Anda di halaman 1dari 10

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Obat

Obat adalah tiap bahan atau campuran bahan yang dibuat, ditawarkan untuk

dijual atau disajikan untuk digunakan dalam pengobatan, peredaan, pencegahan,

atau diagnosis suatu penyakit, kelainan fisik, atau gejala-gejalanya pada manusia

atau hewan; atau dalam pemulihan, perbaikkan, atau mengubah fungsi organik

pada manusia dan hewan (Siregar,2010).

Meskipun obat dapat menyembuhkan tapi banyak kejadiaan yang

mengakibatatkan seseorang menderita akibat keracunan obat. Oleh karena itu

dapat dikatakan bahwa obat dapat bersifat sebagai obat dan juga dapat bersifat

sebagai racun. Obat akan bersifat sebagai obat apabila tepat digunakan dalam

pengobatan suatu penyakit dengan dosis dan waktu yang tepat. Jadi bila

digunakan salah dalam pengobatan atau dengan kelewatan dosis akan

menimbulkan keracunan. Bila dosisnya lebih kecil, maka tidak diperoleh efek

penyembuhan (Anief, 2007).

Untuk menghasilkan efek farmakologi atau efek terapi, obat harus mencapai

tempat aksinya dalam konsentrasi yang cukup untuk menimbulkan respon.

Tercapainya konsentrasi obat tergantung pada keadaan dan kecepatan obat

diabsorpsi dari tempat pemerian dan distribusinya oeh aliran darah kebagian yang

lain dari badan (Anief, 1990).

Zat aktif obat tidak dapat digunakan begitu saja untuk pengobatan, tetapi

harus dibuat suatu bentuk yang cocok serta dipilih rute penggunaan obat yang

sesuai agar tujuan pengobatan dapat tecapai (Anief, 2007).


2.2 Bahan Baku

Bahan baku adalah semua bahan, baik yang berkhasiat maupun tidak

berkhasiat, yang berubah maupun tidak berubah, yang digunakan dalam

pengolahan obat walaupun tidak semua bahan tersebut masih terdapat di dalam

produk ruahan (Siregar, 2010).

Menurut Dirjen POM (2006), bahan (zat) aktif adalah tiap bahan atau

campuran bahan yang akan digunakan dalam pembuatan sediaan farmasi dan

apabila digunakan dalam pembuatan obat menjadi zat aktif obat tersebut. Dalam

arti lain, bahan (zat) aktif adalah bahan yang ditujukan untuk menciptakan khasiat

farmakologi atau efek langsung lain dalam diagnosis, penyembuhan, peredaan,

pengobatan atau pencegahan penyakit, atau untuk memengaruhi struktur dan

fungsi tubuh.

Zat aktif senyawa kimia murni tunggal jarang diberikan langsung sebagai

sediaan obat. Akan tetapi, sediaan obat yang diformulasikan hampir selalu

diberikan. Sediaan obat ini dapat beragam dari larutan yang relatif sederhana

sampai ke sistem penghantaran sediaan obat yang rumit, dengan menggunakan zat

tambahan atau eksipien dalam formulasi untuk memberikan fungsi farmasetik

yang berbeda–beda sesuai dengan tujuan yang dimaksud (Siregar, 2010).

Desain dan formulasi suatu bentuk sediaan yang tepat mensyaratkan

pertimbangan karakteristik fisika, kimia, dan biologi semua zat aktif dan eksipien

yang digunakan dalam pembuatan suatu produk (Siregar, 2010).

2.3 Syarat-Syarat Bahan Baku

Semua bahan baku yang digunakan harus memenuhi persyaratan resmi

farmakope atau persyaratan lain yang disetujui oleh regulator atau oleh industri
farmasi yang bersangkutan. Selain itu, bahan–bahan yang dibeli harus sesuai

dengan spesifikasi hasil uji praformulasi agar diperoleh mutu obat yang konsisten

dan memenuhi persyaratan keamanan, khasiat, stabilitas, dan ketersediaan hayati

(Siregar, 2010).

Beberapa rangkuman tentang ketentuan persyaratan bahan baku menurut

Dirjen POM (2006), adalah sebagai berikut:

1. Pemasok bahan awal dan pengemas dievaluasi dan disetujui untuk memenuhi

spesifikasi mutu yang telah ditentukan oleh perusahaan.

2. Tiap spesifikasi hendaklah disetujui dan disimpan oleh bagian Pengawasan

Mutu kecuali untuk produk jadi yang harus disetujui oleh kepala bagian

Manajemen Mutu (Pemastian Mutu).

3. Spesifikasi bahan awal hendaklah mencakup dimana diperlukan.

4. Revisi berkala dari tiap spesifikasi perlu dilakukan agar memenuhi Farmakope

edisi terakhir atau kompendia resmi lain.

a. Deskripsi bahan, termasuk:

i. Nama yang ditentukan dan kode refren (kode produk) internal.

ii. Rujukan monografi farmakope, bila ada.

iii. Pemasok yang disetujui dan bila mengkin produsen bahan.

iv. Standar mikrobiologis, bila ada.

b. Petunjuk pengambilan sampel dan pengujian atau prosedur rujukan.

c. Persyaratan kualitatif dan kuantitatif dengan batas penerimaan.

d. Kondisi penyimpanan dan tindakan pengamanan.

e. Batas waktu penyimpanan sebelum dilakukan pengujian kembali.


5. Identitas suatu bets bahan awal biasanya hanya dapat dipastikan apabila

sampel diambil dari tiap wadah dan dilakukan uji identitas terhadap tiap

sampel.

6. Pengambilan sampel boleh dilakukan dari sebagian wadah bila telah dibuat

prosedur tervalidasi untuk memastikan bahwa tidak satupun wadah bahan

awal yang salah label identitasnya.

7. Mutu suatu bets bahan awal dapat dinilai dengan mengambil dan menguji

sampel representatif. Sampel yang diambil untuk uji identitas dapat digunakan

untuk tujuan tersebut.

8. Jumlah yang diambil untuk menyiapkan sampel representatif hendaklah

ditentukan secara statistik dan dicantumkan dalam pola pengambilan sampel.

9. Jumlah sampel yang dapat dicampur menjadi satu sampel komposit hendaklah

ditetapkan dengan petimbangan sifat bahan, informasi tentang pemasok dan

homogenitas sampel komposit itu.

2.4 Obat Kulit Topikal Kortikosteroid

Obat kortikosteroid mempunyai daya kerja antialergi dan antiradang.

Penggunaan obat kortikosteroid dalam obat topika, kadang-kadang kurang jelas

daya kerjanya. Tapi yang jelas, obat kulit topikal kortikosteroid sangat efektif

terhadap penyakit eksem (Sartono,1996).

Obat kortikosteroid yang mengandung fluor seperti betametason, flucinolon,

dan klobetasol mempunyai daya kerja yang lebih besar. Akan tetapi penggunaan

obat kortikosteroid yang mengandung fluor dalam jangka waktu lama, dapat

menyebabkan pelebaran kapiler dan pembuluh nadi halus yang bersifat permanen

sampai terjadi atropi kulit (Sartono,1996).


Kortikosteroid mempengaruhi metabolisme karbohidrat, protein dan lemak ;

dan mempengaruhi juga fungsi sistem kardiovaskular, ginjal, otot lurik, sistem

syaraf dan organ lain. Karena fungsi kortikosteroid penting untuk kelangsungan

hidup organisme, maka dikatakan bahwa korteks ardenal berfungsi homeostatik,

artinya : penting bagi organisme untuk dapat mempertahankan diri dalam

menghadapi perubahan lingkungan (Suharti,1995).

Kortikosteroid merupakan obat-obat manjur terkuat dalam pengebotan

gangguan kulit dan digunakan secara luas. Berkat efek antiradang dan

antimitosisnya (yang menghambat atau mencegah pembelahan sel) zat-zat ini

dapat menyembuhkan dengan efektif bermacam-macam bentuk ekzem dan

dermatitis, psoriasis (penyakit sisik), prurigo (bintil-binti gatal), berbagai rupa

gatal-gatal, dan lain-lain. Akan tetapi tidak jarang gangguan (khususnya ekzem)

segera kambuh lagi, terutama bila digunakan fluorkortikoida dengan khasiat kuat

(Tan Hoan Tjay, 2002).

Menurut Anief, 1999 obat kortikosteroid tersedia dalam bentuk salep dan

krim. Salep adalah sediaan setengah padat yang mudah dioleskan dan digunakan

sebagai obat luar. Bahan obatnya larut atau terdispersi homogen dalam dasar salep

yang cocok dan salep tidak boleh berbau tengik. Krim adalah suatu salep yang

berupa emulsi kental, mengandung tidak kurang dari 60 % air, dimaksudkan

untuk pemakaian luar.

Sedangkan menurut Farmakope Edisi IV, 1995 krim adalah bentuk sediaan

setengah padat mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi

dalam bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan untuk
sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair diformulasi

sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.

2.5 Betametason valerat

Rumus Bangun:

Struktur Betametason Valerat

Rumus Molekul : C22H37FO6

Berat Molekul : 476,58

Nama Kimia : 9-fluoro-11β,17,21-trihidroksi-16β-metilpregna-1,4-diena-

3,20-dion17-valerat[2152-44-5]

Pemerian : Serbuk, putih sampai praktis putih, tidak berbau, melebur

pada suhu lebih kurang 190o disertai peruraian

Kelarutann : Praktis tidak larut dalam air, mudah larut di dalam aseton

dan dalam kloroform, larut dalam etanol, sukar larut

dalam benzena dan dalam eter

Syarat Kadar : Betametason valerat mengandung tidak kurang dari 97,0%

Dan tidak lebih dari 103,0% C27H37FO6, dihitung

terhadap zat yang telah dikeringkan

Wadah Penyimpanan : Penyimpanannya dalam wadah tertutup rapat

Baku Pembanding : Betametason valerat BPFI; di lakukan pengeringan pada

suhu 105o selama 3 jam sebelum digunakan


Susut Pengeringan : Tidak lebih dari 0,5%; di lakukan pengeringan pada suhu

105o selama 3 jam (Dirjen POM,1995).

2.6 Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT)

Kemajuan dalam teknologi kolom, sistem pompa tekanan tinggi, dan detektor

yang sensitif telah menyebabkan perubahan kromatografi kolom cair menjadi

suatu sistem pemisahan dengan kecepatan dan efisiensi yang tinggi. Metode ini

dikenal sebagai kromatografi cair kinerja tinggi atau disebut juga dengan HPLC

(High Performance Liquid Chromatograpy). Dengan teknologi ini dalam banyak

hal dapat menghasilkan pemisahan yang sangat cepat seperti pada kromatografi

gas, dengan keunggulan zat-zat yang tidak menguap atau yang tidak tahan panas

dapat dikromatorafi tanpa peruraian atau tanpa perlunya membuat derivat yang

dapat menguap (Dirjen POM, 1995).

Pada kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT) menggunakan pelarut atau fase

gerak yang mempunyai sifat seperti:

- Murni, tanpa cemaran

- Tidak bereaksi dengan kemasan

- Sesuai dengan detektor

- Dapat melarutkan cuplikan

- Mempunyai viskositas rendah

- Memungkinkan memperoleh kembali cuplikan dengan mudah, jika

diperlukan

- Harganya wajar (Johnson,1991).

Alat utama HPLC yaitu terdiri tandon pelarut, pipa, pompa, penyuntikan,

kolom, detektor, perekam.


1. Tandon Pelarut

Tandon pelarut atau fase gerak mempunyai ciri yaitu bahan tendon harus

lembab terhadap berbagai fase gerak berair dan tak berair. Sehingga baja anti

karat jangan dipakai pada pelarut yang mengandung ion halida dan jika harus

bertekanan, hindari menggunakan gelas. Daya tampung tendon harus lebih besar

dari 500 ml, yang dapat digunakan selama 4 jam untuk kecepatan air yang

umumnya 1-2 ml/menit (Munson,1991).

2. Pipa

Pipa merupakan penyambung seluruh bagian sistem. Garis tengah dalam pipa

sebelum penyuntikan tidak berpengaruh, hanya saja harus lembam dan tahan

tekanan serta mampu dilewati pelarut dengan volume yang memadai. Tetapi garis

tengah dan panjang pipa setelah penyuntikan sangat menentukan (Munson,1991).

3. Pompa

Pompa harus dibuat dari bahan yang lembam terhadap semua bahan pelarut.

Bahan yang umum digunakan adalah gelas, baja nirkarat, teflon dan batu nilam.

Pompa harus mampu menghasilkan tekanan sampai 5000 psi pada kecepatan

sampai 3 ml/menit. Aliran pelarut dari pompa harus tanpa denyut atau direndam

untuk menghasilkan denyut, karena denyut alir pelarut dapat menyebabkan hasil

yang lancung bagi beberapa detektor. Kecepatan alir yang dihasilkan pompa harus

tetap, baik untuk keperluan jangka pendek maupun panjang (Munson,1991).

4. Sistem penyuntikan

Teknik penyuntikan harus dilakukan dengan cepat untuk mencapai ketelitian

maksimum analisi kuantitatif. Yang terpenting sistem harus dapat mengatasi

tekanan balik yang tinggi tanpa kehilangan cuplikan. Pada saat pengisian
cuplikan, cuplikan dialirkan melewati lingkar cuplikan dan kelebihannya

dikeluarkan ke pembuangan. Pada saat penyuntikan, katup diputar sehingga fase

gerak mengalir melewati lingkar cuplikan ke kolom (Munson,1991).

5. Kolom

Kolom merupakan jantung kromatografi. Keberhasilan atau kegagalan

analisis bergantung pada pilihan kolomdan kondisi kerja yang tepat. Kolom dapat

dibedakan menjadi 2 kelompok:

a. Kolom analitik: garis tengah – dalam 2-6 mm. Panjang bergantung pada

jenis kemasan, untuk kemasan partikel biasanya panjang gelombang 50-

100 cm, untuk kemasan mikropartikel berpori biasanya 10-30 cm

b. Kolom preparatif: umumnya bergaris tengah 6 mm atau lebih besar dan

panjang 25-100 cm (Johnson, 1991)

Dianjurkan untuk memasang penyaring 2 μm dijalur antara penyuntikan dan

kolom, untuk menahan partikel yang dibawa fase gerak atau teroken. Selama

penggunaan penyaringan ini, sering tersumbat dan perlu diganti. Hal ini dapat

memperpanjang umur kolom (Munson,1991).

6. Detektor

Detektor KCKT yang ideal hendaknya mempunyai beberapa sifat, dapat

memberi tanggapan kepada terokan, kepekaan tinggi, hasilnya tinerulang, dan

tanggapannya dapat diramalkan. Selain itu harus memberi tanggapan linier

terhadap rentang jumlah terokan yang lebar serta harus tegar dan tidak

terpengaruh oleh perubahan suhu atau komposisi fase gerak (Munson,1991).

Detektor yang merupakan tulang punggung kromatografi cair kinerja tinggi

modern ialah detektor UV 254 nm. Detektor UV-tampak dengan panjang


gelombang yang berubah-ubah sekarang menjadi populer karena dapat dipakai

untuk mendeteksi senyawa dala lingkup lebih luas (Johnson,1991).

7. Perekaman

Perekaman berfungsi untuk merekam atau menunjukkan hasil pemeriksaan

suatu senyawa berupa peak (puncak). Dari daftra tersebut secara kualitatif kita

dapat mengetahui senyawa apa yang diperiksa, dan secara kuantitatif dapat

diketahui luas dan tinggi puncak yang berbanding lurus dengan konsentrasi

(Johnson,1991).

KCKT mempunyai beberapa keuntungan bila dibandingkan dengan sistem

pemisahan lain, diantaranya:

1. Proses cepat, untuk analisis yang tidak murni, dapat dicapai waktu analisis

kurang dari 5 menit.

2. Daya pisahnya baik, kemampuan linarut berinteraksi secara selektif dengan

fase diam dan fase gerak memberikan parameter tambahan untuk mencapai

pemisahan yang dikehendaki

3. Detektornya peka dan unik, detektor yang digunakan UV 254 nm yang dapat

mendeteksi berbagai jenis senyawa dalam jumlah nanogram.

4. Kolom dapat dipakai kembali, tetapi mutunya menurun. Laju penurunan mutu

tergantung pada jenis cuplikan yang disuntikkan, kemurnian pelarut, dan jenis

pelarut yang dipakai.

5. Ideal untuk molekul besar dan ion

6. Mudah memperoleh kembali cuplikan karena detektor tidak merusak cuplikan.

Pelarut dapat dihilangkan dengan penguapan (Johnson,1991).

Anda mungkin juga menyukai