Anda di halaman 1dari 9

Review Informasi Tanaman Obat Berbasis Evidence Based Medicine

“Tumbuhan Insulin”
Untuk Memenuhi Tugas Fitoterapi

Oleh:

Siti Hufi Hutami (15416248201106)

FM15C

Dosen:

Neni Sri Gunarti., M.Si.Apt

PROGRAM STUDI FARMASI

FAKULTAS TEKNOLOGI DAN ILMU KOMPUTER

UNIVERSITAS BUANA PERJUANGAN KARAWANG

2017-2018

1
Pendahuluan

Diabetes melitus (DM) merupakan sekumpulan gangguan metabolik yang ditandai dengan
peningkatan konsentrasi glukosa darah dan gangguan metabolisme insulin. Penderita DM tidak
dapat mensekresi insulin dalam jumlah cukup atau menggunakan insulin secara efektif, maupun
keduanya. (Prizka et al, 2016)

Terapi yang umum yang digunakan untuk menangani DM terutama DM tipe 2 hingga saat ini
masih didominasi oleh penggunaan obat-obatan sintetik seperti obat-obat golongan sulfonylurea
dan biguanid. Penggunaan obat-obatan sintesis dapat menyebabkan beberapa efek samping yang
merugikan yang merugikan pasien seperti hipoglikemi, ruam, diare, mual, asidosis laktat dan
dyspepsia. Banyaknya efek samping yang di timbulkan oleh penggunaan obat-obat sintesis
menyebabkan masyarakat mulai beralih untuk menggunakaan obat-obat alami yang diketahui
memiliki efek samping yang lebih rendah. Pengunaan obat-obat alami juga merupakan
kebudayaan bangsa Indonesia secara turun-temurun. Penggunaan obat alami semakin
berkembang karena terbukti secara empiris mampu membantu penyembuhan berbagai macam
penyakit termasul DM. ( Johry et al, 2014)

Berkembangnya penggunaan obat alami mendorong dilakukannya penelitian-penelitian


mengenai bahan alam yang mengobati DM. Terdapat sekitar 1000 tanaman yang diduga
memiliki efek antihiperglikemia (Rao et al, 2010). Menurut Patel, terdapat beberapa tanaman
yang memiliki efek antihiperglikemia yang cukup baik. Salah satu tanaman yang signifikan
terhadap sekresi insulin adalah tanaman Yakon (Smallanthus sonchifolius). ( Johry et al, 2014)

Tumbuhan Insulin merupakan tumbuhan perdu tegak yang dapat mencapai tinggi 9 meter,
bertunas, dan merayap dalam tanah. Umumnya tumbuhan ini tumbuh liar di tempat-tempat
curam, misalnya di tebing-tebing, tepi sungai, dan selokan. Tumbuhan insulin ini tumbuh dengan
mudah ditempat dengan ketinggian 5-1500 meter di atas permukaan laut, juga merupakan
tumbuhan tahunan yang menyukai tempat-tempat terang dan tumbuh di tempat yang terkena
sinar matahari langsung. (Amanatie, et all, 2015)

Klasifikasi tumbuhan Insulin sebagai berikut: (Amanatie, et all, 2015)

2
Klasifikasi:

Kingdom Plantae
Divisi Spermatophyta
Sub-Divisi Angiospermae
Kelas Dicotyledone
Bangsa Asterales
Suku Asteraceae
Marga Thitonia
Jenis Thitonia diversifolia (Hemsley) A. Glay

Komposisi kimia daun insulin (Amanatie, et all, 2015)

SI KandunganSenyawa Persentase
(%)Komposisi
Daun

9.53 Camphene 0.6

9.80 β-Pinene 10.9

9.92 Myrcene 0.8

1,030 1, 8-Cineole 0.91

1,419 β -Caryophyllene 2.08

1,428 β -Gurjunene 0.4

1,454 α -Humulene 1.6

1,481 Germacrene D 12.6

Tumbuhan Insulin atau dikenal juga dengan nama Kembang Bulan (Tithonia diversifolia)
umumnya dimanfaatkan pada bagian daunnya. Dari daun tersebut dapat digunakan untuk
antidiabetes, anti virus, anti malaria, liver, dan radang tenggorokan, serta penggunaannya sebagai
bahan pestisida. Daun Insulin mengandung senyawa alkaloid, terpenoid, saponin, tanin, serta
polifenol. Diabetes Mellitus Istilah diabetes mellitus berasal dari bahasa Latin dari kata Yunani,

3
yaitu diabetes yang berarti pancuran dan mellitus yang berarti madu.
Sehingga diabetes mellitus dapat didefinisikan sebagai suatu penyakit
yang menyebabkan penderita mengeluarkan sejumlah besar urin
dengan kadar gula yang tinggi. Selanjutnya, di Indonesia dikenal
dengan nama penyakit kencing manis. Secara ilmiah, diabetes
mellitus disebabkan oleh kelainan metabolik glukosa akibat defisiensi
atau penurunan efektivitas insulin yang berperan dalam metabolisme
glukosa. Sehingga menyebabkan kadar glukosa darah meningkat dan
melebihi batas normal jumlah glukosa darah. (Amanatie, et all, 2015)

Tanaman Yakon Sebagai Antioksidan

Sifat antioksidan tanaman obat bergantung pada tanaman, ragamnya, faktor iklim, dan daerah
geografis pertumbuhan, tingkat kematangan, praktik budidaya, dan banyak faktor lain seperti
pengolahan. Yacon, Smallanthus sonchifolius (Poepp dan Endl.) H. Robinson (Asteraceae),
adalah tanaman tradisional Andes. Akarnya digunakan oleh penduduk setempat sebagai
komponen makanan yang penting karena rasa manis dan kandungan airnya yang tinggi (Grau &
Rea, 1997). Yacon umbi mengandung β (2  1) fructooligosaccharides (FOS) dengan tingkat
polimerisasi rendah (3-10 fruktosa) sebagai karbohidrat penyimpanan (Goto et al., 1995). Selain
itu, seperti semua anggota keluarga Asteraceae, yacon mengandung sejumlah senyawa fenolik
yang cukup banyak. Lima turunan asam caffeic ditemukan di akar yacon. Dua di antaranya
adalah asam klorogenik (asam 3-caffeoylquinic dan 3,5-dikaffeoylquinic acid) dan senyawa
keluarga lainnya adalah 2,4- atau 3,5-dicaffeoylaltraric acid, 2,5-dicaffeoylaltraric acid, dan
2,3,5- atau 2,4,5-tricaffeoylaltraric acid (Takenaka et al., 2003). Akar Yacon juga
mengumpulkan jumlah potasium dan triptofan yang signifikan (Yan et al., 1999).

Pengujian antioksidan DPPH pada penelitian yang dilakukan Arde et al, menggunakan plat KLT
yang telah di eluasi dan ditotolkan sampel. Terdapat bercak putih kekuningan pada plat KLT.
Hal ini menunjukan secara kualitatif ekstrak yakon memiliki efek antioksidan. Pengujian secara
kualitatif juga dilakukan pada fraksi dari ektrak yakon. Terlihat adanya bercak putih kekuningan
pada fraksi nomer 4,5,6 dan 7. Hal ini dapat diartikan bahwa senyawasenyawa antioksidan yang
terdapat pada daun yakon memiliki sifat semipolar hingga polar. (Arde et all. 2017)

4
Pengujian antioksidan dilakukan dengan dua metode yaitu DPPH dan CUPRAC. Selain itu untuk
metode DPPH juga dilakukan pengujian secara kualitatif. Pengujian kualitatif ini dilakukan
untuk melihat lebih awal apakah ada aktivitas antioksidan dari sampel. (Arde et all. 2017)

Metode DPPH digunakan untuk melihat daya antioksidan suatu senyawa dengan adanya reduksi
antara DPPH dengan senyawa oksidan (Pokorny et al., 2001).

Tabel 2. Hasil Pengujian Antioksidan

Fraksi Nilai DPPH lC50 CUPRAC Rutin


(µg/mL) Equivalence/ekstrak)
(µmol/g)
F4 106,57 31407,79
F5 220,93 19566,95
F6 141,02 16323,10
F7 285,47 1446,49
Kuersetin 2,61 -

Pengujian aktifitas antioksidan dengan metode CUPRAC juga memperlihatkan adanya aktifitas
antioksidan yang positif. Nilai aktifitas antioksidan fraksi 4 adalah 31407,79 μmol Rutin
Equivalence/g ekstrak dan fraksi 6 sebesar 16323,10 μmol Rutin Equivalence/g ekstrak (tabel 2).
Metode CUPRAC sendiri digunakan lebih banyak pada pengujian kapasitas antioksidan untuk
senyawa-senyawa fenolik (Apak, 2008). Oleh karena itu, dari fraksi-fraksi tersebut diprediksi
memilki kandungan senyawa-senyawa fenolik yang cukup banyak.

Pengaruh Perebusan Daun Yakon Terhadap Efek Antihiperglikemik

Lama perebusan menentukan unsur-unsur zat aktif yang akan terlarut dalam air pada saat air
dididihkan (Dalimartha et al. 2013). Konsentrasi unsur zat aktif yang terlarut mempengaruhi
efektivitas tanaman yang berfungsi sebagai preventif hiperglikemia. Lama perebusan dapat
melarutkan asam klorogenat yang terkandung dalam kopi dari 7,60% menjadi 0,80% (Mulato, S
2001). Pemberian perlakuan lama perebusan dapat melarutkan kadar asam klorogenat yang
terkandung dalam kentang sebesar 43,79% .Data empiris hasil penelitian beberapa ahli

5
menunjukkan pengaruh penggunaan daun yakon dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus.
Kadar glukosa darah menurun secara signifikan pada kelompok terapi dengan kadar daun yakon
300 mg/kgbb sebesar 29,0%. Perbedaan kadar daun yakon dapat diartikan memiliki kadar asam
klorogenat yang berbeda, sehingga efek penurunan kadar glukosa darah juga berbeda.
Kandungan asam klorogenat pada daun yakon sebesar 9,9 ± 1,7 mg/g (Valentová, et al.
2013).Asam klorogenat dengan kadar 1 mM dapat menghambat glukosa-6-fosfatase sebesar 40-
50% (Hemmerle, et al. 1997). Hal ini membuktikan bahwa lama perebusan dan kadar asam
klorogenat mempengaruhi optimalitas penurunan kadar glukosa darah.

Tabel 1 Rata-rata Penurunan Kadar Glukosa Darah Tikus pada Kelompok Perlakuan (mg/dl)

Lama Perebusan Kadar Asam Klorogenat Nilai Slg


(menit) (mM)
1 2,5 4 0.000
0 10±0,6 12±0,4 13±0,8
5 13±0,2 19±0,4 24±0,6
10 11±0,2 14±0,4 16±0,2
15 6±0,6 8±0,6 9±0,8
Nilai Slg 0.000

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Alfian, et al dapat dilihat bahwa rata-rata penurunan
kadar glukosa darah untuk setiap kelompok perlakuan berbeda. Pada tingkat lama perebusan
yang sama, rata-rata penurunan kadar glukosa darah dari kadar 1 mM hingga kadar 4 mM
semuanya mengalami kenaikan. Pada tingkat lama perebusan yang berbeda, rata-rata penurunan
kadar glukosa darah tidak menentu. Lama perebusan 5 menit mengalami rata-rata penurunan
kadar glukosa darah yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan lama perebusan 0 menit. Rata-
rata penurunan kadar glukosa darah kemudian semakin menurun dari lama perebusan 10 menit
hingga lama perebusan 15 menit. Perbedaan rata-rata penurunan kadar glukosa darah tikus
hiperglikemia pada kelompok perlakuan dengan kadar asam klorogenat berbeda namun lama
perebusan sama, dikarenakan kadar asam klorogenat yang yang berhasil terlarut berbeda-beda.

6
Kandungan asam klorogenat dalam daun yakon ini dapat menurunkan kadar glukosa darah
dikarenakan asam klorogenat dapat menghambat enzim glukosa 6-fosfatase.

Pada keadaan lama perebusan yang sama, semakin banyak daun yakon yang direbus maka
semakin sedikit kemungkinan asam klorogenat yang tertinggal dalam daun yakon dengan arti
semakin besar kadar asam klorogenat yang berhasil terlarut ke dalam air. Perbedaan kadar asam
klorogenat inilah yang mempengaruhi terjadinya perbedaan rata-rata penurunan kadar glukosa
darah tikus hiperglikemia. Semakin besar kadar asam klorogenat yang berhasil terlarut maka
semakin besar pula keampuan dalam menurunkan kadar glukosa darah tikus hiperglikemia. Hal
ini dikarenakan kadar asam klorogenat yang berbeda akan mempengaruhi optimalitas asam
klorogenat dalam menghambat glukosa 6-fosfatase. (Alfian, et al. 2017)

Daftar Pustaka

Amanatie, et all, 2015; Structure Elucidation of the Leaf of Tithonia diversifolia (Hemsl) Gray;
Jurnal Sains dan Matematika; Vol. 23 (4): 101-106; ISSN: 0854-0675. Available at:
(https://ejournal.undip.ac.id/index.php/sm/article/viewFile/10483/pdf)

Alfian, et al. 2017; Pengaruh Variasi Lama Perebusan dan Kadar Asam Klorogenat Daun
Yakon Terhadap Penurunan Kadar Glukosa Darah Rattus Norvegicus; UNESA
Journal Chemistry; Vol. 6 (1) 20-24. Available at:
(http://jurnalmahasiswa.unesa.ac.id/index.php/unesa-journal-of
chemistry/article/view/19065)

Apak, R., Gu¨c_lu, K., O¨ zyu¨rek, M., dan Esin C_elik, S. (2008). Mechanism of antioxidant
capacity assays and the CUPRAC (cupric ion reducing antioxidant capacity) assay.
Springer-Verlag, 160. 413–419. Available at:
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/17135020)

Arde et al, 2017; Profil Senyawa dan Aktifitas Antioksidan Daun Yakon (Smallanthus
sonchifolius) Dengan Metode DPPH dan CUPRAC Yakon; Jurnal Ilmiah Farmasi;
Vol. 13 (1)14-20; ISSN: 1693-8666. Available at:
(http://journal.uii.ac.id/index.php/JIF)

Dalimartha, S. dan Adrian. 2013. Ramuan Herbal Tumpas penyakit. Jakarta: Penebar Swadaya.

Goto K, Fukai K, Hikida J, et al. (1995). Isolation and structural analysis of oligosaccharides
form yacon (Polymnia sonchifolia). Biosci Biotech Biochem 59:2346–7. Available

7
at: (http://www.scielo.br/scielo.php?script=sci_arttext&pid=S0104-
66322016000401011)

Grau A, Rea J. (1997). Yacon Smallanthus sonchifolius (Poepp. And Endl.) H. Robinson. In:
Hermann M, Heller J, eds. Andean Root and Tubers: Ahipa, Arracacha, Maca and
Yacon. Rome: IPGRI, 199–240. Available at:
(http://www.agriculturejournals.cz/publicFiles/52863.pdf)

Hemmerle, dkk. 1997. “Chlorogenic Acid and Synthetic Chlorogenic Acid Derivatives: Novel
Inhibitorsof Hepatic Glucose-6-phosphate Translocase.” Journal of Medicinal
Chemistry. Vol. 40 Number 2. Available at:
(https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jm9607360)

Johry et al, 2014; Efek Antidiabetik Ekstrak Etanol Daun Yakon (Smallanthus sonchifolius) Pada
Tikus Jantan Galur Wistar Yang Diinduksi Streptozotocin; FK UGM Yogyakarta.
Available at: (ikafi-yogya.org/foto_berita/File/Sujono%20et.al.%20100-109..pdf)

Mulato, S. 2001. Pelarutan Kafein Biji Robusta dengan Kolom Tetap menggunakan Pelarut Air.
Jakarta: Pelita Perkebunan. Available at:
(https://www.ccrjournal.com/index.php/ccrj/article/download/133/pdf_47)

Patel et al; 2012; An overview on Antidiabetic Medical Plants Having Insulin Mimetic Property;
Asian Pasific Journal of Tropical Biomedicine; 320-330. Available at:
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/23569923)

Pokorny, J. Yanishlieva, N. dan Gordon, M. (2001). Antioxidants in Food: Practical


Applications. Elsevier, 15-60. Available at:
(https://www.academia.edu/7653340/Antioxidants_in_Food_Practical_Applications_
Jan_Pokorny_Nedyalka_Yanishlieva_Michael_Gordon)

Prizka et al, 2016; Pengaruh Daun Insulin (Smallanthus sonchifolius) sebagai Antidiabetik;
Majority; Vol. 5 (4); 133 – 137. Available at:
(juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/download/899/807)

Rao et al, 2010; Herbal Medicine For Diabetes Melitus: A review, International Journal of
Pharmtech Research; Vol 2: 1883-1892. Available at:
(https://pdfs.semanticscholar.org/852c/304a285a6ede753faadae1671aeca21a7c73.pdf
)

Takenaka M, Yan X, Ono H, et al. (2003). Caffeic acid derivatives in the roots of yaco´n
(Smallanthus sonchifolius). J Agric Food Chem 51: 793–6. Available at:
(https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/12537459)

8
Valentová & Ulrichová. 2003. “Smallanthus Sonchifolius and Lepidium Meyenii-Prospective
Andean Crops for the Prevention of Chronic Diseases.” Biomed. Papers. 147(2),119–
130. Available at: (https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed/15037892)

Yan X, Suzuki M, Ohnishi-Kameyama M, et al. (1999). Extraction and identification of


antioxidants in the root of yacon (Smallanthus sonchifolius). J Agric Food Chem
47:4711–13. Available at: (https://pubs.acs.org/doi/abs/10.1021/jf981305o)

Anda mungkin juga menyukai