Anda di halaman 1dari 4

Dampak Transformasi Sistem Perubahan Harga Pangan Indonesia

Mengikuti Fluktuasi Harga Pangan Internasional


Pendahuluan
Indonesia merupakan salah satu Negara produsen beberapa komoditi primer seperti
produk pertanian, perkebunan dan perikanan. Sebagian besar dari produk primer tersebut seperti
CPO, karet, lada, kopi, coklat, udang telah memenuhi kebutuhan dunia dan mampu bertahan dari
krisis ekonomi sehingga memberikan konstribusi yang besar bagi pembangunan ekonomi.
Namun demikian, secara alami bisnis di bidang komoditi pertanian itu sangat akrab dengan
resiko karena sifatnya yang musiman dan mudah rusak sehingga setiap gejolak yang terjadi
dalam pasokan atau permintaan komoditi pertanian secara cepat akan berdampak kepada
perubahan harga komoditi tersebut.
Perubahan rejim pasar komoditas pertanian yang mengarah pada pasar bebas membawa
konsekuensi harga komoditas pertanian, khususnya pangan di pasar domestic semakin terbuka
terhadap gejolak pasar internasional. Dengan pengertian lain, harga komoditas pangan di pasar
dunia secara langsung akan mempengaruhi harga komoditas pangan domestik. Jagung sebagai
salah satu komoditas pangan, maka dinamika harganya tidak terlepas dari arah kebijakan
perdagangan, pasar komoditas pangan dunia, stabilitas harga dan fluktuasi nilai tukar. Akumulasi
perubahan dari berbagai aspek tersebut secara simultan akan mempengaruhi dinamika harga
komoditas jagung domestik.
Indonesia sendiri tidaklah kebal terhadap gejolak harga pangan dunia tersebut. Walaupun
dengan pengetatan tata niaga impor maupun subsidi harga, peningkatan harga di pasar dunia
pada akhirnya tetap mempengaruhi pasar dalam negeri. Mengingat besarnya porsi pendapatan
masyarakat yang dihabiskan untuk konsumsi pangan, kenaikan harga tersebut dapat memberi
dampak yang besar kepada kaum miskin dan upaya pemerintah untuk mengentaskan kemiskinan.
Pembahasan
Sistim perdagangan pangan dunia yang semakin terbuka atau pasar bebas menyebabkan
harga produk pangan di dalam negeri ikut terpengaruh oleh situasi dan kondisi harga
internasional. Kondisi tersebut dan berbagai masalah ketersediaan dan distribusi, menyebabkan
harga komoditas pangan, terutama pangan strategis seperti beras, kedelai, daging sapi, cabai dan
bawang merah menjadi berfluktuasi. Indonesia sebagai negara agraris menghasilkan berbagai
macam produk pangan strategis, bahkan untuk komoditas tertentu sudah surplus.
Akan tetapi, saya menemukan suatu laporan yang baru diluncurkan oleh kantor Bank
Dunia di Jakarta, dengan judulBoom, Bust and Up Again? Evolution, Drivers and Impact of
Commodity Prices: Implications for Indonesia (tersedia di
http://go.worldbank.org/N88ACMSPE0), memberikan kesimpulan yang berbeda bagi Indonesia.

Penelitian Bank Dunia tersebut menunjukkan bahwa peningkatan harga komoditas yang
berlangsung dari tahun 2005 hingga 2008 pada umumnya berdampak positif bagi ekonomi
Indonesia dan juga bagi kaum miskin di Indonesia. Indonesia adalah produsen terbesar dan
eksportir kedua terbesar untuk minyak sawit dan juga salah satu produsen terbesar komoditas
karet. Indonesia juga adalah salah satu produsen terbesar rempah-rempah, dan posisinya sebagai
pemasok dunia untuk kakao, teh dan jenis kopi istimewa semakin meningkat. Dampak positif
bagi kaum miskin disebabkan peningkatan upah usaha tani dan hasil modal yang dimiliki oleh
petani miskin. Walaupun harga komoditas yang dikonsumsi oleh kaum miskin juga meningkat,
dampak negatif itu dapat diimbangi oleh manfaat yang mereka peroleh dari sisi pendapatan dan
juga kenyataan bahwa harga beras tidak mengalami gejolak yang berarti selama periode tersebut.
Kecuali propinsi Jakarta dan Banten, seluruh propinsi lain memetik manfaat dari peningkatan
harga komoditas, seperti terlihat dari angka-angka simulasi PDB daerah dengan menggunakan
model keseimbangan umum ekonomi Indonesia. Bukti-bukti yang bersifat anekdot tampaknya
cenderung menguatkan hal itu,contohnya lonjakan tajam jumlah pembelian kendaraan roda dua
dan empat di luar pulau Jawa.
Bahkan untuk negara-negara produsen komoditas dengan jumlah ekspor komoditas yang
lebih tinggi dari impornya seperti Indonesia, lonjakan tajam harga bahan pangan dan bahan bakar
tetap memiliki dampak yang besar bagi konsumen miskin dan juga bagi para produsen kecil
pengguna komoditas sebagai bahan baku. Dengan demikian, pemerintah memiliki peran yang
penting untuk mengatasi dampak negatif yang berasal dari gejolak harga. Pertanyaannya adalah:
cara-cara apakah yang paling efektif untuk melindungi kaum miskin dan sebagian produsen yang
rentan terhadap gejolak harga? Sejak era tahun 60an, pemerintah Indonesia telah menggunakan
serangkaian kebijakan untuk menstabilkan harga-harga komoditas terpenting, tetapi seringkali
dengan hasil yang tidak sepenuhnya menggembirakan dan bahkan pada kasus-kasus tertentu
justru berdampak l negatif yang tidak dikehendaki. Sebagai contoh, penetapan subsidi bahan
bakar yang terus dipertahankan telah menguntungkan konsumen yang tidak miskin dengan
mengorbankan kebutuhan masyarakat di bidang lain, seperti bidang kesehatan, revitalisasi
pertanian dan peningkatan prasarana. Pengalaman Indonesia dan negara-negara lain juga
menunjukkan bahwa upaya-upaya seperti pengendalian jumlah ekspor dan pengendalian harga
secara semu umumnya tidak efektif dan mahal.
Akan lebih baik bila instrumen kebijakan untuk mengelola dampak peningkatan harga
dirancang secara cermat dengan tiga tujuan utama: hanya melindungi penduduk yang rentan,
menciptakan dan mempertahankan insentif bagi produsen, dan tersedianya dana yang cukup
untuk membiayai keberlangsungan kebijakan tadi.. Agar produksi pangan dapat berkelanjutan,
dan kebutuhan pangan masyarakat dapat terpenuhi, pemerintah harus melindungi masyarakat dan
petani dari gejolak harga, seperti harga jatuh pada saat panen raya, dan harga melambung pada
saat di luar panen. Salah satu upaya yang dilakukan pemerintah adalah dengan kebijakan
stabilisasi harga pangan agar petani sebagai produsen mendapatkan hasil yang menguntungkan,
dan masyarakat sebagai konsumen mampu membeli bahan pangan dengan harga yang

terjangkau. Resiko kerugian akibat fluktuasi harga juga dapat dikurangi dengan melakukan
Hedging di Bursa Berjangka. Hedging menjadi sangat diperlukan agar resiko akibat fluktuasi
harga dapat dialihkan ke pihak lain.
Selain itu, Indonesia membutuhkan pendekatan yang lebih sederhana, lebih efektif, tepat
sasaran, dan dengan biaya yang lebih memadai.. Untuk mencapai hal itu pemerintah dapat
menyusun suatu kerangka tindakan yang terdiri atas empat unsur utama.Yang pertama adalah
sistem pemantauan harga yang dengan tepat waktu dan akurat membagi informasi harga bagi
seluruh pihak terkait. Unsur kedua adalah sistem untuk mendeteksi segmen lapisan masyarakat
yang rentan terhadap dampak buruk gejolak harga. Unsur ketiga adalah menentukan instumen
kebijakan ataupun program untuk tanggapan yang efektif. Unsur terakhir adalah sistem
pemantauan kinerja dan dampak program tanggapan yang telah dipilih Kebijakan dan program
ebijakan hanya dipilih jika memang dapat ditelaah dan dibatalkan bila ternyata tidak tidak
berhasil memberikan dampak yang diinginkan.
Apa saja pilihan terbaik untuk mengurangi dampak gejolak harga, terutama bagi kaum
miskin? Dengan sekitar 65 persen dari rakyat miskin bekerja di bidang pertanian, maka
dibutuhkan upaya revitalisasi produktivitas pertanian yang kuat untuk memastikan bahwa kaum
miskin dapat memperoleh manfaat dari peningkatan harga komoditas. Upaya tersebut
membutuhkan ketersediaan bibit yang berkualitas, peningkatan produksi paska panen serta
penggunaan teknologi informasi dan komunikasi yang inovatif untuk mengetahui informasi
terbaru akan harga, pasar dan teknologi pertanian. Peningkatan produktivitas pertanian juga
membutuhkan peningkatan investasi dalam sistem pengairan, jalan-jalan desa dan perluasan
penyuluhan, Sementara peningkatan instrumen berbasis pasar seperti resi gudang akan
membantu produsen miskin untuk mengurangi dampak gejolak harga.
Namun demikian, tetaplah dibutuhkan tanggapan jangka pendek untuk segera membantu
rumah tangga yang rentan. Pilihannya adalah gabungan dari program-program bantuan sosial
seperti program cash-for-work, bantuan langsung tunai bagi rumah tangga miskin, dan kebijakan
perdagangan dan aturan impor yang cermat, seperti pemotongan tarif dan pelonggaran
pembatasan impor, diikuti dengan pengelolaan fiskal yang tepat. Termasuk di antaranya adalah
upaya-upaya untuk memangkas gejolak harga antar daerah di Indonesia, seperti peningkatan
prasarana antar daerah (pelabuhan, jalan dan jaringan distribusi), pengelolaan penyimpanan
stock, dan pengembangan asuransi cuaca berbasis indeks ..
Harga komoditas pun kini melonjak lagi, dan besar kemungkinan akan tetap tinggi.
Karena itu, Indonesia harus memastikan kemampuannya untuk memanfaatkan sumber daya
alamnya demi pertumbuhan berkelanjutan bagi seluruh rakyat. Peningkatan harga komoditas
dapat menjadi berkah bagi Indonesia, tetapi hanya bila Indonesia memastikan rumah tangga yang
rentan mendapatkan dukungan yang memadai.

Kesimpulan
Fluktuasi harga pangan di pasar domestik erat terkait dengan dinamika harga produk
sejenis di pasar internasional, nilai kurs rupiah dan kebijakan perdagangan. Penerapan bea masuk
impor yang realistik serta disesuaikan dengan siklus harga jagung dan nilai kurs rupiah
dipandang penting sebagai langkah antisipatif terhadap penurunan harga jagung di pasar
internasional, dan merangsang petani untuk meningkatkan produktivitasnya. Kebijakan proteksi
harga hanya efektif bilamana ada potensi peningkatan produktivitas, respon harga terhadap
penawaran dan sistem pemasaran yang efisien. Dengan demikian, peningkatan efisiensi
pemasaran melalui perbaikan infrastruktur, struktur pemasaran, dan kelembagaan petani
memegang peranan penting.
Tantangan lain adalah meredam dampak negatif gejolak harga komoditas khususnya
pangan terhadap penduduk miskin. Dalam jangka pendek hal ini dapat dikurangi melalui upaya
bantuan langsung tunai yang tepat sasaran. Namun dalam jangka menengah, perlu upaya serius
untuk meningkatkan diversifikasi dan produktivitas sektor pertanian yang memungkinkan
peningkatkan pendapatan petani. Termasuk dalam upaya ini adalah memangkas biaya transaksi
dan hambatan birokrasi yang mengekang transportasi barang-barang dengan cepat dan murah.
Mempertimbangkan seluruh faktor-faktor tersebut, strategi menyeluruh untuk
sepenuhnya memanfaatkan tingginya harga komoditas akan memberikan manfaat bagi Indonesia
melalui memaksimalkan penerimaan dari peningkatan produksi sumber daya alam sementara
menggunakan sebagian dari keuntungan yang diterima untuk membangun ekonomi bersaing
berskala luas yang dapat memberikan lapangan kerja jangka panjang bagi rakyat Indonesia untuk
keluar dari kemiskinan.

Anda mungkin juga menyukai