Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH

STANDARISASI BAHAN OBAT ALAM

STANDAR OPERASIONAL PROSEDUR (SOP) DAN PARAMATER UJI


STANDARISASI SPESIFIK DAN NON SPESIFIK DAUN TANAMAN MURBEI

OLEH :

NAMA : ASRINO J

NIM : O1A11051

KELAS :A

DOSEN : apt.DIAN MUNASARI SOLO S.Farm.,M.Si

PROGRAM STUDI SARJAMA FARMASI


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2021
Kata Pengantar

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan hidayah-Nya
sehingga saya dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul  perkembangan standarisasi
tanman dan SOP.Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dosen   Standarisasi Bahan Obat Alam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk menambah
wawasan tentang bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Saya mengucapkan terima kasih kepada bu  dosen yaitu apt.Dian Munasolo S.Farm.,M.Si
selaku dosen mata kuliah Standarisasi Bahan Obat Alam yang telah memberikan tugas ini
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang saya
tekuni.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membagi sebagian
pengetahuannya sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.Kami menyadari, makalah
yang saya tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan saran yang
membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR

DAFTAR ISI

BAB I: PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masakah

BAB II : PEMBAHASAN

A. Standar Prodesur Operasional Daun Tanaman Murbei


B. Standarisasi Spesifik Daun Tanaman Murbei
C. Standarisasi NonSpesifik Daun Tanaman Murbei

BAB III : PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAK A
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu negara dengan kekayaan hayati terbesar di dunia yang
memiliki lebih dari 30.000 spesies tanaman tingkat tinggi. Hingga saat ini, tercatat 7000 spesies
tanaman telah diketahui hasiatnya namun kurang dari 300 tanaman yang digunakan sebagai
bahan baku industri farmasi secara regular. Sekitar 1000 jenis tanaman telah diidentifikasi dari
aspek botani sistematik tumbuhan dengan baik. WHO pada tahun 2008 mencatat bahwa 68%
penduduk dunia masih menggantungkan sistem pengobatan tradisional yang mayoritas
melibatkan tumbuhan untuk menyembuhkan penyakit dan lebih dari 80% penduduk dunia
menggunakan obat herbal untuk mendukung kesehatan mereka. Fakta-fakta tersebut menunjukan
bahwa tumbuhan obat memiliki arti penting yakni secara mendasar mendukung kehidupan
maupun potensi perdagangan (Saifuddin, dkk 2011).

Obat tradisional ialah bahan atau ramuan bahan yang berasal dari tumbuhan, hewan,
mineral, sediaan sarian (galenik) atau campuran dari bahan tersebut, yang secara turun temurun
telah digunakan untuk pengobatan berdasarkan pengalaman.Dalam rangka pengembangan obat
tradisional menjadi Fitofarmaka standarisasi merupakan salah satu hal yang perlu diperhatikan.
Standarisasi merupakan tahapan penting dalam melakukan penelitian dan pengembangan obat
bahan alam di Indonesia untuk menjamin mutu dan keamanan dari sediaan obat tersebut.
Standarisasi dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan
dapat lebih meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat yang berasal dari bahan alam
(Natanael dkk., 2017).

Pengembangan obat tradisional diusahakan agar dapat sejalan dengan pengobatan


modern. Berbagai penelitian dan pengembangan yang memanfaatkan kemajuan tekhnologi juga
dilakukan sebagai upaya peningkatan mutu dan keamanan produk yang diharapkan dapat lebih
meningkatkan kepercayaan terhadap manfaat obat tradisional tersebut. Pengembangan obat
tradisional juga didukung oleh Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia, tentang
fitofarmaka, yang berarti diperlukan adanya pengendalian mutu simplisia yang akan digunakan
untuk bahan baku obat atau sediaan galenik (BPOM, 2004; Tjitrosoepomo, G., 1994).
Obat tradisional dibuat dalam bentuk ekstrak karena tanaman obat tidak lagi praktis jika
digunakan dalam bentuk bahan utuh (simplisia). Ekstrak tersebut bisa dalam bentuk ekstrak
kering, ekstrak kental dan ekstrak cair yang proses pembuatannya disesuaikan dengan bahan
aktif yang dikandung serta maksud penggunaannya (Anam dkk 2013). Pengembangan
standarisasi tumbuhan obat, dikarenakan standarisasi merupakan tahapan penting dalam
melakukan penelitian dan pengembangan obat bahan alam di Indonesia untuk menjamin mutu
dan keamanan dari sediaan obat tersebut.( Yuri dkk.,2016.,)

Ekstrak sebagai bahan dan produk kefarmasian yang berasal dari simplisia harus
memenuhi persyaratan yang telah ditetapkan untuk dapat menjadi obat herbal terstandar atau
obat fitofarmaka. Salah satu parameter mutu ekstrak secara kimia adalah kandungan senyawa
aktif simplisia tersebut. Selain itu, parameter non spesifik juga diperlukan untuk mengetahui
mutu ekstrak.(Barokati dkk.,2013).

Salah satu tumbuhan berkhasiat obat yang sering digunakan oleh masyarakat Indonesia yaitu
tanaman murbei (Morus alba L.) suku Moraceae. Beberapa penelitian telah dilakukan pada
tanaman murbei diantranya daun murbei sebagai terapi alternatif yang dapat menurunkan
kolesterol (Perry, 1980),murbei (Morus alba L.) memiliki aktivitas sebagai antioksidan (Iqbal
etal., 2012) dan nefroprotektif (Nematbakhsh et al., 2013). Tanaman murbei terutama daunnya
dapatdigunakan untuk mengobati DM, hipertensi, hiperkolesterolemia dan gangguan pada
saluran cerna( Yuri dkk.,2016.,)

B. Rumusan Masalah
1.Bagaimana Standar Prosedur Operasional daun tanaman Murbei
2.Bagaiamana standarisasi spesifik daun tanaman murbei
3.Bagaiamana standarisasi nonspesifik tanaman murbei
C. Tujuan Masalah
1.Untuk mengetahui tentang Standar Prosedur Operasional (SOP) daun tanaman murbei
2. Untuk mengetahui tentang Standarisasi spesifik daun tanaman murbei
3. Untuk mengetahui tentang Standarisasi nonspesifik tanaman murbei
BAB II
PEMBASAHAN

A. Standar Prosedur Operasional Tanaman Murbei


1. Standar Prosedur Operasional
SOP adalah sekumpulan prosedur operasional standar yang digunakan sebagai pedoman
dalam perusahaan untuk memastikan langkah kerja setiap anggota telah berjalan secara efektif
dan konsisten, serta memenuhi standar dan sistematika. Standar farmasitikal harus sesuai mutu
kefarmasian dalam arti memenuhi persyaratan standar kimia, biologi, dan farmasi. Standardisasi
memberikan jaminan bahwa produk akhir obat tradisional (obat, ekstrak, produk ekstrak) yang
dihasilkan melalui metode ilmiah mempunyai nilai parameter tertentu konstan dan ditetapkan
dalam formulasi terlebih dahulu. (Yulianti dkk .,2016).
Standardisasi farmasitikal obat tradisional merupakan hal yang perlu diperhatikan dalam
rangka pengembangan obat tradisional Indonesia menjadi obat herbal terstandar dan fitofarmaka.
Persyaratan mutu ekstrak/simplisia terdiri atas berbagai parameter standar umum dan parameter
spesifik. Standardisasi menjamin bahwa produk akhir obat tradisional mempunyai nilai
parameter yang konstan dan ditetapkan terlebih dahulu.Standardisasi farmasitikal terdiri dari
standardisasi simplisia, standardisasi metode pembuatan sediaan termasuk pelarut yang
digunakan, dan standardisasi sediaan jadi. Persyaratan mutu simplisia sejumlah tanaman tertera
dalam buku Farmakope Indonesia, Ekstra Farmakope Indonesia, dan Materia Medika Indonesia.
Standardisasi farmasitikal juga dilanjutkan dengan tahapan pengujian keamanan, pengujian
khasiat preklinik (in vitro dan in vivo) serta pengujian klinik ke manusia menuju obat
fitofarmaka yang dapat dipakai dipelayanan kesehatan(Yulianti dkk .,2016).

Parameter standar spesifik yang harus pertama dijelaskan dan diinventarisasi adalah
identitas asal simplisia dan uji organoleptik. Identitas simplisia meliputi nama latin yang
divalidasi dengan hasil determinasi tumbuhan atau simplisia dari institusi terakreditasi dan asal
daerah simplisia berasal. Uji organoleptik terdiri dari bau simplisia dengan indra penciuman, rasa
simplisia dengan indra pengecapan, serta warna dan bentuk simplisia dengan indra
penglihatanParameter standar non-spesifik atau parameter standar umum yaitu hasil uji
laboratorik terdiri dari uji simplisia secara makroskopik dan mikroskopik. Pemeriksaan
diantaranya, melakukan pemeriksaan irisan atau serbuk yang berguna untuk menganalisis
penyusun/komposisi fragmen, karakteristik, mendapatkan informasi kebenaran simplisia, adanya
pengotoran fragmen, dan kemungkinan penggantian/ pemalsuan obat. Parameter standar mutu
simplisia antara lain mencakup kadar abu (kadar abu total, kadar abu larut dalam air, kadar abu
tidak larut dalam asam), kadar zat terekstraksi air, kadar zat, terekstraksi etanol, bahan organik
asing, cemaran mikroba termasuk bakteri patogen, cemaran jamur/ kapang, cemaran aflatoksin,
cemaran residu pestisida, cemaran logam berat, kadar air, kadar zat aktif/zat identitas.4
Parameter standar mutu ekstrak selain hal di atas juga mencakup konsistensi ekstrak, sedangkan
parameter untuk sediaan termasuk di antaranya waktu hancur, kadar bahan tambahan (pengawet,
pewarna, pemanis, bahan kimia obat), kadar etanol, dan stabilitas sediaan (Yulianti dkk .,2016).

2. Tahapan dan preparasi simplisia


a. Pengambilan sampel
Sampel di ambil pad apagi hari

b. Pencucian sampel
Pencucian dilakukan untuk menghilangkan tanah dan pengotor lainnya yang
melekat pada bahan simplisia. Pencucian dilakukan dengan air bersih yang mengalir
c. Perajangan sampel
Beberapa jenis bahna simplisia tertentu ada yang memerlukan proses perajangan.
Perajangan bahan simplisia dilakukan untuk mempermudah proses pengeringan,
pengepakan dan penggilingan.
d. Sortasi Basah
Sortasi basah dilakukan untuk memisahkan kotoran-kotoran atau bahan-bahan
asing lainnya dari bahan simplisia. Misalnya pada simplisia yang dibuat dari akar suatu
tanaman obat, bahan-bahan asing seperti tanah, kerikil, rumput, batang, daun, akar yang
telah rusak serta pengotor-pengotor lainnya harus dibuang
e. Pengeringan
Tujuan pengeringan adalah untuk mendapatkan simplisia yang tidak mudah rusak,
sehingga dapat disimpan dalam waktu lama. Pada dasarnya dikenal dua cara pengeringan
yaitu pengeringan secara alamiah dan buatan.
f. Sortasi Kering
Tujuan sortasi untuk memisahkan benda-benda asing dan pengotor-pengotor lain
yang masih ada dan tertinggal pada simplisia kering.
g. Penyimpang sampel
Simplisia dapat rusak, mundur atau berubah mutunya karena faktor luar dan
dalam, antara lain cahaya, oksigen, reaksi kimia intern, dehidrasi, penyerapan air,
pengotoran, serangga dan kapang

Daun murbei segar dipisahkan dari kotoran, dicuci bersih dengan air mengalir lalu
ditiriskan. Daun murbei dipotong-potong kecil dan dikeringkan dilemari pengering, simplisia
yang telah kering selanjutnya diserbukkan dan diayak dengan pengayak nomor 40( Yuri
dkk.,2016.,)

3. Pembuatan Ekstrak Daun Murbei

Serbuk simplisia daun murbei dimaserasi dengan menggunakan etanol 70% selama 3x24
jam dan pada 6 jam pertama sekali-kali dilakukan pengadukan. Hasil maserasi disaring dengan
kain saring. Filtrat daun murbei yang diperoleh dipekatkan dengan cara di rotarifavor dan
diangin-anginkan, kemudian dihitung % rendamen( Yuri dkk.,2016.,)

B. Standarisasi Spesifik Tanaman Murbei

Standarisasi adalah proses penentuan spesifikasi bahan berdasarkan parameter tertentu


untuk mencapai tingkat kualitas standar berdasarkan dua parameter yaitu parameter spesifik dan
parameter nonspesifik. Penetapan parameter spesifik yaitu organoleptik (bentuk, bau, rasa dan
warna), ekstrak larut air, ekstrak larut etanol dan kandungan senyawa fitokimia .

1. Identifikasi
Penetapan identifikasi ekstrak meliputi nama ekstrak Spiccum Morus, nama lain
tumbuhan Morus alba L., bagian tumbuhan yang digunakan folium morus,dan nama indonesia
daun murbei. ( Yuri dkk.,2016.,)
2. Penetapan Organoleptik

Penetapan organoleptik: yaitu dengan pengenalan secara fisik dengan menggunakan


panca indera dalam mendeskripsikan bentuk, bau, warna, rasa, ukuran .Ekstrak daun murbei
yang didapatkan mempunyai karakteristik hijau pekat, bau khas, rasa pahit dan berbentuk kental.

3. Penetapan kadar senyawa terlarut dalam pelarut tertentu( Yuri dkk.,2016.,)

Pengujian senyawa terlarut dalam pelarut tertentu dalam ektrak terdiri dari kadar senyawa
yang terlarut dalam air dan kadar senyawa yang terlarut dalam etanol 96%. Penetapan kadar
terlarut pada pelarut tertentu dilakukan dengan menggunakan etanol dan air. Pada pengujian
daun murbei terlihat bahwa ekstrak lebih larut didalam etanol yaitu 0,474±0,18 %, sedangkan
dalam air sebesar 0,805±0,06%( Yuri dkk.,2016.,)

4. Kadar Senyawa Yang Larut dalam Air

Sejumlah 1 g ekstrak di larutkan dengan 25 mL kloroform selama 24 jam, menggunakan


labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan selama
18 jam dan disaring. Di uapkan Filtrat hingga kering dalam cawan penguap yang telah ditara dan
tersisa residunya, kemudian panaskan residu pada suhu 105 0 C hingga bobot tetap. Pada
pengujian ini terlihat bahwa ekstrak daun murbei larut air sebesar 0,805±0,06%.( Yuri
dkk.,2016.,)

5. Kadar Senyawa Yang Larut dalam Etanol

Sejumlah 1 g ekstrak dilarutkan dengan 25 mL Etanol 96% selama 24 jam, menggunakan


labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama. Kemudian didiamkan selama
18 jam dan disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol. Kemudian diuapkan hingga
kering dalam cawan penguap yang telah ditara. Kemudian panaskan residu pada suhu 1050 C
hingga bobot tetap. Pada pengujian ini terlihat bahwa ekstrak daun murbei larut dalam etanol
yaitu 0,474±0,18 %,( Yuri dkk.,2016.,)
6. Skrining Fitokimia
 Identifikasi alkaloid

Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi, ditetesi dengan HCl 2 N, lalu
dibagi dalam beberapa tabung reaksi. Tiap tabung ditambahkan dengan masingmasing pereaksi.
Pada penambahan pereaksi mayer, positif mengandung alkaloid jika membentuk endapan putih
atau kuning. Pada penambahan pereaksi wagner, positif mengandung alkaloid jika terbentuk
endapan coklat. Pada penambahan pereaksi Dragendrof, positif mengandung alkaloid jika
terbentuk endapan jingga. Identifikasi Flavonoid Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung
reaksi dilarutkan dengan 1 mL etanol 70%, lalu ditambhakan serbuk magnesium, kemudian
ditambhakan asam klorida pekat. Apabila terbentuk warna orange, merah atau kuning, berarti
positif flavonoid (flavon, kalkon dan auron)

 Identifikasi saponin

Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi ditambahkan 10 mL air panas,


dinginkan kemudian kocok kuat-kuat selama 10 detik. Positif mengandung saponin jika
terbentuk busa setinggi 1-10 cm selama tidak kurang dari 10 menit dan pada penambahan 1 tetes
HCl 2 N, busa tidak hilang.

 Identifikasi Terpenoid dan steroid

Ekstrak dimasukkan sedikit dalam tabung reaksi kecil, lalu dikocok dengan sedikit eter.
Lapisan eter diambil lalu diteteskan pada plat tetes, dan dibiarkan sampai kering. Setelah kering,
ditambahakan 2 tetes asam asetat anhidrat dan satu tetes asam sulfat pekat. Apabila terbentuk
warna orange, merah atau kuning, berarti positif terpenoid. Tetapi apabila terbentuk warna hijau
berarti positif steroid.

 Identifikasi Tanin

Sejumlah ekstrak dimasukkan kedalam tabung reaksi kemudian dikocok dengan air panas
hingga homogen setelah itu ditambahkan FeCl3 , jika menghasilkan biru karakterisitik biru-
hitam, berarti mengandung tanin pirogalol. Sedangkan untuk tanin katekol dianggap positif jika
pada penambahan larutan FeCl3 maka akan berwarna hijau atau biru-hijau dan endapan.
Tabel hasil pengujian skrining fitokimia

 Pola kromatogram (KLT)

Lima gram ekstrak etanol daun murbei difraksinasi berturut-turut dengan pelarut yang
memiliki rentang kepolaran berbeda (n-heksan, etil asetat, dan air) menggunakan corong pisah.
Hasil fraksi diuapkan kemudian ditotolkan pada lempeng silika, selanjutnya dielusi dengan fase
gerak yang cocok dengan perbandingan tertentu. Hasil penampakan noda dapat dilihat melalui
lampu UV 254 nm, 366 nm dan juga dapat menggunakan pereaksi semprot kemudian dihitung
nilai Rf.

( Yuri dkk.,2016.,)
C. Standarisasi NonSpesifik Tanaman Murbei

Persyaratan mutu yang tertera dalam monografi simplisia antara lain susut pengeringan,
kadar abu total, kadar abu tidak larut asam, kadar sari larut air, kadar sari larut etanol, dan
kandungan kimia simplisia . Persyaratan mutu ini berlaku bagi simplisia yang digunakan dengan
tujuan pengobatan dan pemeliharaan kesehatan. Selain itu, parameter non spesifik juga
diperlukan untuk mengetahui mutu ekstrak.Pengujian parameter standard ekstrak dilakukan
sesuai acuan Badan POM dan hasilnya dibandingkan dengan persyaratan yang tertera pada buku
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia yang bertujuan untuk membandingkan hasil
pengujian parameter non spesifik antara ekstrak etanol dan ekstrak terpurifikasi. Metode uji
parameter non spesifik meliputi penetapan kadar air dan kadar abu yang terdiri dari kadar abu
total dan kadar abu tak larut asam,cemaran mikroba dan kapang khamir(Barokati dkk.,2013).
Adapun Parameter NonSpesifik tanaman murbei yaitu :
1. Penetapan Susut

Pengeringan Ditimbang ekstrak sebanyak 1 g dan dimasukkan kedalam kurs porselin


tertutup yang sebelumnya telah dipanaskan pada suhu 1050C selama 30 menit dan telah ditera.
Sebelum ditimbang, ekstrak diratakan dalam kurs porselin, dengan menggoyangkan kurs hingga
membentuk lapisan setebal 5–10 mm. Masukkan kedalam oven, buka tutupnya, keringkan pada
suhu 1050 C hingga bobot tetap. Dinginkan dalam eksikator. Lakukan replikasi sebanyak 3 kali
kemudian dihitung persentasenya. Nilai susut pengeringan yang diperoleh dari ekstrak etanol
daun murbei a adalah sebesar 30,91% dan tidak memnuhi persyaratan dengan syarat < 12 %.(
Yuri dkk.,2016.,)

2. Kadar Abu

Penetapan Kadar Abu Total. Sebanyak 1 gram ekstrak ditimbang seksama dimasukkan
dalam kurs yang sebelumnya telah ditimbang. Setelah itu ekstrak dipijar dengan menggunakan
oven hingga mendapatkan bobot konstan. Kemudian ditimbang hingga bobot yang tepat.

Penetapan Kadar Abu yang Tidak Larut dalam Asam: Abu yang diperoleh pada
penetapan kadar abu didihkan dengan 25 ml asam sulfat encer selama 5 menit, kumpulkan
bagian yang tidak larut asam kemudian di saring dengan kertas saring bebas abu yang
sebelumnya telah ditimbang dan residunya dibilas dengan air panas. Abu yang tersaring dengan
kertas saring dimasukkan kembali kedalam kurs yang sama. kemudian di masukkan kedalam
oven hingga mendapatkan bobot yang tepat. ( Yuri dkk.,2016.,)

Diperoleh kadar abu total dalam ekstrak murbei sebesar 6,893% dengan nilai standar
deviasi 0,40 dan nilai RSD adalah 5,8029% serta memenuhi persyaratan kadar abu total dan
kadar abu larut asam dalam ekstrak tidak lebih dari 18,2 % dan 0,9 %.( Yuri dkk.,2016.,)

3. Bobot Jenis Bobot

jenis ekstrak ditentukan terhadap hasil pengenceran ekstrak 5% dalam pelarut etanol
dengan alat piknometer. Digunakan piknometer kering, bersih dan telah dikalibrasi dengan
menetapkan bobot piknometer dan bobot air yang baru didihkan pada suhu 250 C, lalu
dimasukkan kedalam piknometer yang telah diisi hingga suhu 25 0 C. Penentuan bobot jenis
ekstrak dilakukan dengan menggunakan piknometer. Ekstrak yang digunakan adalah ekstrak
telah diencerkan, yaitu 5% menggunakan etanol 70% sebagai pelarut. ( Yuri dkk.,2016.,)

4. Kadar Air

Penetapan kadar air dilakukan dengan cara destilasi toluen. Toluen yang digunakan
dijenuhkan dengan air terlebih dahulu. Kemudian ditimbang seksama ekstrak sebanyak 2 g dan
dimasukkan kedalam labu alas bulat dan ditambahkan toluen yang telah dijenuhkan. Labu
dipanaskan hati-hati selama 15 menit, setelah toluen mulai mendidih, penyulingan diatur 2
tetes/detik, lalu 4 tetes/detik. Setelah semua air tersuling dilanjutkan pemanasan selam 5 menit.
Biarkan tabung penerima dingin hingga suhu kamar. Volume air dibaca sesudah toluen dan air
memisah sempurna. Lakukan replikasi sebanyak tiga kali kemudian dihitung persentasenya.
Hasil penetuan kadar air ekstrak daun murbei sebesar 0,9973%. Maka nilai standar devisiensi
adalah 0,045 dan RSD adalah 4,5112%. Ekstrak etanol daun murbei ini merupakan ekstrak
kental yaitu 5–30 %.serta memenuhi persyaratan kadar air dalam ekstrak tidak lebih dari 10%.(
Yuri dkk.,2016.,)
5. Cemaran Mikroba

Sebanyak 1 g ekstrak dilarutkan dalam 10 mL pengencer yaitu larutan Aqua Pro Injection
dikocok hingga homogen didaptkan pengenceran 10-1. Disiapkan 3 tabung, lalu masukkan 9 mL
pengencer pada masingmasing tabung. Dipipet sebanyak 1 mL dari pengencer 10-1 kedalam
tabung pertama, kocok hingga homogen didapatkan pengenceran 10-2, selanjutnya dilanjutkan
dengan pengenceran 10-3 dan 10 -4. Pada ekstrak terdapat cemaran bakteri 28,66x10-3 koloni/g
ini berada dibawah batas maksimum yaitu Maks. 1x105 koloni/g( Yuri dkk.,2016.,)

6. Angka Lempengan Total (ALT)

Dipipet 1 ml dari tiap pengenceran ke dalam cawan petri yang steril (duplo), dengan
menggunakan pipet yang berbeda dan steril untuk tiap pengenceran. Ke dalam tiap cawan petri
dituangkan 15 ml media Nutrient Agar yang telah dicairkan kemudian cawan petri digoyang agar
suspensi tercampur rata. Kemudian dibiarkan hingga campuran dalam cawan petri memadat.
Cawan petri dengan posisi terbalik kemudian dimasukkan ke dalam lemari inkubator suhu 37 o C
selama 24 jam. Kemudian diamati dan dihitung jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan
dengan faktor pengenceran. Dilakukan replikasi sebanyak tiga kali. ( Yuri dkk.,2016.,)

7. Kapang dan Khamir

Sebanyak 1 mL dari tiap pengenceran dipipet dengan pipet steril kedalam masing-
masing cawan petri berisi 15 ml medium PDA. PDA yang masih cair lalu digoyang agar suspensi
tersebar merata, lalu dingkubasi pada suhu 250 C selama 3 hari. kemudian diamati dan dihitung
jumlah koloni yang tumbuh dan dikalikan dengan faktor pengenceran. Dilakukan sebanyak tiga
kali. pengujian cemaran kapang khamir di dapatkan hasil sejumlah 13,6 X 10-2 dan 14,3 X 10-
3koloni/g. Hasil yang didapat tidak memenuhi persyaratan yang di tetapkan, batas maksimum
kapang dan khamir yaitu Maks 1 x 10-3 koloni/g.( Yuri dkk.,2016.,)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

SOP adalah sekumpulan prosedur operasional standar yang digunakan sebagai pedoman
dalam perusahaan untuk memastikan langkah kerja setiap anggota telah berjalan secara efektif
dan konsisten, serta memenuhi standar dan sistematika. Standarisasi adalah proses penentuan
spesifikasi bahan berdasarkan parameter tertentu untuk mencapai tingkat kualitas standar
berdasarkan dua parameter yaitu parameter spesifik dan parameter nonspesifik. Penetapan
parameter spesifik yaitu organoleptik (bentuk, bau, rasa dan warna), ekstrak larut air, ekstrak
larut etanol dan kandungan senyawa fitokimia. Metode uji parameter non spesifik meliputi
penetapan kadar air dan kadar abu yang terdiri dari kadar abu total dan kadar abu tak larut
asam,cemaran mikroba dan kapang khamir

B. Saran

Semoga makalah yang saya buat ini dapat menjadi suatu referensi bacaan yang
bermanfaat dan menambah wawasan penulis dan pembaca,kami menyadari bahwa makalah
yang kami buat ini masih jauh dari kata sempurna,untuk itu saya selaku penulis membutuhkan
suatu kritik dan interprestasi yang membangun sehingga kedepanya saya dapat membuat
makalah yang lebih baik sesuai dengan aturan yang ada dalam penulisan makalah taua karya
ilmiah.
DAFTAR PUSTAKA

Anam, S., Yusran, M., Trisakti, A., Ibrahim, N., Khumaidi, A., Ramadanil, dan Zubair, M.S,
2013. Standarisasi Ekstrak Etil Asetat Kayu Sanrego (Lunasia amara Blanco), Jurnal Of
Natural Science, Vol2. (3):1-8

Barokati Azizah, Nina Salamah.2013. Standarisasi Parameter Non Spesifik Dan Perbandingan
Kadar Kurkumin Ekstrak Etanol Dan Ekstrak Terpurifikasi Rimpang Kunyit. Jurnal
Ilmiah Kefarmasian, Vol. 3, No. 1, 2013 :21-30

BPOM RI., 2004. Monografi Ekstrak Tumbuhan Indonesia, vol 1. Jakarta: Badan pengawasan
Obat dan Makanan Republik Indonesia.

Euis Reni Yuslianti,Boy.M. Bachtiar, Dewi FatmaSuniarti, Afifah. B.Sutjiatmo.2016.


Standardisasi Farmasitikal Bahan Alam Menuju Fitofarmaka Untuk Pengembangan
Obat Tradisional Indonesia. dentika Dental Journal, Vol 19, No. 2, 2016: 179-185

Natanael Roring, Adithya Yudistira, Widya Astuty Lolo .2017. Standardisasi Parameter Spesifik
Dan Uji Aktivitas Antikanker Terhadap Sel Kanker Payudara T47d Dari Ekstrak Etanol
Daun Keji Beling (Strobilanthes crispa (L.) Blume). Jurnal Ilmiah Farmasi – UNSRAT
Vol. 6 No. 3 AGUSTUS 2017 ISSN 2302 – 2493

Saifudin A, Rahayu V, Teruna HY. 2011. Standardisasi bahan obat bahan alam. Yogyakarta.
Graha Ilmu

Tjitrosoepomo, G., 1994, Taksonomi Tumbuhan Obat-obatan. Gadjah Mada University Press:
Yogyakarta. 421-423

Yuri Pratiwi Utami, Burhanuddin Taebe, Fatmawati.2016. Standardisasi Parameter Spesifik Dan
Non Spesifik Ekstrak Etanol Daun Murbei (Morus alba L.) Asal Kabupaten Soppeng
Provinsi Sulawesi Selatan. Journal of Pharmaceutical and Medicinal Sciences 2016
1(2): pp 48-52

Anda mungkin juga menyukai