Anda di halaman 1dari 4

PAPER PENGOBATAN MANDIRI

TBC

Bernadetta Inez L

138114155

Yulianus Gerson P

138114158

Yolanda Tyas P

138114164

Rianti Putri K

138114166

Aloysius A D S

138114167

Rafaella Daramika

138114169

Titi Estetikaningtyas 138114170

Fakultas Farmasi
Universitas Sanata Dharma
Yogyakarta
2015

Penyakit TBC
Penyakit TBC adalah penyakit yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini
tumbuh secara pelan pelan di daerah badan yang banyak mengandung pembuluh darah dan oksigen. Oleh
karena itu TBC paling sering menyerang paru paru. TBC bisa juga menyerang dari satu organ ke organ
lain lewat udara. TBC merupakan penyakit berbahaya ke 3 yang menyebabkan kematian di dunia setelah
penyakit kardiovaskuler dan penyakit saluran pernapasan dan merupakan nomor satu dari golongan penyakit
infeksi. Indonesia memiliki pravalensi TBC positif 0,22% (laporan WHO 1998). Jumlah penderita di
Indonesa menduduki peringkat ketiga terbesar setelah India dan china. Penyakit ini ditemukan pada rakyat
dengan kondisi ekonomi menengah kebawah yang gizi dan makanannya tidak memadai dan tingkat
higenitas di bawah normal sehingga menyebabkan menurunnya daya tahan tubuh.
Penanganan TBC masih terus menjadi tantangan besar bagi para tenaga kesehatan. Untuk
memutuskan angka penularan perlu mendapatkan perhatian lintas sektoral karena berkaitan dengan faktor
sosial dan tempat hunian. Namun pada dasarnya penyakit TBC bisa di sembuhkan secara tuntas dengan
minum obat secara teratur dan rutin sesuai dengan dosis yang dianjurkan.
Bakteri penyebab TBC dapat ditularkan dari orang ke orang, terutama melalui saluran napas dengan
menghisap udara yang mengandung basil yang dibatukkan oleh penderita TBC atau juga karena adanya
kontak antara tetes ludah yang mengandung basil dengan luka di kulit. Bakteri TBC dalam tetes tetes
ludah ini dapat hidup beberapa jam dalam udara lembab, dalam nanah bahkan untuk beberapa hari.
Patofisiologi TBC
Tuberculosis adalah penyakit yang dikendalikan oleh respon imunitas perantara sel. Sel efektornya
adalah makrofag sedangkan limfosit (biasanya sel T) adalah imunoresponsifnya. Tipe imunitas seperti ini
basanya lokal, melibatkan makrofag yang diaktifkan ditempat infeksi oleh limposit dan limfokinnya. Raspon
ini desebut sebagai reaksi hipersensitifitas (lambat).
Basil tuberkel yang mencapai permukaan alveolus biasanya diinhalasi sebagai unit yang terdiri dari
1-3 basil. Gumpalan basil yang besar cendrung tertahan dihidung dan cabang bronkus dan tidak
menyebabkan penyakit (Dannenberg 1981). Setelah berada diruang alveolus, basil tuberkel ini
membangkitkan reaksi peradangan. Leukosit polimorfonuklear tampak didaerah tersebut dan memfagosit
bakteria namun tidak membunuh organisme ini. Sesudah hari-hari pertama leukosit akan digantikan oleh
makrofag . Basil juga menyebar melalui getah bening menuju kelenjar getah bening regional. Makrofag
yang mengadakan infiltrasi menjadi lebih panjang dan sebagian bersatu sehingga membentuk sel tuberkel
epiteloid yang dikelilingi oleh limposit. Reaksi ini butuh waktu 10-20 hari.
Lesi primer paru dinamakan fokus ghon dan gabungan terserangnya kelenjar getah bening regional
dan lesi primer dinamakan kompleks ghon. Respon lain yang dapat terjadi didaerah nekrosis adalah
pencairan dimana bahan cair lepas kedalam bronkus dan menimbulkan kavitas. Kavitas yang kecil dapat
menutup sekalipun tanpa pengobatan dan meninggalkan jaringan parut fibrosa. Bila peradangan mereda
lumen brokus dapat menyempit dan tertutup oleh jaringan parut yang terdapat dekat dengan perbatasan
bronkus rongga. Bahan perkejuan dapat mengental sehingga tidak dapat mengalir melalui saluran
penghubung sehingga kavitas penuh dengan bahan perkejuan dan lesi mirip dengan lesi kapsul yang
terlepas. Keadaan ini dapat menjadi peradangan aktif.
Penyakit dapat menyebar melalui getah bening atau pembuluh darah. Organisme yang lolos dari kelenjar
getah bening akan mencapai aliran darah dalam jumlah kecil, kadang dapat menimbulkan lesi pada oragan
lain.
Tujuan pengobatan TBC yaitu :
- Untuk menyembuhkan pasien dan mengembalikan kualitas hidup serta tingkat produktivitas
- Untuk mencegah kematian dari TB aktif atau efek yang timbul setelahnya
- Untuk mencegah kambuhnya pasien

Untuk mengurangi penularan / transmisi TB


Untuk mencegah perkembangan dan penyebaran resistensi obat

Terapi non farmakologis untuk penderita TBC


Pada prinsipnya, pengobatan dan terapi untuk pasien TBC yang utama adalah penggunaan obatobatan yang teratur. Obat-obatan yang diberikan sesuai dengan resep dokter ini harus dikonsumsi secara
teratur, karena jika tidak dihabiskan bisa saja masih ada bakteri M.tuberculosis yang hidup dan
menyebabkan resistensi obat-obatan. Dan disamping konsumsi obat-obatan ini, pasien harus banyak
beristirahat untuk menjaga kondisi tubuh. Selain itu, penderita TBC harus dimonitoring selama beberapa
periode waktu tertentu oleh para tenaga medis. Sejauh ini belum ditemukan terapi non farmakologis lainnya.
Makanan yang harus dihindari oleh penderita TBC:
Makanan berlemak, seperti daging sapi dan ayam, kentang dan onion rings karena akan menambah
jumlah lemak jenuh yang dapat memperburuk gejala TBC. Maka, lebih baik dikonsumsi makanan
dipanggang, direbus atau dikukus, tanpa mengandung mentega, keju tinggi lemak atau saus krim.
Asam lemak trans (asam lemak jenuh) karena dapat menyebabkan kenaikan tingkat kolesterol yang
tidak sehat dan inflamasi. Mengurangi konsumsi asam lemak dapat mengurangi gejala TBC, maka
lebih baik diganti dengan konsumsi buah-buahan dan sayuran.
Karbohidrat olahan seperti tepung dan gula menyediakan kalori kosong, atau kalori tanpa nutrisi.
Dalam jumlah sedang karbohidrat olahan tidak akan menimbulkan apa-apa, namun UMMC
merekomendasikan bahwa pasien TB harus menghindari makanan ini untuk meningkatkan kesehatan
dan mengurangi gejala. Contoh produk karbohidrat olahan termasuk roti olahan, sereal, pasta dan
olahan panggangan, beras instan, dan makanan minuman yang kaya akan gula, seperti soda, permen,
sirup pancake, selai dan jeli. Untuk manfaat tambahan, ganti sumber karbohidrat olahan dengan
makanan kaya serat, seperti biji-bijian dan sayuran bertepung.
Kafein dan alkohol dapat menyebabkan kesulitan tidur dan isitirahat, sehingga dapat memperlambat
proses penyembuhan dari TBC. Konsumsi yang berlebih juga dapat memiliki efek diuretik, atau
fluid-flushing, dan dapat mencegah konsumsi minuman sehat, seperti air, susu rendah lemak atau jus
murni. UMMC merekomendasikan bahwa pasien TB lebih baik mengkonsumsi teh hijau bebas
kafein (sumber antioksidan) untuk meningkatkan kesehatan.
Hal-hal yang harus diperhatikan:
TBC mudah menyebar selama dua minggu pertama pengobatan, sehingga dokter menginstruksikan pasien
untuk mengambil tindakan pencegahan khusus, seperti menghindari kontak dengan orang lain untuk
setidaknya dua minggu setelah mulai pengobatan antibiotik, tidur sendirian (pasien harus diisolasi selama
proses pengobatan), membuka jendela di kamar, dan menutup mulut ketika batuk atau bersin agar
mengurangi penularan bakteri penyebab TBC.
Tindakan awal yang harus dilakukan sebagai pencegahan:
Orang-orang dengan gejala penyakit TB, yang telah terpapar orang dengan penyakit TB aktif harus segera
mencari evaluasi dan pertolongan medis. Harus segera dilakukan pengujian tentang gejala dan waktu
paparan. Pengujian lebih lanjut akan ditentukan oleh riwayat medis dan potensial paparan. Uji-uji yang
harus dilakukan yaitu tes kulit, tes darah untuk beberapa, X-ray dada juga pemeriksaan sekresi paru-paru.
Yang nantinya akan diidentifikasi sebagai "berisiko" TBC sehingga dapat ditawarkan antibiotik sebagai
pencegahan. Yang diidentifikasi dengan infeksi TB laten atau penyakit TB aktif akan diresepkan antibiotik
tertentu.
Terapi Farmakologi TBC

Terapi atau Pengobatan penderita TB dimaksudkan untuk; 1) menyembuhkan penderita sampai


sembuh, 2) mencegah kematian, 3) mencegah kekambuhan, dan 4) menurunkan tingkat penularan. Obat anti
tuberkolosis diberikan dalam bentuk kombinasi beberapa jenis obat , dalam jumlah cukup dan dosis tepat
sesuai katagori pengobatan. Untuk menjamin kepatuhan pasien, pengobatan dilakukan dengan pengawasan
langsung (DOT) oleh seorang pengawas menelan obat (PMO). Pengobatan TBC dilakukan dua tahap yaitu
tahap intensif dan lanjutan. Aktifitas obat TBC didasarkan tiga mekanisme yaitu aktifitas membunuh bakteri,
aktifitas sterilisasi, dan mencegah resistensi. Kesembuhan penderita TBC tergantung dari kepatuhan
mengonsumsi obat.
Obat yang biasa digunakan untuk TBC yaitu isoniazid, etambutol, rimfapin,
pirazinamid.
Isoniazid
Obat ini diindikasi untuk semua bentuk tuberkolosis aktif. Resistensi dapat agak timbul cepat jika digunakan
sebagai obat tunggal, tetapi resistensi silang dengan obat TBC lain tidak terjadi. Isoniazid mampu
menghambat sintesis mycolic acid yang merupakan komponen penting untuk dinding bakteri. Interaksi
isoniazid dengan obat lain dapat meningkatkan konsentrasinya dan menimbulkan resiko toksik. Disarankan
menggunakan piridoksin 2-10 mg untuk mencegah neuropatik. Dosis dewasa (per oral) 5-10 mg/kg/ hari
dosis tunggal, tidak boleh melebihi 300 mg/hari.
Etambutol
Obat ini digunakan sebagai terapi kombinasi tuberkolosis dengan obat lain. Etambutol merupakan derivate
etilendiamin berkhasiat spesfifik terhadap M tuberculosa dan M atipis, tetapi tidak terhadap bakteri lain.
Bersifat bakteriostatik dengan mekanisme penghambatan sintesa RNA pada kuman yang sedang membelah,
juga menghindari terbentuknya mycolic acid pada dinding sel. Reaksi toksik timbul jika dosis besar (diatas
50 mg/kg/hari) dan bersifat reversible bila pengobatan segera dihentikan, tetapi dapat menyebabkan
kebutaan bila pemberian obat terus dilanjutkan. Interaksi dengan garam aluminium akan mengurangi
absorbsi etambutol.
Rimfapisin
Rimfapin berkhasiat bakterisid luas terhadap pertumbuhan M. tuberkulose dan M. leprae, serta mematikan
bakteri yang dormant sehingga mampu membunuh semua basil guna mencegah kambuhnya TB. Rimfapisin
jarang memberikan efek samping jika penggunaannya sesuai dosis yang dianjurkan (10 mg/kg/ hari dengan
batas maksimum 600 mg/kg/hari).
Pirazinamid
Spektrum kerjanya sangat sempit dan hanya meliputi M tuberculosis. Mekanisme kerjanya berdasarkan
pengubahannya menjadi asam pirazinad oleh enzim pirazinamidase yang berasal dari basil TBC. Membunuh
bakteri berada dalam sel dengan suasana asam. Terjadi kerusakan hati jika dosis diatas 2 g/ hari. Obat ini
juga dapat menghambat ekskresi asam urat dari ginjal sehingga menimbulkan hiperurikemia, sehingga
penderita yang diobati dnegan pirazinamid harus diawasi asam uratnya. Dosis 35 mg/kg/hari dengan dosis
maksimal 2000 mg/kg/hari.

Anda mungkin juga menyukai