Anda di halaman 1dari 16

BAB 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Suatu bahan atau sediaan farmasi disebut bermutu apabila hasil
analisis terhadap bahan tersebut menunjukkan kesesuaian dengan spesifikasi
yang ditetapkan dan didasarkan pada tujuan penggunaannya. Bahan yang
sama apabila tujuan penggunaannya berbeda dapat memiliki spesifikasi yang
berbeda pula contohnya air minum, air murni (aqua purificata FI), air steril
untuk injeksi, dan air accu. Kesemuanya berbahan air yang sama namun
berbeda tujuan penggunaannya, maka spesifikasi juga berbeda. Contoh lain
garam dapur, garam meja, NaCl dan lainnya.
Spesifikasi dari bahan atau sediaan farmasi disesuaikan dengan standar yang
ditetapkan. Terdapat beberapa standar yang biasa digunakan antara lain:
1. ISO (International Standard Organization)
2. BSN (Badan Standarisasi Nasional)
3. SNI (Standar Nasional Indonesia)
4. FI (Farmakope Indonesia)
5. Farmakope negara lain yang diacu oleh negara pemasok bahan
Meskipun demikian, standar mana yang dipilih dapat ditetapkan oleh instansi
yang diberikan kewenangan, seperti BPOM. Untuk beberapa spesifikasi
tertentu misalnya tidak terdapat pada standar yang ditentukan, maka dapat
merujuk kepada standar lain yang memiliki spesifikasinya.
Secara umum spesifikasi bahan dalam obat meliputi:
 Identifikasi
 Kemurnian:
(a) keasaman/kebasaan, pH
(b) jarak lebur
(c) cemaran spesifik
(d) cemaran umum
 Penetapan kadar/potensi

1
Terkait dengan cemaran, diperbolehkan adanya cemaran dengan batas jumlah
tertentu, dan tentu saja tidak memiliki toksisitas yang krusial seperti
karsinogen. Jika ada potensi karsinogen sedikit pun, hal ini tidak dapat
ditoleransi.
Pada analisis mutu telah diketahui diperlukan standar yang diacu
untuk mengetahui spesifikasinya atau persyaratannya. Dalam hal ini perlu
juga diketahui caranya terkait dengan metode/prosedur analisis dalam standar
acuannya. Prosedur perlu verifikasi terlebih dahulu, tidak bisa langsung
digunakan. Memang benar bisa saja tanpa verifikasi prosedur dilakukan, tapi
yang terjadi bisa memperoleh hasil yang diharapkan atau tidak. Jika ternyata
diperoleh hasil yang tidak diharapkan maka bisa jadi prosedurnya yang salah
atau personil yang mengerjakannya yang salah. Jadi verifikasi sangat penting
dilakukan terlebih dahulu, untuk menghindari kesalahan akibat salah
prosedur.
Prosedur analisis ada yang ditulis langsung di dalam monografi, ada
pula yang ditulis di dalam lampiran. Prosedur yang di dalam monografi
merupakan prosedur yang memang spesifik untuk bahan tertentu saja.
Sementara prosedur yang di lampiran, dapat digunakan untuk berbagai bahan
secara umum. Setiap pengerjaannya harus CPOB, selain bahan baku yang
menentukan mutu.

B.Rumusan Masalah
1. Apa acuan standar dalam analisis ?
2. Apa yang dimaksud dengan Farmakope dan farmakope Indonesia ?
3. Apa saja istilah-istilah dalam ketentuan umum Farmakope ?
4. Bagaimana monografi bahan baku obat dan monografi sediaan obat ?
5. Bagaimana pengujian mutu bahan baku obat dan sediaan farmasi sesuai
farmakope?

2
C.Tujuan
1. Untuk mengetahui acuan standar analisis
2. Untuk mengetahui pengertian farmakope dan farmakope indonesia
3. Untuk mengetahui istilah-istilah dalam ketentuan umum farmakope
4. Untuk mengetahui monografi bahan baku obat dan monografi sediaan Obat
5. Untuk mengetahui pengujian mutu bahan baku obat dan sediaan farmasi
sesuaifarmakope.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Acuan standar dalam analisis


Farmakope Indonesia dinyatakan dalam monografi,lampiran, dan ketentuan
umum. Identitas, kekuatan,kualitas dan kemurnian bahan ditetapkan sesuai
jenis pengujian, prosedur pengujian, dan kriteria penerimaanyang dinyatakan baik
dalam monografinya, dalamketentuan umum ataupun dalam lampiran, kecuali
secarakhusus dinyatakan lain.
Standar monografi, lampiran dan ketentuan umumdiberlakukan terhadap bahan
tersebut mulai dari proses produksi hingga kadaluarsa. spesifikasi produk dan cara
Pembuatan obat yang baik (misalnya inisiasirancang kualitas), dikembangkan dan
diterapkan untuk menjamin kesesuaian bahan dengan standar Farmakopehingga
batas waktu kadaluarsanya dalam kondisi penyimpanan yang sesuai, sehingga
setiap bahan resmiyang diuji akan memenuhi kesesuaian dengan standar Farmakope.
Pada saat tertentu, standar Farmakope menggunakan prosedur statistik, dengan
banyak satuan uji dan jugarancangan prosedur berkelanjutan untuk
membantu pengguna membuktikan bahan yang diuji memenuhistandar. Pendekatan
terhadap prosedur statistik dimaksudkan untuk membuat simpulan terhadapkelompok
unit yang lebih besar, tetapi dalam banyak kasus, pernyataan memenuhi kesesuaian
dengan standar Farmakope ditetapkan hanya pada unit yang diuji.Pengulangan,
replikasi, pengabaian hasil pencilan datasecara statistik ataupun ekstrapolasi hasil
terhadapkelompok uji yang lebih luas, seperti halnya frekuensiyang sesuai untuk
pengujian bets tidak dinyatakan dalam Farmakope. Frekuensi pengujian
dansampling ditetapkan sesuai kegunaan oleh pengguna lain farmakope.Pembuatan
sediaan resmi dilakukan sesuai dengan prinsip dasar cara Pembuatan obat yang baik
denganmenggunakan komponen yang sesuai dengan rancanganspesifikasi untuk
menjamin sediaan akhir memenuhi persyaratan monografi.

Kriteria penerimaan

4
Meliputi kesalahan analisis dari variasi yang tidak bisa dihindari pada saat produksi
dan formulasi, dan kesalahan yang masih dapat diterima pada kondisi teknis. nilai
kriteria penerimaan Farmakope bukan merupakan dasar pengakuan bahwa bahan
resmi dengan kemurnian melebihi 1//8 adalah melebihi kualitas Farmakope. sama
halnya, ketika bahan disiapkan dengan persyaratan kondisi yang lebih ketat dari
spesifikasi monografi tidak menjadi dasar pengakuan bahwa bahan tersebut melebihi
persyaratan Farmakope.
Lampiran
Masing-masing lampiran menetapkan penomoran yang dicantumkan dalam
tanda kurungsetelah judul lampiran (contoh Kromatografi 90+1:). Lampiran terdiri
dari:
1. Uraian tentang jenis pengujian dan prosedur penetapannya pada masing-
masing monografi.
2. Informasi umum untuk interpretasi persyaratanFarmakope.
3. Uraian umum tentang jenis wadah dan penyimpanan.
jika monografi merujuk pada lampiran, kriteria penerimaan dicantumkan
setelah judul lampiran. beberapa lampiran menyajikan penjelasan suatu jenis uji atau
teknik analisis. lampiran ini dapat menjadi rujukanlampiran pengujian lain yang
mencantumkan teknik terkait, prosedur rinci, urutan dan kriteria penerimaan.

B.Pengertian farmakope dan farmakope Indonesia


Farmakope didefinisikan sebagaisuatu buku standarfarmasi yang
dimaksudkan untuk menjamin keseragaman dalam jenis, kualitas, komposisi, dan
kekuatan obat yang telah diakui atau telah diizinkan oleh pemegang kewenangan dan
diwajibkan bagi apoteker (Urdang, G., 1951).
Farmakope Indonesia adalah buku resmi yang memuat monografi sediaan
obat dan senyawa kimia yang dilengkapi dengan uraian rumus , sifat fsiko kimia, uji
identifikasi, analisis kuantitatif, aturan dosis, dan persyaratan baku lainnya untuk
menentukan mutu dan pemurniannya .

C.Pengertian istilah-istilah dalam ketentuan umum farmakope

5
 Bahan Proses
Suatu bahan alam yang digunakan sebagai obat yang belum mengalami
pengolahan apapun, kecuali dinyatakan lain, berupa bahan yang telah
dikeringkan.
 Bahan Tambahan
Suatu bahan atau zat yang digunakan atau ditambahkan untuk keawetan,
sebagai zat warna, baik pada sediaan resmi dan sediaan tidak resmi.
 Tangas Uap
Tangas yang berisi uap panas yang mengalir
 Tangas Air
Tangas yang berisis air mendidih
 Larutan
Kecuali dinyatakan lain larutan untuk pengujian atau penetapan kadar dibuat
menggunakan air sebagai pelarut.
 Bobot Jenis
adalah perbandingan bobot zat diudara pada suhu 25 derajat terhadap bobot.
 Suhu
Semua suhu dalam Farmakope dinyatakan dalam derajat Celcius, dinyatakan
dengan tanda derajat, nol kecil, di tempatkan di sebelah kanan atas angka.
 Pemerian
Pemerian memuat mengenai sifat zat secara umum yang meliputi wujud,
rupa, warna , rasa, bau dan beberapa hal dilengkapi dengan sifat kimia atau
sifat fisika, untuk dijadikan petunjuk dalam pengelolaan, peracikan, dan
penggunaan.
 Kelarutan
Informasi dalam pengunaan, pengolahan, dan peracikan suatu
bahan.Kelarutan dalam zat Farmakope dinyatakan dengan istilah sebagai
berikut

NO Istilah Kelarutan Jumlah bagian pelarut


1 Sangat mudah larut <1

6
2 Mudah larut 1 - 10
3 Larut 10 - 30
4 Agak sukar larut 30-100
5 Sukar Larut 100-1.000
6 Sanagat Sukar Larut 1.000-10.000
7 Praktis Tidak larut > 10.000

 Wadah dan Penyimpanan


Wadah adalah tempat penyimpanan sampel dengan sumbatannya tidak boleh
mempengaruhi bahan yang di simpan di dalamnya baik secara kimia maupun
secara fisika, yang dapat mengakibatkan perubahan kasiat, mutu atau
kemurnianya.
Penyimpanan adalah suatu cara agar obat di simpan dengan baik sehingga
tercegah cemaran, peruraian, pengaruh udara, kelembaban, panas dan cahaya.
 Kemasan Tahan Rusak
Wadah suatu sediaan steril untuk pengobatan mata atau telinga, kecuali yang
disiapkan segera sebelum diserahkan atas resep dokter, harus disegel
sedemikian rupa hingga isinya tidak dapat digunakan tanpa merusak segel.
 Wadah tidak tembus cahaya
Wadah tidak tembus cahaya harus melindungi isi dari pengaruh cahaya,
dibuat dari bahan khusus yang mempunyai sifat menahan cahaya atau dengan
melapisi wadah tersebut.Wadah yang bening dan tidak berwarna atau wadah
tembus cahaya dapat dibuat tidak tembus cahaya dengan cara dibungkus
dengan pembungkus yang buram. Jika dalam monografi "terlindung dari
cahaya" dimaksudkan agar penyimpanan dilakukan dalam wadah tidak
tembus cahaya.

 Wadah Tertutup Baik

7
Wadah tertutup baik harus melindungi isi terhadap masuknya bahan padat
dan mencegah kehilangan bahan selama penanganan, pengangkutan,
penyimpanan dan distribusi.
 Wadah Tertutup Rapat (cairan)
Wadah tertutup rapat harus melindungi isi terhadap masuknya bahan cair,
padat, uap dan mencegah kehilangan, merekat, mencair atau menguap selama
penanganan, distribusi, dan dapat ditutup kembali.
 Wadah Tertutup Kedap (gas)
Wadah tertutup kedap harus mencegah menembusnya udara atau gas selama
penanganan, pengangkutan, penyimpanan dan distribusi.
 Wadah Satuan Tunggal
Digunakan untuk produk obat yang dimaksudkan untuk digunakan sebagai
dosis tunggal yang harus digunakan segera setelah dibuka.Tiap wadah satuan
tunggal harus diberi etiket seperti identitas, kadar atau kekuatan, nama
produsen, no batch dan tanggal kadaluarasa.
 Wadah Dosis Tunggal
Wadah untuk bahan yang digunakan pada parenteral.
 Wadah Dosisi Satuan
Adalah wadah satuan untuk bahan yang digunakan bukan secara parenteral
dalam dosis tunggal langsung dari wadah.
 Wadah Satuan Ganda
Adalah wadah yang dapat diambil isinya beberapa kali tanpa mengakibatkan
perubahan kekuatan, mutu atau kemurnian sisa zat dalam wadah tersebut.
 Wadah Dosis Ganda
Adalah wadah satuan ganda yang digunakan secara parenteral.
 Suhu Penyimpanan
1. Dingin suhu < 8 derajat. Lemari pendingin mempunyai suhu 2 - 8 derajat,
sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 sampai - 10
derajat.
2. Sejuk antara 8 - 15 derajat kecuali dinyatakan lain harus disimpan pada
suhu sejuk dapat disimpan dalam lemari pendingin.

8
3. Suhu kamar antara 15-30 derajat .
4. Hangat suhu antara 30-40 derajat.
5. Panas berlebih suhu > 40 derajat.
 Penandaan
Bahan yang disebutkan dalam Farmakope harus diberi penandaan sesuai
dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
 Persen
1. Persen bobot per bobot (b/b) menyatakan jumlah gram zat dalam 100
gram larutan atau campuran.
2. Persen bobot per volume (b/v) menyatakan jumlah zat dalam 100 ml
larutan sebagai pelarut dapat digunakan atau pelarut lain.
3. Persen volume per volume (v/v) menyatakan jumlah ml zat dalam 100 ml
larutan.
Pernyataan persen tanpa penjelasan lebih lanjut untuk campuran padat atau
setengah padat, yang dimaksud adalah b/b, untuk larutan dan suspensi suatu
zat dalam cairan yang dimaksud adalah b/v untuk larutan cairan didalan
cairan yang dimaksud adalah v/v dan untuk larutan gas dalam cairan yang
dimaksud adalah b/v.
 Daluarsa
Adalah waktu yang menunjukan batas akhir obat masih memenuhi syarat
baku. Dalurasa dinyatakn dalam bulan dan tahun harus dicantumkan dalam
etiket.
 Suhu terkendali :
1. Suhu dingin: suhu tidak lebih dari 80C. Lemari pendingin memiliki suhu
antara 2-80C sedangkan lemari pembeku mempunyai suhu antara -20 s/d -
100C.
2. Suhu sejuk: suhu antara 8-150C. kecuali dinyatakan lain harus disimpan
pada suhu sejuk dapat disimpan dilemari pendingin.
3. Suhu kamar adalah suhu pada ruang kerja. Suhu kamar terkendali adalah
suhu yang diatur antara 15-300C.
4. Suhu hangat adalah suhu antara 30-400C.

9
5. Suhu panas adalah suhu diatas 400C.

D. Monografi bahan baku obat dan Monografi bahan baku sediaan obat
Monografi untuk bahan obat terdiri :
 Nama generik dalam bahasa indonesia
 Nama generik dalam bahasa inggris
 Struktur molekul
 Nama kimia lengkap dengan nomor CAS
 Bobot molekul
 Pernyataan kekuatan atau potensi bahan aktif dalam bahan yang diperiksa
 Pemerian bahan
 kelarutan
 Identitas dan identifikasi
 Kemurnian dan pengujiannya
 Prosedur penetapan kadar bahan aktif
 Wadah dan cara penyimpanan
Monografi untuk sediaan obat terdiri dari:
 Nama sediaan dalam bahasa indonesia
 Nama sediaan dalam bahasa inggris (dahulu bahasa latin)
 Pernyataan kekuatan atau potensi bahan aktif dalam sediaan yang
dimaksud atau diperiksa
 Standar Identitas dan identifikasi
 Standar Kemurnian dan cara pengujian (tergantung pada bahan aktif dan
bentuk sediaannya)
 Kinerja obat dan pengujiannya (waktu hancur, disolusi, keseragaman
sediaan, sterilisasi, endotoksin)
 Prosedur penetapan kadar atau potensi bahan aktif dalam sediaan
 Wadab h dan penyimpanan

 MONOGRAFI:

10
Contoh monografi Parasetamol:
Nama latin: Acetaminophenum
Nama inggris: Asetaminofen
Nama indonesia: Parasetamol
Pemerian: Hablur atau serbuk hablur putih; tidak berbau; berasa pahit.
Kelarutan: larut dalam 70 bagian air, dalam 7 bagian etanol (95 %) P, dalam
13 bagian aseton P, dalam 40 bagian gliserol P dan dalam 9 bagian
propilenglikol P; larut dalam larutan alkali hidroksida.
Identifikasi
a. Larutkan 100 mg dalam 10 ml air, tambahkan 0,05 ml larutan besi (III)
klorida P; terjadi warna biru violet
b. Larutkan 200 mg dalam 4 ml piridina P, tambahkan 500 mg
paranotrobenzoilklorida P, didihkan selama 2-3 menit, dinginkan,
tuangkan dalam 40 ml air sambil diaduk. Cuci endapan berturut-turut
dengan 30 ml air, dengan 30 ml larutan Natrium karbonat P 1% b/v dan
dengan 30 ml air; hablurkan kembali dengan etanol (95% ) P; suhu lebur
hablur lebih kuran 210.
c. Larutkan 50 mg dalam 100 ml metanol P; pada 1 ml tambahkan 1 ml
asam klorida 0,1 N kemudian metanol P secukupnya hingga 100,0 ml.
Serapan-2 cm larutan pada 249 nm lebih kurang 0,90
d. Didihkan 100 mg dengan 1 ml asam klorida P selama 3 menit, tambahkan
10 ml air, dinginkan; tidak terbentuk endapan. Tambahkan 0,05 ml
kalium bikromat 0,1 N; terjadi perlahan-lahan warna violet yang tidak
berubah menjadi merah (perbedaan dari fenasetina).
Suhu lebur: 1690-1720.
Timbal: tidak lebih dari 10 bpj
Susut pengeringan: tidak lebih dari 0,5%
Sisa pemijaran: tidak lebih dari 0,1%
Penetapan kadar: lakukan penetapan dengan cara penetapan kadar
nitrogen, menggunakan 300 mg yang ditimbang saksama dan 8 ml asam
sulfat bebas nitrogen P.

11
Penyimpanan: dalam wadah tertutup baik, gterlindung dari cahaya
Khasiat dan penggunaan: analgetikum; antipiretikum.

E.Pengujian Mutu Bahan Baku Obat


Tujuan : menetapkan kesesuaian dengan persayaratan bahan baku obat
meliputi: identitas, atribut mutu, kemurnian dan kadar.
Cara : menggunakan metode prosedur dan instrumen yang tercantum dalam
Farmakope
1. Syarat Identitas
Syarat identitas atau identitas baku adalah pernyataan kualitatif yang harus
dipenuhi untuk membuktikan kebenaran, kesesuaian identitas dan keotentikan
senyawa aktif seperti yang tertera pada etiketnya sehingga dapat dibedakan
dengan senyawa/bahan yang lain.Identifikasi adalah suatu cara untuk mengungkap
identitas dan membuktikan bahwa bahan yang diperiksa mempunyai identitas
yang sesuai dengan senyawa yang tertera pada etiketnya.Identifikasi
ini mengikat walaupun cara pengujiannya tidak cukup kuat tetapi harus spesifik
dan peka.Pengujian lainnya dapat digunakan sebagai penunjang pembuktian
identitas bahan yang diuji.
Cara melakukan identifikasi
Syarat identitas dapat diungkap dengan melakukan berbagai uji identifikasi
yang berdasar pada:
1. Cara metode kimiawi
2. Cara fisikokimia
3. Cara kromatografi
4. Cara fisika

CONTOH JURNAL :
PENGEMBANGAN METODE HPTLC-SPEKTROFOTODENSITOMETRI

12
UNTUK PEMISAHAN SENYAWA RIFAMPISIN,
ISONIAZID,PIRAZINAMIDA, DAN ETAMBUTOL.

 METODE
Bahan yang diteliti yaitu senyawa standar rifampisin, isoniazid, pirazinamida,
dan etambutol yang diperoleh dari BPOM RI. Fase diam yang digunakan adalah
pelat TLC dan HPTLC Silika Gel 60 GF254 (Merck-Germany).
 PROSEDUR
 Penyiapan larutan baku kerja, masing-masing senyawa dibuat larutan
baku induk dengan konsentrasi 1 mg/mL dalam metanol. Larutan
baku kerja dibuat dengan mengencerkan larutan baku induk hingga
diperoleh konsentrasi masing-masing senyawa 50 μg/mL.
 Impregnasi pelat, pelat TLC silika gel GF254 berukuran 7x10 cm
sebanyak 4 lembar dicuci dengan metanol dan diaktivasi pada suhu
110°C selama 30 menit. Pelat diimpregnasi dengan parafin 10% (v/v)
dalam dietil eter, dan dikeringkan selama 1 jam pada suhu ruangan.
 Preparasi sampel, larutan sampel simulasi berupa 400 μL plasma
darah manusia yang ditambahkan senyawa standar rifampisin,
isoniazid, pirazinamida, dan etambutol dengan konsentrasi masing-
masing 50 μg/mL dalam tabung mikro. Selanjutnya ditambahkan
dengan 800 μL asetonitril, dicampur dengan pengocok mekanik
selama 5 menit dengan kecepatan 1000 rpm. Larutan kemudian
disentrifugasi dengan kecepatan 9000 rpm selama 20 menit.
Supernatan diambil dan dipindahkan ke tabung mikro yang lain.
Supernatan kemudian diuapkan dengan penangas pada suhu 80°C.
Ekstrak yang diperoleh direkonstitusi dengan 400 μL metanol dan
disentrifugasi kembali dengan kecepatan 9000 rpm selama 10 menit.
 Kromatografi, larutan baku kerja masing-masing senyawa dan sampel
ditotolkan secara tunggal sebanyak 10 μL (500 ng) pada empat pelat
dengan jarak antar totolan 1 cm dan lebar totolan 3,5 mm

13
menggunakan linomat V. Masing-masing pelat dielusi dengan empat
fase gerak yang berbeda yaitu :
a. Etanol : air (70:30 v/v) + 5% asam asetat glasial + 1% amonia 25%
b. Etanol : air (80:20 v/v) + 5% asam asetat glasial + 1% amonia 25%
c. Etanol : air (95:5 v/v) + 5% asam asetat glasial + 1% amonia 25%
d. Etanol : air (95:5 v/v) + 5% asam asetat glasial + 1% dietilamin
Pelat dimasukkan ke dalam bejana kromatografi yang sebelumnya
sudah dijenuhkan dengan fase gerak selama 30 menit, pelat dielusi
dengan arah vertikal menggunakan berbagai komposisi fase gerak
hingga 9 cm dari tepi bawah pelat. Masing-masing noda pada pelat
dipindai dengan spektrofotodensitometer-TLC Scanner 3 pada
panjang gelombang 335 nm untuk rifampisin serta 275 nm untuk
isoniazid dan pirazinamida, karena kedua senyawa ini memiliki
panjang gelombang maksimum yang berdekatan.
 Derivatisasi etambutol menggunakan uap kristal iodin akan
menampakkan noda etambutol pada pelat TLC setelah dielusi dengan
sistem terpilih.
 Analisis pemisahan, fase gerak terbaik dipilih dengan cara
membandingkan parameter kromatografi (selektivitas (α) > 1 dan resolusi
(Rs) > 1) (Sherma and Fried, 1994).
 Validasi Metode
 Spesifisitas (Specificity)
Uji spesifisitas bertujuan untuk menentukan kemampuan metode
dalam menghasilkan suatu puncak yang hanya mengandung satu
senyawa pada keadaan terdapat materi sampel yang lain, seperti
pengotor, produk hasil degradasi, matriks, dan lain-lain. Spesifisitas
ditentukan dengan menganalisis kemurnian puncak kromatogram
masing-masing analit yang diukur pada awal kromatogram (S), pada
puncak kromatogram (M), dan pada akhir kromatogram (E).
Kemurnian puncak dinyatakan dalam nilai purity factor. Uji
kemurnian (purity) memenuhi persyaratan jika korelasi r(s,m) dan

14
r(m,e) lebih besar dari 0,99. Kemurnian puncak untuk ketiga senyawa
ditunjukkan pada tabel 3.5.
Tabel 3.5. Hasil Pemindaian Spektrum Rifampisin, Isoniazid, dan
Pirazinamida pada Uji Purity

 Penentuan Limit of Detection (LOD)


Setelah diperoleh persamaan regresi linier, dihitung nilai simpangan baku
residual dan nilai LOD dari masing-masing analit (rifampisin, isoniazid, dan
pirazinamida). LOD Rifampisin = 15,339 ng; Isoniazid = 29,719 ng; dan
Pirazinamida = 26,892 ng
 Uji Keseksamaan (precision)
Uji presisi yang dilakukan adalah interday dan interday dengan mengukur
keterulangan hRf dari 3 seri konsentrasi larutan standar. Uji dilakukan dalam
5 kali pengulangan pada hari yang berbeda. Presisi ditunjukkan dengan nilai
KV yang diperoleh dari pengulangan analisis yang dilakukan. Dari data KV
presisi hRf secara intraday dan interday senyawa rifampisin, isoniazid, dan
pirazinamida telah memenuhi persyaratan, dimana nilai KV ketiga senyawa
tidak melebihi 20%.

BAB III

15
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sebelum suatu produk industri farmasi beredar di masyarakat,perlu di
lakukan pengujian mutu bahan baku produk tersebut serta sediaan yang cocok
yang sesuai dengan acuan standar farmakope indonesia.
B. Saran
Perlu di berikan penjelasan tentang tahapan dalam analisis farmasi.

16

Anda mungkin juga menyukai