Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH EVOLUSI

BUKTI DAN PETUNJUK ADANYA EVOLUSI TUMBUHAN BERBIJI


(SPERMATOPHYTA)

TatanRustandi
143112620120016

FAKULTAS BIOLOGI
PROGRAM STUDI S1 BIOLOGI JURUSAN BIOLOGI MEDIK
UNIVERSITAS NASIONAL JAKARTA
TAHUN 2015

I. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Evolusi adalah suatu perubahan struktur dan fungsi makhluk hidup dengan
perubahan dari sesuatu yang sederhana menjadi lebih kompleks dan beragam.
Perubahan berlangsung sedikit demi sedikit dan dalam kurun waktu yang lama
(Saylo et al., 2011). Perubahan yang terjadi dapat dibedakan menjadi dua, yaitu
perubahan progresif dan perubahan retrogresif. Perubahan progresif adalah
perubahan agar suatu makhluk hidup dapat bertahan hidup, sehingga terjadi
perubahan struktur dan fungsi makhluk hidup dari kondisi sederhana menuju
kondisi yang maju dan modern. Perubahan retrogresif adalah perubahan yang
dapat menyebabkan kepunahan, perubahan yang dimaksud yaitu perubahan yang
disebabkan karena struktur dan fungsi mengalami kemunduran atau melebihi
proporsinya sehingga makhluk hidup tersebut tidak bisa bertahan hidup. Evolusi
merupakan salah satu konsep dasar fundamental ilmu pengetahuan modern. Teori
evolusi ini menjelaskan suatu fenomena yang didokumentasikan dalam catatan
fosil, kesamaan molekul, genetik, dan perbedaan morfologi organisme, serta
distribusi geografis dari organisme hari ini dan di masa lalu, sehingga fenomena
tersebut digunakan sebagai sejarah kehidupan (Pojeta dan Springer, 2001).
Sejak zaman Aristoteles

telah dikemukakan teori evolusi yang

menjelaskan proses evolusi meliputi sumber variabilitas, diferensiasi populasi,


isolasi reproduktif, organisasi variasi genetik dalam populasi, asal mula spesies
dan hibridisasi. Evolusi merupakan suatu teori sintesis yang memanfaatkan segala
disiplin ilmu yang relevan seperti, biostratigrafi, paleontology, palaekologi,
biologi molekuler, paleogeografi, biokimia, biostatistik.
Perubahan struktur dan fungsi makhluk hidup dalam proses evolusi sangat
tergantung pada struktur DNA dari makhluk hidup tersebut, sehingga perubahan
frekuensi gen dalam populasi dipengaruhi oleh faktor-faktor evolusi antara lain
sebagai berikut :
a.

Mutasi

Mutasi dapat menyebabkan variasi genetik karena adanya perubahan


secara acak pada struktur DNA, sehingga mutasi ini merupakan salah satu faktor
terjadinya evolusi. Mutasi dapat terjadi karena faktor lingkungan (oleh zat
mutagenik) ataupun faktor dari dalam individu berupa kesalahan pada saat
replikasi. Ada dua jenis mutasi yaitu mutasi kecil dan perubahan kromosom.
Kasus pertama adanya substitusi beberapa pasang nukleotida dalam molekul DNA
sedangkan perubahan kromosomal yaitu perubahan besar yang meliputi ratusan
bahkan ribuan nukleotida. Perubahan variasi genetik yang diturunkan sehingga
berpengaruh terhadap evolusi dapat menguntungkan ataupun merugikan bagi
individu yang mengalaminya (Susanto, 2011).
b.

Genetic drift
Genetic drift adalah perubahan acak pada frekuensi gen di dalam populasi

kecil yang disebabkan oleh kematian, migrasi atau isolasi. Perubahan yang terjadi
pada populasi kecil akan membuat perbedaan besar. Geneti drift dapat disebabkan
oleh the bottleneck effect dan the founder effect (Mader, 2001).
The bottleneck effect terjadi ketika adanya pengurangan sejumlah individu
dalam populasi karena adanya bencana alam seperti kebakaran, gempa bumi,
habisnya cadangan makanan dan penyakit yang mewabah. Populasi yang dapat
bertahan hidup sangat sedikit sehingga gen pool tidak merepresentasikan populasi
awal. The Founder effect dapat terjadi ketika sejumlah kecil organisme menetap di
suatu tempat sebagai populasi baru. Gen pool kelompok migrasi yang lebih kecil
biasanya tidak merepresentasikan gen pool populasi yang besar. Hal ini akan
mengakibatkan ketika individu-individu bereproduksi dan jumlah founding
population meningkat, frekuensi gennya berbeda dari populasi awalnya (Mader,
2001).
c.

Aliran Gen (Gen Flow)


Aliran gen dapat terjadi melalui perkawinan antar populasi, sehingga

individu dari suatu populasi yang pindah ke populasi yang baru akan
menyumbangkan alelnya ke gene pool dari populasi tersebut. Hal ini dapat
mengubah frekuensi alel pada populasi yang baru. Aliran gen dapat terjadi dari
kisaran imigran yang sangat rendah sampai kisaran imigran yang sangat tinggi
tergantung dari jumlah individu yang datang dan seberapa banyak perbedaan

genetik inidividu-individu yang dapat bergabung. Imigrasi kecil dapat


menghasilkan perubahan frekuensi alel yang sangat besar bila informasi genetik
ini berbeda.
d.

Rekombinasi Seksual
Reproduksi seksual dapat menghasilkan keturunan yang berbeda dengan

induknya karena selama meiosis kromosom bergabung secara acak dan terjadi
penggabungan materi genetik dari dua gamet saat peristiwa fertilisasi. Dengan
demikian rekombinasi gen memberikan peluang besar untuk terjadinya
variabilitas yang berpengaruh terhadap evolusi populasi.
e.

Seleksi alam
Darwin mengumukakan bahwa seleksi alam adalah salah satu faktor

evolusi. Individu yang mampu bertahan yaitu individu yang memiliki kecocokan
dengan lingkungannya. Oleh sebab itu, yang bertugas sebagai penyeleksi
kelestarian makhluk hidup dari generasi ke generasi adalah alam. Hasil adaptasi
suatu makhluk hidup disebut modifikasi yang diturunkan pada anaknya, sehingga
seleksi alam merupakan salah satu faktor evolusi (Appleman, 1970).
Evolusi juga terjadi pada tumbuhan berbiji (Spermatophyta) yang
mengalami perubahan struktur tertentu sehingga mampu beradaptasi dari
kehidupan akuatik menuju kehidupan di darat. Hal ini dibuktikan dengan adanya
catatan fosil sebagai bukti dan petunjuk evolusi. Catatan fosil tersebut ditemukan
dari zaman Devonian hingga Crestaceus.
1.2 Tujuan
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memberikan informasi tentang bukti
dan petunjuk evolusi pada tumbuhan berbiji (Spermatophyta).
1.3 Metode
Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini yaitu dengan
penelusuran pustaka serta jurnal ilmiah yang mendukung topik.

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Gambaran Umum Evolusi Tumbuhan Berbiji (Spermatophyta)
Teori evolusi biologis atau disingkat teori evolusi, masa sekarang ini dapat
dikatakan bahwa teorinya diterima oleh hampir semua ahli biologi, walaupun teori
tersebut disusun berdasarkan bukti-bukti tak langsung. Pokok dari teori evolusi
adalah bahwa hewan, tumbuhan, dan manusia dalam berbagai abad yang lalu telah
berkembang dari makhluk yang berbentuk lebih sederhana. Semua itu melalui
proses evolusi yang telah berlangsung beribu-ribu tahun, bahkan berjuta-juta
tahun (Widodo, 1989). Teori evolusi bisa juga dimaksudkan sebagai teori yang
menyatakan bahwa ada kekerabatan di antara organisme atau ada perubahan dan
keragaman makhluk hidup, dalam hal ini teori evolusi merupakan penjelasan
terhadap berbagai fenomena yang kemudian ditunjuk sebagai bukti evolusi.
Menurut Campbell et al. (2003), empat periode utama evolusi tumbuhan
didasarkan pada catatan fosil sejarah adaptasi tumbuhan yang menuju kehidupan
di darat seiring dengan perubahan struktur. Keeempat periode tersebut yaitu :
1. Periode pertama ditunjukkan dengan adanya tumbuhan briofita termasuk
lumut yang berasal dari nenek moyang akuatik selama masa Ordovisium
pada zaman Palaezoikum 475 juta tahun yang lalu. Jaringan vaskuler
hanya dimiliki oleh sebagian kecil briofita dan beberapa memiliki
pembuluh pengangkut air.
2. Periode kedua terjadi keragaman tumbuhan vaskuler selama zaman Devon
awal (400 juta tahun yang lalu) yang tidak mempunyai biji pada tumbuhan
vaskuler pertama, ditemukan pada tumbuhan paku-pakuan.
3. Periode ketiga ditandai dengan kemunculan biji yang melindungi embrio
dari kekeringan. Sekitar 360 juta tahun yang lalu muncul tumbuhan
vaskuler biji pertama yang terbuka seperti pada Gymnospermae termasuk
Conifer. Selama 200 juta tahun tumbuhan ini menempati bumi.
4. Periode keempat, terjadi sekitar 130 juta tahun lalu muncul tumbuhan
berbunga pada awal masa Crestaceus zaman Mesozoikum. Tumbuhan ini
memiliki struktur khusus perkembangbiakan berupa bunga yang

mengandung biji yang terlindungi oleh ovarium sehingga disebut dengan


Angiospermae.

Gambar 1. Beberapa kejadian utama evolusi tumbuhan (Sumber: Campbell, 2003)


4.2 Asal Mula Tumbuhan Gymnospermae
Gymnospermae merupakan tumbuhan dengan biji terbuka yang tidak
memiliki ruangan pembungkus (ovarium) tempat biji Angiospermae berkembang.
Berdasarkan catatan fosil, Gymnospermae merupakan tumbuhan berbiji yang
muncul lebih awal dibandingkan dengan Angiospermae (Campbell et al., 2003).
Gymnospermae kemungkinan merupakan keturunan dari Progymnosperma yang
pada awalnya merupakan tumbuhan tak berbiji. Akan tetapi, pada akhir masa
Devon, biji telah dievolusikan. Evolusi biji dikaitkan dengan megasporangium
pada tumbuhan berbiji bukanlah suatu ruangan, akan tetapi sebaliknya merupakan
struktur berdaging padat yang disebut nusellus. Pada tumbuhan berbiji,
keseluruhan struktur integumen, megasporangium, dan megaspore membentuk
ovul yang disebut bakal biji. Di dalam bakal biji tersebut, gametofit betina
berkembang di dalam dinding megaspore dan disuplai makanan oleh nusellus.
Jika tejadi pembuahan, maka zigot akan berkembang menjadi embrio sporofit dan
disebut biji. Ketika biji lepas dari integumen, biji dapat dorman sampai pada
kondisi yang memungkinkan biji berkecambah (Campbell et al, 2003).

Pembentukan Pangea pada masa Permium, telah menimbulkan perubahan


yang besar pada flora dan fauna. Banyak yang menghilang, dan banyak yang
muncul sebagai pengganti. Perubahan dominasi pun terjadi baik di lautan maupun
di daratan. Seperti likofit, paku ekor kuda dan pakis digantikan oleh
Gymnospermae yang lebih cocok dengan iklim kering. Sampai saat ini terdapat
empat divisi Gymnospermae yang tetap bertahan hidup yaitu sikad, ginkgo,
gnetofit, dan conifer (Campbell et al., 2003).
Sejauh ini yang paling besar diantara empat divisi Gymnospermae adalah
Coniferophyta, yaitu konifer. Istilah conifer (Bahasa latin, conus, kerucut, dan
ferre, membawa) berasal dari struktur reprduktif tumbuhan ini, konus, yang
merupakan kumpulan sporofil yang menyerupai sisik. Pinus, cemara, sipres dan
redwood (kayu merah) semuanya termasuk ke dalam divisi Gymnospermae
tersebut (Campbell et al., 2003).
Siklus hidup pinus menunjukkan adaptasi reproduktif kunci pada tumbuhan
berbiji. Evolusi tumbuhan berbiji menambahkan tiga adaptasi kunci kehidupan
darat dalam reproduksi yaitu peningkatan dormansi generasi sporofit, adanya biji
sebagai tahapan dalam siklus hidup yang resisten dan dapat disebarluaskan, dan
evolusi serbuk sari sebagai agen yang menyatukan gamet (Campbell et al., 2003).
4.3. Asal Mula Tumbuhan Angiosperma
Saat ini Angiospermae merupakan tumbuhan yang paling beraneka ragam
dan tersebar luas. Saat ini dikenal 250.000 spesies Angiospermae, dan
ditempatkan dalam divisi tunggal yaitu Anthophyta. Anthophyta terdiri atas dua
kelas yaitu monokotiledon dan dikotiledon (Campbell et al., 2003).
Selama masa evolusi Angiospermae, xilem merupakan bagian yang lebih
terspesialisasi. Xilem diduga berkembang dari sel-sel trakeid yang pada
Gymnospermae berperan menghantarkan air. Pada Angiospermae, sel trakeid
berkembang menjadi sel-sel yang lebih pendek, dan lebih luas yang disebut unsur
pembuluh. Unsur pembuluh membentuk saluran yang bersambung yang lebih
terspesialisasi. Xilem diperkuat dengan serat (fiber) yang juga berkembang dari
trakeid (Campbell et al., 2003).

Selain spesialisasi xilem, faktor terbesar perkembangan Angiospermae


adalah evolusi bunga. Bunga memiliki tingkat efisiensi reproduksi yang sangat
tinggi pada tumbuhan. Bunga adalah tunas yang mampat dengan empat lingkaran
daun yang termodifikasi menjadi kelopak, mahkota, benang sari, dan putik
(Campbell et al., 2003). Kemunculan radiasi tumbuhan berbunga, menyebabkan
bentang alam bumi berubah secara dramatis. Nenek moyang Angiospermae masih
belum dipastikan, tetapi hasil analisis kladistik pada ciri homolog menunjukkan
Gymnospermae dari divisi Gnetophyta sebagai kerabat paling dekat dengan
Angiospermae. Fosil tertua Angiospermae ditemukan pada batuan awal masa
Cretaceus yang berusia sekitar 130 juta tahun (Campbell et al., 2003).

4.4 Bukti Evolusi Tumbuhan Berbiji (Spermatophyta)


4.4.1 Bukti Evolusi Tumbuhan Gymnospermae
Gymnospermae lebih dulu hadir daripada Angiospermae. Gymnospermae
pertama adalah Pteridospermatophyta yang hidup pada zaman Devonian hingga
Cretaceous. Bentuk tanaman ini berupa tanaman yang merambat (Selmeier,
1996).

Pteridospermatophta

merupakan

Gymnospermae

pertama.

Tanpa

pengetahuan tentang struktur reproduksi biji pakis akan sulit untuk dibedakan dari
pakis dewasa. Daun pakis yang menyirip terbagi seperti pakis (Cleal dan Thomas,
2009). Namun, daun pakis yang fertile memiliki organ serbuk sari atau ovula yang
merupakan struktur penghasil spora. Spora pakis disebarkan melalui angin.
Serbuk sari biji Medullosans sebesar 0,3 mm lima kali lebih besar dari rata-rata
(Kenrick dan Davis, 2004).
Membedakan daun Pteridospermatophyta dengan tumbuhan paku tanpa
adanya pengetahuan struktur reprsoduksi. Frond merupakan struktur daun yang
ada pada tanaman paku dan menghasilkan pollen atau spora. Pollen Medullosans
memiliki diameter lebih besar dari yang biasanya, yaitu 0,3 mm dan disebarkan
oleh serangga. Biji terletak sepanjang rusuk daun. Potongan melintang batang
bertipe Polystele. Xylem sekunder pada bagian dalam dan Floem sekunder pada
bagian luar. Vascular bundle terbagi menjadi tiga atau lebih bagian, yang bagian
luarnya

berfusi

membentuk

lingkaran

tahun.

Glossopteris

adalah

Pteridospermatophyta yang memiliki vascular bundle tipe eustele, yang

merupakan karakteristik conifer dan Angiosperma. Kayu tipe polystele dan eustele
mirip dengan kay tipe conifer (Jung, 1996).
Medullosa memiliki frond terbesar, mencapai 7 meter dan bercabang
dikotom. Xilem sekunder dikelilingi oleh cambium, floem sekunder dan jaringan
kortikal. Medullosa hidup lebih baik di tanah yang kaya akan mineral (Kenrick
dan Davis, 2004).

Gambar 2. Daun Glosssopteris. Ditemukan pada zaman Permian awal.


Illawarra Coal Measures, Dunedoom, New South Wales, Australia (Viney,
2008).
4.4.2 Bukti Evolusi Tumbuhan Angiospermae
Bukti evolusi tanaman Angiospermae tidak banyak ditemukan. hanya ada
beberapa sisa-sisa fosil, tanpa fosil yang utuh. Sisa fosil ini berupa materi
vegetatif dan serbuk sari. Ciri khas dari Angiospermae yang berupa biji tertutup
kurang dapat ditemukan pada fosil ini (Small, 2002).
Keluarga

baru

basal

Angiospermae

(Archaefructaceae)

yaitu,

Archaefructus liaoningensis dan A. sinensis ditemukan oleh Ge Sun dari China


dan David Dilcher dari Florida Museum of Natural History. Fosil dari kedua
spesies berupa bunga, biji, dan buah ditemukan di Formasi Yixian di Liaoning,
China bagian timur laut. Kedua spesies ini diyakini hidup pada zaman akhir
Cretaceous atau awal zaman Jurrasic sekitar 125 atau 147 juta tahun yang lalu.

Archaefructaceae merupakan tanaman air yang memiliki batang panjang, kecil


dan herbaceous. Daunnya berada didekat struktur reproduktif dan membutuhkan
air untuk melebar. Tanaman ini hidup di air untuk membantu polinasi dan
penyebaran biji, sehingga dapat menghasilkan bunga. Fosil tanamn berbunga
pertama baru ditemukan berupa tanaman air yang mirip dengan tanaman dari
Ordo Nymphaeales (Small, 2002).

Gambar 3. Fosil Archaefructus


(Stokstad, 2002)
Tanaman berbunga dapat menghasilkan kelopak karena adanya gen SEP
yang diaktifkan. Gen ini didapatkan dari nenek moyang tanaman tidak berdaun,
tidak memiliki bunga. Ada beberapa gen koding SEP, MADS-box, dan
APETALA1 yang dapat menghasilkan karakter maju. Gen ini menghasilkan organ
tumbuhan, berupa petal, bunga, stamen dan karpel. Tanaman yang tidak
menghasilkaan bunga juga memiliki gen ini, namun tidak aktif. Gen ini apabila
diaktifkan akan menghasilka petal bunga dari daun (Rhawn, 2009).
Gen ini berasal dari cyanobacteria (alga hijau-biru) dan arachae miliaran
tahun yang lalu. Cyanobacteria (alga hijau-biru) dan Arachae merupakan
organisme pertama yang menempati bumi. Gen ini ditekan selama satu miliar
tahun dan diaktifkan karena adanya induksi secara biologis dengan adanya
perubahan lingkungan untuk menghasilkan tanaman berbunga (Rhawn, 2009).

V. KESIMPULAN
Berdasarkan tujuan dan pembahasan yang ada, maka dapat disimpulkan
bahwa

bukti

dan

petunjuk

evolusi

tumbuhan

berbiji

adalah

berupa

Pteridospermatophyta dan Archaefructaceae. Pteridsospermatophyta merupakan


gymnsospermae pertama, yang juga merupakan spermatophyte pertama. Jarak
evolusi antara Pteridospermatophyta dan tanaman paku cukup dekat, karena
Pteridospermatopyhta merupakan spesiasi dari tanaman paku. Hal ini dapat dilihat
dari pteridospermatophyta yang masih memiliki frond seperti tanaman paku.
Pteridospermatopyhta diperkirakan hidup pada zaman Devonian hingga
Cretaceous. Sedangkan angiospermae pertama adalah Archaefructaceae yang
ditemukan di China. Archaefructaceae hanya memiliki dua spesies, yaitu
Archaefructus liaoningensis dan Archaefructus sinensis. Archaefructaceae
diperkirakan hidup pada zaman akhir cretaceous sekitar 125 atau 147 juta tahun
yang lalu. Archaefructaceae merupakan tanaman air yang mirip dengan tanaman
dari Ordo Nymphaeales. Munculnya bunga pada tanaman angiospermae karena
adanya gen koding yang aktif. Gen ini meliputi gen SEP, MADS-box, dan
APETALA1.

DAFTAR PUSTAKA
Appleman, P. 1970. Darwin. W.W. Norton & Company. New York.
Campbell, N. A., J. B. Reece, L. G. Mitchell. 2003. Biologi Edisi Kelima Jilid II.
Erlangga: Jakarta.
Cleal C.J dan Thomas, B.A. 2009. Introduction to Plant Fossils. Cambridge
University Press. United Kingdom.
Jung, W. 1996. Ferns, Cycads, or What? In Dernbach, U.Petrified Forest: The
World's 31 Most Beautiful Petrified Forests. DORO Publishers.
Germany.
Kenrick, P dan Davis, P. 2004. Fossil Plants. Smithsonian Books. Washington.
Mader, S.S. 2001. Biology. Seventh edition. McGraw-Hill. Boston.
Pojeta, J dan Springer. 2001. Evolution and the Fossil Record. The
Paleontological Society. American Geological Institute Alexandria,
Virginia.
Rhawn, Joseph. 2009. The Evolution Of Life From Other Planets The First
Earthlings, ExtraTerrestrial Horizontal Gene Transfer, Interplanetary
Genetic Messengers and the Genetics of Eukaryogenesis and
Mitochondria Metamorphosis. Journal of Cosmology Vol 1:100-150.
Saylo, Monalie C., Cheryl C. Escoton, and Micah M. Saylo. 2011. Punctuated
Equilibrium vs. Phyletic Gradualism. International Journal of Bio
Science and Bio Technology Vol. 3 No.3.
Selmeier, A. 1996. Identification of Petrified Wood Made Easy. In Dernbach,
U. Petrified Forest: The World's 31 Most Beautiful Petrified Forests.
DORO Publishers. Germany.
Small, Christine J. 2002. Uncorrelated Evolution Of Leaf And Petal Venation
Patterns Across The Angiosperm Phylogeny. Journal of Experimental
Botany Vol. 30 (3).
Stokstad, E. 2002. Fossil Plant Hints How First Flower Bloomed. Science
296:821.
Susanto, Agus Heri. 2011. Genetika. Graha Ilmu. Yogyakarta.
Viney, Mike. 2008. Science Olympiad Division (Phylum) Pteridospermatophyta.
Petrified Wood Museum, Thailand.

Widodo. 1989. Teori Evolusi Biologis. IKIP Malang. Malang.

Anda mungkin juga menyukai