rendah, maka pembangunan tidak akan berjalan
karena dana yang kurang. Agar tidak menimbulkan berbagai masalah,
maka pemungutan pajak harus memenuhi persyaratan yaitu:4
1.

Pemungutan pajak harus adil


Seperti halnya produk hukum pajak pun mempunyai tujuan untuk
menciptakan keadilan dalam hal pemungutan pajak. Adil dalam
perundang-undangan maupun adil dalam pelaksanaannya.
Contohnya:
1) Dengan mengatur hak dan kewajiban para wajib pajak
2) Pajak diberlakukan bagi setiap warga negara yang memenuhi
syarat sebagai wajib pajak
3) Sanksi atas pelanggaran pajak diberlakukan secara umum sesuai
dengan berat ringannya pelanggaran

2.

Pengaturan pajak harus berdasarkan UU


Sesuai dengan UUD 1945, Pajak dan pungutan yang bersifat untuk
keperluan negara diatur dengan Undang-Undang,5 ada beberapa hal
yang perlu diperhatikan dalam penyusunan UU tentang pajak, yaitu:

Pemungutan pajak yang dilakukan oleh negara yang berdasarkan


UU tersebut harus dijamin kelancarannya

Jaminan hukum bagi para wajib pajak untuk tidak diperlakukan


secara umum

Jaminan hukum akan terjaganya kerahasiaan bagi para wajib pajak

3. Pungutan pajak tidak mengganggu perekonomian


Pemungutan pajak harus diusahakan sedemikian rupa agar tidak
mengganggu

kondisi

perekonomian,

perdagangan,

maupun

jasa.

baik

Pemungutan

kegiatan

pajak

produksi,

jangan

sampai

merugikan kepentingan masyarakat dan menghambat lajunya usaha

WikipediaEnsiklopediaBebas,Pajak.
PerubahanKetigaUUD1945pasal23A.

5
Infokum Ditama Binbangkum


masyarakat

pemasok

pajak,

terutama

masyarakat

kecil

dan

menengah.
4. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi
waktu.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan
wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk
meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika
sistem

pemungutan

pajak

rumit,

orang

akan

semakin

enggan

membayar pajak.
Contoh:

Bea materai disederhanakan dari 167 macam tarif menjadi 2


macam tarif

Tarif PPN yang beragam disederhanakan menjadi hanya satu tarif,


yaitu 10%

Pajak perseorangan untuk badan dan pajak pendapatan untuk


perseorangan disederhanakan menjadi Pajak Penghasilan (PPh)
yang berlaku bagi badan maupun perseorangan (pribadi)

B. Sekilas Tentang Perbendaharaan Negara di Indonesia


Perbendaharaan Negara adalah pengelolaan dan pertanggungjawaban
keuangan negara, termasuk investasi dan kekayaan yang dipisahkan, yang
ditetapkan dalam APBN dan APBD.6 Di Indonesia perihal perbandaharaan
negara telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara.

Pasal1Angka1UUNomor1Tahun2004.

6
Infokum Ditama Binbangkum


Dalam undang-undang tersebut Bendahara didefinisikan sebagai setiap
orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah,
menerima, menyimpan,
berharga

atau

dan membayar/menyerahkan
negara/daerah.7

barang-barang

uang atau

Undang-undang

surat

tentang

Perbendaharaan Negara ini dimaksudkan untuk memberikan landasan hukum


di bidang administrasi keuangan negara.
Sebelum dikeluarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 sistem
perbendaharaan
peninggalan

negara

kolonial

masih

belanda

menggunakan
yaitu

ketentuan

Undang-undang

perundangan

Perbendaharaan

Indonesia/Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor


448.

Seiring

dengan

perkembangan

zaman

undang-undang

tersebut

kemudian diubah, terakhir dengan Undang-undang Nomor 9 Tahun 1968


(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1968 Nomor 53, Tambahan
Lembaran Negara Nomor 2860). Namun, sampai dengan saat ini, kaidahkaidah keuangan negara masih didasarkan pada ketentuan tersebut.
Peraturan perundangan yang lama tersebut tidak lagi dipakai karena
dianggap tidak lagi mampu mengikuti dinamika perkembangan kenegaraan di
Indonesia apalagi untuk memenuhi kebutuhan pengelolaan keuangan negara
yang sesuai dengan tuntutan perkembangan demokrasi, ekonomi, dan
teknologi.

Oleh

karena

itu,

meski

secara

formal

paket

perundangan

peninggalan Belanda tersebut masih berlaku, tetapi secara materiil sebagian


dari ketentuan lama tidak lagi digunakan.
Beberapa hal yang menjadi dasar diberlakukan peraturan perundangundangan yang baru sebagai pengganti peraturan perundang-undangan
Belanda yang lama adalah adanya beberapa kelemahan yang timbul dari
perangkat perundangan-undangan lama tersebut, antara lain :
kelemahan di bidang peraturan perundang-undangan.
kelemahan di bidang perencanaan dan penganggaran.
kelemahan di bidang perbendaharaan.
kelemahan di bidang auditing.
Kelemahan-kelemahan tersebut sebenarnya memang sudah dirasakan
sebelumnya, tetapi penggunaannya masih dilakukan karena solusi yang
ditemukan masih bersifat parsial. Kelemahan yang ada dalam aturan lama
ditutup dengan membuat aturan baru yang dibuat khusus untuk mengganti

Pasal1Angka14UUNomor1Tahun2004.

7
Infokum Ditama Binbangkum


pasal dari aturan lama yang menyebabkan kelemahan. Aturan yang lama
masih tetap berlaku, tetapi khusus untuk pasal yang diamandemenkan
berlaku ketentuan yang baru.
ICW yang hingga kini masih merupakan acuan dalam pengurusan
kebendaharaan (comptabel beheer) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan comptable adalah orang-orang dan badan-badan yang karena negara
ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar (mengeluarkan) atau
menyerahkan uang, atau kertas-kertas berharga dan barang-barang didalam
gudang-gudang

atau

tempat-tempat

penyimpanan

yang

lain

sebagai

dimaksud dalam pasal 55 ICW dan selaku demikian diwajibkan memberi


perhitungan

(pertanggungjawaban)

tentang

hal

pengurusannya

kepada

Badan Pemeriksa Keuangan.


Dalam

Undang-Undang

Perbendaharaan

Negara,

bendahara

digolongkan dalam 3 (tiga) golongan yaitu :


1. Bendahara umum, yang terbadi menjadi 2 (dua) yaitu :
a. Bendahara Umum Negara adalah pejabat yang diberi tugas untuk
melaksanakan fungsi bendahara umum negara.9 Dalam hal ini yang
bertindak

sebagai

Bendahara

Umum

Negara

adalah

Menteri

10

Keuangan.

b. Bendahara Umum Daerah adalah pejabat yang diberi tugas untuk


melaksanakan fungsi bendahara umum daerah.11 Dalam hal ini yang
bertindak sebagai Bendahara Umum Negara adalah Kepala Satuan
Kerja Pengelola Keuangan Daerah.12
2. Bendahara Penerimaan adalah orang yang ditunjuk untuk menerima,
menyimpan,

menyetorkan,

mempertanggungjawabkan

uang

menatausahakan,
pendapatan

negara/daerah

dan
dalam

rangka pelaksanaan APBN/APBD pada kantor/satuan kerja kementerian


negara/lembaga/pemerintah daerah.13
3.

Bendaharawan

Pengeluaran

menerima,

adalah

orang

yang

ditunjuk

untuk

menyimpan,membayarkan,menatausahakan,dan

mempertanggungjawabkan uang untuk keperluan belanja negara/daerah

ICWPasal77ayat1.
Pasal1Angka15UUNomor1Tahun2004.
10
Pasal7Ayat(1)UUNomor1Tahun2004.
11
Pasal1Angka16UUNomor1Tahun2004.
12
Pasal9Ayat(1)UUNomor1Tahun2004.
13
Pasal1Angka17UUNomor1Tahun2004.
9

8
Infokum Ditama Binbangkum


dalam

rangka

pelaksanaan

APBN/APBD

pada

kantor/satuan

kerja

kementerian negara/lembaga/pemerintah daerah.14


2. Pajak Yang Dipungut Oleh Bandaharawan
Dalam melakukan pemungutan pajak tidaklah semudah yang dibayangkan.
Sampai dengan saat ini, masih terjadi ketidaktertiban yang dilakukan baik oleh
Bendahara

Pemerintah

Pusat

maupun

Daerah.

Sehingga

dikeluarkan

Pengumumam Dirjen Pajak Nomor Peng-05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban


Bendahara

Pemerintah

Pemotongan/Pemungutan

Pusat
Pajak.

Dan
Dalam

Daerah
pengumuman

Untuk

Melakukan

tersebut

diingatkan

kembali kepada setiap Bendahara Pemerintah Pusat dan Daerah di lingkungan


Kementerian/Lembaga/Instansi

Pemerintah

untuk

melakukan

kewajibannya

yaitu :
1. Melakukan pemotongan/pemungutan pajak;
2. Melakukan penyetoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
3. Melakukan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai batas waktu yang
ditentukan;
Atas setiap transaksi yang dananya berasal dari APBN/APBD.15
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang
1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 28
tahun 2007.
2) UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008.
a) Pasal 21 ayat (1) huruf b :
Pemotongan,

penyetoran

dan

pelaporan

atas

penghasilan

sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan dengan nama


dan dalam bentuk apapun yang diterima atau diperoleh Wajib Pajak
orang pribadi dalam negeri, wajib dilakukan oleh Bendahara
Pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan
pembayaran

lain

sehubungan

dengan

pekerjaan

jasa

atau

kegiatan.

14

Pasal1Angka18UUNomor1Tahun2004.
PengumumanDirjenPajakNomorPeng05/PJ.09/2010.

15

9
Infokum Ditama Binbangkum


b) Pasal 22 ayat (1) :
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
a.

bendahara pemerintah untuk memungut pajak sehubungan


dengan pembayaran atas penyerahan barang;

b.

badan-badan tertentu untuk memungut pajak dari Wajib Pajak


yang melakukan kegiatan di bidang impor atau kegiatan usaha
di bidang lain; dan

c.

Wajib Pajak badan tertentu untuk memungut pajak dari


pembeli atas penjualan barang yang tergolong sangat mewah.

c) Pasal 23 ayat (1) :


Atas penghasilan tersebut di bawah ini dengan nama dan dalam
bentuk apa pun yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak badan dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk
usaha tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya
kepada Wajib Pajak dalam negeri atau bentuk usaha tetap,
dipotong pajak oleh pihak yang wajib membayarkan dstnya.
d) Pasal 26 ayat (1)
Atas penghasilan tersebut di bawah ini, dengan nama dan dalam
bentuk apa pun, yang dibayarkan, disediakan untuk dibayarkan,
atau telah jatuh tempo pembayarannya oleh badan pemerintah,
subjek pajak dalam negeri, penyelenggara kegiatan, bentuk usaha
tetap, atau perwakilan perusahaan luar negeri lainnya kepada
Wajib Pajak luar negeri selain bentuk usaha tetap di Indonesia
dipotong pajak sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto
oleh pihak yang wajib membayarkan dstnya.
3) UU Nomor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan
Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 42 tahun 2009.
Pasal 1 angka 27 :
Pemungut Pajak Pertambahan Nilai adalah Bendahara Pemerintah
Badan atau Instansi Pemerintah yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan
untuk memungut, menyetor, dan melaporkan pajak yang terutang
oleh Pengusaha Kena Pajak atas penyerahan Barang Kena Pajak dan

10
Infokum Ditama Binbangkum


atau Penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah
Badan atau Instansi Pemerintah tersebut.
d.

Peraturan Pemerintah
PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah.
Pasal 4 Ayat (1) :
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan selain
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban
APBN

atau

APBD,

dipotong

oleh

bendahara

pemerintah

yang

membayarkan honorarium atau imbalan lain tersebut.


e.

Keputusan Presiden
1)

Keputusan

Presiden

Nomor

42

Tahun 2002

tentang

Pedoman

Pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara.


Bendahara yang ditetapkan berdasarkan Keputusan Menteri/Ketua
Lembaga sesuai ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 20
Ayat (3) Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman
Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara adalah wajib
pungut pajak.
2)

Keputuan Presiden Nomor 180 Tahun 2000 tentang Pencabutan


Badan-Badan Tertentu Dan Bendaharawan Untuk Memungut Dan
Menyetor Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah.

3)

Peraturan

Presiden

Nomor

54

Tahun

2010,

tentang

Pedoman

Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.


f.

Keputusan Menteri Keuangan


Keputusan

Menteri

Keuangan

Nomor

563/KMK.03/2003

tentang

Penunjukan Bendaharawan Pemerintah dan Kantor Perbendaharaan Dan


Kas

Negara

Untuk

Memungut,

Menyetor,

dan

Melaporkan

Pajak

Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.

11
Infokum Ditama Binbangkum


2. Bendahara Sebagai Pemungut Pajak
Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari
APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili instansi tempat
Bendaharawan tersebut berada.
Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah:
- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran
- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor)
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara.
Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang
bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru,
tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan:
- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru
Apabila Bendaharawan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut
ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau proyeknya
telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan
permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.
Terkait dengan kewajiban bendaharawan untuk melakukan pemungutan
pajak maka pajak-pajak yang harus dipungut oleh bendaharawan baik
Pemerintah Pusat maupun Daerah terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
1. Kewajiban Bendaharawan atas PPh
Bendaharawan berkewajiban untuk:
memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji/honor
memotong PPh Pasal 22 atas pengadaan barang
memotong PPh Pasal 23 atas pengadaan jasa
memotong PPh Pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
yang diterima Wajib Pajak luar negeri.
Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 22 atas:
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM dan benda-benda pos;

12
Infokum Ditama Binbangkum


pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
2. Kewajiban Bendaharawan atas PPN&PPnBM
Atas pengadaan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP),
bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.
Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas:
1) Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN dan
PPnBM
2) Untuk Pembebasan Tanah
3) Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundangundangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan
4) BBM dan Non-BBM oleh Pertamina
5) Rekening Telepon
6) Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan
7) Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundangundangan tidak dikenakan PPN
Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas Dibebaskan adalah:
BKP Tertentu dan JKP Tertentu (PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang
Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau
Penyerahan

Jasa

Kena

Pajak

Tertentu

Yang

Dibebaskan

Dari

Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana telah diubah dengan


PP

Nomor

38

Pemerintah

Tahun

Nomor

2003

146

tentang

Tahun

2000

Perubahan

Atas

Tentang Impor

Peraturan
Dan

Atau

Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa


Kena

Pajak

Tertentu

Yang

Dibebaskan

Dari

Pengenaan

Pajak

Pertambahan Nilai)
BKP Strategis (PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang
Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan PP Nomor 31 Tahun
2007)
Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (Keputusan Menteri
Keuangan

Nomor

231/KMK.03/2001

tentang

Perlakuan

Pajak

Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas

13
Infokum Ditama Binbangkum


Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
616/PMK.03/2004
Keuangan

tentang

Nomor

Perubahan

231/KMK.03/2001

Atas

Keputusan

Tentang

Menteri

Perlakuan

Pajak

Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Atas


Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk).
3. Sanksi-sanksi perpajakan
Karena kedudukan bendahara adalah sama dengan wajib pajak (WP), maka
segala sanksi perpajakan yg berlaku bagi WP berlaku juga bagi bendahara.
A. Sanksi Administrasi
1. Pajak Penghasilan (PPh)
a. Denda, sebesar :
Rp. 50.000 apabila surat pemberitahuan (SPT) masa tidak
disampaikan atau tidak sesuai dengan batas waktu yaitu
selambat-lambatnya 20 hari setelah akhir masa pajak.

Rp. 100.000 apabila SPT tahunan tidak disampaikan atau


disampaikan tidak sesuai dengan batas waktu yaitu selambatlambatnya 3 bulan setelah akhir tahun pajak.
b. Bunga, sebesar :
1) 2% sebulan untuk selama-lamanya 24 bulan atas jumlah pajak
terutang atau kurang dibayar dalam hal :

WP membetulkan sendiri SPT yg mengakibatkan utang pajak


menjadi lebih besar sebelum dilakukan pemeriksaan.

PPh dalam tahun berjalan tidak atau kurang dibayar dan


atau

hasilo

dari

penelitian

SPT

terdapat

kekurangan

pembayaran pajak sebagai akibat salah tulis dan salah


hitung.

Terdapat

kekurangan

pajak

yg

terutang

dalam

surat

penetapan pajak kurang bayar (SKPKB) berdasarkan hasil


pemeriksaan atau keterabfab lain.

Perhitungan pajak smeentara yang teruang kurang dari


jumlah pembayaran pajak yang sebenarnya terutang akibat
diberikan ijijn penundaan penyampaian SPT tahunan.

14
Infokum Ditama Binbangkum


2) 2%

sebulan

bendahara

dari

pajak

yang

diperbolehkan

kurang

dibayar

mengangsur

atau

dalam

hal

menunda

pembayaran pajak.
3) 48% dari jumlah pajak yang tdk atau kurang dibayar dalam hal
wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Kenaikan, sebesar :
1) 50% dari PPh yg tdk atau kurang dibayar dalam satu tahun
pajak akibat SPT tdk disapaikan dlm jangka waktu yg telah
ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tdk disampaikan
pd waktunya sebagaimana ditentukan dlm surat teguran.
2) 100% dari jumlah PPh yg tdk kurang dipotong, tdk atau kurang
dipungut, tdk atau kurang disetorkan dan dipotong atau
dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
3) 100% dari jumlah kekurangan pajak yg terutang dlm Surat
Ketetaan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan
data baru dan atau data semula belum terungkap dari WP yg
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
a) Denda, sebesar Rp. 50.000 dalam hal SPT Masa tdk dimsapiakan
atau disampaikan tdk sesuai dengan batas waktu yg ditentukan
dalam peraturan perundang-undanan yaitu selambat-lambatnya 14
hari setelah masa pajak berakhir.
b) Bunga, sebesar 2% sebulan dari pajak yg tdk atau kurang dibayar
dalam hal terdapat kekurangan pajak yg terutang dalam SKPKB
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain.

B. Sanksi Pidana
1. Karena Alpa

Tidak menyampaikan SPT.

Menyampaikan SPT tetapi isisnya tidak benar atau tdk lengkap


atau melampirkan keterangan yg isinya tdk benar, sehingga dapat
menimbulkan kerugian pada pendapatan Negara diancam dengan
pidana kurungan selama-lamanya 1 tahun dan denda setinggi-

15
Infokum Ditama Binbangkum


tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar.
2. Dengan Sengaja

Tidak

mendaftarkan

diri

atau

menyalahgunakan

atau

menggunakan tanpa hak NPWP atau nomor pengukuhan PKP atau

Tidak menyampaikan SPT atau menyampaikan SPT dan atau


keterangan yg isinya tidak benar atau tidak lengkap

Memperlihatkan pembukuan, pencatatan atau dokumen lain yg


palsu atau dipalsukan seolah-olah benar

Tidak

menyelenggarakan

pembukuan

atau

pencatatan

tidak

memperlihatkan atau tidak meminjamkan buku atau dokumen


lainnya.

Tidak

menyetorkan

pajak

yg

telah

dipotong

atau

dipungut

sehingga dapat menimbulkan kerugian pada pendapatan negara


diancam dengan pidana penjara selaam-lamanya 6 tahun dan
denda setinggi tingginya 4 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau
kurang dibayar.
IV.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat secara jelas terlihat bahwa pajakpajak yang harus dipungut oleh Bendaharawan adalah diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan terutama Pasal 21 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1983 yaitu
Pajak Penghasilan dan Pasal 1 angka 27 UU Nomor 8 Tahun 1983 yaitu Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Memungut pajak-pajak tersebut di atas adalah merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para bendaharawan baik Bendaharawan
Pemerintah Pusat maupun Daerah. Kewajiban tersebut harus dapat dilaksanakan
dengan baik karena ketiga jenis pajak tersebut merupakan pendapatan negara yang
digunakan

untuk

menunjang

berlangsungnya

pembangunan

nasional

guna

meningkatkan kesejahteraan rakyat. Apabila B endaharawan tidak melaksanakan


kewajibannya tersebut maka akan dikenakan sanksi. Sanksi yang dikenakan kepada
Bendaharawan adalah sama dengan sanksi yang dikenakan kepada para wajib pajak
lainnya

yaitu

Sanksi

Administrasi

yang

meliputi

denda,

pemberian

bunga

keterlambatan, dan persentase kenaikan sampai dengan sanksi pidana apabila

16
Infokum Ditama Binbangkum


pelanggaran yang dilakukan karena alpa dan dengan sengaja berupa pidana
kurungan dan denda.
PPh, PPN, dan PPn BM dipotong oleh Bendaharawan dari sumber yang
berbeda-beda. Pajak penghasilan misalnya dipotong oleh Bendaharawan dari
penghasilan

yang

diterima

berupa

gaji,

upah,

honorarium,

tunjangan

dan

pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa dan
kegaiatan, pembayaran yang dibiayai dari APBN/APBD, penghasilan yg berasal dari
hadiah

dan

penghargaan,

sewa

dan

penghasilan

lain

sehubungan

dengan

penggunaan harta. Sedangkan PPN dan PPnBM dipungut/dipotong dari Penyerahan


Barang Kena Pajak dan jasa Kena Pajak. Jenis-jenis pajak tersebut akan dibahas lagi
secara khusus dalam penulisan selanjutnya.
Sumber Sumber Kajian :
1.

UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan.

2.

UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan.

3.

UU NOmor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.

4.

UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendahaan Negara

5.

UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan

6.

UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan

7.

UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah

8.

PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai

9.

PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat

10.

PP Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 Tentang

Strategis Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai


Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu
Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
11.

PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan
Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.

12.

PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas
Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah.

13.

Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah.

14.

Keputuan Presiden Nomor 180 Tahun 2000 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988
Tentang Penunjukan Badan-Badan Tertentu Dan Bendaharawan Untuk Memungut Dan Menyetor Pajak
Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.

17
Infokum Ditama Binbangkum


15.

Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara.

16.

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 231/Kmk.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk.

17.

Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan
Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai Dan Pajak Penjualan Atas

Barang Mewah Beserta Tata Cara Pemungutan, Penyetoran, Dan

Pelaporannya.
18.

Indische Comptabiliteitswet (ICW) Staatsblad Tahun 1925 Nomor 448.

19.

Pengumuman Dirjen Pajak Nomor Peng-05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban Bendahara Pemerintah Pusat dan
Daerah Untuk Melakukan Pemotongan/Pemungutan Pajak.

20.

www.pajak.go.id

18
Infokum Ditama Binbangkum

Anda mungkin juga menyukai