Anda di halaman 1dari 10

UJI TOKSISITAS KRONIK EKSTRAK ETANOL KAYU SECANG PADA TIKUS (Rattus Novergicus)

TERHADAP PENINGKATAN JUMLAH SEL KUFFER

Erick Khristian

ABSTRAK

Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan tanaman yang sering digunakan batangnya oleh
masyarakat sebagai campuran air minum dalam bentuk serutan. Indeks antioksidatif ekstrak
kayu secang memiliki nilai yang lebih tinggi dibanding antioksidan komersial sehingga mampu
menangkal radikal bebas oksidatif dan meningkatkan system pertahanan tubuh. Penggunaan
secang di masyarakat sering digunakan dikehidupan sehari-hari sehingga perlu dilakukan uji
toksisitas kronis untuk melihat respon penggunaan berkepanjangan terhadap system didalam
tubuh. Sel Kupffer adalah komponen penting dari sistem fagositik mononuklear dan
merupakan pusat respons hati dan sistemik terhadap patogen. Penelitian yang bertujuan
untuk melihat apakah hasil dari uji toksisitas kronis ekstrak etanol kayu secang dapat
meningkatkan sel kuffer dalam hati telah dilakukan pada 60 ekor tikus galur Wistar yang
terbagi menjadi 12 kelompok. Kelompok tersebut adalah kelompok control, kelompok dengan
variasi dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB yang
terbagi menjadi kelompok jantan dan betina. Penelitian menggunakan metode eksperimental
laboratorik dengan rancangan posttest only group control. Masing-masing kelompok diberikan
secara oral ekstrak etanol kayu secang selama 1 tahun. Pada hari terakhir perlakuan hewan
dianastesi dan dimabil organ hatinya untuk diproses histopatologi dengan pewarnaan
Hematoxylin Eosin. Hasil dari pengumpulan data jumlah sel Kupffer dianalisa menggunakan uji
ANOVA dan post hoc Duncan dengan tingkat kepercayaan 95%. Hasil penelitian menunjukkan
terjadi peningkatan jumlah sel Kupffer secara signifikan pada kelompok betina pada dosis 100
mg/kgBB dan kelompok jantan pada dosis 200 mg/kgBB dengan nilai significant masing-masing
p<0,001 dan p=0,004.

PENDAHULUAN

Secang (Caesalpinia sappan L.) merupakan salah satu spesies tumbuhan yang dapat
dimanfaatkan sebagai obat tradisional. Secang tergolong tumbuhan herbal yang tumbuh alami
pada hutan-hutan sekunder. Penggunaan kayu secang secara empiris selain digunakan untuk
meningkatkan kesehatan dapat juga digunakan untuk berbagai pengobatan seperti
penyembuhan luka hingga kanker (Suyatmi et al., 2019). Secang mengandung senyawa fenolik
seperti flavonoid, xanthone, coumarin, chalcones, flavones, isoflavonoids and brazilin (TR et
al., 2019). Uji fitokimia menunjukkan bahwa kayu secang mengandung senyawa kimia dari
kelompok alkaloid, flavonoid, phenol dan saponin. Hasil isolasi senyawa fitokimia beberapa
penelitian menyebutkan bahwa yang berperan sebagai antioksidan pada kayu secang adalah
brazilin dan flavonoid (Sufiana & Harlia, 2014)

Hasil dari beberapa penelitian yang bertujuan meningkatkan system imun menggunakan kayu
secang telah banyak dilakukan oleh beberapa peneliti. Penelitian Sunitha et al., (2015)
menunjukkan ekstrak etanol kayu secang pada dosis 25mg/kgBB menunjukkan peningkatan
aktivitas fagositosis yang signifikan (p<0,05) dibandingkan dengan kontrol. Meningkatnya
respon fagositosis ditunjukkan oleh makrofag peritoneum setelah pemberian ekstrak secara in
vitro. Hasil penelitian tersebut menunjukkan efek imunomodulator ekstrak kayu secang pada
makrofag peritoneum murine, yang merupakan mekanisme imun nonspesifik.

Sistem imun dapat dipengaruhi oleh pakan, agen farmakologis, polusi lingkungan, dan bahan
kimia alami (bahan alam) seperti vitamin dan flavonoid (Middleton et al., 2000). Pada tanaman
ashitaba terkandung chalcone yaitu senyawa flavonoid berupa xantoangelol dan 4-
hydroxyderricin yang bermanfaat meningkatkan produksi sel darah merah, produksi hormon
pertumbuhan, menstimulasi fungsi hati dalam menetralkan racun, serta meningkatkan
pertahanan tubuh dengan menginduksi kekebalan seluler untuk melawan penyakit infeksi dan
bakteri (Inamori et al., 1991; Sudira dan Merdana, 2015; Caesar dan Cech, 2016). Pemberian
tanaman berkhasiat obat berupa jamu daun ashitaba diharapkan mampu meningkatkan
system pertahanan tubuh, khususnya dalam meningkatkan respons imun seluler. Salah satu
organ yang berperan dalam sistem pertahanan tubuh adalah hati.

Organ hati merupakan kelenjar pencernaan terbesar dalam tubuh dan pusat metabolisme
yang paling kompleks di dalam tubuh. Selain organ tempat metabolisme, hati juga sebagai
tempat penyimpanan nutrien yang diserap dari saluran pencernaan sekaligus organ
biotransformasi utama untuk selanjutnya dipakai oleh bagian tubuh lainnya (Maulina, 2018).
Hati juga berperan dalam sistem pertahanan tubuh, karena pada hati terdapat sel Kupffer
sebagai sel yang berperan dalam fagositosis dan imunitas pada hati. Patofisiologi dan
perubahan struktur histologi hati dapat dipengaruhi oleh jumlah dan jenis senyawa yang
masuk ke dalam organ hati (Astuti et al., 2020).

Sel Kupffer adalah makrofag hati yang menetap dan memainkan peran penting dalam
mempertahankan fungsi hati. Dalam kondisi fisiologis, mereka adalah sel kekebalan bawaan
pertama dan melindungi hati dari infeksi bakteri, homeostasis serta berpartisipasi dalam
respons akut dan kronis hati terhadap senyawa toksik (Roberts et al., 2007; Tsutsui &
Nishiguchi, 2014; Nguyen-Lefebvre & Horuzsko, 2015). Peranan sel Kupffer di dalam
sinusoidal organ hati adalah dengan melakukan fungsi umum makrofag jaringan termasuk
respons terhadap kerusakan jaringan dan presentasi antigen. sel Kupffer juga terlibat dalam
kegiatan khusus termasuk pegambilan zat besi dan penyerapan partikel opsonisasi dari darah
portal (Bennett et al., 2021). Melihat dari pentingnya sel Kupffer dalam system pertahan
tubuh, maka penelitian ini dilakukan dengan tujuan melihat perubahan jumlah sel Kupffer
pada tikus yang diberikan ekstrak etanol kayu secang dengan variasi dosis yang berbeda
selama 1 tahun sebagai dasar dilakukan uji toksisitas kronik.

METODE PENELITIAN

Pembuatan Ekstrak Kayu Secang (Caesalpinia sappan L.)

Ekstraksi Kayu Secang dilakukan melalui 4 tahapan yaitu tahap pertama maserasi kayu
secang menggunakan pelarut etanol 95%. Serbuk kayu secang halus ditimbang sebanyak 1 kg
dan dimaserasi menggunakan etanol 95 % sebanyak 1 L pada suhu kamar, setelah 1 x 24 jam
supernantan diambil dan disimpan terpisah, residu yang tersisa kemudian ditambahkan
Kembali dengan etanol 96% dan direndam Kembali selama 1x24 jam. Prosedur yang sama
dilakukan berulang hingga menghabiskan 4 liter etanol 96% untuk 1 kg serbuk kayu secang.
Seluruh filtrat yang terkumpul kemudian dievaporasi menggunakan rotary evaporator pada
suhu 40-60° C sampai diperoleh ekstrak kering.

Perlakuan Hewan Uji

Tikus jantan dan betina dipisahkan menjadi 6 kelompok yang dilakukan secara acak lengkap
untuk masing-masing jenis kelamin. Setiap kelompok diaklimatisasi di laboratorium selama 7
hari. Setelah tahap aklimatisasi selesai dilakukan, tikus diberikan ekstrak kayu secang yang
dilarutkan didalam aquades dengan penambahan CMC 0,5%. Pemberian larutan ekstrak kayu
secang dilakukan secara oral dengan dosis yang disesuaikan untuk 1 ml setiap 300 gram tikus.
Pemberian ekstrak kayu secang dilakukan setiap 24 jam selama kurun waktu 12 bulan.
Pemberian ekstrak kayu secang diberikan dengan dosis yang berbeda yaitu 100 mg/kgBB, 200
mg/kgBB, 300 mg/kgBB, 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB.

Pemeriksaan Histologi

Hewan uji yang telah diberikan ekstrak kayu secang selama 12 bulan kemudian diambil organ
hatinya yang sebelumnya tikus di euthanasia menggunakan ketamin xylazine. Hati yang
terkumpul direndam dengan 10% Neutral Buffer Formalin dan dilanjutkan dengan proses
dehidrasi, clearing, infiltrasi dan embedding. Hasil dari block jaringan yang terbentuk kemudian
dipotong menggunakan mikrotom dengan ketebalan 5 µm dan diwarnai dengan pewarnaan
Hematoxylin Eosin (Khristian, 2021).

Analisa Hasil

Hasil dari pembuatan preparate jaringan kemudian diamati menggunakan mikroskop cahaya
dengan perbesaran total 400x. Pengambilan lapang pandang dilakukan secara acak sebanyak 5
lapang pandang. Sel Kupffer yang terlihat dalam lapang pandang kemudian dihitung
menggunakan bantuan perangkat lunak imageJ sebagai penanda dari setiap sel yang telah
dihitung. Hasil perhitungan kemudian dianalisa menggunakan perangkat lunak SPSS 26 dengan
pengujian ANOVA dan post hoc Duncan.

HASIL PENELITIAN

A. Gambaran Histopatologi dan Analisa Statistis sel Kupffer pada Kelompok Jantan
Gambar 1. Sediaan mikroskopi organ hepar kelompok tikus jantan yang diwarnai dengan
pewarnaan Hematoxylin Eosin dengan pengamatan menggunakan perbesaran 400x. Secara
berturut-turut menunjukkan gambar kelompok control (A), dosis 100 mg/kgBB (B), dosis 200
mg/kgBB (C), dosis 300 mg/kgBB (D), dosis 400 mg/kgBB (E), dosis 600 mg/kgBB (F). Anak
panah berwarna biru menunjukkan sel hepatosit dan anak panah berwarna merah
menunjukkan sel Kupffer.

Hasil dari sediaan mikroskopis menunjukkan bahwa sebaran sel Kupffer diantara ruang
sinusoidal tersebar dengan merata. Sel-sel yang berada disekitar sel Kupffer pada umumnya
menunjukkan sel yang normal tanpa adanya kerusakan yang bermakna. Sel hepatosit
menunjukkan inti yang terlihat butiran kromatin yang jelas tanpa ada tanda-tanda kerusakan
ataupun penumpukan komponen inti yang memungkinkan terjadinya nekrosis ataupun
hiperkromatik.

B. Gambaran Histopatologi Kelompok Betina


Gambar 2. Sediaan mikroskopi organ hepar kelompok tikus betina yang diwarnai dengan
pewarnaan Hematoxylin Eosin dengan pengamatan menggunakan perbesaran 400x. Secara
berturut-turut menunjukkan gambar kelompok control (A), dosis 100 mg/kgBB (B), dosis 200
mg/kgBB (C), dosis 300 mg/kgBB (D), dosis 400 mg/kgBB (E), dosis 600 mg/kgBB (F). Anak
panah berwarna biru menunjukkan sel hepatosit dan anak panah berwarna merah
menunjukkan sel Kupffer

Hasil dari sediaan mikroskopis menunjukkan bahwa sebaran sel Kupffer disetiap kelompok
penelitian tersebar dengan merata diantara ruang sinusoidal. Sel-sel disekitar sel Kupffer
terlihat normal tanpa adanya kelainan yang berarti.

C. Analisa Deksriptif dan Statistic Jumlah Sel Kupffer

Sel Kupffer yang teramati pada perbesaran 400x kemudian dilakukan perhitungan dengan
menggunakan plugin “cell counter” pada software ImageJ. Adapun hasil perhitungan dari
jumlah sel yang ditemukan tertampil pada table 1. Berikut:

Tabel 1. Hasil perhitungan jumlah sel Kupffer pada organ Hepar Tikus Jantan dan Betina
Hasil perhitungan yang terlihat pada table 1. Diatas terlihat rata-rata sel Kupffer berkisar 45,8
hingga 76,8 sel. Data tersebut menunjukkan adanya kecenderungan peningkatan jumlah sel
Kupffer sebanding dengan peningkatan dosis yang diberikan meskipun pada dosis 100
mg/kgBB dan dosis 200 mg/kgBB terjadi penurunan yang rendah jika dibandingkan dengan
kelompok control. Untuk melihat apakah perbedaan rata-rata jumlah sel Kupffer berbeda
bermakna dari tiap kelompok, maka dilakukan Analisa uji beda ANOVA dan post hoc Duncan.
Hasil dari uji berda tersebut terlihat pada table 2. Berikut:

Tabel 2. Analisa Uji Beda Tikus Kelompok Jantan

Hasil dari Analisa uji beda ANOVA menunjukkan nilai p<0,001 sehingga dapat dikatakan bahwa
telah terjadi perbedaan bermakna dalam kelompok penelitian (tingkat kepercayaan 95%). Hasil
dari Analisa post hoc Duncan menunjukkan jika kelompok tikus jantan yang diberikan ekstrak
kayu secang dengan dosis 100 mg/kgBB dan 200 mg/kgBB tidak berbeda bermakna jika
dibandingkan dengan kelompok control negative. Kelompok control negative sudah mulai
terlihat berbedaan bermakna jika dibandingkan dengan kelompok tikus jantan yang diberikan
ekstrak kayu secang dengan dosis 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB. Pada pemberian dosis
tertinggi yaitu 600 mg/kgBB merupakan kelompok yang paling berbeda jika dibandingkan
dengan kelompok lainnya. Hasil dari analisa ini menunjukkan bahwa telah terjadi peningkatan
jumlah sel Kupffer secara signifikan pada kelompok tikus jantan yang diberikan ektrak kayu
secang dosis 400 mg/kgBB dan 600 mg/kgBB.
Sel Kupffer yang teramati pada perbesaran 400x kemudian dilakukan perhitungan dengan
menggunakan plugin “cell counter” pada software ImageJ. Adapun hasil perhitungan dari
jumlah sel yang ditemukan tertampil pada table 3. Berikut:

Tabel 3. Hasil perhitungan jumlah sel Kupffer pada organ Hepar Tikus Betina.

Hasil perhitungan yang terlihat pada table 3. Diatas terlihat rata-rata sel Kupffer berkisar 31
hingga 68 sel. Data tersebut menunjukkan adanya telah terjadi peningkatan jumlah sel Kupffer
sebanding dengan peningkatan dosis yang diberikan. Untuk melihat apakah perbedaan rata-
rata jumlah sel Kupffer berbeda bermakna dari tiap kelompok, maka dilakukan Analisa uji beda
ANOVA dan post hoc Duncan. Hasil dari uji berda tersebut terlihat pada table 4. Berikut:

Tabel 4. Analisa Uji Beda Tikus Kelompok Jantan

Hasil dari Analisa uji beda ANOVA yang ditunjukkan table 4 diatas menunjukkan nilai p<0,001
sehingga dapat dikatakan bahwa telah terjadi perbedaan bermakna dalam kelompok
penelitian (tingkat kepercayaan 95%). Hasil dari Analisa post hoc Duncan menunjukkan bahwa
pemberian ekstrak kayu secang pada tikus betina mulai dari 100 mg/kgBB berbeda bermakna
jika dibandingkan dengan control. Pemberian dosis 100 mg/kgBB, 200 mg/kgBB, 300 mg/kgBB
dan 400 mg/kgBB memiliki efek yang sama dalam peningkatan jumlah sel Kupffer. Pemberian
dosis 600 mg/kgBB memiliki nilai yang berbeda bermakna baik jika dibandingkan dengan
kelompok control maupun dengan kelompok pemberian ekstrak kayu secang dosis lainnya.

PEMBAHASAN
Dalam keadaan normal, sel Kupffer memainkan peran penting dalam menjaga toleransi imun
hati (sel-sel ini berada dalam keadaan semi-aktif permanen terutama karena paparan terus
menerus terhadap antigen yang mencapai organ dari usus). Sel Kupffer merupakan sel yang
mampu melepaskan tumor necrosis factor alpha (TNF-a), interleukin (IL)-6, IL-1b, atau
leukotrien, yang menarik sel T dan menginduksi apoptosis hepatosit dan aktivasi sel stellata
hati. sel Kupffer sangat terlibat dalam respons hati terhadap berbagai gangguan toksik.
Interaksi sel Kupffer dengan leukosit penting untuk pertahanan sel hepar dari segala gangguan
baik mikroorganisme, senyawa kimia ataupun materi padat lainnya (Bilzer et al., 2006).

Dari hasil penelitian dapat terlihat telah terjadi peningkatan jumlah sel Kupffer baik untuk
kelompok tikus jantan maupun tikus betina. Pada kelompok jantan peningkatan yang signifikan
terlihat mulai dari dosis 400 mg/kgBB, sedangkan untuk dosis yang lebih rendah lainnya tidak
menunjukkan perbedaan yang bermakna. Lain halnya dengan kelompok betina, yang mana
peningkatan jumlah sel Kupffer secara signifikan sudah terlihat pada dosis 100 mg/kgBB.
Peningkatan sel Kupffer ini menjadi sangat penting dalam kondisi tertentu dikarenakan sel
Kupffer dapat berperan dalam proses penjagaan, pengawasan dan juga pembersihan dari
partikel-partikel yang tidak dibutuhkan (Woltman et al., 2014).

Peningkatan sel Kupffer dalam sel hepar dapat disebabkan oleh beberapa factor seperti
adanya antigen, partikel asing seperti logam, dan juga karena senyawa yang mampu
merangsang penambahan sel Kupffer. Sel Kupffer dalam hati digunakan untuk menjadi
pelindung dalam sejumlah situasi, termasuk cedera hati akibat obat dan fibrosis akibat racun.
Sel Kupffer yang diregulasi dalam kontrol yang tepat dari respons inflamasi berkontribusi pada
peradangan kronis di hati. Bukti lainnya menunjukkan bahwa sel Kupffer memainkan fungsi
pelindung penting dalam proliferasi hepatosit sebagai respons terhadap cedera hepatotoksik,
serta dalam resolusi jaringan parut fibrotik (Ramachandran & Iredale, 2012; Dixon et al., 2013).
Peningkatan sel Kupffer dalam dalam berbagai penelitian disinyalir memiliki fungsi
perlindungan penting di hati melalui produksi berbagai faktor modulasi yang dapat melawan
respons inflamasi dan/atau merangsang regenerasi hati (Ju et al., 2002).

Peningkatan jumlah sel kupffer yang signifikan dari pemberian ekstrak etanol kayu secang pada
hasil uji kronik menunjukkan adanya peran senyawa aktif dalam ekstrak tersebut yang
mempengaruhinya. Senyawa yang terdapat dalam kayu secang antara lain homoisoflavonoid
dan polifenol (Syamsunarno et al., 2021). Adapun bagian senyawa homoisoflavonoid dari
ekstrak kayu secang yang dijadikan komponen utama dan memiliki sifat farmakologis adalah
brazilin (Sufiana & Harlia, 2014; TR et al., 2019).

Peningkatan jumlah sel Kupffer dalam penelitian ini dapat disebabkan karena adanya senya
polifenol dalam ekstrak kayu secang. Beberapa artikel menunjukkan bahwa efek polifenol
dapat berfungsi sebagai peningkat system imun dalam tubuh. Setiap jenis polifenol
menargetkan dan mengikat satu atau lebih reseptor pada sel imun dan memicu jalur sinyal
intraseluler yang pada akhirnya mengatur respon imun. Pemberian polifenol dapat
memodulasi respon imun dengan mempengaruhi mekanisme epigenetik, seperti regulasi
metilasi DNA, modifikasi histone, dan represi pasca transkripsi yang dimediasi microRNA (Ding
et al., 2018).

Senyawa lainnya yang disinyalir mampu meningkatkan sel Kupffer dalam penelitian ini adalah
flavonoid. Review penelitian dari Pan et al., (2020) menyebutkan jika flavonoid dalam tanaman
mampu mengaktivasi sel imun khususnya sel Kupffer di hati. Peningkatan sel Kupffer pada tikus
yang diberikan ekstrak etanol kayu secang merupakan hal yang menguntungkan bagi
peningkatan system imun dalam tubuh dan dapat menguntungkan dalam kinerja sel hati dan
metabolismenya (Susanto et al., 2014). Hal ini sesuai dengan penelitian Hassan et al., (2020)
yang menyebutkan bahwa peningkatan sel kupffer dengan jumlah yang sesuai dapat
meningkatkan system metabolism. Hal ini ditunjukkan pula dengan morfologi sel hepar yang
normal dari seluruh lapang pandang yang didapatkan ataupun yang ada disekitar sel Kupffer
yang teramati.

KESIMPULAN

Hasil dari uji toksisitas kronis ekstrak kayu secang pada kelompok tikus jantan menunjukkan
kenaikan yang signifikan pada dosis 400 mg/kgBB dan dosis 600 mg/kgBB dengan kenaikan
rata-rata sebanyak 11,2 sel dan 23,6 sel sedangkan pada dosis lainnya tidak berbeda signifikan
jika dibandingkan terhadap control. Adapun hasil dari pengujian terhadap kelompok tikus
betina menunjukkan seluruh variasi dosis ekstrak kayu secang meningkat bermakna jika
dibandingkan dengan control mulai dari dosis 100 mg/kgBB.

DAFTAR PUSTAKA

Astuti, N. M. W. M., Sudira, I. W., & Winaya, I. B. O. (2020). Peningkatan Jumlah Sel Kuffer Hati
Ayam Kampung yang Diberikan Jamu Daun Ashitaba dan Divaksin Tetelo. Indonesia Medicus
Veterinus, 9(5), 737–746.

Bennett, H., Troutman, T. D., Sakai, M., & Glass, C. K. (2021). Epigenetic Regulation of Kupffer
Cell Function in Health and Disease . In Frontiers in Immunology (Vol. 11, p. 3600).
https://www.frontiersin.org/article/10.3389/fimmu.2020.609618

Bilzer, M., Roggel, F., & Gerbes, A. L. (2006). Role of Kupffer cells in host defense and liver
disease. Liver International, 26(10), 1175–1186.
https://doi.org/https://doi.org/10.1111/j.1478-3231.2006.01342.x

Ding, S., Jiang, H., & Fang, J. (2018). Regulation of Immune Function by Polyphenols. Journal of
Immunology Research, 2018, 1264074. https://doi.org/10.1155/2018/1264074

Dixon, L. J., Barnes, M., Tang, H., Pritchard, M. T., & Nagy, L. E. (2013). Kupffer cells in the liver.
Comprehensive Physiology, 3(2), 785–797. https://doi.org/10.1002/cphy.c120026

Hassan, F. U., Arshad, M. A., Li, M., Rehman, M. S. U., Loor, J. J., & Huang, J. (2020). Potential of
mulberry leaf biomass and its flavonoids to improve production and health in ruminants:
Mechanistic insights and prospects. In Animals (Vol. 10, Issue 11, pp. 1–24).
https://doi.org/10.3390/ani10112076

Ju, C., Reilly, T. P., Bourdi, M., Radonovich, M. F., Brady, J. N., George, J. W., & Pohl, L. R.
(2002). Protective Role of Kupffer Cells in Acetaminophen-Induced Hepatic Injury in Mice.
Chemical Research in Toxicology, 15(12), 1504–1513. https://doi.org/10.1021/tx0255976
Khristian, E. (2021). Liver Histopathological Measurement Due to Maximum Dosage for Acute
Oral Toxicity Test Using Ethanol Extract Of Coffee Pulp In Female Mice. KnE Life Sciences, 6(1
SE-Articles). https://doi.org/10.18502/kls.v6i1.8780

Maulina, M. (2018). ZAT ZAT YANG MEMPENGARUHI HISTOPATOLOGI HEPAR. Unimal Press.

Nguyen-Lefebvre, A. T., & Horuzsko, A. (2015). Kupffer Cell Metabolism and Function. Journal
of Enzymology and Metabolism, 1(1), 101. https://pubmed.ncbi.nlm.nih.gov/26937490

Pan, X., Ma, X., Jiang, Y., Wen, J., Yang, L., Chen, D., Cao, X., Peng, C., & Zhang, H. (2020). A
Comprehensive Review of Natural Products against Liver Fibrosis: Flavonoids, Quinones,
Lignans, Phenols, and Acids. https://doi.org/10.1155/2020/7171498

Ramachandran, P., & Iredale, J. P. (2012). Macrophages: central regulators of hepatic


fibrogenesis and fibrosis resolution. Journal of Hepatology, 56(6), 1417–1419.
https://doi.org/10.1016/j.jhep.2011.10.026

Roberts, R. A., Ganey, P. E., Ju, C., Kamendulis, L. M., Rusyn, I., & Klaunig, J. E. (2007). Role of
the Kupffer Cell in Mediating Hepatic Toxicity and Carcinogenesis. Toxicological Sciences, 96(1),
2–15. https://doi.org/10.1093/toxsci/kfl173

Sufiana, & Harlia. (2014). UJI AKTIVITAS ANTIOKSIDAN DAN SITOTOKSISITAS CAMPURAN
EKSTRAK METANOL KAYU SEPANG (Caesalpinia sappan L.) DAN KULIT KAYU MANIS
(Cinnamomum burmannii B.). JKK, 3(2), 50–55.

Susanto, J., Rimbun, Sari, D. R., Prasetyo, R. H., & Sandika, W. (2014). PENINGKATAN JUMLAH
SEL KUPFFER DI JARINGAN LIVER SETELAH PEMBERIAN MADU PADA MENCIT (Mus musculus
galur BALB/C) DENGAN MALNUTRISI. Majalah Biomorfologi, 27(1), 1–4.

Suyatmi, Azzumar, F., Pesik, R. N., & Indarto, D. (2019). Potential Anticancer Activity of
Caesalpinia sappan Linn., in Silico and In Vitro Studies. KnE Life Sciences, 4(12), 96.
https://doi.org/10.18502/KLS.V4I12.4161

Syamsunarno, M. R. A., Safitri, R., & Kamisah, Y. (2021). Protective Effects of Caesalpinia
sappan Linn. and Its Bioactive Compounds on Cardiovascular Organs. Frontiers in
Pharmacology, 12, 725745. https://doi.org/10.3389/fphar.2021.725745

TR, P. K., KS, V., & HL, R. (2019). Caesalpinia sappan L. (Caesalpiniaceae): A Review on its
Phytochemistry and Pharmacological Activities. In Medicinal and Aromatic Plants: Traditional
Uses, Phytochemistry and Pharmacological Potential (Vol. 1, pp. 12–47).

Tsutsui, H., & Nishiguchi, S. (2014). Importance of Kupffer Cells in the Development of Acute
Liver Injuries in Mice. In International Journal of Molecular Sciences (Vol. 15, Issue 5).
https://doi.org/10.3390/ijms15057711

Woltman, A. M., Boonstra, A., Naito, M., & Leenen, P. J. M. (2014). Kupffer Cells in Health and
Disease BT - Macrophages: Biology and Role in the Pathology of Diseases (S. K. Biswas & A.
Mantovani (eds.); pp. 217–247). Springer New York. https://doi.org/10.1007/978-1-4939-1311-
4_10

Anda mungkin juga menyukai