Anda di halaman 1dari 4

Nama : Guruh Novriyanto S

Nim : 09120014
1. PENDAHULUAN
A. Mengapa Hukum Memerlukan Perundang-undangan
Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan
bernegara yang tertib dan aman. Suatu hukum memerlukan aturan yang sudah di
kodifikasi, demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman hukum
bagi warga negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di masyarakat, dan
Bagi lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundang-undangan untuk petunjuk
dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi dan kewenangannya.
Di Indonesia terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya
berfungsi untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa
dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang
telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan
tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan,
norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga
yang berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita.
Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang undangan di negara
Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai
pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang
dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di
bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis
peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.
B. Fungsi Ilmu Perundang-undangan dalam Pembentukan Hukum
Sejak berdirinya Negara Republik Indonesia dikenal adanya macam-macam
hukum, baik hukum yang tertulis yang merupakan peraturan peninggalan zaman
Hindia Belanda, maupun hukum tidak tertulis yang merupakan hukum adat yang
beraneka ragam. Pembentukan hukum kebiasaan dan hukum adat yang berlaku dalam
kehidupan masyarakat adat, dapat juga diartikan dengan pembentukan hukum yang
tertulis, yang dibentuk oleh lembaga berwenang, yang berwujud peraturan
perundang-undangan yang bersifat legislatif maupun administratif.
Pembentukan hukum nasional saat ini terasa sangat mendesak, oleh karena
dalam perkembangan sistem ketatanegaraan di Indonesia dari masa penjajahan Hindia
Belanda sampai berlakunya perubahan Undang-undang dasar 1945 dalam era
Reformasi telah berlaku berbagai jenis peraturan perundang-undangan.
Pada saat Indonesia di proklamasikan, secara vertikal di Indonesia dikenal
adaya tiga lapis hukum yang berlaku secara bersamaan, yaitu hukum bagi masyarakat
golongan Eropa, hukum bagi golongan Bumiputera, dan hukum bagi masyarakat
golongan Timur Asing, selain itu secara horisontal diakui adanya 19 lingkung laku
aneka hukum adat, yang beberapa diantaranya dan sisanya menerima hukum Islam
sebagai hukumnya sendiri baik melalui teori receptio atau receptio in camplexu
Hukum yang berlaku tersebut dapat juga dibedakan hukum tidak tertulis,
hukum tercatat dan hukum tertulis. Hukum tidak tertulis merupakan sinonim dari
hukum kebiasaan, yang di Indonesia dikenal dengan hukum adat, dan hukum tidak
tertulis merupakan bentuk hukum yang tertua. Hukum tertulis yang berlaku umum
dan mengikat orang banyak serta yang mepunyai lingkup laku wilayah manusia,
wilayah ruang, dan wilayah waktuyang lebih luas, tidak tentu mempunyai kedudukan
yang lebih tinggi dari pada hukum tidak tertulis. Hukum tertulis selain merupakan
wahana bagi hukum baru yang dibentuk setelah Indonesia merdeka dalam rangka
memenuhi kebutuhan kkehidupan kenegaraan, kebangsaan dan kemasyarakatan yang
senantiasa berkembang, juga untuk menjembatani antar lingkup laku aneka adat dan
hukum tidak tertulis lainnya, atau untuk mengatasi kebutuhan kepastian hukum tidak
tertulis dalam hal pihak-pihak menghendakinya.

Dalam perkembangannya pembentukan hukum tertulis tidak dapat selalu


diandalkan terbentuknya dengan cara kodifikasi, yang memerlukan waktu yang lama,
maka untuk memenuhi kebutuhan tersebut, pembentukan hukum nasional tidak dapat
dilakukan dengan cara lain kecuali dengan cara membentuk hukum yang tertulis dan
dengan cara modifikasi, yang pembentukannya relatif lebih cepat.
Berdasarkan kenyataan tersebut, maka pengembangan ilmu dibidang
perundang-undangan terasa semakin diperlukan, sebagai wacana untuk membentuk
hukum nasional, oleh karena hukum nasional yang dicita-citakan akan terdiri dari
hukum tertulis dan hukum tidak tertulis. Selain itu pembentukan hukum tertulis itu
dirasakan sangat perlu bagi perkembangan masyarakat dan negara saat ini
C. Ruang Lingkup Ilmu Perundang-undangan
Ruang lingkup Ilmu perundang-undangan adalah semua jenis peraturan
perundang-undangan sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Nomor 10 Tahun
2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, diantaranya adalah
Undang-undang, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perpu), Peraturan
Pemerintah, Keputusan Presiden yang memperoleh delegasi dari Undang-undang atau
Peraturan Presiden, Keputusan Menteri dan Keputusan Kepala Lembaga Pemerintah
Non Depertemen serta Departemen serta Keputusan Direktur Jenderal Departemen
yang memperoleh delegasi dari Peraturan Perundang-undangan yang lebih tinggi,
Keputusan badan Negara yang dibentuk berdasarkan atribusi suatu Undang-undang,
Peraturan Daerah Provinsi dan Kabupaten atau Kota, Keputusan Gubernur dan Bupati
atau Walikota, atau Kepala Daerah yang memperoleh delegasi dari peraturan Daerah
Kabupaten atau Kota.
Sesudah berlakunya Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, jenis dan hirarki
peraturan Perundang-undangan diatur dalam Pasal 7 ayat (1) yang terdiri atas:
1. Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-undang atau Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang;
3. Peraturan Pemerintah;
4. Peraturan Presiden;
5. Peraturan Daerah.
Peraturan Daerah yang dimaksud Pasal 7 ayat (1) huruf e menurut H. Abdul Latief,
meliputi:
1. Peraturan Daerah Provinsi dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi
bersama dengan Kepala Daerah (Gubernur);
2. Peraturan Daerah Kabupaten atau Kota dibuat oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah Kabupaten atau Kota bersama Bupati atau Walikota;
3. Peraturan Desa atau Peraturan yang setingkat, dibuat oleh Badan Perwakilan Desa
atau nama lainnya bersama dengan Kepala Desa atau nama lainnya.
Selanjutnya, Pasal 7 ayat (4) Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004
menjelaskan bahwa jenis peraturan Perundang-undangan selain sebagaimana
dimaksud pada ayat (1), diakui keberadaannya dan mempunyai kekuatan hukum
mengikat sepanjang diperintahkan oleh Peraturan Perundang-undangan yang lebih
tinggi. Penjelasan dari Pasal 7 ayat (4) menyatakan bahwa Jenis Peraturan
Perundang-undangan selain dalam ketentuan ini, antara lain, peraturan yang
dikeluarkan oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat dan Dewan Perwakilan Rakyat,
Dewan Perwakilan Daerah, Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, Badan
Pemeriksa Keuangan, Bank Indonesia, Menteri, Kepala Badan, Lembaga, atau
Komisi yang setingkat yang dibentuk oleh undang-undang atau Pemerintah atas
perintah undang-undang, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, Gubernur,
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten, Bupati, Kepala Desa atau yang
setingkat
Masing-masing jenis peraturan Perundang-undangan tersebut mempunyai
fungsi sendiri-sendiri. Undang-undang misalnya, berfungsi antara lain mengatur lebih
lanjut hal yang tegas-tegas diminta oleh ketentuan UUD dan Ketetapan MPR. Dari
semua Jenis peraturan Perundang-undangan, hanya undang-undang dan peraturan
daerah saja yang pembentukannya memerlukan persetujuan bersama antara Presiden
dan DPR, antara Kepala Daerah dan DPRD, lain-lainnya tidak. Oleh karena itu, untuk
dapat mengetahui materi muatan berbagai jenis peraturan Perundang-undangan perlu

diketahui terlebih dahulu materi muatan undang-undang. Secara garis besar undangundang ialah wadah bagi sekumpulan materi tertentu, yang meliputi:
1. Hal-hal yang oleh Hukum Dasar (Batang Tubuh UUD 1945 dan TAP MPR)
diminta secara tegas-tegas ataupun tidak untuk ditetapkan dengan undang-undang.
2. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia
sebagai Negara berdasar Atas Hukum atau Rechtstaat diminta untuk diatur dengan
undang-undang.
3. Hal-hal yang menurut asas yang dianut Pemerintah Negara Republik Indonesia
yaitu Sistem Konstitusi atau Constitutioneel Systeem diminta untuk diatur dengan
undang-undang.
Selanjutnya, sebagai konsekuensi dari hak mengatur dan mengurus rumah
tangga atas inisiatif sendiri, maka kepada pemerintah lokal yang berhak mengatur dan
mengurus rumah tangga sendiri perlu dilengkapi dengan alat perlengkapan daerah
yang dapat mengeluarkan peraturan-peraturannya, yaitu Peraturan Daerah (Perda).
Kewenangan pemerintah daerah dalam membentuk sebuah Peraturan Daerah
berlandaskan pada Pasal 18 ayat (6) Undang-undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945 yang menyatakan, Pemerintahan daerah berhak menetapkan
Peraturan Daerah dan peraturan-peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan
tugas pembantuan. Peraturan Daerah merupakan bagian integral dari konsep
peraturan Perundang-undangan. Dalam Pasal 1 ayat (7) Undang-undang Nomor 10
Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan, Peraturan Daerah
adalah peraturan Perundang-undangan yang dibentuk oleh Dewan Perwakilan Rakyat
Daerah dengan persetujuan bersama Kepala Daerah.
Mengenai ruang lingkup Peraturan Daerah, diatur dalam Pasal 7 ayat (2)
Undang-undang Nomor 10 Tahun 2004, yang menjelaskan bahwa Peraturan Daerah
meliputi:
1. Perturan Daerah Provinsi dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah provinsi
bersama dengan gubernur.
2. Peraturan Daerah kabupaten atau kota dibuat oleh dewan perwakilan rakyat daerah
kabupaten/kota bersama bupati/walikota.
3. Peraturan Desa/peraturan yang setingkat dibuat oleh badan perwakilan desa atau
nama lainnya bersama dengan kepala desa atau nama lainnya.
Peraturan Perundang-undangan berguna untuk menciptakan kehidupan
bernegara yang tertib dan aman, disamping itu pula peraturan perundang-undangan
berfungsi sebagai alat dan wadah untuk menyelsaikan berbagai macam pelanggaranpelanggaran yang ada dalam masyarakat. Suatu hukum memerlukan aturan yang
sudah di kodifikasi, demi terciptanya suatu kepastian hukum, dapat menjadi pedoman
hukum bagi warga negara, dan dapat mendorong terjadinya tertib hukum di
masyarakat, dan Bagi lembaga-lembaga pemerintahan, peraturan Perundangundangan untuk petunjuk dalam menjalankan tata pemerintahan sesuai dengan fungsi
dan kewenangannya.
Di Indonesia terdapat hukum tidak tertulis dan hukum tertulis. Keduanya
berfungsi untuk mengatur warga negara dalam kehidupan bermasyrakat, berbangsa
dan bernegara. Hukum tidak tertulis adalah norma atau peraturan tidak tertulis yang
telah dipakai oleh masyarakat dalam kehidupan sehari-hari secara turun temurun dan
tidak dibuat secara resmi oleh lembaga yang berwenang. Misalnya norma kesopanan,
norma kesusilaan, norma adat.
Hukum tertulis adalah aturan dalam betuk tertulis yang dibuat oleh lembaga
yang berwenang. Misalnya peraturan perundang-undangan nasional di negara kita.
Menurut Tap III/MPR/2000 tentang tata urutan perundang undangan di negara
Indonesia, dinyatakan sebagai berikut: UUD 1945, Ketetapan MPR, Undang-undang,
Peraturan Pemerintah Pengganti undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan
Presiden (Kepres), Peraturan Daerah. Tata urutan perundangan tersebut sebagai
pedoman untuk pembentukan peraturan di bawahnya. Jadi setiap peraturan yang
dibuat tidak boleh bertentangan dengan aturan yang ada di atasnya. Jika aturan di
bawahnya bertentangan dengan peraturan yang ada di atasnya maka secara otomatis
peraturan yang ada dibawah tersebut gugur (tidak berlaku) demi hukum.

Daftar Pustaka :
http://vjkeybot.wordpress.com/2011/12/03/mengapa-hukum-memerlukanperundang-undangan-2/ 19 Maret 2012

Anda mungkin juga menyukai