Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM PHARMACEUTICAL ANALYSIS

BIOANALISIS SENYAWA ASPIRIN DALAM TABLET


ASPIRIN PADA TIKUS JANTAN GALUR WISTAR
DENGAN METODE SPEKTROFOTOMERI UV

Disusun Oleh :
Fenny Marisza S

(138114128)

Kendhi Swandanu

(138114136)

Monita Natalia Siregar

(138114151)

Nadia Okky Luciana

(138114153)

Bernadetta Inez L.

(138114155)

Yulianus Gerson

(138114158)

LABORATORIUM KIMIA ANALISIS INSTRUMENTAL


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2015
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Asam asetilsalisilat atau dikenal asetosal atau aspirin merupakan salah satu senyawa obat
analgesik antipiretik yang umum digunakan sehari-hari dalam menurunkan demam dan
menghilangkan rasa nyeri akibat sakit kepala (Anugerah, 1994).
Suatu obat harus memenuhi persyaratan mutu, yang memastikan bahwa obat memiliki
kualitas yang baik ketika dipasarkan.
Maka kami ingin melakukan analisis terkait kadar aspirin dalam darah, yang akan kami
lakukan menggunakan sampel darah tikus. Metode yang kami gunakan adalah metode
spektofotometri UV.Metode spektrofotometri ini sendiri kami gunakan karena merupakan salah
satu metode analisa kuantitatif yang paling sering digunakan karena cukup mudah dilakukan
(Gandjar, 2007).Digunakan UV karena secara struktur, aspirintidak memiliki gugus kromofor
yang tidak akan membentuk kompleks warna dengan reagen apapun kecuali bila dihidrolisis
menjadi asam salisilat terlebih dahulu, sehingga dapat hanya dapat dideteksi dengan panjang
gelombang UV.
Oleh karena itu, proposal ini kami susun bertujuan untuk mengetahui kualitas senyawa
aspirin dalam sampel tablet aspirin dengan metode spektrofotometri UV.
1.2 RUMUSAN MASALAH

Bagaimanakah validasi metode spektrofotometri UVdalam bioanalisis aspirin dalam

sampel darah tikus?


Berapakah kadar aspirin dalam sampel darah tikus?

1.3 TUJUAN

Dapat melakukan validasi metode spektrofotometri UV dalam bioanalisis kadar aspirin

dalam darah tikus.


Dapat mengetahui kadar aspirin dalam sampel darah tikus.

1.4 MANFAAT
Manfaat teoritis:
1. Dapat mempelajari tahap-tahapan dalam melakukan validasi metode bioanalisis kadar
aspirin dalam darah tikus
2. Dapat mengetahui kadar aspirin dalam darah
Manfaat praktis:
Untuk memberikan sumbangan ilmiah terhadap perkembangan analisis aspirin, utamanya
analisis aspirin dalam darah makhluk hidup (bioanalisis).

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN
2.1.1 Asam Asetil Salisilat
Asam asetil salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%
C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, hablur berwarna putih,
umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau
berbau lemah.Stabil di udara kering; di udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam
salisilat dan asam asetat.Kelarutan, sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam
kloroform, dan dalam eter agak sukar larut dalam eter mutlak (Dirjen POM, 1995).
Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 135oC.Asam asetilsalisilat larut dalam air
(1:300), etanol (1:5), kloroform (1:17) dan eter (1:10-15, Asam asetilsalilsilat larut dalam larutan
hidroksida dan karbonat (Dirjen POM, 1979).
Berbahaya jika kontak dengan kulit dan mata (dapat terjadi iritasi).Jika kontak dengan
kulit terlalu lama dapat menyebabkan korosif, inhalasi.Dalam beberapa kasus, jika kontak
berlebih dapat menyebabkan kematian (Sciencelab, 2013).
2.1.2

HCl

Organoleptis

: Cair.

Bau

: Tajam. Menjengkelkan (Strong.)

Rasa

:Tidak tersedia

Berat molekul :Tak dapat diterapkan.


Warna

:Berwarna untuk cahaya kuning.

pH

: Asam

Titik didih

:108,58C

Titik lebur

:-62,25 C

Berat jenis

:1.1- 1.19

Tekanan uap

:16 kPa

Kelarutan

:Larut dalam air dingin, air panas, dietil eter.


(Science lab, 2013).

2.1.3

FeCl3

Organoleptis

: Padat

Bau

:Tidak tersedia

Rasa

:Tidak tersedia

Berat molekul

:162,21g/mol

Warna

:Tidak tersedia

pH

: 2[asam]

Titik didih

:316C(600,8 F)

Titik lebur

:306C(582,8 F)

Suhukritis

:Tidak tersedia

Berat jenis

:2,9(Air =1)

Tekanan uap

:Tak dapat diterapkan

Kelarutan

:Larut dalamair dingin


(Science lab, 2013).

2.1.4 Heparin
Organoleptis

: Padat

Bau

:Tidak berbau

Rasa

:Tidak tersedia

Berat molekul

:Tidak tersedia

Warna

:Putih

pH

: Tidak tersedia

Titik didih

:Tidak tersedia

Titik lebur

:Terurai

Suhukritis

:Tidak tersedia

Berat jenis

:Tidak tersedia

Tekanan uap

:Tak dapat diterapkan

Kelarutan

:Sebagian larut dalam air dingin


(Science lab, 2013).

2.1.5 TCA
Bentuk

: padatan berbentuk kristal


5

Bau

: khas

Berat molekul : 163,39 g/mol


Warna

: putih

kelarutan

: larut dalam air, dietileter, aseton

(Science Lab, 2013).


2.1.6 Akuabides
Organoleptis : cair, tidak berbau
Berat molekul : 18,02g/mol
pH
: netral
Titik didih
:100C(212 F)
Titik beku
: tidak tersedia
Produk stabil
Inkompatibilitas: tidak tersedia
(Sciencelab, 2013).
Tidak korosif untuk kulit.Tidak iritasi untuk kulit.Tidak permeator oleh kulit.Tidak
berbahaya dalam kasus konsumsi.Tidak berbahaya dalam kasus inhalasi.Tidak iritasi bagiparuparu.Tidak korosif pada mata.Tidak korosif untuk paru-paru (Sciencelab, 2013).
2.2 ASAM ASETILSALISILAT
Asam asetil salisilat yang lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin merupakan salah
satu senyawa yang secara luas dan umum digunakan, aspirin digunakan sebagai obat analgetik,
antipiretik, dan antiinflamasi yang sangat luas digunakan.
Sintesis aspirin merupakan suatu proses dari esterifikasi. Esterifikasi merupakan
reaksi antara asam karboksilat dengan suatu alkohol membentuk suatu ester.Aspirin merupakan
salisilat ester yang dapat disintesis dengan menggunakan asam asetat (memiliki gugus COOH)
dan asam salisilat (memiliki gugus OH).Asam salisilat dicampur dengan anhidrin asetat,
menyebabkan reaksi kimia yang mengubah grup alkanol asam salisilat menjadi grup asetil.
Proses ini menghasilkan aspirin dan asam asetat, yang merupakan produk sampingan. Sejumlah
kecil asam sulfat umumnya digunakan sebagai katalis (Fessenden and Fessenden, 1994).
2.5 DARAH
Darah terdiri dari sel darah merah (eritrosit), sel darah putih (leukosit), dan pelat darah
(trombosit), yang tersuspensi dalamplasma.Plasma terdiri untuk sebagian besar dari air dengan
terlarut dalamnya zat-zat elektrolit dan beberapa protein, yakni globulim (alfa-, beta-, gamma,-),
albumin dan faktor pembekuan darah (Yuwono, 2008).
6

2.6 HEWAN UJI


Bahan uji (obat) yang ditujukan untuk penggunaan pada manusia, perlu diteliti dengan
menyertakan subjek manusia sebagai final test tube. Relawan manusia secara etis boleh diikut
sertakan jika bahan yang akan diuji telah lolos pengujian di laboratorium secara tuntas,
dilanjutkan dengan menggunakan hewan percobaan untuk kelayakan dan keamanannya. Hewan
percobaan adalah setiap hewan yang dipergunakanpada sebuah penelitian biologis dan biomedis
yangdipilih berdasarkan syarat atau standar dasar yang diperlukan dalam penelitian tersebut
(Ridwan, 2013).
Dalam menggunakan hewan percobaan untuk penelitian diperlukan pengetahuan yang
cukup mengenai berbagai aspek tentang sarana biologis, dalam hal penggunaan hewanpercobaan
laboratorium. Pengelolaan hewan percobaan diawali dengan pengadaan hewan, meliputi
pemilihan danseleksi jenis hewan yang cocok terhadap materi penelitian. Pengelolaan
dilanjutkan dengan perawatan dan pemeliharaan hewan selama penelitian berlangsung,
pengumpulan data, sampai akhirnya dilakukan terminasi hewan percobaan dalampenelitian
(Ridwan, 2013).
Berbagai hewan kecil memiliki karakteristik tertentu yang relatif serupa dengan manusia,
sementara hewan lainnya mempunyai kesamaan dengan aspek fisiologis metabolis manusia.
Tikus putih sering digunakan dalammenilai mutu protein, toksisitas, karsinogenik, dankandungan
pestisida dari suatu produk bahan pangan hasil pertanian (Ridwan, 2013).
Saat ini, beberapa strain tikus digunakan dalam penelitian di laboratorium hewan coba di
Indonesia, antaralain: Wistar; (asalnya dikembangkan di Institut Wistar), yangturunannya dapat
diperoleh di Pusat Teknologi Dasar Kesehatan dan Pusat Teknologi Terapan Kesehatan
danEpidemiologi Klinik Badan Litbangkes; dan Sprague-Dawley; (tikus albino yang dihasilkan
di tanah pertanian Sprague-Dawley), yang dapat diperoleh di laboratorium Badan Pengawasan
Obat dan Makanan dan Pusat Teknologi Dasar Kesehatan Badan Litbangkes (Ridwan, 2013).
2.7 SENTRIFUGASI
Prinsip sentrifugasi didasarkan atas fenomena bahwa partikel yang tersuspensi dalam
suatu wadah (tabung atau bentuk-bentuk lain) akan mengendap ke dasar wadah karena pengaruh
gravitasi. Laju pengendapan tersebut dapat ditingkatkan dengan cara meningkatkan pengaruh
gravitasional terhadap partikel. Hal ini dapat dilakukan dengan menempatkan tabung berisi
suspensi partikel ke dalam rotor mesin sentrifugasi kemudian diputar dengan kecepatan tinggi
(Yuwono, 2008).
7

Dua macam prinsip sentrifugasi yang umum digunakan untuk pemisahan partikel
didasarkan atas : (1) massa, ukuran, atau panjang partikel, (2) densitas partikel (Yuwono, 2008).
2.8 ANTIKOAGULAN
Obat yang mengurangi atau menunda pembekuan darah atau pembukan zat yang
mencegah pembekuan darah, mereka diberika untuk profilaksis atau pengobatan gangguan
tromboemboli adalah heparin, yang inactivates trombin dan beberapa faktor pembekuan lain dan
yang harus diberikan secara parenteral, dan antikoagulan oral (warfari, dicumanol, dan congener)
yang menghambat sintesis hepatik vitamin tergantung k pembekuan faktor. Antikoagulan yang
digunakan untuk mencegah pembekuan spesimen darah untuk dianalisis laboraturium heparin
dan beberapa zat yang membuat kalsium ion tidak tersedia untuk proses pembekuan, termasuk
EDTA (asam ethylenediaminetetraacetic), sitrat, oksalat dan fluoride (Anugerah, 1994).
Antikoagulan dipakai untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Tidak seperti
trombolitik, obat ini tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegahan
pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada klien yang memiliki gangguan pembuluh
arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk pembentukan bekuan darah.
Gangguan pada vena mencakup trombosis vena dalam dan emboli paru (akhirnya adalah masalah
arteri) dan gangguan arteri mencakup trombosis koronaria (infark miokardium), adanya katup
jantung buatan, dan serangan pembuluh darah otak (Anugerah, 1994).
2.9 HEPARIN
Antikoagulan diberikan per oral atau suntikan (subkutan atau intravena). Heparin,
diperkenalkan pada tahun 1938, adalah substansi alami yang berasal dari hati yang berfungsi
untuk mencegah pembentukan bekuan. Mula-mula dipakai dalam transfusi darah untuk
mencegah pembentukan bekuan darah (Anugerah, 1994).

2.10 SPEKTROFOTOMETRI
Dalam analisis spektrofotometer digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke
dalam daerah ultraviolet sprektrum itu. Dari sprektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang
tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini memerlukan penggunaan instrumen yang
lebih rumit dan karenanya lebih mahal. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah

spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya terdiri dari dua
instrumen dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer (Vogel, 1991).

Gambar 2. Skema Istrumen Spektofotometer UV


(Mulja dan Suharman, 1995).
Spektrofotometri UV-Vis merupakan salah satu teknik analisis spektroskopi yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultraviolet dekat (190-380) dan sinar tampak(380-780)
dengan memakai instrumen spektrofotometer (Mulja dan Suharman, 1995).Spektrofotometri UVVis melibatkan energi elektronik yang cukup besar pada molekulyang dianalisis, sehingga
spektrofotometri UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif ketimbang kualitatif
(Mulja dan Suharman, 1995).
2.11 ADISI (SPIKING)
Salah satu metode yang cukup handal pada spektrofotometer adalah dengan
penambahbakuan atau adisi standar. Metode ini merupakan suatu pengembangan metode
spektrofotometer sinar tampak dengan biaya relatif lebih murah. Metode standar adisi
dilakukandengan cara sampel yang akan dianalisis ditambahkan sejumlah standar yang memiliki
struktur yang sama dengan sampel yang akan dianalisis. Tujuan utama penggunaan metode adisi
standar adalah untuk (1) meningkatkan sensitivitas melalui penambahan nilai terukur; (2)
menurunkan sensitivitas ketika larutan analit terlalu tinggi konsentrasinya; (3) mengkompensasi
efek matriks; (4) mengkompensasi kesalahan operator (Day, 2002).
Metode ini perlu digunakan:
1. Jika konsentrasi sampel sangat rendah, jika menggunakan metode kurva standar
mempunyai resiko ketelitian rendah.
9

2. Jika matrik dari sampel mempunyai gangguan yang besar terhadap analitnya.
3. Sampel jumlahnya sedikit.
2.12 OPTIMASI
Selama tahap optimasi, serangkaian kondisi awal yang muncul pada tahap pertama
pengembangan metode harus dimaksimalkan (resolusi, bentuk puncak, jumlah lempeng,
asimetri, kapasitas, waktu elusi, batas deteksi, batas kuatifikasi, dan keseluruhan kemampuan
untuk melakukan kuantifikasi analit tertentu yang dikehendaki) (Gandjar, 2007).
2.13 BIOANALISIS
Bioanalisis merupakan analisis obat dalam cairan hayati atau sampel biologis.Sampel
biologis ini karena adanya uji hayati baik kualitatif maupun kuantitatif. Bioanalisis kuantitatif
merupakan analisis suatu bahan obat maupun sediaan obat dalam sampel biologis yang
didasarkan pada keberadaan senyawa, dengan cara melakukan penetapan kadarnya. sehingga
bisa diketahui besarnya senyawa secara kuantitatif (Jayaseelan et al, 2010).
Bioanalisis berperan penting sebagai dasar penelitian biomedik dan farmasetik,
dalam pengembangan obat baru, dalam studi bioavailibilitas dan bioekuivalensi serta dalam
pembuktian penyalahgunaan obat dan di dunia farmasi forensik (Jayaseelan et al, 2010).

2.14 VALIDASI METODE


Validasi metode menurut United States Pharmacopeia (USP) dilakukan untuk menjamin
bahwa metode analisis akurat, spesifik, reprodusibel, dan tahan pada kisaran analit yang
akan dianalisis. Suatu metode analisis harus divalidasi untuk melakukan verifikasi bahwa
parameter-parameter kinerjanya cukup mampu untuk mengatasi masalah analisis, karenanya
suatu metode harus divalidasi (Gandjar, 2007).
USP membagi metode-metode analisis ke dalam kategori yang terpisah yaitu :
1. Penentuan kuantitatif komponen-komponen utama atau bahan aktif
2. Penentuan pengotor (impurities) atau produk-produk hasil degradasi
3. Penentuan karakteristik-karakteristik kinerja
4. Pengujian identifikasi
Validasi metode terdiri dari persiapan dan analisis dari kalibrator dan QC pada tiga hari
terpisah menggunakan tiga batch matriks berbeda. Sebuah validasi dijalankan berisi minimal:
o Sampel kosong (blank sample) yaitu berupa matriks kosong, tidak ada standar
internal yang ditambahkan
o Sampel nol (zero sample) yaitu sampel kosong mengandung standar internal saja
10

o Menggunakan enam sampai dengan delapan standar kalibrasi


o Masing-masing lima kali ulangan sampel (replikasi) dengan:
Batas bawah penghitungan (LOQ) QC di metode LLOQ (pada konsentrasi

yang sama dengan nol standar terendah)


Rendah QC 3X LLOQ
Mid QC tengah antara QC rendah dan konsentrasi tinggi
QC tinggi pada batas atas dari kisaran kalibrasi
Persiapan bets dan analitik yang akan berisisampel yang akan diekstraksi
(termasuk blank sampel) menjadi setara dengan ukuran bets yang

diproyeksikan dan jumlah runtimeuntuk sampel klinis.


Parameter penting untuk validasi metode bioanalisis antara lain akurasi, presisi,
selektivitas, sensitivitas, reprodusibilitas, dan stabilitas. Pengembangan metode untuk bianalisis
termasuk penentuan (1) selektivitas (2) akurasi, presisi, recovery, (3) kurva kalibrasi, dan (4)
stabilitas dari analit dalam sampel yang diadisi.
o Selektivitas
Merupakan kemampuan metode analisis untuk membedakan dan menghitung analit
dengan adanya komponen lain dalam sampel.
o Akurasi, Presisi, dan Recovery
Akurasi merupakan kedekatan dari rata-rata hasil uji dengan nilai standar analit. Dihitung
dengan minimal 5 determinasi per konsentrasi.
o Presisi merupakan kedekatan hasil tiap pengukuran dari analit saat prosedur dilakukan
berulang. Diukur dengan minimal 5 determinasi per konsentrasi.
o Recovery merupakan perbandingan antara respon analit yang ditambahkan dengan
standar murni.
o Kalibrasi/Kurva baku
Merupakan hubungan antara respon dengan konsentrasi analit.
o Stabilitas
Stabilitas dilihat dari kondisi penyimpanan, sifat kimia obat, matriks, dan wadah.
Stabilitas perlu dilihat secara jangka panjang/long-term (dibekukan) dan jangka
pendek/short-term (rak, suhu ruangan).
Freeze and Thaw Stability
Perlu dilakukan pembekuan dan pelelehan kembali selama 12 sampai 24 jam.
Short-Term Temperature Stability
Disimpan pada suhu ruang dan dijaga selama 4 hingga 24 jam.
Long-Term Stability
11

Disimpan pada saat pengumpulan sampel pertama kali hingga analisa


berakhir.
Stock Solution Stability
Diuji setelah disimpan selama 6 jam pada suhu ruangan. Jika larutan stok
dibekukan atau didinginkan maka stabilitas harus dicatat.
Post-Preparative Stability
Sampel yang sudah diuji perlu dilihat stabilitasnya selama waktu uji.

BAB III
METODE PENELITIAN
I. ALAT DAN BAHAN
Berikut alat-alat yang digunakan:

Gelas beker
Gelas ukur
Tabung reaksi
Penjepit
Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml, 100 ml
Timbangan analitik
Spektrofotometer UV Shimadzu LC 200
Pipet tetes, pipet ukur, ball pippet
Efendorf
Micropipet, macropipet
Dan bahan-bahan yang digunakan:

Tablet aspirin
12

Plasma darah tikus jantan galur wistar

Akuabides
TCA 20%
FeCl3 1%
Heparin

II. LANGKAH KERJA :


A. Preparasi Reagen
1. Pembuatan TCA 20%
Ditimbang 2 gram TCA, dilarutkan dengan sedikit akubides kemudian masukkan dalam
labu ukur 10 ml diencerkan dengan akuabides hingga batas tanda.
2. Pembuatan FeCl3 1%
Ditimbang 0,1 gram FeCl3 yang berupa kristal, dilarutkan dalam 10 ml akuabides
3. Pembuatan HCL pH 2
Dengan dilakukan pengenceran HCl 10.14 N menjadi HCl 0.01 N.
B. Pengujian Awal Sampel Aspirin (Uji Kualitatif)
Tablet aspirin digerus, diambil sedikit, dan diteteskan 1ml FeCl 31% ke drupple plate
diamati perubahan warnanya. Bila hasil berwarna ungu menunjukan adanya degradasi
yang terbentuk dari asam salisilat, bila warna berwarna kuning atau sama maka
menunjukan bahwa tablet mengandung aspirin saja.
C. Preparasi Sampel dan Plasma Tikus
1. Disiapkan tikus jantan galur wistar sebanyak 3-4 ekor kemudian diambil darahnya
melalui vena orbitalis Darah ditampung dalam 13-14 tabung efendorf yang sebelumnya
telah diberi 5 tetes injeksi heparin. Kemudian disentrifius selama 20 menit dengan
kecepatan 3000 rpm. Setelah itu dipisahkan antara plasma dengan darahnya, plasma
ditampung dalam tabung reaksi lain..
2. Pembuatan Blangko (Blank Sample)
Plasma dimasukkan dalam tabung reaksi sejumlah 0,5 ml diberi TCA 20% untuk
mengendapkan protein sehingga didapatkan supernatan (perbandingan TCA dengan
plasma yaitu: 0,1 ml TCA 20% untuk 0,5 ml plasma). Disentrifius kembali selama 20
menit kecepatan 3000 rpm. Kemudian setelah didapatkan supernatan, diambil 0,5 ml
kedalam labutakar 10 ml, ditambah 1ml etanol yang sudah diencerkan dengan akuabides
(1 ml etanol dalam labutakar 25 ml), ditambah 2 ml HCl 0.01N, lalu akuabides hingga
batas tanda.
3. Pembuatan Zero Sample
Plasma dimasukkan dalam tabung reaksi sejumlah 0,5 ml kemudian ditambahkan 2 ml
larutan sampel konsentrasi 10 ppm kedalam plasma diberi TCA 20% untuk
13

mengendapkan protein sehingga didapatkan supernatan (perbandingan TCA dengan


plasma yaitu: 0,1 ml TCA 20% untuk 0,5 ml plasma). Disentrifius kembali selama 20
menit kecepatan 3000 rpm. Kemudian setelah didapatkan supernatan, diambil 0,5 ml
diencerkan dengan akuabides dalam labu takar 10 ml.
4. Pembuatan Larutan Sampel
Tablet aspirin digerus terlebih dahulu, kemudian ditimbang seluruhnya dengan

seksama.
Kemudian ditimbang 10mg sampel aspirin (disesuaikan dengan berat tabletnya,
contoh:

Dilarutkan dengan 1 ml etanol dan akuabides sebagian. Lalu disaring dengan


kertas saring serta di Millipore bila perlu untuk menghilangkan eksipien,lalu
masukkan ke labu takar 100 ml dan diencerkan dengan akuabides hingga tanda

batas.
Untuk penetapan kadar dibuat tiga tingkat konsentrasi yaitu 10, 14, dan 18 ppm.

5. Pengukuran dengan Spektofotometri UV


A. Optimasi Panjang Gelombang Maksimal dan pembuatan kurva baku
1. Pembuatan Larutan Standar Aspirin
a) Pembuatan larutan stok Aspirin (konsentrasi 2500 ppm)
Ditimbang seksama 62.5 mg baku Aspirin lalu dilarutkan dalam 1 ml etanol.Setelah itu
dimasukkan kedalam labu takar 25 ml lalu diencerkan dengan akuabides hingga batas
tanda.
b) Pembuatan larutan Intermediet (konsentrasi 250 ppm)
Diambil 5 ml larutan stok Aspirin (2500 ppm) lalu dimasukkan kedalam labu takar 50 ml
diencerkan dengan akuabides hingga batas tanda.
c) Pembuatan Larutan Seri
Diambil 0.24 ml; 0.40; 0.48ml; 0.56 ml; 0.64 ml; 0.72 ml; 0.80 ml larutan Intermediet
lalu ditambah 2 ml HCl 0.01N, dimasukkan ke dalam labu takar 10 ml lalu diencerkan
dengan akuabides hingga batas tanda. untuk membuat konsentrasi 6 ppm, 10 ppm, 12
ppm, 14 ppm, 16 ppm, 18 ppm, dan 20 ppm.
Untuk pengukuran optimasi digunakan pengukuran larutan seri konsentrasi 6, 12 dan 20
ppm lalu di scanning panjang gelombang, tentukan lambda maksimal.
14

B. Validasi Metode
o Linearitas
Dilihat dari pengukuran kurva baku yan. Ukur absorbansi semua larutan seri yang
telah dibuat dari 6,10,12,14,16,18,20 ppm hitung persamaannya y = bx + a,
tentukan nilai r-nya.
o Akurasi dan Presisi
Disiapkan blank sampel, kemudian dalam 3 tabung yang berbeda diambil plasma
sebanyak 0,5 ml kedalamnya ditambahkan larutan sampel masing-masing 2 ml
( yang sudah dipreparasi dengan etanol dan diasamkan dengan HCl) dengan
konsentrasi bertingkat yaitu 10,14, dan 18 ppm dan 0.1 ml TCA 20%, divortex
kemudian sentrifius selama 20 menit kecepatan 3000rpm. Ambil 0,5 ml
supernatan kedalam labutakar 10 ml encerkan hingga tanda batas. Hitung
absorbansinya pada maksimal (237,5 nm). Bandingkan dengan konsentrasi awal
yang dibuat. Masing-masing direplikasi tiga kali untuk melihat presisinya.
o Recovery
Dihitung dengan melihat perolehan kembali yang didapatkan setelah melalui
berbagai tahap dan proses. Disiapkan blank sample, zero sample dan 3 larutan
non-zero. Diambil 0,5 ml plasma masing-masing kedalam 5 tabung, tabung I
untuk blank sampel, tabung II untuk zero sampel (10 ppm) dan tabung III-V untuk
non zero perlakuan sama dengan zero namun dengan penambahan larutan adisi.
Larutan adisi konsentrasi 12 ppm, 14 ppm, dan 16 ppm diibuat dengan larutan
standar aspirin konsentrasi 20 ppm kemudian diambil 1,2, dan 3 ml masingmasing dimasukan dalam labu takar 10 ml tambahkan masing-masing 0,5 ml
supernatan yang sudah mengandung sampel encerkan dengan akuabides, hitung
absorbansinya.

15

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN


I. DATA HASIL
A. Konsentrasi Baku
Aspirin
C = 2500 g/Ml

Intermediet

= 2500 ppm
Seri 1

250 . 0,24 = C2 . 10
C2= 6 ppm
250 . 0,4 = C2 . 10
C2= 10 ppm
250 . 0,48= C2 . 10
C2= 12 ppm
250 . 0,56= C2 . 10
C2= 14 ppm
250 . 0,64= C2 . 10
C2= 16 ppm
250 . 0,72= C2 . 10
C2= 18 ppm
250 . 0,8 = C2 . 10
C2= 20 ppm

Seri 2
Seri 3
Seri 4
Seri 5
Seri 6
Seri 7
C1 . V1 = C2 . V2
C2 =

B. Perhitungan Pengenceran HCl


Yang tersedia di lab adalah HCl 37% = 37g/ 100ml
Perhitungan pengenceran:

M= =

Aspirin
2500 . 5= C2 . 50
C2= 250 ppm

=Mxv
= 10.14 M x 1
= 10.14 N
16

N1 x V1= N2 x V2
10.14N x V1 = 0.1N x 100 ml
V1 = 0.986 ml ~ 1 ml (pH 1)
o

N1 x V1= N2 x V2
0.1N x V1 = 0.01N x 50 ml
o

V1 = 5 ml (pH 2)
C. Hasil pengukuran optimasi
Menunjukan panjang gelombang maksimal pada 237,5 nm. Hasil spektum tertera di
lampiran.
D. Kurva Baku I Aspirin
Data serapan baku aspirin pada 237,5 nm :
a. Kurva Baku I
No

Konsentrasi

Absorbansi (Abs)

(ppm)
6

0,093

10

0,115

12

0,409

14

0,485

16

0,480

18

0,504

20

0,546

17

E. Validasi Metode
1. Linearitas
No
1
2
3
4
5
6
7

X (ppm)
6
10
12
14
16
18
20

Y(Abs)
0,093
0,115
0,409
0,485
0,480
0,504
0,546

RataRata
Didapatkan data:
Abs
B
R

-0,114
0,036
0,905

Dibuat persamaan:
Y= a+bx
Y= -0,114+0,036x

18

0,102
0,246
0,318
0,390
0,462
0,534
0,606

(y-)
-0,009
-0,131
0,091
0,095
0,018
-0,030
-0,060
-0,026

(y-)
0,00081
0,017
0,00821
0,009025
0,000324
0.0009
0,0036
0,039869

-0,0037

0,005696

Sb =

0,0893

2. LOD dan LOQ


y LOD = yb + 3Sb
y LOD = -0,114 + 3(0,0893)
y
= 0,1539

y LOQ = yb + 10 Sb
y LOQ = -0,114 + 10(0,0893)
y
= 0,779

x LOD
y
= 0,036 x + (-0,114)
0,1539 = 0,036 x + (-0,114)
x
= 7,442 ppm

x LOQ
y
= 0,036 x + (-0,114)
0,779 = 0,036 x + (-0,114)
x
= 24, 806 ppm

Perhitungan LLOQ
y LLOQ = yb + 5 Sb
y LLOQ = -0,114 + 5(0,0893)
= 0,3325
x LOQ
y
= 0,036 x + (-0,114)
0,3325 = 0,036 x + (-0,114)
x
= 12,403 ppm

b. Kurva Baku II Aspirin


No

Konsentrasi
(ppm)

Absorbansi

(Abs)
0,377

10

0,512

12

0,521

14

0,568

16

0,616

18

0,725

19

20

0,745

Validasi metode
Linearitas
No

X (ppm)

Y(Abs)

(y-)

(y-)

1
2
3

6
10
12

0,377
0,512
0,521

0,378
0,483
0,536

-0,001
0,029
-0,015

0,00001
0,000841
0,000225

4
5
6
7

14
16
18
20

0,568
0,616
0,725
0,745

0,588
0,641
0,692
0,745

-0,02
-0,0025
0,033
0
0,0285

0,0004
0,000625
0,001089
0
0,00319

0,00407

0,000456

Rata-rata
Didapatkan data:
a
b
r

0,22085
0,02623
0,98434

Dibuat persamaan:
Y = a+bx
20

Y = 0,22085+0,02623x

SB =

0,0253

Perhitungan LOD dan LOQ :


y LOD = yb + 3Sb
y LOD = 0,22085 + 3(0,0253)
= 0,29675
x LOD
y = 0,02623 x + 0,22085
0,29675 = 0,02623 x + 0,22085
x = 2,894 ppm

y LOQ = yb + 10 Sb
y LOQ = 0,22085+ 10(0,0253)
= 0,47385
x LOQ
y
= 0,02623x + 0,22085
0,47385= 0,02623x + 0,22085
x
= 9,645 ppm

Perhitungan LLOQ :
y LLOQ = yb + 5 Sb
y LLOQ = 0,22085 + 5(0,0253)
= 0,347
x LOQ
y
= 0,02623 x + 0,22085
0,347 = 0,02623 x + 0,22085
x
= 4, 8093 ppm

21

2. Akurasi dan Presisi

NO
1
2
3

Konsentrasi

Konsentrasi (ppm)

Rep I (abs)

10
14
18

0,680
0,909
1,404

Konsentrasi (ppm)

Rep II (abs)

10

1,125

(ppm)
34,47

14

1,167

36,07

18

1,207

37,59

Konsentrasi (ppm)

Rep III (abs)

10
14
18

1,078
1.139
1.524

pengukuran(ppm)
17,5
26,24
45,107
Konsentrasi pengukuran

Konsentrasi pengukuran
didapatkan (ppm)
32,68
34,73
50,08

Rep I

Rep II

Rep III

Rata-rata

SD

CV

(ppm)
17,5
26,24
45,107

(ppm)
34,47
36,07
37,59

(ppm)
32,68
34,73
50,08

28,22
32, 35
44, 259

9, 32
5,33
6, 29

33, 04%
16,48 %
14,21 %

Nilai akurasi dilihat dari perbandingan rata-rata kadar dengan nilai konsentarsi
sebenarnya.
o Konsentrasi 10 ppm : 28.22 ppm 10 ppm x 100% = 182.2%
10 ppm
o Konsentrasi 14 ppm : 32.35 ppm 14 ppm x 100% = 131.07%
14 ppm
o Konsentrasi 18 ppm : 44.259 ppm 18 ppm x 100% = 145.88 %
18 ppm
3. Recovery
% recovery =

x 100%

Larutan
ZERO
Sampel Non Zero 1
Sampel Non Zero 2
Sampel Non Zero 3

Absorbansi
0.902
3.913
3.612
3.913

Konsentrasi
(ppm)
25,968
140,7605
129,0101
140,7605

% recovery
5.739,625 %
2.576,0525 %
1.913,208 %

4. Penetapan Kadar
Konsentrasi
Konsentrasi (ppm)
10
14
18

Absorbansi(abs)
0.268
0.522
0.813

pengukuran didapatkan
(ppm)
1,80
11,48
22,57

II. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan validasi dan penetapan kadar
sampel aspirin dalam plasma darah tikus. Namun dalam bioanalisis ini, kami tidak
melakukan praperlakuan untuk tikus percobaan, melainkan kami melakukan adisi
sampel aspirin pada sampel plasma darah.

Sejauh ini yang telah kami lakukan adalah optimasi (panjang gelombang),
orientasi (pengukuran kurva baku aspirin tanpa sampel plasma), pengukuran
linearitas (dari kurva baku), pengukuran akurasi dan presisi dan pengukuran nilai
recovery untuk validasi metode. Dan penetapan kadar aspirin namun hanya
dilakukan sekali karena plasma terbatas.
Instrumen yang kami gunakan adalah spektrofotometer UV Shimadzu LC
200. Insrumen ini digunakan karena larutan aspirin yang kami gunakan dalam
pengukuran bukan merupakan larutan berwarna (tidak terjadi pembentukan
kompleks warna dengan reagen apapun), kecuali apabila dilakukan hidrolisis
menjadi bentuk asam salisilat.
Optimasi yang kami lakukan yaitu optimasi panjang gelombang,
digunakan tiga tingkat konsentrasi yaitu rendah (6 ppm), sedang (12 ppm), dan
tinggi (20 ppm). Dan hasil dari optimasi panjang gelombang, didapatkan lambda
maksimal yaitu 237,5 nm.
Orientasi yang kami lakukan adalah pengukuran absorbansi kurva kalibrasi
tanpa sampel plasma.Hasil absorbansi aspirin yang didapat awalnya sangatlah
rendah, diduga aspirin sudah lebih dahulu mengalami degradasi. Lalu yang kami
lakukan selanjutnya adalah pengukuran pH larutan baku, dan didapat pH 6.
Berdasarkan sifat fisika kimia aspirin, ternyata aspirin hanya stabil pada pH 2-3,
maka selanjutnya kami membuat HCl untuk mempertahankan pH larutan baku
demi mencegah degradasi aspirin.
Sampel plama darah yang digunakan berasal dari 3 ekor tikus jantan galur
wistar pada tiap praktikum.Darah diambil dari vena orbitalis. Dalam preparasi
sampel plasma tikus, digunakan reagen heparin dan TCA 20%.Heparin berfungsi
untuk memisahkan sel-sel darah dengan plasma sehingga didapatkan plasmanya
saja.Kemudian disentrivius selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk
memisahkan darah dan plasmanya. Fungsi pemberian TCA 20% adalah untuk
mengendapkan semua protein dalam plasma sehingga didapatkan supernatan saja,
yang kemudian akan digunakan.
Sampel aspirin terlebih dulu dilakukan dengan pengujian FeCl3 1% untuk
melihat kemurninnya secara visual (untuk uji kualitatif). Bila setelahnya, hasil
berwarna ungu menunjukan adanya degradasi yang terbentuk yaitu asam salisilat,
bila warna berwarna kuning atau sama maka menunjukan bahwa tablet

mengandung aspirin saja. Dan hasil yang kami dapatkan berwarna kuning
sehingga tablet aspirin dipastikan tidak mengandung asam salisilat.
Dalam pembuatan larutan sampel, sampel aspirin diambil dari tablet
Aspirin 500 mg yang sebelumnya digerus terlebih dahulu dan penimbangannya
disesuaikan dengen berat tablet berdasarkan perhitungan. Penyaringan dan
milipore dilakukan untuk menghilangkan eksipien bila hasil yang didapatkan
keruh. Sejauh ini dalam praktikum, dari matriks plasma pada pertemuan ke-3 dan
4 didapatkan hasil akhir yang keruh, dugaan kami hal ini bisa berasal dari eksipien
aspirin yang tidak larut atau yang tidak tersaring ataupun mungkin dari matriks
plasma.
Reagen-reagen yang digunakan dalam praktikum ini yaitu etanol,
digunakan untuk melarutkan aspirin karena aspirin memiliki kelarutan yang
rendah dalam air, FeCl3 1% sebagai penguji kemurnian aspirin dan HCl sebagai
pH adjuster. Sementara pelarut yang digunakan adalah akuabides (akuades yang
telah mengalami dua kali penyulingan).
HCl yang tersedia di lab sangatlah pekat, yakni 10.14 N. Maka untuk
membuat pH larutan sekisar 2-3 perlu dilakukan pengenceran. Awalnya dari 10.14
N langsung dbuat konsentrasi 0.1 N, namun setelah diukur pH nya, ternyata pH
nya masih sangat asam yaitu 1. Maka diencerkan lagi hingga 0.01 N barulah
didapatkan konsentrasi yang sesuai yaitu 2.
Setelah optimasi dan orientasi, kami melakukan pengukuran kurva baku.
Kami menggunakan 7 seri konsentrasi baku yaitu 6, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20
ppm.
Tujuan dibuat blangko atau blank sample adalah sebagai pembanding
antara sampel plasma yang mengandung aspirin dengan tidak mengandung
aspirin.Sementara tujuan pembuatan zero sample (konsentrasi 10 ppm) dan non
zero sample untuk menghitung recovery percentage.
Validasi metode yang dilakukan adalah linearitas, sensitivitas, presisi,
akurasi, dan recovery. Untuk linearitas, didapat dari hasil pengukuran absorbansi
semua larutan seri: 6 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm, 16 ppm, 18 ppm, dan 20
ppm yang lalu didapat persamaannya y = bx + a, tentukan nilai r-nya. Presisi
dilihat dari replikasi penetapan kadar, dalam praktikum ini belum didapatkan hasil
karena jumlah sampel supernatan tidak mencukupi. Akurasi dilihat dari
perbandingan konsentrasi yang tertinggal dibanding dengan yang dimasukkan ke

dalam sampel plasma (true value). Recovery dihitung dengan melihat perolehan
kembali yang didapatkan setelah melalui berbagai tahap dan proses, dilihat dari
hasil blank sample, zero sample dan 3 larutan non-zero dengan penambahan
larutan adisi menjadi konsentrasi 12 ppm, 14, dan 18 ppm.
Konsentrasi baku yang digunakan sebanyak 7 tingkat tadi kemudian
diukur absorbansiya. Data yang didapatkan yaitu 0.093; 0.115; 0.409; 0.485;
0.480; 0.504; 0.546. Selanjutnya dibuat persamaan yaitu: y = 0.036x 0.114, dan
didapatkan r = 0.905. Hasil ini kurang linear karena r nya kurang mendekati 1.
Ketidaklinearan ini disebabkan banyaknya faktor variabel pengacau tidak
terkendali dari sampel plasma yang digunakan, karena kondisi fisiologis serta
patologis, umur, dan berat dari tikus yang tidak bisa dikontrol, sehingga hal ini
mungkin berpengaruh dalam matriks yang digunakan untuk analisisi dan
peengukuran.
Untuk mencari perhitungan LOD dan LLOQ maka dari data konsentrasi
(X) dan absorbansi (Y), dicari , (y-) dan (y-). Didapatkan nilai

0,039869. Dengan rumus SB =

, didapatkan nilai SB yaitu 0,0893.

Setelah dimasukkan ke dalam persamaan y LOD = Yb + 3Sb, didapatkan y


LOD = 0.1539 dan untuk persamaan y LLOQ = Yb + 5Sb didapatkan y LLOQ
0,3325. Untuk mencari x nya, maka dimasukkan ke dalam persamaan y = 0.036x
0.014 sehingga didapatkan LOD = 7.442 ppm dan LLOQ = 12.403 ppm. Dan
melihat dari nilai LOD dan LLOQ ini, ternyata metode ini kurang sensitif, karena
nilai LOD dan LLOQ nya besar. Bahkan melebihi konsentrasi terendah yang
digunakan dalam kurva baku (yaitu 6 ppm).
Untuk kurva baku II aspirin didapatkan nilai absorbansi 0.377; 0.512;
0.521; 0.568; 0.616; 0.725 dan 0.745 untuk konsentrasi 6, 10, 12, 14. 16, 18 dan
20 ppm. Sehingga didapatkan persamaan 0,22085+0,02623x. Lalu dilakukan
pengukutan LOD LOQ didapatkan nilai LOD sebesar 2,894 ppm dan LLOQ
sebesar 4.8093 ppm. Dilihat dari hasilnya, lebih bagus daripada data kurva baku I.

dimana cukup sensitive dan memenuhi range. LLOQ yang didapatkan leih rendah
dari konsentrasi terendah, hal ini menunjukan bahwa metode cukup sensitive.
Untuk akurasi, dilakukan perbandingan antara nilai rata-rata konsentrasi
yang didapat dengan konsentrasi sebenarnya (true value) lalu diubah ke persen.
Menurut U.S Department of Health and Human Services (2013), nilai akurasi
yang baik tidak melewati 15%. Deviasi rata-rata terhadap true value inilah yang
menjadi parameter akurasi. Dan hasil akurasi yang didapat yaitu 182.2% untuk
konentrasi 10 ppm, 131.07% untuk konsentrasi 14 ppm dan 145.88% untuk
konsentrasi 18 ppm. Semua nilai akurasi ini melebihi nilai deviasi maksimal yaitu
15% sehingga data terbukti tidak akurat. Tingginya nilai akurasi ini karena kadar
yang terukur melebihi kadar yang sesungguhnya, karena kemungkinan pengaruh
dari matriks.
Nilai presisi diperoleh dari keterulangan data saat pengukuran namun
hanya bisa dilakukan 3 kali replikasi karena jumlah sampel sangat kurang dan
yang didapatkan yaitu untuk replikasi konsentrasi 10 ppm = 33,04 %, 14 ppm =
16,48%, konsentrasi 18 ppm = 14,21 %. Hasil yang didapatkan kurang presisi
karena nilai yang ideal adalah 15%.
Untuk parameter recovery, didapatkan data seperti berikut:
Larutan

Absorbansi

Konsentrasi

ZERO
0.902
25,968
Sampel Non Zero 1
3.913
140,7605
Sampel Non Zero 2
3.612
129,0101
Sampel Non Zero 3
3.913
140,7605
Dengan perhitungan sebagai berikut:
% recovery =

% recovery

(ppm)

5.739,625 %
2.576,0525 %
1.913,208 %

x 100%

Tidak ada signifikansi absorbansi untuk peningkatan konsentrasi adisi dan


semakin banyak yang diadisi malah semakin kecil perolehan kembalinya. Persen
recovery yang didapatkan pun sangat tinggi. Sehingga, hasil perolehan kembali
ini tidak tidak sesuai. Dilihat dari besarnya absorbansipun tampak sangat berbeda,
sangat besar sekali. Sebab terjadinya hal ini terletak pada proses preparasi yang
dilakukan oleh kelompok lain, selain itu juga subyektifitas dari praktikan dalam
mengambil plasma sangat berpengaruh dan juga sampel plasma yang digunakan,

yaitu banyaknya faktor pengacau. Faktor pengacau ditemukan karena sampel


darah tikus disini menjadi variabel tidak terkontrol. Tidak ada praperlakuan tikus,
sehingga masing-masing kondisi tikus tidak seragam yang akan mempengaruhi
sampel darah yang digunakan dalam pengukuran. Saran untuk penelitian
bioanalisis, tikus yang digunakan sebaiknya menjadi variabel terkontrol agar tidak
ada variasi kondisi tikus.
Setelah dilakukan validasi metode analisis, dilakukan penetapan kadar
sampel, namun hanya baru 1 kali dapat dilakukan karena keterbatasan plasma.
Dan didapatkan data absorbansi 0.268; 0522; 0.813 untuk masing-masing
konsentrasi dan 18 ppm 10, 14 pengukuran yang didapatkan yaitu 1.80 ppm; 11.48
ppm dan 22. 57 ppm. Hal ini kurang sesuai bila dibandingkan dengan konsentrasi
awalnya atau sebenarnya. Kemungkinan matriks plasma atau proses ekstraksi
memiliki pengaruh terhadap proses ini.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
Setelah melalui berbagai rancangan validasi metode analisis, metode ini
ternyata kurang linear, kurang sensitif, tidak akurat dan tidak presisi serta nilai
perolehan kembalinya pun kurang bagus (tidak sesuai dangan teori). Kadar asprin
yang didapatkan dalam sampel darah tikus yaitu 1.80 ppm; 11.48 ppm dan 22. 57
ppm dan tidak sesuai dengan konsentrasi sebenarnya.
Hal ini banyak dipengaruhi oleh faktor pengacau, seperti halnya tikus.
Dalam hal ini kami tidak bisa mengontrol berat tikus, kondisi fisiologi dan
patologis, praperlakuan tikus yang seragam dan setiap praktikum digunakan tikus
yang berbeda kemudian baru plasmanya dijadikan satu, hal ini juga dapat
menimbulkan data yang kurang baik. Ketrampilan dan subjektifitas antar
praktikan dalam mengambil plasma juga mempengaruhi, preparasi juga harus
diperhatikan dengan teliti karena kesalahan dalam preparasi plasma bisa
mengakibatkan hal yang fatal, tidak bisa mengulang karena keterbatasan matriks
selain itu juga penggunaan alat yang benar perlu diperhatikan. Sarannya supaya
tikus dijadikan variabel terkontrol supaya meminimalkan kemungkinankemungkinan yang tidak diinginkan.

Daftar Pustaka
AOAC, 2012, AOAC Guidelines For Single Laboratory Validation of Chemical Methods for
Dietary Supplement and Botanicals.
Anugerah, P., 1994, Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran

EGC, Jakarta, hal. 491

Beran, J.A, 1996, Chemistry in The Laboratory, John Willey & Sons.
Bernasconi G. 1995. Teknologi Kimia I. Jakarta: Pradya Paramita.
Clarkes editedby Anthony C, Moffat M, David Ossciton, dan Brain Widdop., 2004, Analysis
of Drugs and Poison, 3rd edition, London, Pharmaceutical Press.
Csuros, M., 2002, Environmental Sampling and Analysis for metal, CRC Press, USA, P. 95
Dwi, Y.A., dkk, Analisis Aspirin Dengan Metode Spektrofotometri Vis dan Kalibrasi
Spektrofotometri Uv-Vis menggunakan Larutan CoCl2 dengan Menentuka Kadar
Aspirin, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Semarang.
Fersht, A. R. dan Kirby, A. J., 1967, Journal of The American Chemical Society, Hydrolysis
of Aspirin. Intramolecular General Base Catalysis of Ester Hydrolysis, England, p.
4857
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S., 1986, Organic Chemistry, 3rd edition, Wadsworth, Inc.
California, pp. 136-137
Fisher Scientific, (2001), Material Safety Data Sheet: Sodium hydroxide, solid, pellets or
beads,

diakses

September

2015,

darihttp://avogadro.chem.iastate.edu/MSDS/NaOH.html
Ganjar, G.I dan Abdul Rohman., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
hal.252-253,460-464.

Hendra, A. 1989. Teknik pemisahan Dalam Analisis Biologis. Bogor: IPB Press.
Higuchi., Takeru, 1961, Complexation of Organic Substance in Aqueous Solution by
Hydroxyaromatic Acids and Their Salts, relative Contributions of Several Factors
to the Overall Effect, University of Kansas, Kenneth Spencer Research Library.
Jayaseelan, S. et al., 2010, Bioanalytical Method Development and Validation of Lamivudine
By RP-HPLC Method, India, Departement of Pharmaceutical Analysis
Katzung, 2007, Basic & Clinical Pharmacology, 10th edition, McGraw-Hill Professional,
Lange,pp. 312-318
Miller J.N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, 4th ed. Harlow:
Prentice.Hall.
Mulja, M., Suharman, 1997, Validasi Metode Analisa Instrumental, Airlangga University
Press, Surabaya, hal. 26.
Nair, A.J., 2007, Principles of Biotechnology, Laxmi Publications (P)LTD, New Delhi, p. 265
Ridwan, E., 2013, Artikel Pengembangan Pendidikn Keprofesian Berkelanjutan (P2KB),
Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan, Jakarta, hal. 113114
Robinson J.R. 1975. Fundamental Of Acid-Base Regulation, 5th edition. Oxford: Blackwell
Scientific Publication
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Salicylic acid MSDS, Diakses 3
September 2015, dari http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927249
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Ferric chloride MSDS, Diakses 3
September 2015, darihttp://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924033
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Hydrochloric Acid MSDS, Diakses
1 November 2015, dari http://www.sciencelab.com/m sds.php?msdsId=9924285

Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Ferric Chloride MSDS, Diakses 1
November 2015, dari http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924033
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Ferric Chloride MSDS, Diakses 1
November 2015, dari http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927185
Sudjadi, R.A, 2004, Analisis Obat dan Makanan,Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Tjay, T.H., dan Rahardja K., 2007, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya, ed.6, Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 623.
U.S Department of Health and Human Services. 2013. Guidance for Industry Bioanalytical
Method Validation. Food and Drug Administration; Center for Drug Evaluation and
Research (CDER); Center for Veterinary Medicine (CVM), Rockville, New
Hampshire, pp. 5,6,8.
Vogel, 1991, Vogels Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary
Instrumental Analysis, 4th edition, Longman Grous UK, London, pp.127.
Yuwono, T.,2008, Biologi Molekular, Erlangga, Jakarta, hal 33

Anda mungkin juga menyukai