Disusun Oleh :
Fenny Marisza S
(138114128)
Kendhi Swandanu
(138114136)
(138114151)
(138114153)
Bernadetta Inez L.
(138114155)
Yulianus Gerson
(138114158)
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Asam asetilsalisilat atau dikenal asetosal atau aspirin merupakan salah satu senyawa obat
analgesik antipiretik yang umum digunakan sehari-hari dalam menurunkan demam dan
menghilangkan rasa nyeri akibat sakit kepala (Anugerah, 1994).
Suatu obat harus memenuhi persyaratan mutu, yang memastikan bahwa obat memiliki
kualitas yang baik ketika dipasarkan.
Maka kami ingin melakukan analisis terkait kadar aspirin dalam darah, yang akan kami
lakukan menggunakan sampel darah tikus. Metode yang kami gunakan adalah metode
spektofotometri UV.Metode spektrofotometri ini sendiri kami gunakan karena merupakan salah
satu metode analisa kuantitatif yang paling sering digunakan karena cukup mudah dilakukan
(Gandjar, 2007).Digunakan UV karena secara struktur, aspirintidak memiliki gugus kromofor
yang tidak akan membentuk kompleks warna dengan reagen apapun kecuali bila dihidrolisis
menjadi asam salisilat terlebih dahulu, sehingga dapat hanya dapat dideteksi dengan panjang
gelombang UV.
Oleh karena itu, proposal ini kami susun bertujuan untuk mengetahui kualitas senyawa
aspirin dalam sampel tablet aspirin dengan metode spektrofotometri UV.
1.2 RUMUSAN MASALAH
1.3 TUJUAN
1.4 MANFAAT
Manfaat teoritis:
1. Dapat mempelajari tahap-tahapan dalam melakukan validasi metode bioanalisis kadar
aspirin dalam darah tikus
2. Dapat mengetahui kadar aspirin dalam darah
Manfaat praktis:
Untuk memberikan sumbangan ilmiah terhadap perkembangan analisis aspirin, utamanya
analisis aspirin dalam darah makhluk hidup (bioanalisis).
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 SIFAT FISIKA KIMIA BAHAN
2.1.1 Asam Asetil Salisilat
Asam asetil salisilat mengandung tidak kurang dari 99,5% dan tidak lebih dari 100,5%
C9H8O4, dihitung terhadap zat yang telah dikeringkan. Pemerian, hablur berwarna putih,
umumnya seperti jarum atau lempengan tersusun, atau serbuk hablur putih; tidak berbau atau
berbau lemah.Stabil di udara kering; di udara lembab secara bertahap terhidrolisa menjadi asam
salisilat dan asam asetat.Kelarutan, sukar larut dalam air, mudah larut dalam etanol, larut dalam
kloroform, dan dalam eter agak sukar larut dalam eter mutlak (Dirjen POM, 1995).
Nilai titik lebur dari asam asetil salisilat adalah 135oC.Asam asetilsalisilat larut dalam air
(1:300), etanol (1:5), kloroform (1:17) dan eter (1:10-15, Asam asetilsalilsilat larut dalam larutan
hidroksida dan karbonat (Dirjen POM, 1979).
Berbahaya jika kontak dengan kulit dan mata (dapat terjadi iritasi).Jika kontak dengan
kulit terlalu lama dapat menyebabkan korosif, inhalasi.Dalam beberapa kasus, jika kontak
berlebih dapat menyebabkan kematian (Sciencelab, 2013).
2.1.2
HCl
Organoleptis
: Cair.
Bau
Rasa
:Tidak tersedia
pH
: Asam
Titik didih
:108,58C
Titik lebur
:-62,25 C
Berat jenis
:1.1- 1.19
Tekanan uap
:16 kPa
Kelarutan
2.1.3
FeCl3
Organoleptis
: Padat
Bau
:Tidak tersedia
Rasa
:Tidak tersedia
Berat molekul
:162,21g/mol
Warna
:Tidak tersedia
pH
: 2[asam]
Titik didih
:316C(600,8 F)
Titik lebur
:306C(582,8 F)
Suhukritis
:Tidak tersedia
Berat jenis
:2,9(Air =1)
Tekanan uap
Kelarutan
2.1.4 Heparin
Organoleptis
: Padat
Bau
:Tidak berbau
Rasa
:Tidak tersedia
Berat molekul
:Tidak tersedia
Warna
:Putih
pH
: Tidak tersedia
Titik didih
:Tidak tersedia
Titik lebur
:Terurai
Suhukritis
:Tidak tersedia
Berat jenis
:Tidak tersedia
Tekanan uap
Kelarutan
2.1.5 TCA
Bentuk
Bau
: khas
: putih
kelarutan
Dua macam prinsip sentrifugasi yang umum digunakan untuk pemisahan partikel
didasarkan atas : (1) massa, ukuran, atau panjang partikel, (2) densitas partikel (Yuwono, 2008).
2.8 ANTIKOAGULAN
Obat yang mengurangi atau menunda pembekuan darah atau pembukan zat yang
mencegah pembekuan darah, mereka diberika untuk profilaksis atau pengobatan gangguan
tromboemboli adalah heparin, yang inactivates trombin dan beberapa faktor pembekuan lain dan
yang harus diberikan secara parenteral, dan antikoagulan oral (warfari, dicumanol, dan congener)
yang menghambat sintesis hepatik vitamin tergantung k pembekuan faktor. Antikoagulan yang
digunakan untuk mencegah pembekuan spesimen darah untuk dianalisis laboraturium heparin
dan beberapa zat yang membuat kalsium ion tidak tersedia untuk proses pembekuan, termasuk
EDTA (asam ethylenediaminetetraacetic), sitrat, oksalat dan fluoride (Anugerah, 1994).
Antikoagulan dipakai untuk menghambat pembentukan bekuan darah. Tidak seperti
trombolitik, obat ini tidak melarutkan bekuan yang sudah ada tetapi bekerja sebagai pencegahan
pembentukan bekuan baru. Antikoagulan dipakai pada klien yang memiliki gangguan pembuluh
arteri dan vena yang membuat mereka berisiko tinggi untuk pembentukan bekuan darah.
Gangguan pada vena mencakup trombosis vena dalam dan emboli paru (akhirnya adalah masalah
arteri) dan gangguan arteri mencakup trombosis koronaria (infark miokardium), adanya katup
jantung buatan, dan serangan pembuluh darah otak (Anugerah, 1994).
2.9 HEPARIN
Antikoagulan diberikan per oral atau suntikan (subkutan atau intravena). Heparin,
diperkenalkan pada tahun 1938, adalah substansi alami yang berasal dari hati yang berfungsi
untuk mencegah pembentukan bekuan. Mula-mula dipakai dalam transfusi darah untuk
mencegah pembentukan bekuan darah (Anugerah, 1994).
2.10 SPEKTROFOTOMETRI
Dalam analisis spektrofotometer digunakan suatu sumber radiasi yang menjorok ke
dalam daerah ultraviolet sprektrum itu. Dari sprektrum ini, dipilih panjang-panjang gelombang
tertentu dengan lebar pita kurang dari 1 nm. Proses ini memerlukan penggunaan instrumen yang
lebih rumit dan karenanya lebih mahal. Instrumen yang digunakan untuk maksud ini adalah
spektrofotometer, dan seperti tersirat dalam nama ini, instrumen ini sebenarnya terdiri dari dua
instrumen dalam satu kotak sebuah spektrometer dan sebuah fotometer (Vogel, 1991).
2. Jika matrik dari sampel mempunyai gangguan yang besar terhadap analitnya.
3. Sampel jumlahnya sedikit.
2.12 OPTIMASI
Selama tahap optimasi, serangkaian kondisi awal yang muncul pada tahap pertama
pengembangan metode harus dimaksimalkan (resolusi, bentuk puncak, jumlah lempeng,
asimetri, kapasitas, waktu elusi, batas deteksi, batas kuatifikasi, dan keseluruhan kemampuan
untuk melakukan kuantifikasi analit tertentu yang dikehendaki) (Gandjar, 2007).
2.13 BIOANALISIS
Bioanalisis merupakan analisis obat dalam cairan hayati atau sampel biologis.Sampel
biologis ini karena adanya uji hayati baik kualitatif maupun kuantitatif. Bioanalisis kuantitatif
merupakan analisis suatu bahan obat maupun sediaan obat dalam sampel biologis yang
didasarkan pada keberadaan senyawa, dengan cara melakukan penetapan kadarnya. sehingga
bisa diketahui besarnya senyawa secara kuantitatif (Jayaseelan et al, 2010).
Bioanalisis berperan penting sebagai dasar penelitian biomedik dan farmasetik,
dalam pengembangan obat baru, dalam studi bioavailibilitas dan bioekuivalensi serta dalam
pembuktian penyalahgunaan obat dan di dunia farmasi forensik (Jayaseelan et al, 2010).
BAB III
METODE PENELITIAN
I. ALAT DAN BAHAN
Berikut alat-alat yang digunakan:
Gelas beker
Gelas ukur
Tabung reaksi
Penjepit
Labu takar 10 ml, 25 ml, 50 ml, 100 ml
Timbangan analitik
Spektrofotometer UV Shimadzu LC 200
Pipet tetes, pipet ukur, ball pippet
Efendorf
Micropipet, macropipet
Dan bahan-bahan yang digunakan:
Tablet aspirin
12
Akuabides
TCA 20%
FeCl3 1%
Heparin
seksama.
Kemudian ditimbang 10mg sampel aspirin (disesuaikan dengan berat tabletnya,
contoh:
batas.
Untuk penetapan kadar dibuat tiga tingkat konsentrasi yaitu 10, 14, dan 18 ppm.
B. Validasi Metode
o Linearitas
Dilihat dari pengukuran kurva baku yan. Ukur absorbansi semua larutan seri yang
telah dibuat dari 6,10,12,14,16,18,20 ppm hitung persamaannya y = bx + a,
tentukan nilai r-nya.
o Akurasi dan Presisi
Disiapkan blank sampel, kemudian dalam 3 tabung yang berbeda diambil plasma
sebanyak 0,5 ml kedalamnya ditambahkan larutan sampel masing-masing 2 ml
( yang sudah dipreparasi dengan etanol dan diasamkan dengan HCl) dengan
konsentrasi bertingkat yaitu 10,14, dan 18 ppm dan 0.1 ml TCA 20%, divortex
kemudian sentrifius selama 20 menit kecepatan 3000rpm. Ambil 0,5 ml
supernatan kedalam labutakar 10 ml encerkan hingga tanda batas. Hitung
absorbansinya pada maksimal (237,5 nm). Bandingkan dengan konsentrasi awal
yang dibuat. Masing-masing direplikasi tiga kali untuk melihat presisinya.
o Recovery
Dihitung dengan melihat perolehan kembali yang didapatkan setelah melalui
berbagai tahap dan proses. Disiapkan blank sample, zero sample dan 3 larutan
non-zero. Diambil 0,5 ml plasma masing-masing kedalam 5 tabung, tabung I
untuk blank sampel, tabung II untuk zero sampel (10 ppm) dan tabung III-V untuk
non zero perlakuan sama dengan zero namun dengan penambahan larutan adisi.
Larutan adisi konsentrasi 12 ppm, 14 ppm, dan 16 ppm diibuat dengan larutan
standar aspirin konsentrasi 20 ppm kemudian diambil 1,2, dan 3 ml masingmasing dimasukan dalam labu takar 10 ml tambahkan masing-masing 0,5 ml
supernatan yang sudah mengandung sampel encerkan dengan akuabides, hitung
absorbansinya.
15
Intermediet
= 2500 ppm
Seri 1
250 . 0,24 = C2 . 10
C2= 6 ppm
250 . 0,4 = C2 . 10
C2= 10 ppm
250 . 0,48= C2 . 10
C2= 12 ppm
250 . 0,56= C2 . 10
C2= 14 ppm
250 . 0,64= C2 . 10
C2= 16 ppm
250 . 0,72= C2 . 10
C2= 18 ppm
250 . 0,8 = C2 . 10
C2= 20 ppm
Seri 2
Seri 3
Seri 4
Seri 5
Seri 6
Seri 7
C1 . V1 = C2 . V2
C2 =
M= =
Aspirin
2500 . 5= C2 . 50
C2= 250 ppm
=Mxv
= 10.14 M x 1
= 10.14 N
16
N1 x V1= N2 x V2
10.14N x V1 = 0.1N x 100 ml
V1 = 0.986 ml ~ 1 ml (pH 1)
o
N1 x V1= N2 x V2
0.1N x V1 = 0.01N x 50 ml
o
V1 = 5 ml (pH 2)
C. Hasil pengukuran optimasi
Menunjukan panjang gelombang maksimal pada 237,5 nm. Hasil spektum tertera di
lampiran.
D. Kurva Baku I Aspirin
Data serapan baku aspirin pada 237,5 nm :
a. Kurva Baku I
No
Konsentrasi
Absorbansi (Abs)
(ppm)
6
0,093
10
0,115
12
0,409
14
0,485
16
0,480
18
0,504
20
0,546
17
E. Validasi Metode
1. Linearitas
No
1
2
3
4
5
6
7
X (ppm)
6
10
12
14
16
18
20
Y(Abs)
0,093
0,115
0,409
0,485
0,480
0,504
0,546
RataRata
Didapatkan data:
Abs
B
R
-0,114
0,036
0,905
Dibuat persamaan:
Y= a+bx
Y= -0,114+0,036x
18
0,102
0,246
0,318
0,390
0,462
0,534
0,606
(y-)
-0,009
-0,131
0,091
0,095
0,018
-0,030
-0,060
-0,026
(y-)
0,00081
0,017
0,00821
0,009025
0,000324
0.0009
0,0036
0,039869
-0,0037
0,005696
Sb =
0,0893
y LOQ = yb + 10 Sb
y LOQ = -0,114 + 10(0,0893)
y
= 0,779
x LOD
y
= 0,036 x + (-0,114)
0,1539 = 0,036 x + (-0,114)
x
= 7,442 ppm
x LOQ
y
= 0,036 x + (-0,114)
0,779 = 0,036 x + (-0,114)
x
= 24, 806 ppm
Perhitungan LLOQ
y LLOQ = yb + 5 Sb
y LLOQ = -0,114 + 5(0,0893)
= 0,3325
x LOQ
y
= 0,036 x + (-0,114)
0,3325 = 0,036 x + (-0,114)
x
= 12,403 ppm
Konsentrasi
(ppm)
Absorbansi
(Abs)
0,377
10
0,512
12
0,521
14
0,568
16
0,616
18
0,725
19
20
0,745
Validasi metode
Linearitas
No
X (ppm)
Y(Abs)
(y-)
(y-)
1
2
3
6
10
12
0,377
0,512
0,521
0,378
0,483
0,536
-0,001
0,029
-0,015
0,00001
0,000841
0,000225
4
5
6
7
14
16
18
20
0,568
0,616
0,725
0,745
0,588
0,641
0,692
0,745
-0,02
-0,0025
0,033
0
0,0285
0,0004
0,000625
0,001089
0
0,00319
0,00407
0,000456
Rata-rata
Didapatkan data:
a
b
r
0,22085
0,02623
0,98434
Dibuat persamaan:
Y = a+bx
20
Y = 0,22085+0,02623x
SB =
0,0253
y LOQ = yb + 10 Sb
y LOQ = 0,22085+ 10(0,0253)
= 0,47385
x LOQ
y
= 0,02623x + 0,22085
0,47385= 0,02623x + 0,22085
x
= 9,645 ppm
Perhitungan LLOQ :
y LLOQ = yb + 5 Sb
y LLOQ = 0,22085 + 5(0,0253)
= 0,347
x LOQ
y
= 0,02623 x + 0,22085
0,347 = 0,02623 x + 0,22085
x
= 4, 8093 ppm
21
NO
1
2
3
Konsentrasi
Konsentrasi (ppm)
Rep I (abs)
10
14
18
0,680
0,909
1,404
Konsentrasi (ppm)
Rep II (abs)
10
1,125
(ppm)
34,47
14
1,167
36,07
18
1,207
37,59
Konsentrasi (ppm)
10
14
18
1,078
1.139
1.524
pengukuran(ppm)
17,5
26,24
45,107
Konsentrasi pengukuran
Konsentrasi pengukuran
didapatkan (ppm)
32,68
34,73
50,08
Rep I
Rep II
Rep III
Rata-rata
SD
CV
(ppm)
17,5
26,24
45,107
(ppm)
34,47
36,07
37,59
(ppm)
32,68
34,73
50,08
28,22
32, 35
44, 259
9, 32
5,33
6, 29
33, 04%
16,48 %
14,21 %
Nilai akurasi dilihat dari perbandingan rata-rata kadar dengan nilai konsentarsi
sebenarnya.
o Konsentrasi 10 ppm : 28.22 ppm 10 ppm x 100% = 182.2%
10 ppm
o Konsentrasi 14 ppm : 32.35 ppm 14 ppm x 100% = 131.07%
14 ppm
o Konsentrasi 18 ppm : 44.259 ppm 18 ppm x 100% = 145.88 %
18 ppm
3. Recovery
% recovery =
x 100%
Larutan
ZERO
Sampel Non Zero 1
Sampel Non Zero 2
Sampel Non Zero 3
Absorbansi
0.902
3.913
3.612
3.913
Konsentrasi
(ppm)
25,968
140,7605
129,0101
140,7605
% recovery
5.739,625 %
2.576,0525 %
1.913,208 %
4. Penetapan Kadar
Konsentrasi
Konsentrasi (ppm)
10
14
18
Absorbansi(abs)
0.268
0.522
0.813
pengukuran didapatkan
(ppm)
1,80
11,48
22,57
II. PEMBAHASAN
Praktikum ini bertujuan untuk melakukan validasi dan penetapan kadar
sampel aspirin dalam plasma darah tikus. Namun dalam bioanalisis ini, kami tidak
melakukan praperlakuan untuk tikus percobaan, melainkan kami melakukan adisi
sampel aspirin pada sampel plasma darah.
Sejauh ini yang telah kami lakukan adalah optimasi (panjang gelombang),
orientasi (pengukuran kurva baku aspirin tanpa sampel plasma), pengukuran
linearitas (dari kurva baku), pengukuran akurasi dan presisi dan pengukuran nilai
recovery untuk validasi metode. Dan penetapan kadar aspirin namun hanya
dilakukan sekali karena plasma terbatas.
Instrumen yang kami gunakan adalah spektrofotometer UV Shimadzu LC
200. Insrumen ini digunakan karena larutan aspirin yang kami gunakan dalam
pengukuran bukan merupakan larutan berwarna (tidak terjadi pembentukan
kompleks warna dengan reagen apapun), kecuali apabila dilakukan hidrolisis
menjadi bentuk asam salisilat.
Optimasi yang kami lakukan yaitu optimasi panjang gelombang,
digunakan tiga tingkat konsentrasi yaitu rendah (6 ppm), sedang (12 ppm), dan
tinggi (20 ppm). Dan hasil dari optimasi panjang gelombang, didapatkan lambda
maksimal yaitu 237,5 nm.
Orientasi yang kami lakukan adalah pengukuran absorbansi kurva kalibrasi
tanpa sampel plasma.Hasil absorbansi aspirin yang didapat awalnya sangatlah
rendah, diduga aspirin sudah lebih dahulu mengalami degradasi. Lalu yang kami
lakukan selanjutnya adalah pengukuran pH larutan baku, dan didapat pH 6.
Berdasarkan sifat fisika kimia aspirin, ternyata aspirin hanya stabil pada pH 2-3,
maka selanjutnya kami membuat HCl untuk mempertahankan pH larutan baku
demi mencegah degradasi aspirin.
Sampel plama darah yang digunakan berasal dari 3 ekor tikus jantan galur
wistar pada tiap praktikum.Darah diambil dari vena orbitalis. Dalam preparasi
sampel plasma tikus, digunakan reagen heparin dan TCA 20%.Heparin berfungsi
untuk memisahkan sel-sel darah dengan plasma sehingga didapatkan plasmanya
saja.Kemudian disentrivius selama 20 menit dengan kecepatan 3000 rpm untuk
memisahkan darah dan plasmanya. Fungsi pemberian TCA 20% adalah untuk
mengendapkan semua protein dalam plasma sehingga didapatkan supernatan saja,
yang kemudian akan digunakan.
Sampel aspirin terlebih dulu dilakukan dengan pengujian FeCl3 1% untuk
melihat kemurninnya secara visual (untuk uji kualitatif). Bila setelahnya, hasil
berwarna ungu menunjukan adanya degradasi yang terbentuk yaitu asam salisilat,
bila warna berwarna kuning atau sama maka menunjukan bahwa tablet
mengandung aspirin saja. Dan hasil yang kami dapatkan berwarna kuning
sehingga tablet aspirin dipastikan tidak mengandung asam salisilat.
Dalam pembuatan larutan sampel, sampel aspirin diambil dari tablet
Aspirin 500 mg yang sebelumnya digerus terlebih dahulu dan penimbangannya
disesuaikan dengen berat tablet berdasarkan perhitungan. Penyaringan dan
milipore dilakukan untuk menghilangkan eksipien bila hasil yang didapatkan
keruh. Sejauh ini dalam praktikum, dari matriks plasma pada pertemuan ke-3 dan
4 didapatkan hasil akhir yang keruh, dugaan kami hal ini bisa berasal dari eksipien
aspirin yang tidak larut atau yang tidak tersaring ataupun mungkin dari matriks
plasma.
Reagen-reagen yang digunakan dalam praktikum ini yaitu etanol,
digunakan untuk melarutkan aspirin karena aspirin memiliki kelarutan yang
rendah dalam air, FeCl3 1% sebagai penguji kemurnian aspirin dan HCl sebagai
pH adjuster. Sementara pelarut yang digunakan adalah akuabides (akuades yang
telah mengalami dua kali penyulingan).
HCl yang tersedia di lab sangatlah pekat, yakni 10.14 N. Maka untuk
membuat pH larutan sekisar 2-3 perlu dilakukan pengenceran. Awalnya dari 10.14
N langsung dbuat konsentrasi 0.1 N, namun setelah diukur pH nya, ternyata pH
nya masih sangat asam yaitu 1. Maka diencerkan lagi hingga 0.01 N barulah
didapatkan konsentrasi yang sesuai yaitu 2.
Setelah optimasi dan orientasi, kami melakukan pengukuran kurva baku.
Kami menggunakan 7 seri konsentrasi baku yaitu 6, 10, 12, 14, 16, 18 dan 20
ppm.
Tujuan dibuat blangko atau blank sample adalah sebagai pembanding
antara sampel plasma yang mengandung aspirin dengan tidak mengandung
aspirin.Sementara tujuan pembuatan zero sample (konsentrasi 10 ppm) dan non
zero sample untuk menghitung recovery percentage.
Validasi metode yang dilakukan adalah linearitas, sensitivitas, presisi,
akurasi, dan recovery. Untuk linearitas, didapat dari hasil pengukuran absorbansi
semua larutan seri: 6 ppm, 10 ppm, 12 ppm, 14 ppm, 16 ppm, 18 ppm, dan 20
ppm yang lalu didapat persamaannya y = bx + a, tentukan nilai r-nya. Presisi
dilihat dari replikasi penetapan kadar, dalam praktikum ini belum didapatkan hasil
karena jumlah sampel supernatan tidak mencukupi. Akurasi dilihat dari
perbandingan konsentrasi yang tertinggal dibanding dengan yang dimasukkan ke
dalam sampel plasma (true value). Recovery dihitung dengan melihat perolehan
kembali yang didapatkan setelah melalui berbagai tahap dan proses, dilihat dari
hasil blank sample, zero sample dan 3 larutan non-zero dengan penambahan
larutan adisi menjadi konsentrasi 12 ppm, 14, dan 18 ppm.
Konsentrasi baku yang digunakan sebanyak 7 tingkat tadi kemudian
diukur absorbansiya. Data yang didapatkan yaitu 0.093; 0.115; 0.409; 0.485;
0.480; 0.504; 0.546. Selanjutnya dibuat persamaan yaitu: y = 0.036x 0.114, dan
didapatkan r = 0.905. Hasil ini kurang linear karena r nya kurang mendekati 1.
Ketidaklinearan ini disebabkan banyaknya faktor variabel pengacau tidak
terkendali dari sampel plasma yang digunakan, karena kondisi fisiologis serta
patologis, umur, dan berat dari tikus yang tidak bisa dikontrol, sehingga hal ini
mungkin berpengaruh dalam matriks yang digunakan untuk analisisi dan
peengukuran.
Untuk mencari perhitungan LOD dan LLOQ maka dari data konsentrasi
(X) dan absorbansi (Y), dicari , (y-) dan (y-). Didapatkan nilai
dimana cukup sensitive dan memenuhi range. LLOQ yang didapatkan leih rendah
dari konsentrasi terendah, hal ini menunjukan bahwa metode cukup sensitive.
Untuk akurasi, dilakukan perbandingan antara nilai rata-rata konsentrasi
yang didapat dengan konsentrasi sebenarnya (true value) lalu diubah ke persen.
Menurut U.S Department of Health and Human Services (2013), nilai akurasi
yang baik tidak melewati 15%. Deviasi rata-rata terhadap true value inilah yang
menjadi parameter akurasi. Dan hasil akurasi yang didapat yaitu 182.2% untuk
konentrasi 10 ppm, 131.07% untuk konsentrasi 14 ppm dan 145.88% untuk
konsentrasi 18 ppm. Semua nilai akurasi ini melebihi nilai deviasi maksimal yaitu
15% sehingga data terbukti tidak akurat. Tingginya nilai akurasi ini karena kadar
yang terukur melebihi kadar yang sesungguhnya, karena kemungkinan pengaruh
dari matriks.
Nilai presisi diperoleh dari keterulangan data saat pengukuran namun
hanya bisa dilakukan 3 kali replikasi karena jumlah sampel sangat kurang dan
yang didapatkan yaitu untuk replikasi konsentrasi 10 ppm = 33,04 %, 14 ppm =
16,48%, konsentrasi 18 ppm = 14,21 %. Hasil yang didapatkan kurang presisi
karena nilai yang ideal adalah 15%.
Untuk parameter recovery, didapatkan data seperti berikut:
Larutan
Absorbansi
Konsentrasi
ZERO
0.902
25,968
Sampel Non Zero 1
3.913
140,7605
Sampel Non Zero 2
3.612
129,0101
Sampel Non Zero 3
3.913
140,7605
Dengan perhitungan sebagai berikut:
% recovery =
% recovery
(ppm)
5.739,625 %
2.576,0525 %
1.913,208 %
x 100%
Daftar Pustaka
AOAC, 2012, AOAC Guidelines For Single Laboratory Validation of Chemical Methods for
Dietary Supplement and Botanicals.
Anugerah, P., 1994, Farmakologi. Pendekatan Proses Keperawatan, Penerbit Buku
Kedokteran
Beran, J.A, 1996, Chemistry in The Laboratory, John Willey & Sons.
Bernasconi G. 1995. Teknologi Kimia I. Jakarta: Pradya Paramita.
Clarkes editedby Anthony C, Moffat M, David Ossciton, dan Brain Widdop., 2004, Analysis
of Drugs and Poison, 3rd edition, London, Pharmaceutical Press.
Csuros, M., 2002, Environmental Sampling and Analysis for metal, CRC Press, USA, P. 95
Dwi, Y.A., dkk, Analisis Aspirin Dengan Metode Spektrofotometri Vis dan Kalibrasi
Spektrofotometri Uv-Vis menggunakan Larutan CoCl2 dengan Menentuka Kadar
Aspirin, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Semarang.
Fersht, A. R. dan Kirby, A. J., 1967, Journal of The American Chemical Society, Hydrolysis
of Aspirin. Intramolecular General Base Catalysis of Ester Hydrolysis, England, p.
4857
Fessenden, R.J., and Fessenden, J.S., 1986, Organic Chemistry, 3rd edition, Wadsworth, Inc.
California, pp. 136-137
Fisher Scientific, (2001), Material Safety Data Sheet: Sodium hydroxide, solid, pellets or
beads,
diakses
September
2015,
darihttp://avogadro.chem.iastate.edu/MSDS/NaOH.html
Ganjar, G.I dan Abdul Rohman., 2007, Kimia Farmasi Analisis, Yogyakarta, Pustaka Pelajar,
hal.252-253,460-464.
Hendra, A. 1989. Teknik pemisahan Dalam Analisis Biologis. Bogor: IPB Press.
Higuchi., Takeru, 1961, Complexation of Organic Substance in Aqueous Solution by
Hydroxyaromatic Acids and Their Salts, relative Contributions of Several Factors
to the Overall Effect, University of Kansas, Kenneth Spencer Research Library.
Jayaseelan, S. et al., 2010, Bioanalytical Method Development and Validation of Lamivudine
By RP-HPLC Method, India, Departement of Pharmaceutical Analysis
Katzung, 2007, Basic & Clinical Pharmacology, 10th edition, McGraw-Hill Professional,
Lange,pp. 312-318
Miller J.N. 2000. Statistics and Chemometrics for Analytical Chemistry, 4th ed. Harlow:
Prentice.Hall.
Mulja, M., Suharman, 1997, Validasi Metode Analisa Instrumental, Airlangga University
Press, Surabaya, hal. 26.
Nair, A.J., 2007, Principles of Biotechnology, Laxmi Publications (P)LTD, New Delhi, p. 265
Ridwan, E., 2013, Artikel Pengembangan Pendidikn Keprofesian Berkelanjutan (P2KB),
Etika Pemanfaatan Hewan Percobaan dalam Penelitian Kesehatan, Jakarta, hal. 113114
Robinson J.R. 1975. Fundamental Of Acid-Base Regulation, 5th edition. Oxford: Blackwell
Scientific Publication
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Salicylic acid MSDS, Diakses 3
September 2015, dari http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927249
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Ferric chloride MSDS, Diakses 3
September 2015, darihttp://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924033
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Hydrochloric Acid MSDS, Diakses
1 November 2015, dari http://www.sciencelab.com/m sds.php?msdsId=9924285
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Ferric Chloride MSDS, Diakses 1
November 2015, dari http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9924033
Sciencelab.com, Inc., (2013), Material Safety Data Sheet: Ferric Chloride MSDS, Diakses 1
November 2015, dari http://www.sciencelab.com/msds.php?msdsId=9927185
Sudjadi, R.A, 2004, Analisis Obat dan Makanan,Yogyakarta, Pustaka Pelajar.
Tjay, T.H., dan Rahardja K., 2007, Obat-Obat Penting: Khasiat, Penggunaan dan Efek-efek
Sampingnya, ed.6, Elex Media Komputindo, Jakarta, hal. 623.
U.S Department of Health and Human Services. 2013. Guidance for Industry Bioanalytical
Method Validation. Food and Drug Administration; Center for Drug Evaluation and
Research (CDER); Center for Veterinary Medicine (CVM), Rockville, New
Hampshire, pp. 5,6,8.
Vogel, 1991, Vogels Textbook of Quantitative Inorganic Analysis Including Elementary
Instrumental Analysis, 4th edition, Longman Grous UK, London, pp.127.
Yuwono, T.,2008, Biologi Molekular, Erlangga, Jakarta, hal 33