Anda di halaman 1dari 7

Buletin Veteriner Udayana Volume 5 No.

1 :63-69
ISSN : 2085-2495 Pebruari 2013

Histopatologi Ginjal Tikus Putih Akibat Pemberian Ekstrak Pegagan


(Centella asiatica) Peroral
(HISTOPATHOLOGICAL KIDNEY OF RAT WHITE THE EFFECT OF THE
PEGAGAN EXTRACT AGAINST PERORAL)

Ni Luh Putu Ratna Suhita1), I Wayan Sudira2), Ida Bagus Oka Winaya3)
1)
Mahasiswa FKH Unud, 2)Lab farmakologi, 3) Lab. Phatologi Fakultas Kedokteran
Hewan, Universitas Udayana, Denpasar, Bali
E-mail : tongkici@gmail.com

ABSTRAK

Pegagan merupakan tanaman herbal yang sering dimanfaatkan oleh


masyarakat Indonesia sebagai obat alternatif untuk mengobati berbagai macam
penyakit. Penelitian tentang toksisitas (studi histopatologi) tanaman pegagan pada
ginjal belum pernah dilakukan. Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk
mengetahui adanya perubahan histopaotogi pada ginjal tikus putih setelah pemberian
ekstrak pegagan (Centella asiatica) peroral. Tikus putih (Rattus norvegicus) dibagi
secara acak menjadi lima kelompok, masing-masing kelompok berjumlah 6 ekor.
Kelompok A sebagai control (placebo) yang diberi aquades peroral; kelompok B yang
diberikan ekstrak pegagan 100 mg/kg bb (0,2 ml/ekor); kelompok C yang diberikan
ekstrak pegagan dosis 200 mg/kg bb (0,4 ml/ekor); kelompok D yang diberikan 300
mg/kg bb (0,6 ml/ekor); dan kelompok E yang diberikan ekstrak pegagan dosis 400
mg/kg bb (0,8 ml/ekor). Nekropsi untuk pengambilan organ ginjal dilakukan pada hari
ke-9. Jaringan ginjal selanjutnya diproses untuk pembuatan preparat histopatologi
dengan pewarnaan Hemaktosilin Eosin (HE). Hasil pemeriksaan histopatologi pada
ginjal tikus putih yang diberikan ekstrak pegagan, tidak ditemukan adanya degenerasi
melemak, degenerasi hidrofik, dan nekrosis baik pada control (placebo) maupun
pemberian dosis 0,2 ml; 0,4 ml; 0,6 ml; 0,8 ml. Hasil ini menunjukkan pemberian
ekstrak pegagan (Centella asiatica) dengan rentang dosis 100 mg/kg bb sampai
dengan dosis 400 mg/kg bb selama 9 hari, tidak menyebabkan gangguan histopatologi
pada organ ginjal tikus putih (Rattus novegicus).

Kata kunci : ginjal, tikus putih, Centella asiatica.

ABSTRACT

Pegagan plant often used by the community as an alternative medicine to treat


various diseases. While research on the toxicity to the kidney pegagan leaf has not
been done. In this study the white rat (Rattus norvegicus) were divided randomly into
five groups, each group totaled 6 tail. A group as a control (placebo) who were given
distilled water orally; group B given leaf extract pegagan 100 mg / kg bb (0.2 ml /
head); group C given leaf extract pegagan 200 mg / kg bb (0.4 ml / head ); group D
given leaf extract pegagan 300 mg / kg bb (0.6 ml / head); group E given leaf extract
pegagan 400 mg / kg bb (0.8 ml / head). Necropsy for organ retrieval of kidney
performed on day 15. Renal tissue further processed for the manufacture of coloring
preparations histopathology with Hematoxylin Eosin (HE). Histopathological
examination of the kidneys of white rats given leaf extract pegagan, did not reveal any
fat degeneration and necrosis of both the control (placebo) and administration at a

63
Buletin Veteriner Udayana Volume 5 No. 1 :62-68
ISSN : 2085-2495 Pebruari 2013

dose of 0.2 ml; 0.4 ml; 0.6 ml; 0,8 ml. These results indicate leaf extract pegagan
(Centella asiatica) with a range of doses of 100 mg / kg until a dose of 400 mg / kg bb
for 9 days, did not cause renal histopathology in organs of white rats (Rattus
novegicus).

Keywords: Kidney, White rats, Centella asiatica.

PENDAHULUAN tradisional khususnya pegagan dengan


dosis serta interval waktu pemberian
Indonesia memiliki jutaan spesies tertentu dapat memberikan efek atau
tanaman yang memiliki khasiat untuk indikasi yang berbeda pada organ. Efek
menyembuhkan berbagai macam toksik obat herbal bisa dihindari jika cara
penyakit dan beberapa khasiat lainnya pemakaiannya benar dan sudah diuji baik
yang berguna bagi kesehatan manusia. secara praklinik dan uji klinik, seperti
Tanaman herbal yang berkhasiat ini juga dilakukan pada obat kimia (Rifatul,
memiliki kelebihan yakni efek 2009). Ginjal merupakan organ kedua
sampingnya lebih rendah dibanding obat setelah hepar, yang paling sering menjadi
kimia. Kandungan pada bahan alami sasaran perusakan oleh zat – zat kimia,
umumnya bersifat seimbang dan saling hal ini disebabkan banyak zat kimia yang
menetralkan. Jadi, efek samping obat diekskresikan melalui urine (Gerhastuti,
herbal jauh lebih kecil dibandingkan 2009).
dengan obat sintesa (Rifatul, 2009). Ginjal adalah organ yang
Pegagan (Centella asiatica) telah mempunyai peranan penting dalam tubuh
lama dimanfaatkan sebagai obat organ ini berfungsi untuk membuang
tradisional baik dalam bentuk bahan sampah metabolisme dan racun tubuh
segar, kering maupun yang sudah dalam dalam bentuk urin / air seni. Selain itu,
bentuk ramuan (jamu). Selama ini, ginjal juga berperanan dalam
pegagan dimanfaatkan sebagai obat mempertahankan keseimbangan air,
penyembuh luka. Banyaknya manfaat garam dan elektrolit , tidak kalah
tanaman ini nampaknya berkaitan dengan pentingnya ginjal merupakan kelenjar
banyaknya komponen minyak atsiri endokrin yang sedikitnya mengeluarkan
seperti sitronelal, linalool, neral, tiga hormon. Ginjal merupakan organ
menthol, dan linalil asetat yang tubuh yang rentan terhadap pengaruh zat-
terkandung dalam pegagan. Pegagan zat kimia, karena organ ini menerima
digunakan sebagai anti-infeksi, anti- 25-30 % sirkulasi darah untuk
toksik, penurun panas (antipiretik), dan dibersihkan, sehingga sebagai organ
peluruh kencing (diuretik) tetapi pegagan filtrasi kemungkinan terjadinya
juga memiliki sifat narkotis sehingga perubahan patologik sangat tinggi
dalam pemakaiannya harus sangat hati- (Corwin, 2001).
hati. Selain itu pemberian dalam dosis Penggunaan obat tradisional
yang tinggi dapat menyebabkan pasien khususnya pegagan dengan dosis interval
menjadi pening (Januwati, 2005). waktu tertentu diduga akan memberikan
Keracunan obat dapat efek atau indikasi yang berbeda pada
mengakibatkan kerusakan pada fungsi organ-organ tubuh termasuk ginjal. Oleh
berbagai organ. Hal yang umum terjadi karena itu penelitian ini dirancang untuk
adalah nefrotoksisitas (keracunan pada mengetahui agar bisa mengetahui efek
ginjal), neurotoksisitas, hepatotosisitas, dari pemberian eksrak pegagan secara
imunotoksisitas, dan kardiotoksisitas oral terhadap perubahan histopatologi
(Dian, 2010). Penggunaan obat organ ginjal.

64
Buletin Veteriner Udayana Suhita, dkk
ISSN : 2085-2495

Berdasarkan uraian latar belakang dipotong dan dimasukkan ke dalam


diatas maka dapat dirumuskan suatu wajan specimen yang terbuat dari plastik.
permasalahan apakah pemberian ekstrak Selanjutnya dilakukan proses dehidrasi
pegagan peroral dapat menyebabkan pada alkohol konsentrasi bertingkat yaitu
perubahan histopatologi pada ginjal. alkohol 70%, 80%, 90% alkohol absolute
Tujuan dari penelitian ini untuk I, absolute II masing-masing 2 jam. Lalu
mengetahui adanya perubahan dilakukan penjernihan dengan xylol
histopatologi pada organ ginjal setelah kemudian dicetak menggunakan paraffin
pemberian ekstrak pegagan peroral. sehingga sediaan tercetak di dalam blok-
Manfaat dari penelitian ini adalah blok paraffin dan disimpan dalam lemari
untuk memberikan informasi tentang es. Blok-blok paraffin tersebut kemudian
ekstrak pegagan yang aman digunakan dipotong tipis setebal 5-6 µm
dan tidak menimbulkan efek toksisitas menggunakan mikrotom. Hasil potongan
terhadap ginjal. diapungkan dalam air hangat bersuhu 60
0
C selama 24 jam untuk meregangkan
METODE PENELITIAN agar jaringan tidak berlipat. Sediaan
kemudian diangkat dan diletakkan dalam
Persiapan dan Perlakuan gelas objek untuk dilakukan pewarnaan
Tikus putih yang digunakan Hematoxylin dan Eosin (HE).
adalah tikus putih jantan, umur 6-8 Selanjutnya diperiksa dibawah
minggu dengan bobot badan 250-300 mikroskop.
gram. Kelompok ini dibagi lagi menjadi
5 kelompok berdasarkan dosis pemberian Pemeriksaan Preparat Histopatologi
yaitu kelompok A yang terdiri dari 6 ekor Pengamatan histopatologi
tikus sebagai kontrol yang diberi jaringan ginjal dapat dilakukan pasca
aquades, kelompok B diberikan ekstrak pemberian ekstrak pegagan dilakukan
pegagan 100 mg/kg bb ( 0,2 dengan cara membandingkan kelompok
ml/ekor), kelompok C diberikan ekstrak perlakuan dengan kelompok placebo.
pegagan dosis 200 mg/kg bb (0,4 ml/ekor Adapun perubahan yang diamati seperti
), kelompok D diberikan ekstrak pegagan adanya degenerasi melemak
dosis 300 mg/kg bb ( 0,6 ml/ekor ), dan (vakuolisasi), nekrosis dan degenerasi
kelompok E diberikan ekstrak pegagan hidrofik. Untuk mendapatkan data
dosis 400 mg/kg bb ( 0,8 ml/ekor) kuantitatif, skoring dilakukan pada setiap
dengan masing-masing kelompok dosis perubahan yang di temukan.Skoring
menggunakan 6 ekor tikus. histopatologi untuk degenerasi melemak
Masing-masing perlakuan diberi : 0 = degenerasi melemak tidak
ekstrak pegagan secara per oral. Pada ditemukan; 1 = degenerasi melemak
hari ke 9 pemberian ekstrak pegagan setempat (fokal) 2 = : degenerasi
dihentikan. Tikus kemudian dieutanasi melemak merata (difusa). Skoring
menggunakan ketamin dan di lanjutkan histopatologi untuk nekrosis ginjal ; : 0 =
dengan nekropsi. Setelah terbuka rongga nekrosis tidak ditemukan; 1 = nekrosis
abdomen, organ ginjal diambil dan setempat (fokal); 2 = nekrosis setempat
dimasukkan kedalam pot yang sudah (difusa). Skoring histopatologi untuk
berisi Netral Buffer Formalin 10%. degenerasi hidrofik: 0 = Degenerasi
hidrofik tidak ditemukan; 1 =
Pembuatan Preparat Histologi Ginjal Degenerasi hidrofik setempat (fokal); 2 =
Pembuatan preparat histopatologi Degenerasi hidrofik merata (difusa).
dilakukan dengan cara organ ginjal
difiksasi dengan menggunakan larutan
Netral Buffer Formalin 10% kemudian

65
Buletin Veteriner Udayana Volume 5 No. 1 :63-69
ISSN : 2085-2495 Pebruari 2013

Analisa Data
Penelitian ini menggunakan pola
Rancangan Acak Lengkap (RAL) terdiri
dari 5 kelompok perlakuan dengan
masing-masing 6 kali ulangan. Hasil
pemeriksaan mikroskopis berupa data
skoring. Data hasil penelitian ditabulasi
selanjutnya perubahan yang ditemukan
dianalisis dan disajikan secara deskriptif. Gambar 3. Micrograph ginjal yang diberi
Ekstrak pegagan 0,4 ml (HE,
HASIL DAN PEMBAHASAN 400x )

Hasil
Hasil pemeriksaan histopatologi
pada ginjal tikus putih yang diberikan
ekstrak pegagan tidak ditemukan adanya
nekrosis dan degenerasi melemak baik
pada palcebo maupun pemberian dengan
dosis 0,2 ml, 0,4 ml, 0,6 ml, 0,8 ml.
Struktur ginjal secara umum tidak
menunjukkan adanya perubahan Gambar 4. Micrograph ginjal yang diberi
ekstrak pegagan 0,8 ml (HE,
histopatologi berupa degenerasi maupun
400x)
nekrosis.
Data hasil pemeriksaan histopatologi
ginjal mencit percobaan tampak seperti
A tercantum dalam Tabel 1.
B
Tabel 1. Data hasil pemeriksaan
histopatologi (dalam
scoring)
Perlakuan Ulangan Perubahan

Degenerasi Degenerasi Nekrosis


C Hidrofik Melemak

A 1 0 0 0
Placebo diberi 2 0 0 0
aquades 0,2 3 0 0 0
ml/ekor 4 0 0 0
Gambar 1. Micrograph Ginjal yang diberi 5
6
0
0
0
0
0
0
placebo (HE.400x) a. Kapsula B
Diberi ekstrak
1
2
0
0
0
0
0
0
bowman, b.Glomelurus pegagan 100 3 0 0 0
mg/kg bb (0,2 4 0 0 0
c.Tubulus renalis ml/ekor) 5 0 0 0
6 0 0 0
C 1 0 0 0
Diberi ekstrak 2 0 0 0
pegagan 100 3 0 0 0
mg/kg bb (0,4 4 0 0 0
ml/ekor) 5 0 0 0
6 0 0 0
D 1 0 0 0
Diberi ekstrak 2 0 0 0
pegagan 100 3 0 0 0
mg/kg bb (0,6 4 0 0 0
ml/ekor) 5 0 0 0
6 0 0 0
E 1 0 0 0
Diberi ekstrak 2 0 0 0
pegagan 100 3 0 0 0
mg/kg bb (0,8 4 0 0 0
ml/ekor) 5 0 0 0
6 0 0 0

Gambar 2. Micrograph ginjal yang diberi Keteranagan : Skor 0 = tidak ada lesi 1 =
ekstrak pegagan 0,2 ml lesi setempat (fokal) 2 =
(HE,400x). lesi merata (difusa)

66
Buletin Veteriner Udayana Suhita, dkk
ISSN : 2085-2495

Pembahasan karena adanya akumulasi bahan-bahan


Hasil penelitian menunjukkan toksik pada segmen ini dan karakter
bahwa, berbagai dosis ekstrak pegagan tubulus proksimal yang memiliki epitel
yang diberikan pada tikus putih tidak yang lemah serta mudah bocor. Sehingga
menyebabkan adanya perubahan yang dapat disimpulkan bahwa kerusakan
signifikan pada struktur histologi ginjal. tubulus proksimal merupakan suatu hasil
Tidak ditemukan degenerasi maupun korelasi yang sangat penting antara
nekrosis pada semua kelompok transpor segmental tubulus dengan
perlakuan menunjukkan bahwa akumulasi, toksisitas, serta reaksi obat
pemberian ekstrak pegagan (centella pada sel-sel target tubulus proksimal
asiatica) dari dosis terkecil 0,2 ml (Pratsta, 2010).
sampai dosis tertinggi yaitu 0,8 tidak Tidak adanya perubahan yang
menimbulkan nefrotoksik. Ginjal menunjukkan adanya nekrosis,
merupakan organ tubuh yang vital. Hal degenerasi melemak dan degenerasi
ini disebabkan karena fungsinya untuk hidrofik menunujukkan bahwa
ekskresi sisa-sisa metabolisme pemberian ekstrak pegagan secara oral
Kerusakan ginjal karena zat toksik dapat tidak menimbulkan toksisitas pada
diidentifikasi berdasarkan perubahan jaringan ginjal tikus putih. Dari hasil
struktur histologi, yaitu nekrosis tubular yang didapat hal ini sangat mendukung
akut (NTA) yang secara morfologi dalam penggunaan ekstrak pegagan bagi
ditandai dengan dekstruksi epitel tubulus hewan maupun manusia karena dari hasil
proksimal. Sel epitel tubulus proksimal penelitian ekstrak pegagan terbukti aman.
peka terhadap anoksia dan mudah hancur Ditinjau dari perubahan
karena keracunan akibat kontak dengan histopatologi degenerasi melemak pada
bahan-bahan yang diekskresikan melalui ginjal tidak menunjukkan adanya
ginjal. Sel epitel tubulus proksimal peka perubahan sampai dosis tertinggi 0,8
terhadap anoksia dan mudah hancur ml/ekor. Degenerasi melemak
karena keracunan akibat kontak dengan merupakan akumulasi lemak abnormal di
bahan-bahan yang diekskresikan melalui dalam sitoplasma, vakuola besarnya
ginjal. Perubahan struktur histologi ginjal variasi dan mendesak inti ketepi.
ini tentu dipengaruhi oleh jumlah Degenerasi melemak menggambarkan
senyawa yang masuk ke dalam tubuh. adanya penimbunan abnormal trigliserid
Faktor lain yang mungkin menyebabkan dalam sel parenkim. Etiologi dari
kerusakan ginjal adalah kemampuan degenerasi melemak adalah toksin,
ginjal untuk mengkonsentrasikan malnutrisi protein, diabetes melitus,
substansi xenobiotik di dalam sel. Jika obesitas dan anoksia. Akibat perubahan
suatu zat kimia disekresi secara aktif dari perlemakan tergantung dari banyaknya
darah ke urin, zat kimia terlebih dahulu timbunan lemak. Jika tidak terlalu
diakumulasikan dalam tubulus proksimal banyak timbunan lemak maka tidak
atau jika substansi kimia ini direabsorbsi terjadi gangguan fungsi sel, tetapi jika
dari urin maka akan melalui sel epitel terjadi timbunan lemak berlebihan, maka
tubulus dengan konsentrasi tinggi. menyebabkan perubahan perlemakan
Sebagai akibat dari proses pemekatan dalam sel dan dapat menyebabkan
tersebut zat-zat toksik ini akan nekrosis.
terakumulasi di ginjal dan menyebabkan Pengamatan histopatologi degenerasi
kerusakan bagi ginjal (Yuanita,2008). hidrofik juga tidak menunjukkan adanya
Tubulus proksimal merupakan perubahan pada ginjal dari dosis 0,2 ml
bagian ginjal yang paling banyak dan sampai 0,8 ml. Degenerasi hidrofik
paling mudah mengalami kerusakan pada ditandai dengan adanya kebengkakan sel,
kasus nefrotoksik. Hal ini dapat terjadi adanya ruang-ruang kosong (vakuola),

67
Buletin Veteriner Udayana Volume 5 No. 1 :63-69
ISSN : 2085-2495 Pebruari 2013

sel membesar dan merapat. Degenerasi SIMPULAN DAN SARAN


hidrofik merupakan jejas sel yang
reversible dengan penimbunan Simpulan
intraseluler yang lebih parah jika disertai Pemberian ekstrak pegagan
adanya albumin. Etiologinya sama (Centella asitica) dengan rentang dosis
dengan pembengkakan sel hanya 0,2 ml/ekor sampai dengan dosis 0,8
intensitas rangsangan patologik lebih ml/ekor secara oral selama 9 hari, tidak
berat dan jangka waktu terpapar menyebabkan gangguan histopatogi pada
rangsangan patologik lebih lama. organ ginjal tikus putih (Rattus
Degenarasi hidrofik biasanya banyak norvegicus).
terjadi pada sel-sel epitel.
Tidak adanya tanda-tanda Saran
nekrosis pada ginjal tikus putih yang Untuk mengetahui efek pada
diberi ekstrak pegagan dari dosis 0,2 ml - ekstrak pegagan mengalami perubahan
0,8 ml hal ini menunjukkan bahwa struktur histopatologi, perlu dilakukan
pemberian ekstrak pegagan secara oral penelitian lebih lanjut penggunaan
tidak menimbulkan perubahan ekstrak pegagan dengan dosis lebih dari
histopatologi pada jaringan ginjal tikus 0,8 ml/ekor dengan lama waktu
putih. Nekrosis merupakan kematian sel pemberian lebih dari 9 hari.
jaringan akibat jejas saat individu masih
hidup. Secara mikroskopik terjadi UCAPAN TERIMA KASIH
perubahan intinya yaitu hilangnya
gambaran khromatin, inti menjadi Penulis mengucapkan terima
keriput, tidak vasikuler lagi, inti tampak kasih kepada Prof. Dr. Drh. I Made
lebih padat, warnanya gelap hitam Damriyasa, MS selaku Dekan Fakultas
(piknosis), inti terbagi atas fragmen- Kedokteran Hewan Universitas Udayana,
fragmen, robek (karioreksis), inti tidak Drh. Ida Bagus Oka Winaya, M.Kes dan
lagi mengambil warna banyak karena itu Drh I Wayan Sudira, M.Si yang telah
pucat tidak nyata (kariolisis) (Himawan, bersedia membimbing penelitian ini.
1992). Nekrosis dapat disebabkan oleh
bermacam-macam agen etiologi dan DAFTAR PUSTAKA
dapat menyebabkan kematian dalam
beberapa hari. Diantara agen Corwin, E. J. (2001). Buku Saku
penyebabnya yaitu : racun kuat (misal Patofisiologi. Alih Bahasa Brahm
fosfor, jamur beracun arsen dan lainya), U. Pendit.Penerbit Buku
gangguan metabolik (biasanya pada Kedokteran EGC. Jakarta.
metabolisme protein), infeksi virus yang Dian Rahmawati, (2010). Medikasi.
menyebabkan bentuk fluminan atau http://unsoed.ac.id/newcmsfak/Us
maligna virus (Thomas, 1988). Dari erFiles/File/FKIK/medikasi1.html
aspek tidak adanya degenerasi melemak, . Tanggal Akses 30 Maret 2010
degenerasi hidrofik, dan nekrosis pada Gerhastuti, B. C. , (2009). Pengaruh
ginjal tikus putih, pemberian ekstrak Pemberian Kopi Dosis Bertingkat
pegagan masih aman digunakan dari Per Oral selama 30 hari
dosis terkecil 100mg/kg bb tikus sampai Terhadap Gambaran Histologi
dengan dosis terbesar 400 mg/kg bb Ginjal Tikus Wistar. Universitas
tikus. Diponegoro. Semarang.
Himawan, S. 1992. Kumpulan Kuliah
Patologi. Jakarta : UI Press.
Januwati, M dan Yusron,M. (2005).
Budidaya Tanaman Pegagan.

68
Buletin Veteriner Udayana Suhita, dkk
ISSN : 2085-2495

Badan Penelitian Tanaman Obat Rifatul, (2009). Efek Samping Obat


dan Aromatika. Herbal terhadap Kesehatan
http://www.balittro.go.id. Masyarakat.
Tanggal Akses 19 Juni 2010 http://www.smallcrab.com/keseha
Kristina, N.N., N. Sirtrait dan D. tan/687-efek-samping-
Surachman. (2000). Multiplikasi pengobatan-herbal. Tanggal
Tunas dan Penyimpanan Akses 20 Juni 2010.
Tanaman Obat Pegagan secara Sulastry, F. (2009). Uji Toksisitas Akut
invitro. Jurnal Ilmiah Pertanian yang diUkur Dengan Penentuan
Gukoryoku. Persada. LD50 Ekstrak Daun Pegagan
Mardjuki, A. (2010). Nasib Obat Dalam (centella asiatica (L) Urban)
Tubuh. Terhadap Mencit BALB/C.
http://acorbusie.multiply.com. Universitas Diponegoro.
Tanggal Akses 12 Juli 2010 Semarang
Maxie, M.G., 1985. The urinary system. Thomson, R. G. (1997). General
In: .V.F. Jubb., P.C. Kennedy, Veterinary Pathology. Second
and N. Palmer (eds.). Pathology Edition. W. B. Saunders
of Domestic Animals. Vol. 2. Company. Philadelphia.
Orlando: Academic Press. Thomas, C. 1988. Histopatologi : Buku
Metrobanjar. Penyakit dan Gangguan Teks dan Atlas Untuk Pelajaran +
Ginjal. Edisi: Rabu, 25 Januari Patologi Umum dan Khusus. Edisi
2006 Sumber : 10. Alih Bahasa Tonang, dkk.
http://www.indomedia.com/metro Jakarta : EGC.
banjar. Tanggal Akses 16 Juni Yuanita, D.A. (2008). Pengaruh
2010. Pemberian Teh Kombucha Dosis
Prasta, B. P. (2010). Pengaruh Bertingkat Per Oral Terhadap
Pemberian Dekstrometorfan Gambaran Histologi Gijal Mencit
Dosis Bertingkat Per Oral BALB/C . Universitas kedokteran
terhadap Gambaran Hitopatologi Diponegoro, Semarang.
ginjal tikus wistar. Fakultas
Kedokteran Universitas
Diponegoro

69

Anda mungkin juga menyukai