Anda di halaman 1dari 23

KULIAH FTS

STERIL (Formulasi
sediaan steril)
22 November 2022
Dewi Suryaningsih
Pengembangan Formulasi
 Yang harus diperhatikan:
 1. Pemilihan bahan aktif, bahan tambahan,
 2. Pemilihan pH larutan yang berkaitan dengan
stabilitas obatnya, dan sifat isohidris sediaan
 3. penentuan dosis obat dan wadah yang sesuai
 4. Pemilihan cara sterilisasi
Zat tambahan dalam formulasi sediaan
parenteral
 Manfaat bahan tambahan dalam sediaan
parenteral:
 1. Menjaga kelarutan obat
 2. Menjaga stabilitas, baik secara kimia atau
fisika
 3. Menjaga sterilitas larutan (pada dosis ganda)
 4. Mengurang rasa nyeri, iritasi saat penyuntikan
Pelarut dan pembawa untuk obat
suntik
 Water for injection (WFI) (USP), merupakan -pelarut
yang paling sering digunakan pada pembuatan obat
suntik
- air ini dimurnikan dengan cara destilasi atau
reverse osmosis, dan memenuhi standar yang sama dengan
purified water (USP), yaitu mengandung zar padat tidak
boleh lebih dari 1 mg% WFI, dan tidak boleh mengandung
zat penambah
- WFI tidak steril tapi harus bebas pirogen
- penyimpanan pada wadah tertutup rapat pada suhu di bawah atau di atas
kisaran di mana mikroba dapat tumbuh, wadah dari gelas atau dilapisi gelas

steril WFI (USP), adalah air untuk obat suntik yang telah
disterilkan, dan dikemas dalam wadah-wadah dosis tunggal yang tidak lebih
besar dari 1 liter
 -steril, bebas pirogen, dan tidak boleh ada zat tambahan lain/zat antimikroba
 -digunakan sebagai pelarut, pembawa, atau pengencer obat suntik yang telah
disterilkan dan dikemas (penambahannya dilakukan secara aseptis, contoh
penambahan steril WFI pada serbuk kering ampicillin)
 3. Bacteriostatic WFI (USP)
 Adalah air steril untuk obat suntik yg mengandung satu atau
lebih zat antimikroba yg sesuai
 Dikemas dalam alat suntik atau vial-vial dengan volum
maksimal 30 ml
 Digunakan sebagai pembawa steril untuk obat suntik dengan
volume kecil
 Jika volum pelarut yang dibutuhkan lebih dari 5 ml, maka
digunakan steril WFI, bukan bakteriostatik WFI
 Bakteriostatik yang ditambahkan harus tidak bereaksi dengan
bahan obat
 4. NaCL Injection (USP)
 Adalah larutan steril dan isotonik NaCl dalam air
untuk obat suntik, tdk mengandung antimikroba
 Kandungan ion Na dan Cl dalam obat suntik= 154
mEq/liter
 Digunakan sbg pembawa steril dalam larutan atau
suspensi obat
5. Injeksi Bakteriostatik NaCl
Adalah NaCl injection yg mengandung
bakteriostatik
6. Ringer’s injection (USP)
- Berisi NaCl, Kalium klorida, dan Kalsium klorida
dalam air untuk obat suntik (kadarnya sama dengan
kadarnya dalam cairan badan
- Digunakan sebagai pembawa obat atau sebagai
elektrolit
Pembawa bukan air
 Digunakan pada obat – obat yang kelarutannya dalam
air terbatas, atau obat yang mudah terhidrolisis
 Syarat pembawa: tidak toksik, tidak mengiritasi, inert
terhadap obat, stabilitas fisis dan kimia pembawa dalam
berbagai tingkatan pH, viskositasnya, titik didihnya
harus cukup tinggi shg memungkinkan sterilisasi
dengan panas, tekanan uap rendah (mencegah
timbulnya masalah selama sterilisasi dengan
pemanasan), kemurnian stabil , diberikan secara
intramuskuler
Contoh pelarut atau pembawa bukan
air
 1. minyak lemak nabati (viskositas tergantung pada komposisi
asam lemaknya), contoh: minyak jagung, wijen, biji kapas,
kacang tanah, zaitun)
 2. gliserin, PEG, propilenglikol, alkohol

 Batasan-batasan USP untuk minyak lemak nabati : harus tetap


jernih walau didinginkan sampai 10 der C (biar tetap jernih dan
stabil selama penyimpanan), minyak harus tdk boleh mengandung
minyak mineral atau parafin karena zat tersebut tidak diabsorbsi
tubuh, ada syarat bilangan penyabunan dan bilangan yodium
-rawan alergi
Zat Tambahan pada sediaan parenteral
 1. Pengawet Antimikroba (misal: klorobutanol,
kresol, dan fenol (0,5%)
 2. dapar
 3. penambah kelarutan (solubilizer)
 4. antioksidan (sulfur dioksida)


Contoh zat-zat tambahan dalam
produk parenteral
 1. Antimikrobial
 Benzalkonium klorida 0,01%
 Benzyl alkohol 1-2%
 Klorbutanol0,25-0,5%
 Klorkresol 0,1-0,3%
 Butil-parahidroksibenzoat 0,015%
 Metil-parahidroksibenzoat 0,18%
 Propil-parahidroksibenzoat 0,25
 Fenol 0,5%
 Thimerosal 0,01%
 2. antioksidan
 Butil hidroksi anisol (BHA) 0,02%
 Butil hidroksitoluen (BHT) 0,02%
 Sistein 0,1-0,5%
 Monothiogliserol 0,1-1,0%
 Sodium Na Bisulfit 0,1-1,0%
 Tokoferol 0,5%
 3. bufer
 Asetat 1-2%
 Sitrat 1-5%
 Fosfat 0,8-2,0%

4. Chelating agent
- asam etilendiamin tetraasetat dan garamnya 0,01-0,05%
5. Pelarut
- etilalkohol1-50%
-gliserin 1-50%
- PEG 1-50%
- propilenglikol 1-50%
- Lesitin 0,5-2%
 6. Surfaktan
 Polioksietilen sorbitan monooleat 0,1-0,5%
 Sorbitan monooleat 0,05-0,25%

7. Pengatur tonisitas
 Dekstrose 4-5%
 NaCl 0,9%
 Natrium sulfat 1,6%
Pembuatan Produk Parenteral
 Sebelum mulai pembuatan produk steril, perlu
dilakukan pemeriksaan pendahuluan fisika-kimia
dan pirogen masing-masing bahan, dan wadah
yang akan digunakan
Yang perlu diperhatikan
 1. pemeriksaan fisikokimia dan pirogen masing-masing
bahan yang akan digunakan
 2. pemeriksaan wadah (gelas, vial, ampul, plastik, atau tutup
karet
 3. Untuk bentuk sediaan suspensi injeksi, dibuat dengan
menghaluskan obat dengan bola penggiling atau alat lain
yang sesuai, untuk masing-masing bahan membutuhkan
pensterilan karena terkadang keutuhan suspensi (viskositas
dapat berubah dengan sterilisasi dengan autoclaf), sehingga
akan mempengaruhi ukuran partikel tersuspensi
4. Jika membuat emulsi injeksi, pencampuran dapat dilakukan
dengan homogenizer
5. Bentuk sediaan yg dibuat tergantung dari sifat obat itu sendiri
(fisikokimia (untuk injeksi yang diinginkan dalam bentuk
larutan air, maka utk obat yang bersifat sukar larut dalam air
dapat dibuat dalam bentuk garamnya), dan pertimbangan
terapetik tertentu). Untuk obat yang tidak stabil dalam bentuk
larutan,, dapat dibuat menjadi serbuk kering, dan saat akan
diberikan dapat dibuat menjadi bentuk larutan atau suspensi,
atau obat yang tidak stabil bila campur dengan air, maka dapat
dibuat dengan pembawa minyak nabati.
 6.CPOB mensyaratkan tiap wadah akhir injeksi
harus diamati satu persatu secara fisik
Sebagian masalah kelarutan dapat
diatasi dengan
 pembentukan garam, misal: luminal Na, Thiamin
HCl, dapat meningkatkan kelarutan sampai 1000 kali
 Penambahan kosolven, misal: PEG 300 dan 400 ,
propiolenglikol, etilalkohol
 Penambahan surfaktan sebanyak 0,1-0,5%
 Penambahan zat pengomplek, misal: Garam Na dari
etilendiamin tetraklorid (EDTA) dalam bentuk
mikroemulsi
 Pengaturan pH
Pengemasan dan penyimpanan produk
parenteral
 Wadah obat suntik, termasuk tutupnya harus tidak
berinteraksi dengan sediaan, baik secara fisik
maupun kimiawi sehingga akan mengubah
efektifitas zat aktif
 Wadah dari gelas, gelas harus jernih, untuk
memungkinkan pemeriksaan isinya
 Ada beberapa tipe gelas yang digunakan untuk
sediaan farmasi (ada 4 tipe gelas)
Penggolongan wadah berdasarkan cara
penggunaan
 Wadah dosis tunggal, merupakan wadah kedap udara, yang
digunakan untuk pemberian parenteral sebagai dosis tunggal
(sekali pakai)
 Wadah dosis ganda, merupakan wadah yang digunakan untuk
pengambilan atau penggunaan sediaan steril secara berulang
tanpa terjadi perubahan kekuatan, kualitas, atau kemurnian
bagian yang tertinggal
 Pada wadah dosis ganda, volum wadah maksimal yang
diperbolehkan yaitu 30 ml, dengan maksud untuk membatasi
jumlah tusukan pada tutup karet, dan menjaga penggunaan
pengawet yang berlebih
Etiket pada produk parenteral
 harus mencantumkan nama sediaan
 tercantum kadar obat, dan jk digunakan serbuk kering
yang dilarutkan dicantumkan jumlah obat dan berapa
volume pelarut yang harus ditambahkan
 cara pemberian
 pernyataan kondisi penyimpanan dan tgl kadaluwarsa
 nama pabrik dan penyalur
 Nomor batch

Anda mungkin juga menyukai