I.
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penyelenggaraan
pemerintahan
negara
guna
mewujudkan
tujuan
sampai
terjadi
kebocoran
dan
penyimpangan,
pencarian
sumber
pembiayaan yang paling murah dan pemanfaatan dana yang menganggur (idle
cash) untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya keuangan.
Pihak yang sangat berperan dalam melaksanakan fungsi perbendaharaan
tentunya adalah Bendahara. Bendahara adalah setiap orang atau badan yang
diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah, menerima, menyimpan, dan
membayar/menyerahkan
uang
negara/daerah.1
menjalankan
Selain
atau
surat
berharga
fungsi
atau
barang-barang
perbendaharaan,
salah
satu
membiayai
masyarakatnya.
pembangunan
Oleh
karena
itu,
negara
dapat
guna
menjamin
dikatakan
bahwa
kesejahteraan
Bendaharawan
Pasal1Angka14UUNomor1Tahun2004.
1
Infokum Ditama Binbangkum
II.
PERMASALAHAN
1. Apakah dasar hukum bendaharawan dalam memungut pajak?
2. Pajak-pajak apa sajakah yang dipungut oleh Bendaharawan?
III.
PEMBAHASAN
1. Dasar Hukum Bandaharawan Dalam Memungut Pajak
A. Sekilas Tentang Pajak
Pajak adalah kontribusi wajib kepada negara yang terutang oleh orang
pribadi atau badan yang bersifat memaksa berdasarkan Undang-Undang,
dengan tidak mendapatkan imbalan secara langsung dan digunakan untuk
keperluan negara bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.2
Di Indonesia, kita mengenal banyak sekali jenis-jenis pajak seperti
Pajak Penghasilan (PPh), Pajak Pertambahan Nilai (PPn) dan lain sebagainya.
Untuk mempermudah dalam mengetahui sifat-sifat pajak tersebut, maka
dikelompokkan pajak-pajak tersebut ke dalam beberapa kelompok antara lain
salah satunya berdasarkan pihak yang melakukan pemungutan.
Dalam pengelompokan ini, terdapat 2 (dua) pihak yang berwenang
untuk melakukan pemungutan/pemotongan pajak yaitu pihak Pemerintah
Pusat dan Pemerintah Daerah. Jenis pajak yang dikelompokkan berdasarkan
hal tersebut terbagi menjadi3 :
1. Pajak Negara
Pajak negara merupakan pajak yang dipungut oleh pemerintah
pusat, sehingga sering disebut sebagai pajak pusat. Pemungutan pajak
negara menjadi tanggung jawab dari Kementerian Keuangan yang dalam
hal ini dilakukan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dan Direktorat
Jenderal Bea dan Cukai (DJBC). Pajak negara/pajak pusat meliputi :
a.
Pasal1Ayat(1)UUNomor28Tahun2007.
www.pajak.go.id
2
Infokum Ditama Binbangkum
b.
c.
Bea Materai
Dasar hukum pengenaan Bea Materai adalah Undang-Undang Nomor
13 Tahun 1985 tentang Bea Meterai.
d.
2)
3)
4)
5)
6)
7)
pengelolaan
pemeberlakuan
pajak
PBB
P2
dan
PBHTB
sesuai
3
Infokum Ditama Binbangkum
e.
2. Pajak Daerah
Menurut undang-undang, Pajak daerah merupakan iuran wajib yang
dilakukan oleh orang pribadi atau badan kepada daerah tanpa imbalan
langsung yang dapat ditunjuk, yang dapat dipaksakan berdasarkan
peraturan perundang-undangan yang berlaku, yang digunakan untuk
membiayayai penyelenggaraan pemerintah daerah dan pembangunan
daerah yang bertujuan untuk mensejahterakan rakyat.
Dalam pajak
daerah, yang menjadi wajib pajak adalah orang pribadi atau badan yang
menurut ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan daerah
diwajibkan untuk melakukan pembayaran pajak yang terutang, termasuk
pemungut atau pemotong pajak tertentu. Sedangkan masa pajakanya
adalah jangka waktu yang lamanya 1 bulan takwim atau jangka waktu
lain yang ditetapkan dengan keputusan kepala daerah. Ruang lingkup dari
pemungutan pajak daerah sendiri tidak sama dengan ruang lingkup
pemungutan
pajak
negara.
Dalam
pajak
daerah
ruang
lingkup
2)
3)
4)
Pajak Hotel
2)
Pajak Restoran
3)
Pajak Hiburan
4)
Pajak Reklame
4
Infokum Ditama Binbangkum
5)
6)
7)
Pajak Parkir
8)
Pajak Lain-lain
Namun,
tidaklah
mudah
untuk
membebankan
pajak
pada
2.
kondisi
perekonomian,
perdagangan,
maupun
jasa.
baik
Pemungutan
kegiatan
pajak
produksi,
jangan
sampai
WikipediaEnsiklopediaBebas,Pajak.
PerubahanKetigaUUD1945pasal23A.
5
Infokum Ditama Binbangkum
masyarakat
pemasok
pajak,
terutama
masyarakat
kecil
dan
menengah.
4. Pemungutan pajak harus efesien
Biaya-biaya yang dikeluarkan dalam rangka pemungutan pajak harus
diperhitungkan. Jangan sampai pajak yang diterima lebih rendah
daripada biaya pengurusan pajak tersebut. Oleh karena itu, sistem
pemungutan pajak harus sederhana dan mudah untuk dilaksanakan.
Dengan demikian, wajib pajak tidak akan mengalami kesulitan dalam
pembayaran pajak baik dari segi penghitungan maupun dari segi
waktu.
5. Sistem pemungutan pajak harus sederhana
Bagaimana pajak dipungut akan sangat menentukan keberhasilan
dalam pungutan pajak. Sistem yang sederhana akan memudahkan
wajib pajak dalam menghitung beban pajak yang harus dibiayai
sehingga akan memberikan dapat positif bagi para wajib pajak untuk
meningkatkan kesadaran dalam pembayaran pajak. Sebaliknya, jika
sistem
pemungutan
pajak
rumit,
orang
akan
semakin
enggan
membayar pajak.
Contoh:
Pasal1Angka1UUNomor1Tahun2004.
6
Infokum Ditama Binbangkum
Dalam undang-undang tersebut Bendahara didefinisikan sebagai setiap
orang atau badan yang diberi tugas untuk dan atas nama negara/daerah,
menerima, menyimpan,
berharga
atau
dan membayar/menyerahkan
negara/daerah.7
barang-barang
uang atau
Undang-undang
surat
tentang
negara
kolonial
masih
belanda
menggunakan
yaitu
ketentuan
Undang-undang
perundangan
Perbendaharaan
Seiring
dengan
perkembangan
zaman
undang-undang
tersebut
Oleh
karena
itu,
meski
secara
formal
paket
perundangan
Pasal1Angka14UUNomor1Tahun2004.
7
Infokum Ditama Binbangkum
pasal dari aturan lama yang menyebabkan kelemahan. Aturan yang lama
masih tetap berlaku, tetapi khusus untuk pasal yang diamandemenkan
berlaku ketentuan yang baru.
ICW yang hingga kini masih merupakan acuan dalam pengurusan
kebendaharaan (comptabel beheer) menyatakan bahwa yang dimaksud
dengan comptable adalah orang-orang dan badan-badan yang karena negara
ditugaskan untuk menerima, menyimpan, membayar (mengeluarkan) atau
menyerahkan uang, atau kertas-kertas berharga dan barang-barang didalam
gudang-gudang
atau
tempat-tempat
penyimpanan
yang
lain
sebagai
(pertanggungjawaban)
tentang
hal
pengurusannya
kepada
Undang-Undang
Perbendaharaan
Negara,
bendahara
sebagai
Bendahara
Umum
Negara
adalah
Menteri
10
Keuangan.
menyetorkan,
mempertanggungjawabkan
uang
menatausahakan,
pendapatan
negara/daerah
dan
dalam
Bendaharawan
Pengeluaran
menerima,
adalah
orang
yang
ditunjuk
untuk
menyimpan,membayarkan,menatausahakan,dan
ICWPasal77ayat1.
Pasal1Angka15UUNomor1Tahun2004.
10
Pasal7Ayat(1)UUNomor1Tahun2004.
11
Pasal1Angka16UUNomor1Tahun2004.
12
Pasal9Ayat(1)UUNomor1Tahun2004.
13
Pasal1Angka17UUNomor1Tahun2004.
9
8
Infokum Ditama Binbangkum
dalam
rangka
pelaksanaan
APBN/APBD
pada
kantor/satuan
kerja
Pemerintah
Pusat
maupun
Daerah.
Sehingga
dikeluarkan
Pemerintah
Pemotongan/Pemungutan
Pusat
Pajak.
Dan
Dalam
Daerah
pengumuman
Untuk
Melakukan
tersebut
diingatkan
Pemerintah
untuk
melakukan
kewajibannya
yaitu :
1. Melakukan pemotongan/pemungutan pajak;
2. Melakukan penyetoran pajak ke Bank Persepsi atau Kantor Pos; dan
3. Melakukan pelaporan ke Kantor Pelayanan Pajak sesuai batas waktu yang
ditentukan;
Atas setiap transaksi yang dananya berasal dari APBN/APBD.15
1. Dasar Hukum
a. Undang-undang
1) UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara
Perpajakan sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU nomor 28
tahun 2007.
2) UU Nomor 7 tahun 1983 tentang Pajak Penghasilan sebagaimana telah
diubah terakhir dengan UU Nomor 36 tahun 2008.
a) Pasal 21 ayat (1) huruf b :
Pemotongan,
penyetoran
dan
pelaporan
atas
penghasilan
lain
sehubungan
dengan
pekerjaan
jasa
atau
kegiatan.
14
Pasal1Angka18UUNomor1Tahun2004.
PengumumanDirjenPajakNomorPeng05/PJ.09/2010.
15
9
Infokum Ditama Binbangkum
b) Pasal 22 ayat (1) :
Menteri Keuangan dapat menetapkan:
a.
b.
c.
10
Infokum Ditama Binbangkum
atau Penyerahan Jasa Kena Pajak kepada Bendahara Pemerintah
Badan atau Instansi Pemerintah tersebut.
d.
Peraturan Pemerintah
PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan
Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas Penghasilan Yang Menjadi Beban
Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan
Dan Belanja Daerah.
Pasal 4 Ayat (1) :
Pajak Penghasilan Pasal 21 yang terutang atas penghasilan selain
penghasilan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (2) berupa
honorarium atau imbalan lain dengan nama apapun yang menjadi beban
APBN
atau
APBD,
dipotong
oleh
bendahara
pemerintah
yang
Keputusan Presiden
1)
Keputusan
Presiden
Nomor
42
Tahun 2002
tentang
Pedoman
3)
Peraturan
Presiden
Nomor
54
Tahun
2010,
tentang
Pedoman
Menteri
Keuangan
Nomor
563/KMK.03/2003
tentang
Negara
Untuk
Memungut,
Menyetor,
dan
Melaporkan
Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah Beserta Tata
Cara Pemungutan, Penyetoran, dan Pelaporannya.
11
Infokum Ditama Binbangkum
2. Bendahara Sebagai Pemungut Pajak
Bendaharawan Pemerintah yang mengelola dana yang bersumber dari
APBN/APBD harus mendaftarkan diri sebagai Wajib Pajak pada Kantor
Pelayanan Pajak yang wilayah kerjanya meliputi domisili instansi tempat
Bendaharawan tersebut berada.
Persyaratan untuk mendaftarkan diri sebagai WP adalah:
- Mengisi dan menandatangani formulir pendaftaran
- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor)
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara.
Dalam hal terjadi mutasi pegawai yang mengakibatkan bendahara yang
bersangkutan diganti oleh pegawai lain, tidak perlu mendaftarkan NPWP baru,
tetapi memberitahukan kepada KPP dengan melampirkan:
- Fotocopy kartu identitas (KTP, SIM, Paspor) Bendahara baru
- Fotocopy SK Penunjukan sebagai Bendahara yang baru
Apabila Bendaharawan yang telah terdaftar sebagai Wajib Pajak tersebut
ternyata institusinya bubar, terjadi perubahan organisasi atau proyeknya
telah selesai, maka dimintakan penghapusan NPWP dengan mengajukan
permohonan yang dilampiri dokumen-dokumen pendukungnya.
Terkait dengan kewajiban bendaharawan untuk melakukan pemungutan
pajak maka pajak-pajak yang harus dipungut oleh bendaharawan baik
Pemerintah Pusat maupun Daerah terdiri dari Pajak Penghasilan (PPh), Pajak
Pertambahan Nilai (PPN), dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM).
1. Kewajiban Bendaharawan atas PPh
Bendaharawan berkewajiban untuk:
memotong PPh Pasal 21 atas pembayaran gaji/honor
memotong PPh Pasal 22 atas pengadaan barang
memotong PPh Pasal 23 atas pengadaan jasa
memotong PPh Pasal 26 atas imbalan jasa, pekerjaan, dan kegiatan
yang diterima Wajib Pajak luar negeri.
Bendaharawan tidak melakukan pemotongan PPh Pasal 22 atas:
pembayaran yang jumlahnya paling banyak Rp 1.000.000,00 (satu
juta rupiah) dan tidak merupakan pembayaran yang terpecah-pecah;
pembayaran untuk pembelian bahan bakar minyak, listrik, gas, air
minum/PDAM dan benda-benda pos;
12
Infokum Ditama Binbangkum
pembayaran/pencairan dana Jaring Pengaman Sosial (JPS) oleh Kantor
Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN);
2. Kewajiban Bendaharawan atas PPN&PPnBM
Atas pengadaan Barang Kena Pajak (BKP) dan Jasa Kena Pajak (JKP),
bendaharawan wajib memungut PPN & PPnBM.
Bendaharawan tidak melakukan pemungutan PPN & PPnBM atas:
1) Pembayaran yang tidak melebihi Rp. 1.000.000,- termasuk PPN dan
PPnBM
2) Untuk Pembebasan Tanah
3) Pembayaran atas BKP/JKP yang menurut ketentuan perundangundangan mendapat fasilitas PPN Tidak Dipungut atau Dibebaskan
4) BBM dan Non-BBM oleh Pertamina
5) Rekening Telepon
6) Jasa Angkutan Udara yang diserahkan perusahaan penerbangan
7) Untuk penyerahan BKP/JKP yang menurut ketentuan perundangundangan tidak dikenakan PPN
Barang dan Jasa yang mendapat fasilitas Dibebaskan adalah:
BKP Tertentu dan JKP Tertentu (PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang
Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau
Penyerahan
Jasa
Kena
Pajak
Tertentu
Yang
Dibebaskan
Dari
Nomor
38
Pemerintah
Tahun
Nomor
2003
146
tentang
Tahun
2000
Perubahan
Atas
Tentang Impor
Peraturan
Dan
Atau
Pajak
Tertentu
Yang
Dibebaskan
Dari
Pengenaan
Pajak
Pertambahan Nilai)
BKP Strategis (PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau
Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang
Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai sebagaimana
telah diubah beberapa kali terakhir dengan dengan PP Nomor 31 Tahun
2007)
Beberapa BKP yang dibebaskan dari Bea Masuk (Keputusan Menteri
Keuangan
Nomor
231/KMK.03/2001
tentang
Perlakuan
Pajak
13
Infokum Ditama Binbangkum
Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk
sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Menteri Keuangan Nomor
616/PMK.03/2004
Keuangan
tentang
Nomor
Perubahan
231/KMK.03/2001
Atas
Keputusan
Tentang
Menteri
Perlakuan
Pajak
hasilo
dari
penelitian
SPT
terdapat
kekurangan
Terdapat
kekurangan
pajak
yg
terutang
dalam
surat
14
Infokum Ditama Binbangkum
2) 2%
sebulan
bendahara
dari
pajak
yang
diperbolehkan
kurang
dibayar
mengangsur
atau
dalam
hal
menunda
pembayaran pajak.
3) 48% dari jumlah pajak yang tdk atau kurang dibayar dalam hal
wajib pajak setelah jangka waktu 10 tahun dipidana karena
melakukan tindak pidana dibidang perpajakan berdasarkan
putusan pengadilan yg telah memperoleh kekuatan hukum tetap.
c. Kenaikan, sebesar :
1) 50% dari PPh yg tdk atau kurang dibayar dalam satu tahun
pajak akibat SPT tdk disapaikan dlm jangka waktu yg telah
ditentukan dan setelah ditegur secara tertulis tdk disampaikan
pd waktunya sebagaimana ditentukan dlm surat teguran.
2) 100% dari jumlah PPh yg tdk kurang dipotong, tdk atau kurang
dipungut, tdk atau kurang disetorkan dan dipotong atau
dipungut tetapi tidak atau kurang disetorkan.
3) 100% dari jumlah kekurangan pajak yg terutang dlm Surat
Ketetaan Pajak Kurang Bayar Tambahan dalam hal ditemukan
data baru dan atau data semula belum terungkap dari WP yg
menyebabkan penambahan jumlah pajak yang terutang.
2. Pajak Pertambahan Nilai (PPN).
a) Denda, sebesar Rp. 50.000 dalam hal SPT Masa tdk dimsapiakan
atau disampaikan tdk sesuai dengan batas waktu yg ditentukan
dalam peraturan perundang-undanan yaitu selambat-lambatnya 14
hari setelah masa pajak berakhir.
b) Bunga, sebesar 2% sebulan dari pajak yg tdk atau kurang dibayar
dalam hal terdapat kekurangan pajak yg terutang dalam SKPKB
berdasarkan hasil pemeriksaan atau keterangan lain.
B. Sanksi Pidana
1. Karena Alpa
15
Infokum Ditama Binbangkum
tingginya 2 kali jumlah pajak terutang yg tidak atau kurang
dibayar.
2. Dengan Sengaja
Tidak
mendaftarkan
diri
atau
menyalahgunakan
atau
Tidak
menyelenggarakan
pembukuan
atau
pencatatan
tidak
Tidak
menyetorkan
pajak
yg
telah
dipotong
atau
dipungut
KESIMPULAN
Berdasarkan uraian diatas maka dapat secara jelas terlihat bahwa pajakpajak yang harus dipungut oleh Bendaharawan adalah diperintahkan oleh Peraturan
Perundang-undangan terutama Pasal 21 Ayat (1) UU Nomor 7 Tahun 1983 yaitu
Pajak Penghasilan dan Pasal 1 angka 27 UU Nomor 8 Tahun 1983 yaitu Pajak
Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Memungut pajak-pajak tersebut di atas adalah merupakan salah satu
kewajiban yang harus dilaksanakan oleh para bendaharawan baik Bendaharawan
Pemerintah Pusat maupun Daerah. Kewajiban tersebut harus dapat dilaksanakan
dengan baik karena ketiga jenis pajak tersebut merupakan pendapatan negara yang
digunakan
untuk
menunjang
berlangsungnya
pembangunan
nasional
guna
yaitu
Sanksi
Administrasi
yang
meliputi
denda,
pemberian
bunga
16
Infokum Ditama Binbangkum
pelanggaran yang dilakukan karena alpa dan dengan sengaja berupa pidana
kurungan dan denda.
PPh, PPN, dan PPn BM dipotong oleh Bendaharawan dari sumber yang
berbeda-beda. Pajak penghasilan misalnya dipotong oleh Bendaharawan dari
penghasilan
yang
diterima
berupa
gaji,
upah,
honorarium,
tunjangan
dan
pembayaran lain dengan nama apapun sehubungan dengan pekerjaan jasa dan
kegaiatan, pembayaran yang dibiayai dari APBN/APBD, penghasilan yg berasal dari
hadiah
dan
penghargaan,
sewa
dan
penghasilan
lain
sehubungan
dengan
UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan tata Cara Perpajakan.
2.
3.
UU NOmor 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
4.
5.
UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 Tentang
ketentuan umum dan tata cara perpajakan
6.
UU Nomor 36 tahun 2008 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1983 Tentang
Pajak Penghasilan
7.
UU Nomor 42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 Tentang
Pajak Pertambahan Nilai Barang Dan Jasa Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah
8.
PP Nomor 146 Tahun 2000 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Dan Atau
Penyerahan Jasa Kena Pajak Tertentu Yang Dibebaskan Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai
9.
PP Nomor 12 Tahun 2001 tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat
10.
PP Nomor 38 Tahun 2003 tentang Perubahan Atas Peraturan Pemerintah Nomor 146 Tahun 2000 Tentang
PP Nomor 31 Tahun 2007 tentang Perubahan Keempat Atas Peraturan Pemerintah Nomor 12 Tahun 2001
Tentang Impor Dan Atau Penyerahan Barang Kena Pajak Tertentu Yang Bersifat Strategis Yang Dibebaskan
Dari Pengenaan Pajak Pertambahan Nilai.
12.
PP Nomor 80 Tahun 2010 tentang Tarif Pemotongan Dan Pengenaan Pajak Penghasilan Pasal 21 Atas
Penghasilan Yang Menjadi Beban Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Atau Anggaran Pendapatan Dan
Belanja Daerah.
13.
14.
Keputuan Presiden Nomor 180 Tahun 2000 tentang Pencabutan Keputusan Presiden Nomor 56 Tahun 1988
Tentang Penunjukan Badan-Badan Tertentu Dan Bendaharawan Untuk Memungut Dan Menyetor Pajak
Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang Mewah.
17
Infokum Ditama Binbangkum
15.
Keputusan Presiden Nomor 42 tahun 2002 tentang Pedoman Pelaksanaan Anggaran Pendapatan Dan Belanja
Negara.
16.
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 616/PMK.03/2004 tentang Perubahan Atas Keputusan Menteri Keuangan
Nomor : 231/Kmk.03/2001 Tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak Penjualan Atas Barang
Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk.
17.
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 231/KMK.03/2001 tentang Perlakuan Pajak Pertambahan Nilai Dan Pajak
Penjualan Atas Barang Mewah Atas Impor Barang Kena Pajak Yang Dibebaskan Dari Pungutan Bea Masuk
Keputusan Menteri Keuangan Nomor 563/KMK.03/2003 tentang Penunjukan Bendaharawan Pemerintah Dan
Kantor Perbendaharaan Dan Kas Negara Untuk Memungut, Menyetor, Dan Melaporkan Pajak Pertambahan
Nilai Dan Pajak Penjualan Atas
Pelaporannya.
18.
19.
Pengumuman Dirjen Pajak Nomor Peng-05/PJ.09/2010 tentang Kewajiban Bendahara Pemerintah Pusat dan
Daerah Untuk Melakukan Pemotongan/Pemungutan Pajak.
20.
www.pajak.go.id
18
Infokum Ditama Binbangkum