Anda di halaman 1dari 12

Biocelebes, 2020, Vol. 14. No. 1. Doi: 10.22487/bioceb.v14i1.

15082

PROFIL TOKSIKOLOGIS EKSTRAK DAUN TUMBUHAN BAKA-BAKA (Hyptis


capitata Jacq.) PADA HATI TIKUS PUTIH

TOXICOLOGICAL PROFILE OF PLANT BAKA-BAKA (Hyptis capitata Jacq.) LEAF


EXTRACT IN RATS LIVER

Sitti Ayu Suhartina Yahya, Wahyu Harso, dan Magfirahtul Jannah*

Jurusan Biologi Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Tadulako Tondo
Palu, Sulawesi Tengah 94118

ABSTRACT
Keywords:
Hyptis capitata Jacq. plant has been using for traditional medicine.
Toxicology, Hyptis capitata
Utilization of medicinal plant must always consider to given dose
Jacq., Hystopathology,
because of toxic effect when too much medicine is taken. The aim of
Liver
this study was to measure the liver damage in rats caused by H.
capitata Jacq. leave extract. Either 300 (P1), 600 (P2) or 900 (P3)
µg/kgBW H. capitata Jacq. leave extract was given orally to rats every
24 hours during 14 days. Zero point five ml ethanol 96% was given
daily (K-) and without given anything (K+) was also conducted as a
control. Both macroscopic and microscopic of liver damage were
assessed. The result showed that rats given P3 treatment had the
highest liver damage. The liver damage in rats was not statistically
significant difference between P3 and K- treatments. The lowest liver
damage was in rats given K+ treatment. There was no significant
difference between P1 and P2 treatments on rats liver damage.
Utilization of medicinal plant as traditional medicine should always be
consider to doses.

ABSTRAK
Kata Kunci:
Tumbuhan Hyptis capitata Jacq. telah lama digunakan sebagai obat
Toksikologi, Hyptis
tradisional. Pemanfaatan tumbuhan obat harus tetap memperhatikan
capitata Jacq.,
dosis karena bila melebihi akan menimbulkan efek toksik. Tujuan dari
Histopatologi, Hati
penelitian ini adalah untuk mengetahui kerusakan hati pada tikus
karena diberi ekstrak daun H. capitata. Penelitian dilakukan dengan
memberikan 300 (P1), 600 (P2) atau 900 (P3) µg/kgBB ekstrak daun
H. capitata Jacq. setiap hari secara oral kepada tikus selama 14 hari
dengan durasi pemberian 24 jam. Pemberian 0,5 ml etanol 96%
perhari (K-) dan tanpa pemberian perlakuan (K+) juga dilakukan
sebagai pembanding. Parameter penilaian adalah kerusakan hati
secara makroskopik dan mikroskopik. Hasil penelitian menunjukkan
bahwa kerusakan sel hati tertinggi diperoleh pada tikus yang diberi
perlakuan P3 yang nilainya tidak berbeda nyata dengan kerusakan
hati tikus yang diberi perlakuan K-. Kerusakan sel hati terendah
terdapat pada tikus yang diberi perlakuan K+. Tidak ada perbedaan
yang nyata antara kerusakan hati tikus yang disebabkan perlakuan P1
dan P2. Penggunaan tumbuhan obat sebagai obat tradisional
sebaiknya tetap memperhatikan dosisnya.
*
Corresponding Author : magfirahtul@untad.ac.id

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 10


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

PENDAHULUAN toksisitas menggunakan hewan uji sebagai


Hyptis capitata Jacq. atau yang model, untuk melihat reaksi biokimia,
dikenal di daerah Palolo, Sulawesi Tengah fisiologi dan patologi manusia terhadap
dengan nama baka-baka merupakan bahan yang diteliti (Soemardji dkk, 2002;
tumbuhan herba daerah tropis dari famili OECD, 2001). Uji toksisitas juga dapat
Lamiaceae yang telah dimanfaatkan secara memberikan gambaran kerusakan organ
luas sebagai tumbuhan obat, misalnya oleh tubuh yang mungkin timbul akibat
masyarakat Taiwan (Almtorp et al., 1991), pengonsumsian bahan obat secara oral
Cina (Xu et al., 2013), dan Suku Topo Uma melalui pengamatan histopatologi (Ginting et
di Sulawesi Tengah, Indonesia (Alvionita, al., 2016).
2017). Walaupun demikian, H. capitata Hati sebagai organ metabolisme
Jacq. tidak dapat disarankan utama dan organ detoksifikasi menempati
penggunaannya kepada masyarakat tanpa urutan pertama yang mendapat pengaruh
informasi yang memadai terkait dosis dan toksik dari senyawa-senyawa yang masuk
efeknya bagi organ tubuh, sebab semua ke dalam tubuh, termasuk bahan obat
jenis obat yang dikonsumsi dapat (Ramadhan dan Tuljannah, 2011). Oleh
menimbulkan efek toksik jika mencapai karena itu, perlu dilakukan pengujian
dosis tertentu (Manggung, 2008). toksisitas untuk mengetahui kerusakan hati
Tingkat keamanan suatu bahan obat pada tikus karena diberi ekstrak daun H.
dapat diketahui dengan melakukan uji capitata Jacq.
Bahan yang digunakan pada
BAHAN DAN METODE penelitian ini adalah daun tumbuhan baka-
Penelitian dilakukan pada bulan Juni baka (H. capitata Jacq.), tikus putih (R.
hingga September 2018. Pengambilan norvegicus) jantan galur Wistar sebagai
sampel dilakukan di Kecamatan Palolo, hewan uji, etanol 96%, 90%, 80% dan 70%,
Kabupaten Sigi, Provinsi Sulawesi Tengah. kertas saring, kloroform, NaCl fisiologis,
Pembuatan ekstrak, perlakuan hewan uji, formalsaline, xylol, paraffin, albumin telur,
pembuatan preparat histopatologi dan pewarna Hematoxylin dan Eosin (HE),
pengamatan struktur makroskopik dan kapas, alumunium foil, aquades, entelan,
mikroskopik hati tikus putih (R. norvegicus) handscound, serbuk gergaji, jagung.
dilakukan di Laboratorium Biomedik, Alat yang digunakan pada penelitian
Laboratorium Bioteknologi Jurusan Biologi ini adalah timbangan, timbangan analitik,
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan blender, oven, toples kaca yang dibungkus
Alam Universitas Tadulako dan kain berwarna gelap, alat-alat gelas, rotary
Laboratorium Biologi Fakultas Keguruan dan evaporator, sendok kayu, kaus tangan tebal,
Ilmu Pendidikan Universitas Tadulako. sonde lambung, silet, cetakan paraffin, gelas
Bahan objek, gelas penutup, mikroskop, kandang,

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 11


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

tempat makan dan minum tikus, kamera dan sebesar 25g berat pasta hasil pemisahan
alat tulis ekstrak menggunakan rotary evaporator.
PROSEDUR KERJA Pembuatan Dosis Ekstrak Daun Baka-
Pembuatan Serbuk Simplisia baka (Hyptis capitata Jacq.)
Daun segar tumbuhan baka-baka (H. Banyaknya ekstrak tiap perlakuan
capitata Jacq.) seberat 6,1 kg dicuci bersih dihitung dengan mengalikan berat rata-rata
menggunakan air mengalir, kemudian (kg) tiap kelompok hewan uji dengan dosis
disortasi basah untuk menghilangkan ekstrak.
kotoran atau daun yang tidak layak untuk Penentuan dosis ekstrak H. capitata
dijadikan sampel. Daun selanjutnya dirajang Jacq. yang diberikan mengacu pada Xu et
dan ditimbang. Sampel daun kemudian al. (2013), bahwa ekstrak kasar daun H.
dikeringanginkan selama 2 minggu sampai capitata Jacq. memiliki nilai LC50<1000
kadar air tersisa 18%, lalu disortasi kembali µg/ml. Berdasarkan hal tersebut, penelitian
dan diblender sampai menjadi serbuk. ini menggunakan 3 dosis ekstrak yaitu 300,
Selanjutnya simplisia dikeringkan dalam 600, dan 900 µg/kg berat badan. Banyaknya
oven dengan suhu 40°C selama 5 jam untuk ekstrak yang diberikan kepada hewan uji
mengurangi kadar air sampai sampai 5%. dihitung dengan cara mengalikan berat rata-
Serbuk simplisia kemudian ditimbang lagi rata (kg) tiap kelompok hewan uji dengan
untuk mengetahui berat keringnya. Berat dosis ekstrak.
kering yang tersisa setalah proses oven Penyiapan Hewan Uji
selama 5 jam adalah 304g. Hewan uji yang digunakan adalah 25
Proses Ekstraksi ekor tikus putih (Rattus norvegicus) jantan
Serbuk simplisia diekstraksi dengan galur Wistar sehat, usia 8-10 minggu
metode maserasi mengacu pada Sharon dengan berat badan 200-250g sesuai
(2013) dengan modifikasi. Serbuk simplisia dengan standar yang telah diatur dalam
baka-baka (H. capitata Jacq.) sebanyak OECD (2001). Tikus dibagi ke dalam 5
304g diekstraksi berulang menggunakan kelompok lalu diaklimatisasi dalam kandang
etanol 96% selama masing-masing 3 x 24 selama 1 minggu dengan tetap diberikan
jam dengan pengadukan. Maserat disaring makan dan minum ad libitum, kemudian
lalu dipisahkan dari pelarut menggunakan dipuasakan selama 12 jam sebelum
rotary evaporator pada suhu 60°C, lalu perlakuan dengan tetap diberikan minum.
diuapkan hingga menjadi ekstrak kental Perlakuan Hewan Uji
(pasta). Ekstrak ditimbang dengan neraca Hewan uji yang telah dibagi ke dalam
analitik untuk mengetahui berat akhir ekstrak 5 kelompok, dengan masing-masing terdiri
sampel daun baka-baka (H. capitata Jacq.). dari 5 ekor tikus putih (R. norvegicus)
Berat ekstrak kental yang dihasilkan dari sebagai ulangan, kemudian menerima
304g berat kering sampel daun adalah perlakuan sebagai berikut:

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 12


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

 K+ : Kontrol positif (tanpa perlakuan) normal dapat dilihat dengan permukaan hati
 K- : Kontrol negatif (diberikan 0,5 ml yang kasar dan tampak bercak-bercak pada
etanol 96%/hari)
 P1 : Diberikan ekstrak etanol daun permukaan hatinya serta warna hati yang
baka-baka (H. capitata Jacq.) 300 terlihat merah kehitaman (Tatukude dkk,
µg/kg bb/ml/hari secara oral
 P2 : Diberikan ekstrak etanol daun 2014; Amalina, 2009).
baka-baka (H. capitata Jacq.) 600 Pembuatan Preparat Histopatologi
µg/kg bb/ml/hari secara oral
 P3 : Diberikan ekstrak etanol daun Preparat histopatologi dibuat
baka-baka (H. capitata Jacq.) 900 menggunakan metode Kiernan yang
µg/kg bb/ml/hari secara oral
mengacu pada Swarayana dkk (2012).
Perlakuan diberikan selama 14 hari Pembuatan preparat dimulai dengan fiksasi
secara berturut-turut dengan pemberian jaringan, dimana organ hati diambil bagian
ekstrak 1 kali dalam sehari dengan durasi tengahnya dan dipotong kecil kemudian
24 jam. Selama perlakuan tikus tetap dicuci dengan NaCl fisiologis untuk
diberikan makan dan minum ad libitum. membersihkan organ dari darah yang
Setelah hari ke-14 tikus dipuasakan selama menempel. Sampel hati selanjutnya
12 jam. Pada hari ke-15, tikus dianastesi direndam dalam formalsalin selama 24 jam
dengan kloroform lalu dibedah untuk yang berfungsi untuk mengawetkan
pengambilan organ hati. Kondisi morfologis jaringan. Proses selanjutnya adalah
hati diamati secara makroskopik dan dehidrasi yang bertujuan untuk menarik
didokumentasikan setelah sebelumnya molekul air dari dalam jaringan dengan
dicuci dengan NaCl fisiologis. Seluruh menggunakan seri alkohol bertingkat (70%,
prosedur perlakuan hewan coba 80%, 90% dan 96%). Jaringan yang telah
berdasarkan pada standar OECD (2001). dipotong kemudian dimasukan ke dalam
Pengamatan Makroskopik xylol I dan II masing-masing 10 menit untuk
Hasil pengamatan secara makroskopik proses penjernihan. Jaringan kemudian
meliputi pengamatan morfologi dan warna dimasukkan ke dalam paraffin cair dengan
sampel hati tikus putih (R. norvegicus) yang suhu 56°C selama 2 jam sebanyak 2 kali
diamati secara langsung dan menggunakan berturut-turut. Jaringan kemudian diambil
bantuan kamera untuk dilakukan menggunakan pinset dan dilakukan
dokumentasi penampakan hati secara pemblokan menggunakan parafin blok
makroskopik. Kriteria pengamatan secara sampai dingin dan membeku. Pemotongan
makroskopik dideskripsikan berdasarkan (cutting) selanjutnya dilakukan
penampakan struktur permukaan hati tikus menggunakan mikrotom dengan ketebalan
putih (R. norvegicus). Kategori hati normal 10 μm. Jaringan yang terpotong diletakan di
dapat dilihat dengan permukaan hati yang atas air dalam waterbath untuk
rata dan halus serta warna yang terlihat dikembangkan, kemudian ditangkap dengan
merah kecoklatan. Kategori hati yang tidak gelas objek. Jaringan selanjutkan

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 13


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

dikeringkan menggunakan hot plate. Pemeriksaan mikroskopik terhadap


Preparat siap diwarnai dengan Hematoxylin jaringan hati dari setiap kelompok
Eosin (HE). percobaan diamati pada 5 lapang bidang
Tahapan pewarnaan HE dengan pandang preparat, dengan masing masing
metode Harris sebagai berikut: preparat di bidang pandang dipusatkan pada 1 vena
atas gelas objek direndam dalam xylol I, II sentral yang terdapat pada masing-masing
masing-masing 15 menit untuk preparat yang akan diamati. Setiap vena
menghilangkan paraffin yang mungkin masih sentral dibagi lagi menjadi 4 sudut bidang
melekat di dalam jaringan. Preparat pandang dengan masing-masing sudut
selanjutnya direndam dalam seri alkohol diwakili dengan mengamati 25 sel, sehingga
menurun 96%, 90%, 80%, 70% dan dari ke 4 sudut pandang tadi dijumlahkan
aquades sebanyak 1 kali, dengan waktu menjadi 100 sel untuk masing-masing 1
masing-masing 5 menit dan direndam vena sentral yang diamati.
dalam Hematoxylin selama 15 menit dan Masing-masing bidang pandang
Eosin selama masing-masing 15 detik. diamati menggunakan mikroskop dengan
Preparat kemudian diletakan ke dalam perbesaran 400x, kemudian setiap preparat
aquades selama kurang lebih 5 menit. dihitung nilai rata-rata degenerasinya
Preparat selanjutnya direndam kembali ke dengan cara jumlah sel dikalikan dengan
dalam seri alkohol bertingkat 70%, 80%, kategori nilai (1-4), sesuai dengan jenis
90% dan 96% masing-masing 5 menit. degenerasinya. Sasaran yang dibaca adalah
Preparat setelah itu direndam lagi ke dalam perubahan struktur histopatologis hepar
xylol III dengan waktu 5 menit. Preparat tikus putih (R. norvegicus). Kriteria penilaian
kemudian dikeringkan dan dilakukan disajikan pada Tabel 1, yang mengacu pada
mounting dengan menggunakan entelan. Maretnowati dkk (2005).
Preparat siap untuk diamati di bawah
mikroskop. Tabel 1. Kriteria Penilaian Terhadap sel
yang berdegenerasi
Pengamatan Sampel Preparat
Jenis degenerasi Nilai/Skor
Pengamatan preparat secara
Sel Normal
mikroskopik dilakukan dengan mengamati 1
Degenerasi parenkimatosa
2
sampel hati tikus putih (R. norvegivus) yang Degenarasi Hidropik
3
Nekrosis (sel piknotik,
4
telah dibuat menjadi preparat, dengan karioreksis, kariolisis)
memperhatikan kondisi jaringan hati tikus
Nilai skor akhir diketahui dengan cara
putih (R. norvegicus) pada 5 bidang
mengalikan jenis degenerasi dengan nilai
pandang. Parameter yang diamati meliputi
skor. Skor = jumlah sel x jumlah skor (Sel
jumlah sel yang normal, sel yang mengalami
normal 1, Degenerasi parenkimatosa 2,
degenerasi parenkimatosa, degenerasi
Degenerasi hidropik 3, Nekrosis 4).
hidrofik dan nekrosis (Adikara dkk, 2013).

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 14


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

maka selanjutnya dilakukan uji beda


Analisis Statistik
menggunakan statistik parametrik ANOVA.
Analisis statistik yang digunakan
Jika hasilnya menunjukan perbedaan yang
mengacu pada Bhara (2009). Data dari hasil
bermakna, maka dilanjutkan dengan uji
pengamatan secara mikroskopik (jumlah sel
DMRT. Jika hasil yang didapatkan adalah
yang rusak dari 5 bidang pandang
distribusi yang tidak normal, maka uji yang
mikroskop) terhadap 5 kelompok perlakuan
dilakukan menggunakan statistik non
pada sampel yang diperoleh diolah
parametric Kruskal Wallis. Jika dari hasil uji
menggunakan software SPSS versi 24.0.
statistik tersebut ada perbedaan yang
Data kemudian diuji normalitasnya dengan
bermakna, maka selanjutnya diuji dengan
Shapiro-Wilk. Jika data diperoleh normal,
statistik Mann-Whitney.

HASIL
Pengamatan yang telah dilakukan bercak berwarna putih; (b) benjolan
kuning
secara makroskopik memperlihatkan adanya
perubahan pada struktur morfologis hati,
yaitu perubahan warna dan tekstur pada Pengamatan organ hati tikus putih (R.

kelompok perlakuan seperti pada Gambar 1. norvegicus) secara mikroskopik

Berdasarkan Gambar 1 terlihat adanya memperlihatkan gambaran kerapatan sel

perbedaan tingkat warna permukaan organ yang berbeda-beda pada setiap kelompok

hati tikus putih (R. norvegicus) pada setiap perlakuan. Pengamatan melalui mikroskop

perlakuan. Selain itu ditemukan adanya dengan perbesaran 400x memperlihatkan

bercak putih seperti pori-pori besar di adanya gejala kerusakan pada perlakuan K-,

seluruh permukaan bagian atas organ hati P1, P2, dan P3, yaitu berkurangnya

pada perlakuan K-, P1, P2 dan P3. Deskripsi kerapatan sel hati, sinusoid yang semakin

struktur morfologi hati hasil pengamatan melebar, serta ditemukannya sel-sel yang

makroskopik pada setiap perlakuan rusak (Gambar 2).

disajikan pada Tabel 2.

Gambar 2. Gambaran histopatologi hati tikus


pada pengamatan mikroskopik
Gambar 1. Gambaran makroskopik hati tikus setelah 14 hari perlakuan. (a) sel
putih setelah 14 hari perlakuan: (a) normal; (b) degenerasi

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 15


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

parenkimatosa; (c) degenerasi selanjutnya dikali dengan skor sesuai jenis


hidropik; (d) nekrosis; (e) sinusoid
lebar; (vc) vena sentralis; perbesaran degenerasi, kemudian dianalisis
400x. menggunakan ANOVA dan uji lanjut DMRT
pada taraf signifikan 0,05. Hasil analisis
Data hasil perhitungan jumlah sel
statistik tingkat kerusakan pada setiap
normal dan sel yang berdegenerasi pada 5
kelompok perlakuan disajikan pada Tabel 3.
lapang pandang setiap perlakuan

Tabel 2. Deskripsi struktur morfologi hati tikus pada pengamatan makroskopik setelah 14
hari perlakuan.
Kelompok Keterangan
Warna Tekstur

K+ Merah kecokelatan Halus


K- Merah kehitaman - merah keabu-abuan Halus, terdapat bercak putih di permukaan atas
P1 Cokelat keabu-abuan - cokelat pucat Halus, terdapat bercak putih di permukaan atas
P2 Merah kehitaman - merah keabu-abuan Halus, terdapat bercak putih di seluruh permukaan
atas, di beberapa lobus tampak bagian yang
menggelap dan agak keras jika disentuh
P3 Merah kehitaman - cokelat keabu-abuan Halus, terdapat bercak putih di permukaan atas, dan
terdapat benjolan kuning seperti lemak pada
permukaan hati

Tabel 2 menunjukkan adanya seharusnya merah kecokelatan menjadi


perbedaan penampakan organ hati pada cokelat pucat atau merah kehitaman, juga
setiap perlakuan yang mengindikasikan munculnya bercak-bercak putih dan atau
adanya kerusakan hati pada perlakuan K-, adanya benjolan kuning seperti lemak di
P1, P2, dan P3. Kerusakan hati ditandai permukaan bagian atas hati tikus.
dengan perubahan warna hati yang

Tabel 3. Hasil analisis statistik tingkat kerusakan mikroskopik hati tikus

Sel Degenerasi Degenerasi


Nekrosis Total
Kelompok Normal parenkimatosa Hidropik

Skor Skor Skor Skor Skor Nilai


K+ 89,67±5, 2,00±2,20ab 20,00±10,54 10,67±11, 122,33±14,2 489,33±57,
51c ab 55a 9a 18a
K- 46±2,00a 8±5,29b 102±22,62d 48±10,58a 204±14,73c 816±58,92c
P1 81,8±11, 2±0,00ab 9,4±5,51a 47,2±29,4 140,4±19,55 561,6±78,6
53c 8a ab 1ab
P2 66,6±7,5 8,4±6,43b 49,6±19,66c 43,2±14,0 167,8±24,03 671,2±96,1
1b 5a b 1b
P3 53,5±11, 0,00±0,00a 39±10,68bc 134±55,18 226,5±36,82 906±147,28
62a b c c
Keterangan: Angka-angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada setiap kolom menunjukkan tidak berbeda nyata

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 16


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

PEMBAHASAN / DISCUSSION kerusakan pada organ tersebut. Kerusakan


Hasil penelitian secara makroskopik pada K- disebabkan oleh toksik akibat
dan mikroskopik pada hati tikus pemberian etanol 96% setiap hari,
memperlihatkan adanya kerusakan yang sedangkan kerusakan pada P1-P3
terjadi pada masing-masing perlakuan dosis disebabkan oleh toksik akibat pemberian
ekstrak daun baka-baka (H. capitata Jacq.), ekstrak daun baka-baka (H. capitata Jacq.)
dimana semakin tinggi dosis yang diberikan dengan dosis bertingkat.
maka semakin mempengaruhi tingkat Hasil yang diperolah dari penelitian
kerusakan yang terjadi pada hati. makroskopik ini serupa dengan kesimpulan
Pengamatan secara makroskopik yang dikemukakan oleh Cahyono dkk
(Gambar 1 dan Tabel 2) menunjukkan (2012) dan Utomo (2015) bahwa warna
perbedaan baik penampakan warna yang terlihat pucat sampai kehitaman
maupun tekstur pada permukaan organ hati menunjukan hati rusak/abnormal. Pendapat
tikus putih (R. norvegicus). Perlakuan K+ lain juga dikemukakan oleh Saefulhadjar et
(kontrol positif) sebagai pembanding al (2008) apabila warna hati pucat
memperlihatkan organ hati yang berwarna menunjukkan bahwa kadar Fe pada hati
merah kecokelatan dengan tekstur rendah karena acupan Fe ke tubuh menjadi
permukaan hati yang halus, yang mana berkurang, yang diperkirakan akibat adanya
menunjukkan bahwa K+ memiliki organ hati pengikatan asam fitat pada saluran
normal (tidak mengalami kerusakan) secara pencernaan. Simamora (2011) juga
makroskopik. Berbeda dengan K+, warna menyebutkan bahwa kelainan pada hati
hati berubah menjadi cokelat keabu-abuan secara fisik biasanya ditandai dengan
hingga cokelat pucat pada perlakuan P1 adanya perubahan warna. Bercak putih
dan merah kehitaman hingga cokelat yang tampak pada makroskopik pada
keabu-abuan pada perlakuan K- (kontrol kelompok perlakuan P2 dan P3 serupa
negatif), P2, dan P3. Hati pada keempat dengan pendapat Robins dan Kumar
perlakuan tersebut memiliki tekstur (1992), bahwa hati yang normal memiliki
permukaan yang halus dan umumnya permukaan rata dan halus serta berwarna
terdapat bercak putih di permukaan atas. merah kecokelatan, sedangkan hati yang
Pada perlakuan P3 juga ditemukan benjolan abnormal memiliki permukaan berbintik-
kuning seperti lemak pada permukaan hati. bintik dan mengalami perubahan warna.
Perubahan warna dan tekstur permukaan Hasil pengamatan secara mikroskopik
hati tikus mengindikasikan adanya juga mendukung hasil pengamatan

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 17


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

makroskopik. Berdasarkan Tabel 2, dapat skoring pada sel normal menunjukkan


dilihat bahwa pada semua perlakuan dapat bahwa tikus putih yang diberi perlakuan P3
ditemukan adanya sel-sel yang mengalami memiliki sel normal yang lebih sedikit jika
kerusakan, namun jumlah sel pada setiap dibandingkan dengan P2 atau P1. Semakin
jenis kerusakan (degenerasi parenkimatosa, besar konsentrasi ekstrak daun baka-baka
degenerasi hidropik, dan nekrosis) tidak (H. capitata Jacq.) yang diberikan maka
bergantung pada perlakuan yang diberikan. semakin sedikit jumlah sel normal pada hati.
Sel yang mengalami degenerasi Jumlah sel normal hati tikus pada perlakuan
parenkimatosa ditandai dengan keadaan sel P3 tidak berbeda nyata dengan jumlah sel
yang mengalami pembengkakan diikuti normal pada perlakuan K-. Sementara itu
dengan pembengkakan inti selnya akibat jumlah sel normal hati tikus pada perlakuan
deri cairan yang masuk kedalam sel, P1 tidak berbeda nyata dengan jumlah sel
sedangkan degenerasi hidropik disebabkan normal hati tikus pada perlakuan K+.
oleh gangguan pada membran sel. Terlihat Sel hati yang mengalami degenerasi
seperti vakuola-vakuola kecil atau besar parenkimatosa terendah justru terdapat
akibat cairan yang memenuhi sitoplasma pada tikus yang diberi perlakuan P3. Pada
disebabkan sel yang sakit, sehingga Tabel 2. terlihat bahwa pada perlakuan P3
terjadilah akumulasi cairan di dalam sel. sel-sel hati tidak ada yang mengalami
Kerusakan sel terparah adalah nekrosis, degenerasi parenkimatosa. Sementara itu
yang ditandai dengan inti sel yang mati pada perlakuan P2 dan K- memiliki
dapat terlihat lebih kecil, kromatin dan sejumlah sel yang mengalami degenerasi
serabut retikuler menjadi berlipat-lipat. Inti parenkimatosa meskipun kedua perlakuan
sel juga menjadi lebih padat (piknotik) yang tersebut tidak berbeda nyata. Perlakuan P1
akhirnya hancur bersegmen-segmen dan dan K- tidak berbeda nyata terhadap
(karioreksis), dan kemudian sel menjadi jumlah sel hati yang mengalami degenerasi
eosinofilik (kariolisis) yang pada akhirnya parenkimatosa.
sel mengalami kematian (Gambar 2). Hal ini Sel hati yang mengalami degenerasi
sejalan dengan pendapat yang hidropik tertinggi diperoleh pada tikus yang
dikemukakan oleh Suhita dkk (2013). mendapatkan perlakuan K- kemudian diikuti
Hasil skoring dan uji statistik anova oleh tikus yang mendapatkan perlakuan P2
pada parameter sel yang dinilai (sel normal, dan P3 meskipun keduanya tidak berbeda
degenerasi parenkimatosa, degenerasi nyata. Sementara itu pada tikus yang
hidropik, nekrosis, dan total nilai) mendapatkan perlakuan P1 memiliki jumlah
memperlihatkan hasil yang berbeda. Hasil sel hati yang mengalami degenerasi

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 18


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

hidropik terendah dan tidak memiliki Pengamatan makroskopik dan


perbedaan yang nyata dengan sel hati tikus mikroskopik pada organ hati tikus putih (R.
yang mendapatkan perlakuan K+. norvegicus) yang diberikan ekstrak daun
Sel hati tikus yang mengalami tumbuhan baka-baka (H. capitata Jacq.)
nekrosis tertinggi diperoleh pada tikus yang menunjukan adanya gejala kerusakan
mendapatkan perlakuan P3. Tidak ada dengan berbagai tingkatan. Pengamatan
beda nyata antara perlakuan K+, K-, P1 dan secara maksroskopik memperlihatkan
P2 terhadap jumlah sel hati tikus yang semakin tinggi dosis yang diberikan pada
mengalami nekrosis. setiap kelompok perlakuan maka akan
Secara keseluruhan, nilai kerusakan semakin mempengaruhi tingkat kerusakan
sel hati tertinggi diperoleh pada tikus yang organ hati, yang dapat dilihat dari tingkatan
mendapatkan perlakuan P3 dan K- dan perubahan warna dan tekstur yang terlihat
kedua perlakuan tersebut (P3 dan K-) tidak pada permukaan organ hati tikus putih (R.
berbeda nyata terhadap jumlah sel hati norvegicus). Pengamatan secara
yang mengalami kerusakan. Tidak ada mikroskopik juga memperlihatkan jika
perbedaan yang nyata antara perlakuan P1 semakin tinggi dosis yang diberikan maka
dan P2 terhadap nilai kerusakan sel hati. akan semakin mempengaruhi tingkat
Nilai kerusakan sel hati terendah diperoleh kerusakan sel dari organ hati tikus putih (R.
pada tikus yang mendapatkan perlakuan norvegicus).
K+.

DAFTAR PUSTAKA Sulawesi Tengah. Skripsi. Universitas


Tadulako. Palu.
Adikara, I. P. A., Ida B. O. W., dan I Wayan,
S. 2013. Studi Histopatologi Hati Amalina, N. 2009. Uji Toksisitas Akut
Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Yang Ekstrak Valerian (Valeriana
Diberi Ekstrak Etanol Daun Officinalis) Terhadap Hepar Mencit
Kedondong (Spondias Dulcis G.Forst) Balb/C. Skripsi. Fakultas Kedokteran
Secara Oral. Buletin Veteriner Universitas Diponegoro. Semarang.
Udayana, ISSN: 5(2), 2085-2495.
Bhara, M. L. A. 2009. Pengaruh Pemberian
Almtorp, G. T., Hazell, A. C., and Torssell,
Kopi Dosis Bertingkat Per Oral 30
K. B. G. 1991. A lignin and pyrone Hari Terhadap Gambaran Histologi
and other constituents from Hyptis
Hepar Tikus Wistar. Skripsi. Fakultas
capitata. Phytochemistry, 30(8), 2753-
Kedokteran Universitas Diponegoro.
2756. Semarang.

Alvionita. 2017. Studi Etnobotani Tumbuhan


Cahyono, E. D., Atmomarsono, U. dan
Obat Masyarakat Suku Topo Uma di Suprijatna, E. 2012. Pengaruh
Desa Berdikari Kabupaten Sigi Penggunaan Tepung Jahe (Zingiber

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 19


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

Offinale) Dalam Ransum Terhadap padi dalam ransum. Jurnal Media


Saluran Pencernaan Dan Hati Pada Peternakan. Fakultas Peternakan
Ayam Kampung Umur 12 Minggu. Universitas Padjajaran. 31(2), 122-
Animal Agricultural Journal, 1(1), 65- 127.
74.
Sharon, N., Anam, S., dan Yuliet. 2013.
Ginting, H., Dalimunthe, A., and Reveny, J. Formulasi Krim Antioksidan Ekstrak
2016. Acute Toxicity Effect of The Etanol Bawang Hutan (Eleutherine
Ethanolic Extract of Watercress Herb palmifolia L. Merr). Online Jurnal of
(Nasturtium officinale R. Br.) in Mice. Natural Science, 2(3), 111-122.
Indonesian Journal of Cancer
Chemoprevention, 7(1), 9-16. Simamora, N. 2001. Performans produksi
dan karakteristik organ dalam ayam
Manggung, R. E. R. 2008. Pengujian kampung umur 12-16 minggu yang di
toksisitas akut Lethal Dose 50 (LD50) infeksi cacing Ascaridia galli dan
ekstrak etanol buah belimbing wuluh disuplementasi ekstrak daun jarak
(Averrhoa bilimbi L.) pada mencit pagar (Jatropha curcas Linn). Skripsi.
(Mus musculus albinus). Skripsi. Fakultas Peternakan, Institut
Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Pertanian Bogor. Bogor.
Soemardji, A. A., Kumolosasi, E., dan
Maretnowati N., Widyawaruyanti A., Aisyah, C. 2002. Toksisitas akut dan
Santosa M. H. 2005. Uji toksisitas penentuan DL50 oral ekstrak air daun
akut dan subakut ekstrak etanol dan gandarusa (Justicia gendarussa
ekstrak air kulit batang Artocarpus Burm. F.) pada mencit Swiss
champeden spreng dengan parameter Webster. Jurnal Matematika dan
histopatologi hati mencit. Majalah Sains, 7(2), 57-62.
Farmasi Airlangga. 5(3). 91-5.
Suhita, N. L. P. R., Sudira, I. W., dan
OECD. 2001. Acute Oral Toxicity–Acute Winaya, B. O. 2013. Histopatologi
Toxic Class Method. OECD ginjal tikus putih akibat pemberian
Guidelines for Testing Chemicals, ekstrak pegagan (Centella asiatica)
423(1), 1-14. peroral. Buletin Veteriner Udayana,
5(2), 71-78.
Ramadhan, A., dan Tuljannah, M. 2011.
Aktivitas Hepatoprotektor Ekstrak Swarayana, M. I., Sudira, W., dan Berata,
Meniran Hijau (Phyllanthus niruri L.) K. 2012. Perubahan Histopatologi Hati
Terhadap Tikus Putih (Rattus Mencit (Mus musculus) yang
norvegicus) yang Diinduksi dengan Diberikan Ekstrak Daun Ashitaba
Karbon Tetraklorida (CCl4). Eukariotik, (Angelica keiskei), 4.(2), 119-125.
9(2), 26-30.
Tatukude, R. L., Loho, L., Lintong, M. P.
Robbins, S. L., dan Kumar, V. 1992. Buku 2014. Gambaran Histopatologi Hati
Ajar Patologi 1. Surabaya: Kedokteran Tikus Wistar Yang Diberikan Boraks.
EGC. Jurnal e-Biomedik (eBM), 2(3), 6209-
6215.
Saefulhadjar, D. I., Hemawan, dan Kamil, K.
A. 2008. Penyerapan kadmium pada Utomo, B. 2015. Pengaruh Pemberian
ayam kampung yang di beri dedak Gelatin Tulang Ayam Terhadap

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 20


Yahya, dkk. Biocelebes. April. 2020. Vol. 14 No. 1, 10-21

Gambaran Makroskopis Dan Xu, D. H., , Huang, Y. S., Jiang, D. Q., and
Mikroskopis Hati Dan Ginjal Mencit Yuan, K. 2013. The essential oils
(Mus musculus). Skripsi. Fakultas chemical compositions and
Peternakan, Universitas Hasanuddin antimicrobial, antioxidant activities
Makassar. Makassar. and toxicity of three Hyptis species.
Pharmaceutical Biology, 51(9), 1125-
1130.

ISSN-P : 1978-6417; ISSN-E : 2580-5991 21

Anda mungkin juga menyukai