Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PRAKTIKUM ANALISIS KUALITATIF

KIMIA FARMASI

Disusun Oleh:

Kelompok 2:
Herfandi Ahmad
Jekilian Sumati Popala
Miracle Pusung
Mawadda Rehalat
Reza Devia Larasati
Shella Yunita
Sukma R Tampoi
Yuli Hartini

Dosen:
apt. Drs. Wahidin, M.Si

FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS 17 AGUSTUS 1945
JAKARTA
2023
I. Topik Percobaan
1. Identifikasi senyawa Paracetamol dalam tablet Paracetamol.
2. Identifikasi senyawa asam askorbat dalam tablet xonce.
3. Identifikasi senyawa asetosal dalam tablet aspilet.

II. Tujuan Percobaan


1. Agar mahasiswa mampu identifikasi senyawa Paracetamol.
2. Agar mahasiswa mampu identifikasi senyawa asam askorbat.
3. Agar mahasiswa mampu identifikasi senyawa asetosal.

III. Hari/Tanggal :
Kamis 16 November 2023

IV. Pendahuluan
1. Latar Belakang
a. Parasetamol
Menurut Farmakope Indonesia edisi V, parasetamol merupakan
serbuk hablur putih, tidak berbau, dan memiliki rasa sediki pahit.
Parasetamol larut dalam 1:70 air dingin, 1:20 air mendidih, 1:7 etanol,
1:13 aseton, 1:40 gliserol, 1:9 propilen glikol serta larut dalam metanol,
dimetil formalmida, etil diklorida, dan dalam larutan alkali hidroksida.
Parasetamol memiliki titik leleh 168-172oC dan pH 5,3-6,5. Tablet dapat
didefinisikan sebagai bentuk sediaan solid yang mengandung satu atau
lebih zat aktif dengan atau tampa berbagai eksipien (yang meningkatkan
mutu sediaan tablet, kelancaran sifat aliran bebas, sifat kohesivitas,
kecepatan desintegrasi, dan sifat anti lekat) dan dibuat dengan
mengempa campuran serbuk dalam mesin tablet (Siregar, 2010).
Parasetamol atau asetaminofen adalah salah satu antipiretik dan
analgetik yang banyak digunakan di seluruh dunia. Parasetamol biasa
digunakan untuk mengatasi nyeri ringan dan sedang seperti sakit kepala,
mialgia dan nyeri postpartum (Katzung, 2012). Selain itu parasetamol
menjadi pilihan untuk pasien yang tidak dapat diobati dengan obat anti
inflamasi non steroid seperti penderita asma bronkial, penyakit ulkus
peptikum, hemofilia, alergi salisilat, perempuan hamil atau menyusui
(Bebenista dan Nowak, 2014). Parasetamol di Indonesia telah
menggantikan penggunaan salisilat sebagai penghilang nyeri (Wilmana
dan Gan, 2007).
Parasetamol ditoleransi dengan baik bila digunakan dalam dosis
yang benar, namun jika dosis berlebihan bisa menimbulkan kerusakan
pada hepar (Dandan dan Brunton, 2013). Overdosis parasetamol adalah
overdosis obat yang paling sering di seluruh dunia (McGill et al., 2012).
Overdosis parasetamol merupakan penyebab kerusakan hepar akibat
obat terbanyak di Amerika Serikat dengan 60.000 kasus yang dilaporkan
setiap tahun. Sebagian besar kasus adalah usaha bunuh diri (Bari dan
Fontana, 2014).
Parasetamol adalah obat yang dapat diperoleh tanpa resep dokter
atau dikenal juga dengan obat bebas (over the counter). Beberapa studi
menunjukkan bahwa banyak orang dewasa salah dalam menafsirkan
petunjuk pemakaian obat bebas sehingga overdosis parasetamol sering
terjadi (Wolf, 2012).
Parasetamol dimetabolisme oleh hati dan diekskresikan melalui
urin. Metabolisme parasetamol melalui tiga jalur, yaitu glukoronidasi,
sulfasi dan melalui mekanisme oksidatif enzim sitokrom P450. Sebagian
besar parasetamol dimetabolisme melalui jalur glukuronidasi dan sulfasi,
hanya sekitar 5% yang dimetabolisme melalui mechanism oksidatif.
Melalui mekanisme oksidatif, parasetamol dikonversi menjadi metabolit
reaktif N-acetyl-p-benzoquinoneimine (NAPQI) (Malar dan Bai, 2012;
Nambiar, 2012).
Pemberian parasetamol dosis berlebihan juga dapat menimbulkan
kerusakan pada hepar hewan. Farina (2007) melakukan penelitian untuk
menilai pengaruh pemberian parasetamol dosis bertingkat terhadap tikus.
Pada penelitian tersebut dosis ditetapkan berdasarkan dosis letal
parasetamol tikus. Tingkat kerusakan hepar tikus dinilai menurut
gambaran histopatologinya. Dari penelitian tersebut ditemukan perubahan
sel hepatosit tikus berupa degenerasi parenkimatosa, degenerasi hidropik
dan nekrosis sel hepar baik karioreksis dan kariolisis (Farina, 2007).
b. Asetosal
Asetosal (asam asetil salisilat) atau yang lebih dikenal dengan
nama Aspirin® suatu obat yang biasa digunakan sebagai analgesik,
antipiretik dan antiinflamasi (Wilmana, 1995).
Asetosal merupakan ester salisilat hasil sintesis asam organik
dengan substitusi pada gugus hidroksil yaitu asam asetat dan asam
salisilat. Asam salisilat diketahui memiliki efek klinis berbahaya atau dapat
terjadi keracunan akut apabila tertelan dengan gejala seperti mual
muntah, disritmia jantung ataupun dapat menimbulkan keracunan kronis
seperti metabolik asidosis, koma, apabila pengunaan yang berlebihan
selama jangka waktu 12 jam atau lebih terutama pada anak-anak
(Sikernas, 2018).
Efek samping utama salisilat yaitu dapat mengiritasi lambung.
Asetosal merupakan suatu asam dengan nilai pKa 3,5 sehingga pada pH
asam asetosal akan terionisasi dan kontak langsung dengan mukosa
lambung sehingga menyebabkan kerusakan secara langsung (Mycek, et
al., 2001).
Dalam rangka melindungi asetosal dari kontak asam lambung maka
produk oral asetosal pada saat ini dikembangkan dengan diformulasikan
sebagai tablet atau kapsul delayed release (salut enterik) yang tahan
terhadap asam dan dapat mengurangi gangguan saluran cerna (Katzung
and Trevor, 2015).
c. Vitamin
Vitamin C adalah zat organik yang dibutuhkan oleh tubuh manusia
dalam jumlah kecil, untuk memelihara fungsi metabolisme. Vitamin ini
sangat diperlukan oleh manusia (Masfufatun dkk., 2010).
Vitamin C disebut juga asam askorbat, merupakan vitamin yang
paling sederhana, mudah berubah akibat oksidasi, tetapi amat berguna
bagi manusia. Struktur kimianya terdiri dari rantai 6 atom C dan
kedudukannya tidak stabil (C6H8O6), karena mudah bereaksi dengan O2
di udara menjadi asam dehidroaskorbat (Linder, l992).
Fungsi Vitamin C dalam tubuh adalah untuk membentuk kolagen
interselluler guna menyempurnakan tulang dan gigi, mencegah bisul, dan
pendarahan. Kekurangan Vitamin C menyebabkan sariawan, gusi, dan
kulit mudah berdarah, sendi-sendi sakit, dan luka sembuhnya lama
(Masfufatun dkk., 2010).
Kebutuhan Vitamin C setiap hari untuk manusia tergantung pada
umur, yaitu 30 mg untuk bayi yang berumur kurang dari satu tahun, 35 mg
untuk bayi berumur 1 sampai 3 tahun, 50 mg untuk anak-anak berumur 4
sampai 6 tahun, 60 mg untuk anak-anak berumur 7 sampai 12 tahun, 100
mg untuk wanita hamil dan 150 mg untuk wanita menyusui (Masfufatun
dkk., 2010).
Secara biokimia Vitamin C (asam askorbat) adalah senyawa
dengan rumus C6H8O6 dengan struktur cincin lakton 6-karbon yang dapat
disintesa dari glukosa dalam hati hewan mamalia pada umumnya, tetapi
tidak pada manusia, primata, dan guinea pig. Spesies ini dalam hatinya
tidak memiliki kemampuan untuk mensintesis enzim gulonolakton
oksidase. Ini disebabkan karena DNA yang mengkode untuk sintesa
enzim ini telah mengalami mutasi. Akibatnya hati manusia tidak dapat
mensintesis vitamin C sendiri, tapi harus mengkonsumsi buah dan
sayuran sebagai sumber vitamin dan mineral. Defisiensi vitamin
menyebabkan dampak klinis yang cukup luas, misalnya kekurangan
vitamin C dapat menyebabkan mudah terserang penyakit scorbut (gusi
berdarah) yang dapat meluas ke penyakit jantung stroke dan cancer. Jadi
manusia harus mengkonsumsi vitamin C supaya bisa hidup normal
(Wijaya, 2013).
Vitamin C adalah elektron donor (pemberi elektron) sehingga dapat
disebut sebagai anti-oksidan. Vitamin C sebagai pemberi elektron, ini juga
berarti sebagai agen reduktor, berasal dari sifat ikatan ganda antara C-2
dan C-3 dari cincin lakton 6-karbon tersebut. Vitamin C dapat mencegah
senyawa-senyawa lain mengalami oksidasi. Secara alamiah vitamin C itu
sendiri yang mengalami oksidasi (Wijaya, 2013).

2. Rumusan masalah :
1. Bagaimana analisis kualitatif pada senyawa paracetamol dalam
tablet paracetamol. generik?
2. Bagaimana analisis kualitatif pada senyawa asetosal dalam tablet
aspilet?
3. Bagaimana analisis kualitatif pada senyawa asam askorbat pada
tablet xonce?

3. Tujuan :
1. Mengetahui bagaimana cara analisis kualitatif senyawa
Paracetamol secara konvensional
2. Mengetahui bagaimana cara analisis kualitatif senyawa asetosal
secara konvensional
3. Mengetahui bagaimana cara analisis kualitatif senyawa asam
askorbat secara konvensional.

V. Dasar Teori
1. Uraian Sediaan
Parasetamol sering sekali di resepkan dalam bentuk campuran
dengan obat lain. Obat ini dapat ditemukan dalam berbagai macam
sediaan seperti tablet, kaplet, kapsul, sirup, dan serbuk. Pada industri
farmasi, pengawasan mutu merupakan salah satu bagian dari Cara
Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) untuk memberikan kepastian bahwa
produk mempunyai mutu yang sesuai dengan tujuan pemakaiannya, agar
hasil produksi yang dipasarkan memenuhi persyaratan CPOB. Pada
persyaratan ini perlu dilakukan penetapan kadar parasetamol dalam
tablet, yang menurut persyaratan Farmakope Indonesia (FI) Edisi IV tahun
1995 yaitu tidak kurang dari 90% dan tidak lebih dari 110%. Besarnya
kadar zat aktif parasetamol dalam sediaan obat tablet yaitu 500 mg. Kadar
yang tidak sesuai dengan kadar yang telah ditetapkan pada suatu
senyawa obat akan mempengaruhi efek terapi yang diharapkan dan dapat
menimbulkan hal-hal buruk, baik ditunjukan dengan timbulnya efek
samping yang tidak diinginkan ataupun timbulnya efek toksisitas yang
dapat membahayakan bagi konsumen obat tersebut. Oleh karena itu,
penetapan kadar parasetamol sangat penting dilakukan untuk mengetahui
ketepatan kadar parasetamol dalam sediaan tablet tersebut (Werner dkk,
2010).
Asetosal yang sering dikenal sebagai aspirin digunakan oleh
masyarakat luas sebagai analgesik atau penahan rasa sakit atau nyeri
minor, antipiterik (penurun demam) dan anti-inflamasi (peradangan).
Penggunaan aspirin dalam dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan
beberapa indikasi dan dampak negatif seperti iritasi lambung, perdarahan,
perforasi atau kebocoran lambung serta menghambat aktivitas trombosit.
Penentuan kadar asetosal dalam sediaan obat menjadi sangat penting
untuk uji kualitas produk sebelum dan selama proses produksi maupun
setelah menjadi produk akhir. Pengawasan mutu yang menyangkut
kandungan asetosal pada produk obat harus ditingkatkan dengan
mengembangkan metode penetapan kadar yang dapat memenuhi
parameter validitas suatu metode analisis. Di samping hal tersebut penting
mengembangkan metode yang memiliki tingkat kesulitan yang rendah,
cepat, dan membutuhkan biaya yang lebih sedikit (Mishra, 2006).
Vitamin C merupakan senyawa yang sangat mudah larut dalam air,
mempunyai sifat asam dan sifat pereduksi yang kuat. Sifat-sifat tersebut
terutama disebabkan adanya struktul enediol yang berkonyugasi dengan
gugus karbonildalam cincin lakton. Bentuk vitamin C yang ada di alam
terutama adalah L-asam askorbat. D-asam askorbat jarang terdapat di
alam dan hanya memiliki 10% aktivitas vitamin C. Biasanya D-asam
askorbat ditambahkan ke dalam pangan sebagai zat anti oksidan
(Andarwulan, 1989).
Vitamin C dalam bentuk murni merupakan krista putih, tidak
berwarna, tidak berbau, dan mencai pada suhu 190-192oC. Senyawa ini
bersifat reduktor kuat dan mempunyai rasaasam. Asam askorbat atau
vitamin C memainkan peran yang sangat penting sebagai koenzim dan
pendonor elektron di dalam reaksi organik enzimatik dioksigenase seperti
hidroksilasi pada karnitina, EGF atau mono- dan di-oksigenasi pada
berbagai neurotransmiter dan sintesis hormon peptida, noradrenalin,
kolesterol dan asam amino demetilasi histon dan asam nukleat;
dealkilasioksidatif DNA (Cooper, 2001).

2. Uraian Deskripsi
a. Paracetamol
Pengertian paracetamol adalah paraminofenol yang merupakan
metabolit fenasetin dan telah digunakan sejak tahun 1893 . asetaminofen
(paracetamol) mempunyai daya kerja analgesic ,antipiretik tidak
mempunyai daya kerja anti radang dan tidak menyebabkan iritasi serta
peradangan lambung hal ini disebabkam paracetamol bekerja pada
tempat yang tidak terdapat peroksid sedangkan pada tempat inflamasi
terdapat lekosit yang melepaskan peroksid sehingga efek anti
inflamasinya tidak bermakna. Paracetamol berguna untuk nyeri ringan
sampai sedang,seperti nyeri kepala, myalgia, nyeri paska melahirkan dan
keadaan lain (Rosalia, 2019).
Semua obat analgesic non poid bekerja melalui penghambatan
siklookisgenase asama arakhidonat menjadi prostaglandin terganggu.
Setiap obat menghambat siklookisgenase secara berbeda. Paracetamol
menghambat siklookisgenase pusat lebih kuat dari pada aspirin, inilah
yang menyebabkan paracetamol menjadi obat antipiretik yang kuat
melalui efek pada pusat pengaturan panas. Paracetamol hanya
mempunyai efek ringan pada siklookisgenase perifer yang menyebabkan
paracetamol hanya menghilangkan atau mengurangi rasa nyeri ringan
sampai sedang. Paracetamol tidak mempengaruhi nyeri yang ditimbukan
efek langsung prostaglandin ini, menunjukkan bahwa paracetamol
menghambat sintesa prostaglandin dan bukan menghambat langsung
prostaglandin. Obat ini menekan efek zat pyrogen endogen dengan
menghambat sintesa prostaglandin tetapi demam yang ditimbulkan akibat
pemberian prostaglandin tidak dipengaruhi, demikian pula peningkatan
suhu oleh sebab lain seperti latihan fisik.
b. Asetosal
Asetosal merupakan salah satu turunan asam salisilat yang
berfungsi sebagai analgesik, anti inflamasi dan anti piretik dengan
mekanisme kerja menghambat biosintesis prostaglandin. Asetosal,
umumnya digunakan untuk mengurangi rasa sakit seperti sakit kepala,
neuritis, myalgias dan sakit gigi serta pengobatan inflamasi akut dan
kronik seperti rheumatoid arthritis. Beberapa efek samping dari asetosal
misalnya meningkatkan pendarahan, pada saluran cerna menyebabkan
ulcer dan mual, hepatotoksik dan vertigo Obat-obat analgesik lainnya
semisal asam mefenamat kurang efektif dibandingkan aspirin, efek
samping yang sering timbul adalah dispepsia dan gejala iritasi lain
terhadap mukosa lambung.
Asetosal atau asam asetil salisilat merupakan jenis obat turunan
salisilat. Nama sistematis IUPAC (International Union of Pure and Applied
Chemistry) asetosal adalah asam 2-asetilbenzoat asam asetat Asetosal
memiliki rumus molekul C9H8O4 dengan berat molekul 180,16 g/mol,
kelarutan dalam air 3 mg/mL, titik leleh 135oC merupakan kristal dengan
pemerian serbuk berwarna putih, tidak memiliki bau yang kuat. Asetosal
yang sering dikenal sebagai aspirin digunakan oleh masyarakat luas
sebagai analgesik atau penahan rasa sakit atau nyeri minor, antipiterik
(penurun demam) dan anti-inflamasi (peradangan). Penggunaan aspirin
dalam dosis yang terlalu tinggi dapat menyebabkan beberapa indikasi dan
dampak negatif seperti iritasi lambung, perdarahan, perforasi atau
kebocoran lambung serta menghambat aktivitas trombosit. Penentuan
kadar asetosal dalam sediaan obat menjadi sangat penting untuk uji
kualitas produk sebelum dan selama proses produksi maupun setelah
menjadi produk akhir.
c. Asam Askorbat
Asam askorbat merupakan antioksidan yang larut dalam air. Bagian
dari sistem pertahanan tubuh terhadap senyawa oksigen reaktif dalam
plasma dan sel. Berbentuk kristal putih dengan berat molekul 176,13 dan
rumus molekul C6H8O6. Mudah teroksidasi secara reversible membentuk
asam dehidro asam askorbat dan kehilangan 2 aton hydrogen, termasuk
salah satu vitamin asensial karena manusia tidak dapat menghasilkan
vitamin C didalam tubuh sendiri, dan harus diperoleh dari luar tubuh.

3. Sifat Fisika-Kimia
a. Tata Nama (Farmakope Ed VI thn 2020)
1.Paracetamol - Asetominofen
- 4’-Hidroksiasetanilida
2.Asetosal - Asam Asetilsalisilat
3.Asam Askorbat - Vitamin C
- L-Asam askorbat

b. Struktur Dan Rumus Kimia (Farmakope Ed VI thn 2020)


1.Paracetamol

C8H9NO2
2.Asetosal

C9H8O4
3.Asam Askorbat

C6H8O6

c. Khasiat
1.Paracetamol - Obat untuk meredakan demam dan nyeri
ringan hingga sedang, misalnya sakit
kepala, nyeri haid, atau pegal-pegal.
- Juga bisa menghambat pembentukan
prostaglandin, yaitu senyawa yang memicu
nyeri dan bengkak ketika terjadi kerusakan
atau cedera pada jaringan tubuh.
2.Asetosal - Obat yang digunakan untuk meredakan
demam, nyeri, dan peradangan yang
ringan hingga sedang.
- Juga digunakan untuk mencegah
penggumpalan darah pada pasien akibat
serangan jantung, angina yang tidak stabil,
dan penurunan aliran darah pada otak.
3.Asam Askorbat - Vitamin yang memiliki banyak manfaat
untuk tubuh, seperti meningkatkan daya
tahan tubuh, memperkuat jaringan tubuh,
dan mempercepat pemulihan saat sakit.
- Vitamin C juga penting untuk menjaga
kesehatan kulit, tulang, dan jantung.
- Vitamin C juga memiliki efek antioksidan
yang dapat membantu tubuh melawan
radikal bebas.
VI. Prosedur Kerja
1. Uji pendahuluan
Uji pendahuluan adalah langkah awal dalam sebuah eksperimen
kimia yaitu dengan mengamati organoleptis yang melibatkan panca indra
antara lain ;
- Amati tampilan / warna
- Amati bau
- Rasa
2. Homogenitas
Homogenitas dilakukan dengan cara ;
- Siapkan alat dan bahan seperti lumpang dan alu
- Mengeluarkan sediaan dari bungkusan
- Lakukan penggerusan hingga homogen
3. Ekstraksi / Penyarian
a. Di timbang masing-masing bahan (Paracetamol, Asetosal, Asam
Askorbat) sebanyak 100mg
b. Dilarutkan masing-masing bahan menggunakan pelarut yang
cocok ;
- Paracetamol di larutkan menggunakan pelarut metanol
secukupnya hingga larut
- Asetosal di larutkan menggunakan pelarut metanol secukupnya
hingga larut
- Asam askorbat di larutkan menggunakan pelarut air secukupnya
hingga larut
c. Selanjutnya masing-masing bahan disaring menggunakan kertas
saring
d. Didapatkan hasil ekstraksi
4. Uji Reaksi Kimia
a. Paracetamol
- Dalam tablet paracetamol generik
Diambil sebanyak 2 ml hasil penyarian tablet paracetamol,
masukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian di tambahkan
sebanyak 2 tetes FeCl3, amati reaksi yang terjadi
- Paracetamol murni
Diambil serbuk paracetamol murni secukupnya, masukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian di tambahkan sebanyak 2 tetes
FeCl3, amati reaksi yang terjadi
b. Asetosal
- Dalam tablet Aspilet
Diambil sebanyak 2 ml hasil penyarian tablet aspilet, masukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian di tambahkan sebanyak 2 tetes
FeCl3, amati reaksi yang terjadi
- Asetosal murni
Diambil serbuk asetosal murni secukupnya, masukkan ke dalam
tabung reaksi, kemudian di tambahkan sebanyak 2 tetes FeCl3,
amati reaksi yang terjadi
c. Asam Askorbat
- Dalam tablet xonce
Diambil sebanyak 2 ml hasil penyarian tablet xonce, masukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian di tambahkan 2 tetes KmNO4,
amati reaksi yang terjadi
- Asam Askorbat murni
Diambil serbuk asam askorbat murni secukupnya, masukkan ke
dalam tabung reaksi, kemudian di tambahkan sebanyak 2 tetes
KmNO4, amati reaksi yang terjad

VII. Hasil
Dari percobaan ini di dapatkan hasil perubahan warna yaitu ;
1. Paracetamol
- Dalam tablet paracetamol generik
Paracetamol + FeCl3 warna violet kehitaman

- Paracetamol murni
Paracetamol murni + FeCl3 warna violet kehitaman
2. Asetosal
- Dalam tablet aspirin
Aspirin + FeCl3 warna violet

- Asetosal murni
Aspirin + FeCl3 warna violet

3. Asam Askorbat
- Dalam tablet xonce
Xonce + KmNO4 warna violet KmNO4 Hilang

- Asam Askorbat murni


Xonce + KmNO4 warna violet KmNO4 Hilang

VIII. Pembahasan
Paracetamol atau asetaminofen adalah turunan a-para-aminophenol
yang digunakan sebagai analgesic, antipiretik, dan aktivitas antiradang
yang lemah. Parasetamol merupakan analgesik non-opioid sering dicoba
pertama untuk pengobatan gejala berbagai tipe sakit kepala termasuk
migrain.
Asam asetilsalisilat mempunyai nama lain asetosal, asam salisilat
asetat dan yang paling terkenal adalah aspirin. Aspirin atau asam asetil
salisilat (asetosal) adalah suatu jenis obat dari keluarga salisilat yang
sering digunakan sebagai analgesic (terhadap rasa sakit atau nyeri
minor), antipiretik (terhadap demam), dan anti-inflamasi.
Vitamin C atau asam askorbat adalah salah satu vitamin penting
yang berperan dalam berbagai macam proses biologis menyangkut reaksi
transport elektron, hidroksilasi, dan katabolisme oksidatif dari asam amino
aromatic. Asam askorbat penting untuk pengembangan dan regenerasi
otot, tulang, gigi, dan kulit. Asam askorbat juga merupakan senyawa kimia
yang larut dalam air.
Analisa kualitatif obat parasetamol dalam sediaan tablet
parasetamol, asam askorbat dalam tablet xonce dan asetosal dalam tablet
aspilet bertujuan untuk memastikan mutu dan benar tidaknya identitas
bahan aktif dengan menggunakan metode konvensional. Metode
konvensional merupakan uji pendahuluan yang cepat, mudah, dan cukup
akurat sebelum dilanjutkan dengan analisis modern yang ketelitiannya
lebih baik.
Analisis kualitatif untuk identifikasi bahan obat parasetamol, asam
askorbat dan asetosal dilakukan dengan uji warna menggunakan
beberapa larutan reagen. Identifikasi parasetamol dilakukan dengan
menggunakan reagen FeCl3, asam askorbat menggunakan KMnO4 dan
asetosal menggunakan reagen FeCl3..
Praktikum kali ini bertujuan untuk melakukan identifikasi Uji kualitatif
parasetamol yaitu reaksi warna menggunakan reagen FeCl3. Tahapannya
yaitu parasetamol digerus supaya homogen, kemudian ditimbang secara
seksama sebanyak 100 mg menggunakan neraca digital. Penimbangan
tersebut tidak harus terlalu akurat karena hanya mengidentifikasi, tidak
menentukan kadar. Selanjutnya, serbuk dimasukkan ke dalam tabung
reaksi dan ditambah aquadest sebanyak 10 ml hingga larut. Hasilnya yaitu
terbentuk larutan bening. Kemudian, larutan parasetamol tersbut ditambah
3 tetes FeCl3. Hasilnya yaitu terjadi perubahan warna larutan menjadi
biru violet. Warna biru violet tersebut diperoleh dari senyawa kompleks
antara gugus fenol dengan ion logam Fe3+ sesuai reaksi :
Ar-OH (Fenol)+ Fe3+ (logam besi3) àFe3+ [Ar-OH]
(kompleks Fenol-Fe3+) biru violet.
Pada uji kualitatif dengan menggunakan reagen FeCl 3 paracetamol
menghasilkan warna biru violet. Hal ini terjadi karena terbentuknya ikatan
kompleks antara Fe dengan gugus fenol yang dimiliki oleh paracetamol
dan hal ini sesuai dengan literatur bahwa perubahan warna violet yang
dihasilkan menunjukkan bahwa sediaan tablet parasetamol positif
mengandung zat aktif parasetamol. Selanjutnya dilakukan pengujian
sampel asetosal (aspilet) yang dimana asetosal digerus supaya homogen,
kemudian ditimbang secara seksama sebanyak 100 mg menggunakan
neraca digital. Penimbangan tersebut tidak harus terlalu akurat karena
hanya mengidentifikasi, tidak menentukan kadar. Selanjutnya, serbuk
dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah aquadest sebanyak 10
ml hingga larut. Pengujian sampel asetosal dalam tablet aspilet
menggunakan reagen FeCl3 menghasilkan warna violet hal ini sesuai
dengan literatur bahwa senyawa asam salisilat jika direaksikan dengan
larutan besi (III) klorida akan membentuk senyawa kompleks ferri salisilat
menghasilkan warna violet. Kemudian pada uji terakhir yaitu dilakukan
pengujian sampel asam askorbat (xonce) yang dimana asam askorbat
digerus supaya homogen, kemudian ditimbang secara seksama sebanyak
100 mg menggunakan neraca digital. Penimbangan tersebut tidak harus
terlalu akurat karena hanya mengidentifikasi, tidak menentukan kadar.
Selanjutnya, serbuk dimasukkan ke dalam tabung reaksi dan ditambah
aquadest sebanyak 10 ml hingga larut. Pada uji kualitatif asam askorbat
dalam sediaan Xonce dengan menggunakan larutan KMnO4
menghasilkan warna violet dari KMnO4 hilang yang menandakan bahwa
sediaan tablet Xonce positif mengandung asam askorbat. Hilangnya
warna ungu dari KMnO4 disebabkan karena terjadi reaksi oksidasi-reduksi
antara KMnO4 dan asam askorbat yang ada dalam sampel. Asam
askorbat mengalami reaksi oksidasi sedangkan KMnO4 mengalami reaksi
reduksi. Dalam keadaan asam, ion permanganat dalam KMnO4 akan
direduksi dengan kata lain ion ini akan mengikat elektron yang dilepaskan
oleh asam askorbat yang teroksidasi.

IX. Kesimpulan
1. Analisa Kualitatif sediaan tablet parasetamol, asam salisilat, dan
asam askorbat dengan metode konvensional dapat dilakukan dengan
uji pendahuluan yaitu uji warna yang dihasilkan dibandingkan dengan
bahan baku standar sesuai Farmakope Indonesia.
2. Hasil analisis kualitatif menunjukkan bahwa sampel yang diuji
terindikasi benar sebagai parasetamol, asam askorbat dan asetosal.
X. Daftar Pustaka

Anonim, 2020. Farmakope Indonesia Edisi VI. Departemen Kesehatan


Republik Indonesia
Andarwulan, Sutrisno, 1992. Kimia Vitamin. Rajawali Pers. Jakarta. Hal
28-31
Bari K, Fontana RJ, 2014. Acetaminophen overdose: what practitioners
need to know. Clinical Liver Disease. 4(1):17–21
Benista, M. J., & Nowak, J. Z. 2014. Paracetamol : Mechanism Of Action ,
Applications And Safety Concern, 71(1), 11–23.
Cooper, Kenneth H. 2001., “Sehat Tanpa Obat: Empat Langkah Revolusi
Antioksidan yang Mengubah Hidup Anda”. Bandung: Kaifa.
Depkes RI, 2020, “Farmakope Indonesia edisi VI”. Departemen Kesehatan
Republik Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia,
Jakarta.
Dandan RH, Brunton L, 2013. Goodman and Gilman’s Manual of
Pharmacology and Therapeutics. 2nd ed. McGraw-Hill Companies,
Inc. China, p. 599–600.
Farina M, 2007. Gambaran histopatologi hepar tikus wistar setelah
pemberian asetaminofen berbagai dosis. Fakultas Kedokteran
Universitas Diponegoro. Karya Tulis Ilmiah. Semarang
Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC,
Jakarta
Mishra, P., & Archana, D. 2006., “Simultanious Determination of
Clopidogrel and Aspirin in Pharmaceutical Dosage Forms”. Indian
Journal of Pharmaceutical Sciences.68(3), 365-368.
Malar V HL, Bai SMM, 2012. Beware of paracetamol toxicity. J Clinic
Toxicol. 26):1–3.
Masfufatun, Widaningsih, Kumala, N. & Rahayuningsih, T. 2009.
Pengaruh Suhu dan Wakti Penyimpanan Terhadap Vitamin C Dalam
Jambu Biji Psidium Guajava. Universitas Wijaya Kusuma, Surabaya.
McGill MR, Jaeschke H, 2013. Metabolism and disposition of
acetaminophen: recent advances in relation to hepatotoxicity and
diagnosis. Pharm Res. 30(9): 2174–2187.
Nugraha. 2015. Identifikasi Bahan Kimia Obat Parasetamol dalam Jamu
Pegal Linu. Unisba. Bandung
Podjiadi, Anna.1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia.
Jakarta
Rosalian, 2019., “Penetapan Kadar Paracetamol”, Fakultas Farmasi,
UMP, Purwokerto.
Siregar, Charles J.P, 2010, Teknologi Farmasi Sediaan Tablet : Dasar–
Dasar Praktis, Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran, EGC. 68
Wilmana, P.Freedy dan Sulistia Gan. 2007. Analgesik-Antipiretik
Analgesik Anti- Inflamasi NonSteroid dn Obat Gangguan Sendi
Lainnya dalam Famakologi dan Terapi. Jakarta: Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Hal 230-246.
Werner, D., Thuman, C., Maxwell, J., 2010, “Apa yang Anda Kerjakan Bila
Tidak Ada Dokter (Where There Is No Doctor)”. Yogyakarta: C.V
Andi Offset (Penerbit Andi).
Wilmana PF, Gan S, 2007. Analgesik-Antipiretik, Analgesik Anti-Inflamasi
dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Farmakologi dan Terapi.
Editor Gunawan SG, Nafrialdi RS dan Elysabeth. Departemen
Farmakologi dan Terapeutik Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia. Jakarta, h. 237–239.
Wijaya, I.P.N. 2013. Kinetika Perubahan Konsentrasi Asam Askorbat
(Vitamin C) Pasa Buah Mangga Podang Selama Penyimpanan.
Jurnal Ilmu Pangan Universitas Kediri. Kediri.
Wolf MS, King J, Jacobson K, Francesco LD, Bailey SC, Mullen R, et al,
2012. Risk of unintentional overdose with non-prescription
acetaminophen products. J Gen Intern Med. 27(12):1587–93.

Anda mungkin juga menyukai