Anda di halaman 1dari 42

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Persepsi adalah pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan-hubungan
yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkannya. 1 Persepsi tiap
orang bisa berbeda tergantung pada apa yang dialami tiap orang dalam kehidupannya
sehari-hari, maka persepsi anak-anak tentunya lain dengan persepsi dengan orang
dewasa. Pengalaman yang dimiliki oleh seorang anak tentunya lebih sedikit dibanding
pengalaman orang dewasa. Hal ini disebabkan usia anak-anak yang jauh berbeda dengan
orang dewasa, usia anak-anak masih berkisar antara 2 sampai dengan 13 tahun, dan
interaksi mereka dengan dunia di sekitarnya belum seluas interaksi orang dewasa.2
Masa pra remaja merupakan masa terjadinya perubahan besar dalam diri seorang
anak. Anak mulai memperhatikan penampilan diri sehingga anak mulai sadar bila
terdapat sesuatu yang lain dalam penampilan terutama wajah. Penampilan yang indah
dan menarik akan menambah rasa percaya diri. 3 Pemahaman dan penghayatan secara
substansial akan tuntutan perubahan penampilan kehidupan sehat dan cantik seorang
anak cukup rumit dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Tuntutan perubahan
penampilan akan wajah anak yang sehat dan cantik semakin bervariasi. 4 Susunan gigi
merupakan bagian yang menunjang penampilan wajah.3

Keadaan gigi geligi, terutama gigi anterior juga berperan dalam mempengaruhi
daya tarik atau estetik wajah. Jika posisi atau keadaan gigi geligi anterior kurang baik
atau tidak beraturan, daya tarik wajah akan berkurang pula.5 Gigi anterior memiliki
fungsi estetik, bila terjadi trauma pada gigi anterior harus segera dilakukan perawatan
agar tidak kehilangan fungsinya.6 Pada dasarnya lengkung gigi sulung dapat mengalami
perubahan dalam ukuran dimensi rata-rata, hal ini disebabkan adanya pergeseran dari
gigi geligi rahang atas yang dapat merubah gigi geligi rahang bawah atau sebaliknya,
akhirnya dimensi lengkung gigi geligi mengalami perubahan.7
Malposisi gigi anterior akan mengurangi nilai estetik penampilan senyum
seseorang.8 Perubahan yang terjadi pada anak dari keadaan gigi geligi oklusi normal
menjadi maloklusi, dapat bersifat sementara atau tetap, hal ini tergantung pada intensitas
dan waktu terjadinya interaksi tumbuh kembang.4 Masa tumbuh kembang adalah periode
terjadinya berbagai perubahan termasuk di dalam rongga mulut. Bukti adanya tumbuh
kembang adalah proses pergantian gigi sulung dengan gigi tetap. 9 Proses tumbuh
kembang pada anak, umumnya bersifat dinamis dan berjalan terus secara
kesinambungan.7 Keadaan oklusi normal yang ditemukan pada masa gigi sulung
tidaklah menjamin tidak menimbulkan maloklusi pada masa berikutnya. Hal itu terjadi
karena banyak hal yang mempengaruhi proses tumbuh kembang khususnya saat
pergantian gigi geligi.9 Susunan gigi yang tidak teratur karena berbagai sebab sehingga
anak tersebut memerlukan perawatan ortodonti.3

Kasus maloklusi pada anak dari tahun ke tahun terus meningkat, sehingga
program pencegahan sangat diperlukan. Perawatan maloklusi dalam tahap pencegahan
sangat diperlukan, untuk memperhatikan kesehatan antara gigi, tulang dan otot dalam
fungsinya.10 Jika anak masih dalam proses tumbuh kembang, untuk memprediksi
kejadian akhir proses tumbuh kembang wajah anak yang dikaitkan dengan perawatan
ortodonti sulit untuk dilakukan sehingga pertimbangan tindakan atau intervensi ortodonti
pada anak semakin kompleks.4
Prevalensi maloklusi di Indonesia masih sangat tinggi, yaitu sekitar 80% dari
jumlah penduduk. Hal tersebut menyebabkan antisipasi perkembangan angka kejadian
maloklusi, khususnya maloklusi pada anak diperlukan upaya penanggulangan secara
dini.11 Dalam menentukan tindakan pelayanan ortodonti seawal mungkin dalam masa
tumbuh kembang anak di era globalisasi, banyak faktor yang perlu dipertimbangkan
secara seksama seperti anak masih dalam proses tumbuh kembang. 4 Penelitian mengenai
persepsi tampilan susunan gigi anterior dan kebutuhan perawatan ortodonti pada anak
belum pernah dilakukan di Makassar. Oleh karenanya, penulis merasa tertarik untuk
melihat dan melakukan penelitian ini. Lokasi yang digunakan untuk studi ini adalah SD
Inpres Pabaeng-baeng Makassar, suatu sekolah yang beralamatkan di Sultan Alauddin
aspol brimob. Peneliti memilih lokasi ini karena sekolah tersebut terbagi dua sekolah
dalam satu lokasi dimana pada SD Inpres Pabaeng-baeng termasuk dalam ekonomi
sedang dan SD Inpres Pabaeng-baeng 1 termasuk dalam ekomoni rendah jadi peneliti
bisa membandingkan kedua sekolah tersebut karena di SD Inpres Pabaeng-baeng para

siswa tersebut berasal dari latar belakang ekonomi sedang, dimana latar belakang dari
siswa di sekolah tersebut mempunyai latar belakang dari orangtua mereka sebagian
berpendidikan tinggi dan pada SD Inpres Pabaeng-baeng 1 bisa di rata-ratakan sekitar
75% latar belakang dari siswa tersebut berasal dari latar belakang ekonomi rendah,
dimana ada beberapa siswa mempunyai orangtua yang bekerja sebagai buruh dan tukang
becak. Dengan penelitian ini bisa dilihat seberapa banyak anak yang berada di SD Inpres
Pa Baeng-baeng yang mengetahui keadaan gigi geligi anteriornya dan membutuhkan
perawatan ortodonti sehubungan dengan tampilan susunan gigi anteriornya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang telah diuraikan di atas maka
rumusan masalah, yaitu : Bagaimana persepsi anak mengenai tampilan susunan gigi
anteriornya dan kebutuhan perawatan ortodonti ?
1.3 TUJUAN PENELITIAN
1. Mengetahui persepsi anak mengenai tampilan susunan gigi anteriornya.
2. Mengetahui persepsi anak yang membutuhkan perawatan ortodonti sehubungan
dengan tampilan susunan gigi anteriornya.

1.4 MANFAAT PENELITIAN


Hasil penelitian ini diharapkan dapat diketahui secara langsung tentang
bagaimana persepsi anak mengenai tampilan susunan gigi anteriornya dan kebutuhan
perawatan ortodonti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 PERSEPSI
2.1.1 Definisi.
Persepsi berasal dari kata dalam bahasa Latin percepio yang berarti menerima,
mengoleksi, tindakan mengambil sesuatu atau pengertian akan pikiran atau perasaan.
Persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh seseorang dalam memahami informasi
melalui panca inderanya.12 Proses itu dilakukan dengan cara mengumpulkan informasi
sensorik tentang dunia nyata yang diperoleh dari pengalaman sehari-hari.2
Menurut Maropean S yang dikutip dari Mc Shane dan Von Glinow 2000 bahwa
Perception is the process of receiving information about and making sense of our
environment. This includes deciding which information to notice as well as how to
categorize and interpret it. Persepsi adalah proses penerimaan informasi dan
pemahaman tentang lingkungan, termasuk penetapan informasi untuk membentuk
pengkategorian dan penafsirannya.12
Persepsi tiap orang bisa berbeda tergantung pada apa yang dialami tiap orang
dalam kehidupannya sehari-hari.2 Dalam menafsirkan suatu objek, akan dipengaruhi
juga oleh pengaruh lingkungan berupa stimulus, sehingga persepsi merupakan proses
seleksi stimulus dari lingkungannya dan mengorganisasikan serta menafsirkannya sesuai

konteks yang dihadapi. Interaksi orang dalam kelompok juga akan menimbulkan
persepsi, sehingga terjadinya persepsi seseorang terhadap orang lain disebut persepsi
sosial.12
2.1.2 Faktor-faktor yang mempengaruhi persepsi.
Ada tiga faktor yang mempengaruhi persepsi :2
a. Karakteristik individu yang mempersepsi
Berkaitan dengan masa lalu, kepribadian, keinginan / motivasi dan nilai serta
sikap yang dapat mempengaruhi proses persepsi.
b. Karakteristik individu / benda yang dipersepsi
Karakteristik dari individu yang dipersepsi, baik berupa karakteristik personal
ataupun sikap dan tingkah lakunya terhadap individu yang mempersepsi akan
dapat mempengaruhi interpretasi tersebut.
c. Faktor situasional
Yaitu situasi yang melingkupi tempat terjadinya proses persepsi tersebut seperti
tata nilai maupun pandangan masyarakat.

2.2 OKLUSI
Oklusi adalah kontak antara gigi geligi rahang atas dan bawah ketika rahang
tertutup penuh.13 Oklusi adalah perubahan hubungan permukaan gigi geligi pada rahang
atas

(maksila) dan rahang bawah (mandibula), yang terjadi selama pergerakan

Mandibula dan berakhir dengan kontak penuh dari gigi geligi pada kedua rahang. Oklusi
terjadi karena adanya interaksi antara dental system, skeletal system dan muscular
system. Oklusi gigi geligi bukanlah merupakan keadaan yang statis selama mandibula
bergerak, sehingga ada bermacam-macam bentuk oklusi, misalnya : centrik, excentrik,
habitual, supra-infra, mesial, distal, lingual.14,15
Dikenal dua macam istilah oklusi yaitu:15
a. Oklusi ideal adalah merupakan suatu konsep teoritis oklusi yang sukar atau
bahkan tidak mungkin terjadi pada manusia.
b. Oklusi normal adalah suatu hubungan gigi geligi disatu rahang terhadap gigi
geligi di rahang lain apabila kedua rahang tersebut dikatupkan dan condylus
mandibularis berada pada fossa glenoidea.
Ada enam kunci oklusi normal, yang berasal dari hasil penelitian yang
dilakukan oleh Andrew 1972 terhadap 120 subyek yang oklusi idealnya
mempunyai enam ciri. Keenam ciri tersebut adalah :16

1. Hubungan yang tepat dari gigi geligi molar pertama tetap pada bidang
2.
3.
4.
5.

sagital
Angulasi mahkota gigi geligi insisifus yang tepat pada bidang transversal
Inklinasi mahkota gigi geligi insisifus yang tepat pada bidang sagital
Tidak adanya rotasi gigi geligi individual
Kontak yang akurat dari gigi geligi individual dalam masing-masing

lengkung gigi, tanpa celah maupun berjejal


6. Bidang oklusal yang datar atau sedikit melengkung

Gambaran oklusi normal ditentukan dengan adanya kontak tanpa ada tekanan
saat oklusi sentrik dan susunan gigi geligi yang teratur di dalam lengkung. Oklusi
normal juga ditandai dengan jarak gigit 2-3 mm dan tumpang gigit yang tidak
melebihi 1/3 panjang mahkota gigi insisifus sentral rahang bawah.17
2.2.1 Perkembangan Oklusi Gigi Geligi.
2.2.1.1 Perkembangan Oklusi Gigi Geligi sulung
Gigi geligi sulung mulai bererupsi pada usia enam bulan, dan normalnya
sudah beroklusi seluruhnya pada usia tiga tahun. 16 Pada periode ini lengkung gigi pada
umumnya berbentuk oval dengan gigitan dalam deep bite pada overbite dan overjet dan
dijumpai adanya generalized interdental spacing (celah diantara gigi geligi). Hal ini
terjadi karena adanya pertumbuhan tulang rahang kearah transversal untuk
mempersiapkan tempat gigi geligi permanen yang akan tumbuh, celah yang terdapat di
mesial kaninus atas dan disebelah distal kaninus bawah disebut primate space. Adanya
celah ini memberikan kemungkinan gigi geligi permanen yang akan erupsi mempunyai
cukup tempat, sebaliknya bila tidak ada memberi indikasi kemungkinan terjadi gigi
berjejal.14
Gigi pertama yang bererupsi dan membentuk kontak oklusal adalah gigi
insisifus, yang idealnya menduduki posisi oklusal. Posisi yang ideal untuk gigi geligi
insisifus sulung umumnya dinyatakan sebagai lebih vertikal daripada gigi insisifus tetap,
dengan overbite insisal yang lebih dalam. Gigi geligi insisifus bawah pada kondisi ini

akan berkontak dengan daerah singulum dari insisifus atas pada oklusi sentrik. Celah
terlihat diantara gigi geligi insisifus sulung.16
Sesudah insisifus bererupsi, gigi molar pertama sulung akan menyusul,
bererupsi sampai ke kontak oklusi. Gigi geligi ini akan membuat kontak oklusal
sehingga molar bawah sedikit lebih ke depan dalam hubungannya dengan molar atas.16
Gigi geligi kaninus juga akan menyusul bererupsi ke kontak oklusi. Pada
situasi ideal, akan ada celah disebelah mesial dari kaninus atas dan disebelah distal dari
kaninus bawah, tempat ke arah mana gigi kaninus antagonis berinterdigitasi. Celah
seperti ini yang merupakan ciri normal pada gigi geligi permanen.16
Gigi yang terakhir bererupsi ke hubungan oklusi pada gigi geligi sulung
adalah molar kedua. Gigi ini bererupsi sedikit renggang dari molar pertama, namun
celah ini dengan cepat akan menutup melalui pergerakan molar kedua ke depan, yang
akan menduduki posisi sedemikian rupa sehingga permukaan distal dari gigi molar
kedua atas dan bawah berada pada bidang vertikal yang sama pada saat beroklusi.16
Ciri-ciri tipikal dari oklusi ideal gigi geligi sulung sewaktu gigi geligi sulung
sudah bererupsi seluruhnya adalah sebagai berikut :16
1. Gigi geligi insisifus renggang.
2. Celah anthropoid terletak di sebelah mesial kaninus atas dan distal kaninus
bawah, kearah mana gigi kaninus antagonis berinterdigitasi.
3. Posisi vertikal dari gigi geligi insisifus, dengan insisifus bawah menyentuh
singulum insisifus atas.
10

4. Permukaan distal gigi geligi molar kedua atas dan bawah berada pada bidang
vertikal yang sama.
2.2.1.2 Perkembangan Oklusi Gigi Geligi Permanen
Dari usia enam tahun ke atas, gigi geligi sulung akan mulai digantikan oleh
gigi geligi permanen. Insisifus, kaninus, dan molar sulung akan digantikan oleh insisifus,
kaninus, premolar tetap, ditambah molar tetap yang bererupsi sebagai gigi geligi
tambahan.16
Gigi geligi sulung dengan gigi geligi permanen penggantinya berbeda
ukurannya. Insisifus tetap dan kaninus biasanya lebih besar daripada gigi sulung yang
digantikannya, sedangkan premolar biasanya lebih kecil daripada molar sulung yang
digantikannya. Hasil penelitian yang dilaporkan oleh Van der Linden (1983)
menunjukkan bahwa perbedaan ukuran secara keseluruhan antara kedua gigi geligi ini
tidaklah terlalu besar, rata-rata adalah sekitar 3 mm pada gigi atas dan kurang dari 1 mm
pada gigi bawah. Meskipun demikian, tidak ada korelasi yang erat antara ukuran gigi
geligi sulung dengan gigi geligi permanen penggantinya, khususnya untuk insisifus
bawah dan disini umumnya ada variasi individual cukup besar. Di samping itu, ada
kebutuhan untuk mengakomodasikan tiga gigi tambahan, yaitu gigi molar permanen
pada masing-masing kuadran rahang dan kecenderungan bagi gigi untuk bergerak ke
depan untuk menyediakan ruangan agar tidak berjejal.16
Foster (1982) membagi tiga tahap perkembangan oklusi gigi geligi permanen : 16

11

1. Tahap 1 : Tahap erupsi molar pertama dan insisifus permanen ( usia 6-8 tahun )
Terjadi penggantian gigi insisifus dan penambahan molar pertama
permanen. Keadaan ini biasanya berlangsung pada usia 6-8 tahun. Insisifus
permanen akan bererupsi sedikit lebih proklinasi daripada insisifus sulung, dan
karena itu membentuk overbite insisal yang lebih kecil bila gigi geligi tersebut
berkontak oklusal. Proklinasi ini juga berperan dalam menambah ukuran
lengkung rahang.16
Kadang-kadang insisifus permanen terlihat berjejal pada saat erupsi dan
insisifus lateral berhimpitan dengan gigi kaninus sulung. Keadaan ini bisa diatasi
bila terdapat leeway space. Leeway space adalah perbedaan ruangan antara lebar
mesiodistal gigi kaninus, molar pertama dan kedua sulung dengan kaninus
premolar pertama dan kedua permanen.14
Hubungan distal molar kedua sulung atas dan bawah mempengaruhi
hubungan molar pertama permanen, molar pertama permanen penting
peranannya pada tinggi vertikal rahang selama periode penggantian gigi sulung
menjadi gigi permanen . Pada usia 8 tahun insisifus dan molar pertama permanen
telah erupsi. Apabila insisifus atas lebih dulu erupsi dari yang bawah, dapat
menyebabkan terjadinya

gigitan dalam deep overbite. Dengan adanya

pertumbuhan gigitan dalam yang terjadi dapat terkoreksi dengan occlusal


adjustment yang terjadi kemudian.14

12

2. Tahap 2 : Tahap erupsi kaninus, premolar dan molar kedua ( usia 10-13 tahun)
Tahap perkembangan oklusi gigi geligi permanen yang kedua berkaitan
dengan penggantian molar sulung dan kaninus atas oleh premolar dan kaninus
atas permanen, dan penambahan gigi molar kedua. Tahap ini biasanya
berlangsung pada usia 10-13 tahun.16
Gigi geligi premolar pertama biasanya merupakan gigi yang pertama kali
bererupsi pada tahap ini, dan beroklusi sedemikian rupa sehingga slope distal
dari permukaan oklusal premolar bawah beroklusi dengan slope mesial dari
permukaan oklusal premolar atas. Jadi, ujung cusp premolar atas akan berada
pada bidang vertikal yang sama dengan permukaan distal premolar bawah. Gigi
premolar kedua selanjutnya akan bererupsi ke hubungan yang sama, dan pada
kira-kira waktu yang sama, gigi kaninus atas akan bererupsi ke hubungan oklusi
sehingga ujung cusp berada pada bidang vertikal yang sama dengan permukaan
distal kaninus bawah.16
Akhirnya, molar kedua akan bererupsi ke oklusi sama seperti molar
pertama. Molar kedua atas akan bertumbuh tinggi pada prosesus alveolaris, tepat
di bawah dasar antrum maksila. Pada awalnya, molar kedua biasanya sedikit
miring ke distal dan mempunyai jalur erupsi yang lebih panjang daripada molar
kedua bawah. Molar kedua bawah biasanya berkembang pada posisi tegak lurus,
atau sedikit miring ke mesial. Jadi, molar kedua atas mempunyai kecenderungan

13

lebih besar untuk bergerak ke depan selama erupsi daripada molar kedua bawah,
yang mempunyai jalur erupsi yang relatife singkat dan lurus.16
Pada tahap ini bila molar sulung bawah sudah diganti oleh premolar
permanen, sedangkan molar sulung atas belum, maka akan terdapat penambahan
besar overbite dan bila sebaiknya maka kontak gigi terlihat edge to edge.14
3. Tahap 3 : Tahap erupsi molar ketiga
Erupsi dari molar ketiga pada awal kehidupan dewasa melengkapi
perkembangan oklusi dari gigi geligi permanen. Usia erupsi gigi molar ketiga
yang umum adalah 18-25 tahun, meskipun gigi ini bisa saja bererupsi lebih cepat
atau lebih lambat dari batas usia ini.16
Gigi molar ketiga berkembang pada posisi yang sama seperti molar
kedua, dengan molar ketiga atas berkembang tinggi, di bawah sudut posteroinferior dari antrum maksila, dan biasanya dengan sedikit inklinasi distal. Molar
ketiga bawah mempunyai jalur erupsi yang lebih pendek darpada molar ketiga
atas, dan pada awalnya menduduki posisi lebih vertikal, atau dengan sedikit
inklinasi ke mesial. Kedua gigi ini bererupsi ke hubungan oklusi dalam
hubungan yang mirip seperti untuk molar pertama dan kedua.16
2.3 GIGI GELIGI BERCAMPUR
Periode gigi bercampur adalah suatu periode dimana dijumpai adanya gigi geligi
sulung dan gigi geligi permanen bersamaan berada dalam mulut yaitu pada usia kira-kira
14

6-12 tahun.18 Pelengkap gigi dirahang setelah tumbuh dari beberapa gigi permanen, tapi
sebelum semua gigi sulung tanggal.19
2.3.1 Peralihan Gigi Bercampur.
Masa peralihan gigi geligi diawali dengan erupsi molar permanen pertama
rahang bawah dan berakhir dengan hilangnya gigi sulung terakhir, biasanya terjadi pada
usia sekitar 11 sampai 12 tahun. Tahap awal dari masa peralihan gigi bercampur
berlangsung selama 2 tahun, selama waktu molar permanen pertama erupsi.20 Anak usia
5 sampai 6 tahun merupakan kelompok peralihan periode gigi sulung dengan periode
gigi permanen atau periode awal memasuki usia gigi bercampur. Pada masa ini sering
terjadi perubahan kecepatan dan arah pertumbuhan gigi geligi serta tulang rahang,
sehingga ada kemungkinan terjadi relasi gigi geligi menjadi malposisi atau maloklusi.7

Periode atau masa gigi geligi bercampur sering menunujukkan adanya perbedaan
tingkat keparahan maloklusi. Ada kemungkinan kelainan dentokraniofasial anak yang
terjadi pada masa gigi bercampur dapat bersifat sementara dan tidak diperlukan
perawatan, atau dapat bersifat tetap dan memerlukan perawatan secara dini. Dalam
periode gigi geligi tersebut, dapat dilakukan tahap perawatan preventif, interseptif atau
kuratif ortodonti dan kombinasi.4
Pada periode gigi bercampur sering ditemukan kelainan yang cenderung akan
menetap, dan keadaan ini kadang memerlukan tindakan serial ekstraksi. Bila tidak
15

dilakukan perawatan ini dapat menyebabkan maloklusi atau malposisi gigi geligi tetap.
Pada masa gigi geligi sulung dan bercampur, sering kali keparahan maloklusi
disebabkan adanya pengaruh lingkungan kebiasaan rongga mulut yang jelek. Erupsi gigi
tetap (pengganti) sering mengalami gangguan karena adanya kerusakan atau kehilangan
gigi molar sulung terlalu awal. Keadaan ini akan mengakibatkan terjadinya malposisi,
maloklusi dan trauma pada Temporo Mandibularis Joint (TMJ). Urutan erupsi yang
tidak seimbang akan berpengaruh terhadap derajat keparahan malposisi atau malokulsi. 4
Terjadinya maloklusi juga dapat disebabkan oleh beberapa faktor, seperti faktor genetik,
fungsi, trauma, serta kebiasaan buruk.11

Alasan perawatan gigi bercampur yaitu :21


1. Diberikan perawatan agar tidak menghambat pertumbuhan normal dari gigi
tersebut.
2. Perawatannya dapat lebih efisien.
Metode analisis gigi bercampur yang dapat digunakan yaitu :18
1.
2.
3.
4.

Analisis Moyers
Analisis Nance
Analisis Huckaba
Analisis Johnson dan Tanaka

16

2.4 KUALITAS HIDUP


2.4.1 Defenisi Kualitas Hidup.
Kualitas hidup (quality of life, QOL) didefinisikan sebagai suatu konsep yang
mencakup karakteristik fisik dan psikologi secara luas yang menggambarkan
kemampuan individu berperan dalam lingkungannya dan memperoleh kepuasan dari
yang dilakukannya. Kulitas hidup yang berhubungan dengan kesehatan (health-related
quality of life, HRQOL) menggambarkan pandangan individu tersebut setelah
mengalami suatu penyakit dan mendapatkan suatu bentuk pengelolaan.22

Penilaian kualitas hidup tidak hanya dipengaruhi oleh keadaan fisik saja, namun
juga keadaan mental, sosial dan emosional sehingga dapat dipandang sebagai suatu
konsep multi dimensi yang terdiri dari tiga bidang utama : fisik, psikologi (kognitif dan
emosional) dan sosial. Penilaian kualitas hidup memberikan wawasan baru dalam
penilaian outcome jangka panjang berlandaskan pada definisi sehat menurut World
Health Organization (WHO), yaitu sehat secara fisik, mental dan sosial, tidak hanya
terbebas dari penyakit saja dan kelemahan saja.22
Timbulnya suatu penyakit pada anak dapat mengganggu pematangan fisik dan
psikososialnya. Jika pematangan ini terganggu, dapat terlihat gejala sisa secara fisik,
psikologis dan sosial dalam bentuk penurunan kualitas hidup. Penilaian kualitas hidup

17

pada anak lebih sulit dibanding dewasa karena adanya perubahan-perubahan dinamis
pada fisik, intelektual dan emosional akibat pertumbuhan dan perkembangan normal
pada anak.22
2.4.2 Ruang Lingkup Kualitas Hidup.
Secara umum terdapat 5 bidang yang dipakai untuk mengukur kualitas hidup
berdasarkan kuesioner yang dikembangkan oleh WHO (World Health Organization),
bidang tersebut adalah kesehatan fisik, kesehatan psikologik, keleluasaan aktivitas,
hubungan sosial dan lingkungan, sedangkan secara rinci bidang-bidang yang termasuk
kualitas hidup adalah sebagai berikut :23

1. Kesehatan fisik (physical health): kesehatan umum, nyeri, energi dan


vitalitas, tidur dan istirahat.
2. Kesehatan psikologis (psychological health): cara berpikir, belajar, memori
dan konsentrasi.
3. Tingkat aktivitas (level of independence): mobilitas, aktivitas sehari-hari,
komunikasi, kemampuan kerja.
4. Hubungan sosial (sosial relationship): hubungan sosial, dukungan sosial.
5. Lingkungan (environment), keamanan, lingkungan rumah, kepuasan kerja.
2.4.3 Faktor yang Mempengaruhi Kualitas Hidup Anak.
Kualitas hidup anak secara garis besar dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain :22
1. Kondisi Global

18

Meliputi lingkungan yang berupa kebijakan pemerintah dan asas-asas dalam


masyarakat yang memberikan perlindungan anak.
2. Kondisi Eksternal
Meliputi lingkungan tempat tinggal (cuaca, musim, polusi, kepadatan
pneduduk), status sosial ekonomi keluarga, pelayanan kesehatan dan
pendidikan orang tua.
3. Kondisi Interpersonal
Meliputi hubungan sosial dalam keluarga (orang tua, saudara kandung,
saudara lain serumah dan teman sebaya).
4. Kondisi Personal
Meliputi dimensi fisik, mental dan spiritual pada diri anak sendiri, yaitu
genetic, umur, kelainan, ras, gizi, hormonal, stress, motivasi belajar dan
pendidikan anak serta pengajaran agama.
2.5 KERANGKA TEORI
- Pengetahuan
- Lingkungan

Persepsi Tampilan
Susunan Gigi

Kebutuhan
Perawatan Ortodonti

- Media TV
- OrangTua

Kualitas
BAB Hidup
III

19

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1

KERANGKA KONSEP

Kuesioner

Karakteristik
individual

Persepsi Tampilan
Susunan Gigi

Kebutuhan Perawatan
Ortodonti

Faktor
Situasional

Keterangan :
_____ : Variabel yang diteliti
------- : Variabel yang tidak diteliti

20

BAB IV
METODE PENELITIAN

4.1

JENIS PENELITIAN
Jenis penelitian ini merupakan penelitian Observasional deskriptif, yaitu
penelitian yang dilakukan hanya melakukan pengamatan saja tanpa intervensi.
Pengambilan data yang dilakukan bertujuan untuk membuat gambaran atau
deskripsi tentang keadaan secara objektif.

4.2

RANCANGAN PENELITIAN
Rancangan penelitian yaitu Cross-Sectional. Penelitian akan dilakukan
hanya pada satu waktu, tiap subjek diobservasi hanya satu kali saja dan tidak ada
pengulangan.

4.3

LOKASI PENELITIAN

21

Penelitian ini dilakukan di SD Inpres Pa Baeng-baeng Makassar dan SD Inpres


Pa Baeng-baeng 1 Makassar
4.4

WAKTU PENELITIAN
Waktu dilakukannya penelitian pada bulan Maret-Mei 2012

4.5

POPULASI
Populasi dalam penelitian ini adalah anak-anak yang berumur 9-12 tahun yang
ada di SD Inpres Pa Baeng-baeng

4.6

METODE SAMPLING
Metode pengambilan sampel yang dilakukan secara Proporsive Sampling

4.7

KRITERIA SAMPEL
a. Inklusi :
1. Anak berusia 9-12 tahun
2. Sudah erupsi geligi anterior permanen RA dan RB
3. Tidak ada kelainan sistemik
b. Ekslusi :
1. Anak menolak untuk berpartisipasi
2. Anak yang memakai perawatan ortodonti

4.8

DEFINISI OPERASIONAL
-

Persepsi sebagai suatu proses yang ditempuh seseorang dalam


memahami informasi melalui panca inderanya. Proses itu dilakukan
22

dengan cara mengumpulkan informasi sensorik tentang dunia nyata yang


-

diperoleh dari pengalaman sehari-hari.2,12


Persepsi anak yang dimaksud dalam penelitian ini adalah interpretasi
atau penilaian anak tentang tampilan susunan gigi anteriornya dan

kebutuhan perawatan ortodonti.


Persepsi tampilan susunan geligi anterior permanen Rahang atas dan

Rahang bawah dinilai sesuai kuesioner dengan skala ordinal.


Persepsi kebutuhan perawatan ortodonsi adalah sebagai tindakan
preventif atau untuk mengurangi kasus maloklusi sebagai permasalahan

gigi dan mulut.


Aesthetic Component IOTN adalah gambar keadaan gigi anterior
dengan 10 gambar berwarna yang mempunyai perbedaan tingkatan
keparahan gigi anterior, grade 1-4 menggambarkan susunan gigi yang
rapi atau tidak membutuhkan perawatan ortodonti, grade 5-7 dengan
susunan gigi yang membutuhkan perawatan ortodonti dan grade 8-10
menggambarkan gigi yang sangat tidak rapi atau sangat membutuhkan
perawatan ortodonti.

4.9

JENIS ALAT UKUR


Alat ukur yang digunakan pada penelitian ini adalah kuesioner dan pengukuran
Indeks of Orthodontic Treatment Need (IOTN) Aesthetic Component .

23

4.10

ALAT dan BAHAN


1. Lembar kuesioner
2. Alat tulis menulis
3. Gambar berwarna AC-IOTN (modifikasi)

4.11

DATA
a) Jenis data : Data primer, data yang diperoleh dari pengisian kuesioner.
b) Pengolahan data : Menggunakan Program SPSS versi 16.0 untuk
Windows.
c) Penyajian data : Dalam bentuk tabel distribusi (tabulasi).

4.12

PROSEDUR PENELITIAN
1. Peneliti mendatangi SD Inpres Pa Baeng-baeng untuk melakukan
penelitian
2. Peneliti memilih pasien yang memenuhi kriteria sampel diberikan
kuesioner, kemudian mengisi kuesioner penelitian untuk mengetahui
persepsi tampilan susunan gigi anteriornya dan kebutuhan perawatan
ortodonti
3. Data yang diperoleh oleh peneliti diolah dan dianalisis
4. Hasil penelitian dibuat dalam bentuk tabel
5. Peneliti menarik kesimpulan dari hasil penelitian yang sudah diperoleh

4.13

ALUR PENELITIAN
PEMBANTU DEKAN 1
FKG UNHAS

Gubernuran Prov. Sul-Sel Cq.


Ka. Balitbangda
24

WALIKOTA
MAKASSAR

Dinas Pendidikan
Kota Makassar

SD INPRES PA BAENGBAENG MAKASSAR

SAMPEL

KUESIONER

PERSEPSI MENGENAI TAMPILAN


SUSUNAN GIGI ANTERIORNYA DAN
KEBUTUHAN PERAWATAN
ORTODONTI

PENGUMPULAN DAN
ANALISIS DATA

HASIL

BAB V
HASIL PENELITIAN

25

Telah dilakukan penelitian mengenai persepsi tampilan susunan gigi anterior


dengan menggunakan kuesioner Aesthetic Component (AC) dan kebutuhan perawatan
ortodonti berdasarkan persepsi respoden dan peneliti dengan menggunakan pengukuran
Indeks of Orthodontic Treatment Need (IOTN) - Aesthetic Component (AC) .Populasi
penelitian adalah seluruh siswa SDI Pabaeng-baeng dan SDI Pabaeng-baeng 1 Kota
Makassar yang berusia 9-12 tahun . Penentuan sampel dengan Proporsive Sampling.
Pengambilan data dilakukan dengan menggunakan kuesioner Aesthetic
Component (AC) dan Aesthetic Component (AC) dari IOTN. Khusus untuk persepsi
kebutuhan perawatan ortodonti yang menggunakan pengukuran Indeks of Orthodontic
Treatment Need (IOTN) - Aesthetic Component (IOTN-AC), peneliti mendapatkan data
dari indeks tersebut berdasarkan persepsi pasien yang bersifat subjektif dan persepsi
peneliti yang lebih objektif. Perbedaan antara persepsi respoden dan peneliti dapat
menjadi tolak ukur mengenai kesadaran dan pengetahuan anak mengenai kebutuhan
perawatan susunan gigi anteriornya. Data hasil kuesioner dan indeks tersebut diolah
dengan menggunakan program SPSS 16.0 untuk windows. Data hasil penelitian
disajikan dalam bentuk tabel sebagai berikut.

Tabel V.1 Distribusi karakteristik responden (N=196)

Karakteristik sampel
Sekolah
SDI Pabaeng-baeng

Frekuensi (N)
101

Persen
(%)

Rerata
Baku

Simpang

51.5
26

95

48.5
10.731.09

SDI Pabaeng-baeng 1
Usia
Jenis kelamin
Status Ekonomi
Menengah
Rendah

102
94

52
48

101
95

51.5
48.5

Pada tabel V.1 didapatkan jumlah kesuluruhan sampel yang diambil pada kedua
sekolah, yaitu untuk SDI Pabaeng-baeng terdapat 101 responden (51.5%) dan SDI
Pabaeng-baeng 1 terdapat 95 respoden (48.5%). Terlihat bahwa jumlah responden lakilaki lebih banyak dibandingkan perempuan, yakni 102 responden (52%) laki-laki
sedangkan perempuan 94 orang (48%) untuk keseluruhan sampel dari kedua sekolah.
Terlihat pula bahwa rata-rata usia responden adalah 11 tahun.

Tabel V.2 Distribusi jawaban responden mengenai persepsi tampilan susunan gigi
anterior * berdasarkan jenis kelamin (N=196)
Pertanyaan

Jenis Kelamin
Laki-laki
Perempuan
N(%)
N(%)

TOTAL
N(%)

Gigi yang sehat dan rapi untuk penampilan


27

menarik
Ya
Tidak
Tidak tahu
Senang dengan
sekarang
Ya

101(99)
1(1)
0(0)

93(98.9)
1(1.1)
0(0)

194(99)
2(1)
0(0)

64(62.7)

57(60.6)

Tidak
Tidak tahu
Ingin mengubah susunan gigi
Ya

1(27.5)
0(9.8)

1(33.0)
0(6.4)

121(61.7
)
59(30.1)
16(8.2)

74(72.5)

59(62.8)

Tidak
Tidak tahu
Gigi yang ingin diubah
Warna gigi
Susunan gigi

25(24.5)
3(2.9)

30(31.9)
5(5.3)

39(38.2)
55(53.9)

46(53.9)
45(47.9)

penampilan

gigi

yang

Ukuran gigi
8(7.8)
Ada gangguan dalam berbicara, mengunyah
atau masalah lain karena susunan gigi
Ya
44(43.1)
Tidak
52(51.0)

3(3.2)

Tidak tahu
Perlu memakai kawat gigi untuk merapikan
Ya
Tidak

6(5.9)

5(5.3)

48(47.1)
52(51.0)

43(45.7)
48(51.1)

Tidak tahu
2(2.0)
Memakai kawat gigi, jika dokter gigi atau
orang tua menyarankan
Ya
55(53.9)
Tidak
46(45.1)
Tidak tahu
1(1.0)
*Berdasarkan kuesioner Aesthetic Component (AC)

41(43.6)
48(51.1)

133(67.9
)
55(28.1)
8(4.1)
85(43.4)
100(51.0
)
11(5.6)
85(43.4)
100(51.0
)
11(5.6)

3(3.2)

91(46.4)
100(51.0
)
5(2.6)

60(63.8)
30(31.9)
4(4.3)

115(58.7)
76(38.8)
5(2.6)

28

Tabel V.2 menunjukkan distribusi jawaban responden mengenai persepsi


tampilan susunan gigi anterior dengan menggunakan kuesioner Aesthetic Component
(AC) yang terdiri dari 7 buah pertanyaan. Pada tabel V.2 terlihat bahwa ternyata
responden yang menyadari bahwa gigi sehat dan rapi penting untuk penampilan menarik
sebanyak 194 responden (99%) yang diantaranya 101 responden laki-laki (99%) dan 93
responden perempuan (98.9%)

dan 2 responden lainnya ternyata masih ada yang

mengatakan tidak penting buat penampilan menarik diantaranya 1 responden laki-laki


(1%) dan 1 responden perempuan (1%). Terlihat pula bahwa responden yang merasa
senang dengan penampilan giginya yang sekarang sebanyak 121 responden (61.7%)
yang diantaranya 64 responden laki-laki (62.7%) dan 57 responden perempuan (60.6%),
sedangkan yang merasa tidak senang sebanyak 59 responden (30.1%) diantaranya 1
responden laki-laki (27.5%) dan 1 responden perempuan (33.0%) dan ternyata ada 16
responden (8.2%) yang tidak tahu merasa senang mengenai penampilan giginya
sekarang. Responden yang menginginkan perubahan pada susunan giginya sebanyak
133 responden (67.9%) yaitu 74 responden laki-laki (72.5%) dan 59 responden
perempuan (62.8%), sedangkan sisanya 55 respoden (28.1%) diantaranya 25 responden
laki-laki (24.5%) dan 30 responden perempuan (31.9%) yang mengatakan tidak dan 8
responden (4.1%) yaitu 3 responden laki-laki (2.9%) dan 5 responden perempuan (5.3%)
yang mengatakan tidak tahu. Responden yang ingin mengubah warna giginya sebanyak
85 reponden (43.4%) diantaranya 39 responden laki-laki (38.2%) dan 46 responden
perempuan (53.9%),

dan nampak lebih banyak responden yang ingin mengubah

susunan giginya yaitu sebanyak 100 responden (51%) diantaranya 55 responden laki29

laki (53.9%) dan 45 responden perempuan (47.9%), sedangkan yang ingin mengubah
ukuran giginya sebanyak 11 responden (5.6%) diantaranya 8 responden laki-laki (7.8%)
dan 3 responden perempuan (3.2%).
Tabel V.2 juga menunjukkan mengenai masalah responden yang mengalami
gangguan dalam berbicara, mengunyah atau masalah lain karena susunan gigi sebanyak
85 responden (43.4%) diantaranya 44 responden laki-laki (43.1%) dan 41 responden
perempuan (43.6%),

jumlah ini cukup banyak dikarenakan hampir setengah dari

keseluruhan dari jumlah sampel yang diteliti. Tentunya untuk mengatasi masalah
tersebut respoden sudah seharusnya menggunakan kawat gigi, dan yang menyadarinya
hanya 91 respoden atau kurang dari 50% sisanya 100 responden mengatakan tidak perlu
menggunakan kawat gigi dan 5 responden mengatakan tidak tahu. Terlihat pula bahwa
responden yang akan memakai kawat gigi, jika dokter gigi atau orang tua menyarankan
sebanyak 115 responden (58.7%) diantaranya 55 responden laki-laki (53.9%) dan 60
responden perempuan (63.8%), sedangkan yang mengatakan tidak sebanyak 76 respoden
(38.8%) diantaranya 46 responden laki-laki (45.1%) dan 30 responden perempuan
(31.9%), dan yang mengatakan tidak tahu sebanyak 5 responden (2.6%) diantaranya 1
responden laki-laki (1.0%) dan 4 responden perempuan (4.3%).

30

Tabel V.3 Distribusi kebutuhan perawatan ortodonti menurut persepsi responden


berdasarkan jenis kelamin (N=196)

Jenis kelamin

Kebutuhan perawatan ortodonti*


Tidak
Membutuhka
membutuhkan
n perawatan
perawatan
N (%)
N (%)

Laki-laki
91 (52.3)
Perempuan
83 (47.7)
Total
174 (100)
*Diukur berdasarkan indeks IOTN-AC

6 (46.2)
7 (53.8)
13 (100)

Sangat
membutuhkan
perawatan
N (%)
5 (55.6)
4 (44.4)
9 (100)

Tabel V.3 menunjukkan distribusi kebutuhan perawatan ortodonti menurut


persepsi responden berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan

Indeks

Orthodontic Treatment Need (IOTN) Aesthetic Component. Data ini didapatkan setelah
skor nilai IOTN-AC semua responden di ka tegorikan kemudian diolah dengan
menggunakan SPSS 16.0. Adapun kategori kebutuhan perawatan ortodonti menurut
IOTN-AC terbagi atas kategori grade 1-4 tidak membutuhkan perawatan, grade 5-7
membutuhkan perawatan, dan kategori grade 8-10 sangat membutuhkan perawatan.
Pada tabel V.3 terlihat bahwa reponden dengan kategori yang tidak membutuhkan
perawatan merupakan yang paling tinggi jumlahnnya yaitu 174 responden

yang

diantaranya 91 respoden laki-laki (52.3%) dan 83 respoden perempuan (47.7%).


Sedangkan untuk reponden dengan kategori yang membutuhkan perawatan sebanyak 13
responden , yaitu 6 respoden laki-laki (46.2%) dan 7 respoden perempuan (53.8%) di
antaranya. Dan untuk responden dengan kategori yang sangat membutuhkan perawatan
31

merupakan yang paling rendah yaitu hanya 9 responden. Jumlah kecil pada kategori
yang sangat mebutuhkan perawatan merupakan angka yang cukup bagus dikarenakan
hanya sedikit responden dengan masalah ortodonti yang berat.

Tabel V.4 Distribusi kebutuhan perawatan ortodonti menurut persepsi peneliti


berdasarkan jenis kelamin (N=196)

Jenis kelamin

Kebutuhan perawatan ortodonti*


Tidak
Membutuhka
membutuhkan
n perawatan
perawatan
N (%)
N (%)

Laki-laki
84 (51.9)
Perempuan
78 (48.1)
Total
162 (100)
*Diukur berdasarkan indeks IOTN-AC

11 (50)
11 (50)
22 (100)

Sangat
membutuhkan
perawatan
N (%)
7 (58.3)
5 (41.7)
12 (100)

Tabel V.4 menunjukkan distribusi kebutuhan perawatan ortodonti menurut


persepsi peneliti berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan Indeks Orthodontic
Treatment Need (IOTN) - Aesthetic Compenonet . Sama halnya dengan tabel V.3 dimana
kategori kebutuhan perawatan ortodonti menurut IOTN-AC terbagi atas kategori grade
1-4 tidak membutuhkan perawatan, grade 5-7 membutuhkan perawatan, dan kategori
grade 8-10 sangat membutuhkan perawatan. Pada tabel V.4 terlihat bahwa reponden
dengan kategori yang tidak membutuhkan perawatan merupakan yang paling tinggi
jumlahnya yaitu 162 responden yang diantaranya 84 responden laki-laki (51.9%) dan 78

32

responden perempuan (48.1%). Sedangkan untuk responden dengan

kategori yang

membutuhkan perawatan sebanyak 22 responden , yaitu 11 responden laki-laki dan 11


responden perempuan. Dan untuk responden dengan

kategori yang sangat

membutuhkan perawatan merupakan yang paling rendah yaitu hanya 12 responden yang
diantaranya 7 respoden laki-laki (58.3%) dan 5 responden perempuan (41.7%).
Berdasarkan Tabel V.3 dan Tabel V.4 yang menunjukkan distribusi kebutuhan
perawatan ortodonti menurut persepsi peneliti dan respoden berdasarkan jenis kelamin
dengan menggunakan Indeks Orthodontic Treatment Need (IOTN) Aesthetic
Component. Didapatkan bahwa responden dengan kategori yang tidak membutuhkan
perawatan menurut responden yaitu 174 responden dan menurut peneliti 162 responden.
Peneliti lebih memilih pilihan yang lebih objektif (kebutuhan perawatan ortodonti
menurut persepsi peneliti), tetapi didapatkan jumlah responden yang tidak mebutuhkan
perawatan menurut persepsi responden. Artinya masih ada responden yang tidak
menyadari bahwa giginya memerlukan perawatan ortodonti yaitu sebanyak 12 respoden.
Hal ini diketahui dikarenakan jumlah responden yang tidak membutuhkan perawatan
lebih banyak menurut persepsi pasien itu sendiri dibandingkan menurut persepsi
penelitian.

33

BAB VI
PEMBAHASAN

Persepsi merupakan suatu proses bagaimana seseorang mengetahui atau


menyeleksi beberapa hal, informasi dan pengalaman-pengalaman yang ada melalui
panca inderanya.2 Seseorang individu mungkin saja pada saat memandang satu benda
akan mempersepsikannya secara berbeda dengan individu lainnya, karena sejumlah
faktor akan membentuk dan mempengaruhi persepsi seseorang. Cara pandang pada
suatu objek dan menafsirkan objek tersebut, sangat dipengaruhi oleh karakteristik
pribadi dari perilaku individu tersebut.24 Persepsi tiap orang bisa berbeda tergantung
pada apa yang dialami tiap orang dalam kehidupannya sehari-hari, maka persepsi anakanak tentunya lain dengan persepsi dengan orang dewasa. Pengalaman yang dimiliki
oleh seorang anak tentunya lebih sedikit dibanding pengalaman orang dewasa. Hal ini
disebabkan umur anak-anak yang jauh berbeda dengan orang dewasa, umur anak-anak
masih berkisar antara 2 sampai dengan 13 tahun, dan interaksi mereka dengan dunia di
sekitarnya belum seluas interaksi orang dewasa.2
Masa pra remaja merupakan masa terjadinya perubahan besar dalam diri seorang
anak. Anak mulai memperhatikan penampilan diri sehingga anak mulai sadar bila
terdapat sesuatu yang lain dalam penampilan terutama wajah. Penampilan yang indah
dan menarik akan menambah rasa percaya diri. 3 Pemahaman dan penghayatan secara
substansial akan tuntutan perubahan penampilan kehidupan sehat dan cantik seorang
anak cukup rumit dan banyak faktor yang terlibat di dalamnya. Tuntutan perubahan

34

penampilan akan wajah anak yang sehat dan cantik semakin bervariasi. 4 Susunan gigi
merupakan bagian yang menunjang penampilan wajah.3
Penelitian

mengenai

persepsi

tampilan

susunan

gigi

anterior

dengan

menggunakan kuesioner Aesthetic Component (AC) dan kebutuhan perawatan ortodonti


berdasarkan persepsi menggunakan pengukuran Indeks of Orthodontic Treatment Need
(IOTN) - Aesthetic Component (AC) yang dilaksanakan di SD Inpres Pabaeng-baeng
dan SD Inpres Pabaeng-baeng 1 dengan sampel yang sudah dipilih oleh peneliti yang
sesuai dengan kriteria.
Peneliti mengumpulkan kuesioner yang telah dijawab oleh responden dengan
melihat seberapa besar anak yang menjawab pertanyaan tentang tampilan gigi
anteriornya dan untuk kebutuhan perawatan ortodonti peneliti memberikan gambar dari
Aesthetic Component dari IOTN diukur dengan cara mencocokkan keadaan gigi anterior
responden dengan 10 gambar berwarna yang mempunyai perbedaan tingkatan keparahan
gigi anterior, grade 1 menggambarkan susunan gigi yang rapi dan grade 10
menggambarkan susunan gigi yang sangat tidak rapi.
Setelah data hasil penelitian dikumpulkan dan telah diolah kemudian disajikan
dalam bentuk tabel distribusi (seperti yang dipaparkan pada Bab sebelumnya) maka
dapat diketahui :
Berdasarkan tabel V.2 terlihat bahwa ternyata responden yang menyadari bahwa
gigi sehat dan rapi penting untuk penampilan menarik sebanyak 194 responden (99%)
dan hanya 2 responden lainnya yang mengatakan tidak penting buat penampilan
menarik. Terlihat pula bahwa responden yang merasa senang dengan penampilan

35

giginya yang sekarang sebanyak 121 responden (61.7%), sedangkan yang merasa tidak
senang sebanyak 59 responden (30.1%) dan ternyata ada 16 responden (8.2%) yang
tidak tahu mengenai penampilan giginya sekarang, hasil ini menunjukkan bahwa ada
beberapa anak yang tidak dapat mengkarakterisasi penampilan gigi mereka. Hasil
penelitian ini hampir sama dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Izabela
Grzywacz pada tahun 2003 dimana didapatkan 100% anak-anak yang telah mengetahui
bahwa gigi yang sehat dan rapi penting untuk penampilan mereka.
Tabel V.2 juga menunjukkan mengenai masalah responden yang mengalami
gangguan dalam berbicara, mengunyah atau masalah lain karena susunan gigi sebanyak
85 responden (43.4%), jumlah ini cukup banyak dikarenakan hampir setengah dari
keseluruhan dari jumlah sampel yang diteliti. Tentunya untuk mengatasi masalah
tersebut respoden sudah seharusnya menggunakan kawat gigi, dan yang menyadarinya
hanya 91 respoden atau kurang dari 50% sisanya 100 responden mengatakan tidak perlu
menggunakan kawat gigi dan 5 responden mengatakan tidak tahu. Hal ini juga hampir
sama dengan yang dilakukan oleh Ngom et al 2006 di Senegal hasil menunjukkan
bahwa 78,5% anak yang tidak mengetahui tentang kebutuhan perawatan gigi mereka.
Tabel V.3 menunjukkan distribusi kebutuhan perawatan ortodonti menurut
persepsi responden berdasarkan jenis kelamin dengan menggunakan

Indeks

Orthodontic Treatment Need (IOTN) Aesthetic Component. Berdasarkan tabel V.3


terlihat bahwa persentase pasien yang tidak membutuhkan perawatan menurut persepsi
responden lebih dominan oleh pasien laki-laki dengan frekuensi(N) sebanyak 91 dari

36

196 sampel atau sekitar 52,3% jika dibanding dengan pasien perempuan yang
frekuensinya(N) 83 atau sekitar 47,7%. Hal ini dapat terjadi karena kecenderungan lakilaki yang kurang mengutamakan atau kurang peduli terhadap estetik mereka dibanding
perempuan yang lebih mengutamakan estetik, sehingga sangat memperhatikan kesehatan
dan keteraturan giginya. Bila terjadi maloklusi, susunan gigi geligi menjadi tidak
beraturan sehingga dengan sendirinya bentuk wajah menjadi kurang baik dan apabila
tersenyum atau tertawa akan jelas terlihat.
Pada tabel V.3 dan V.4 yang menunjukkan distribusi kebutuhan perawatan
ortodonti menurut persepsi peneliti dan respoden dengan menggunakan Indeks
Orthodontic Treatment Need (IOTN) Aesthetic Component. Didapatkan bahwa
responden dengan kategori yang tidak membutuhkan perawatan menurut respoden yaitu
174 responden dan menurut peneliti 162 responden. Peneliti lebih memilih pilihan yang
lebih objektif (kebutuhan perawatan ortodonti menurut persepsi peneliti), tetapi
didapatkan jumlah responden yang tidak membutuhkan perawatan menurut persepsi
responden. Artinya masih ada responden yang tidak menyadari bahwa giginya
memerlukan perawatan ortodonti yaitu sebanyak 12 respoden. Hal ini diketahui karena
jumlah responden yang tidak membutuhkan perawatan lebih banyak menurut persepsi
pasien itu sendiri dibandingkan menurut persepsi peneliti. Adanya ketidaksesuaian
antara kebutuhan perawatan ortodonti menurut persepsi responden dengan persepsi
peneliti juga ditunjukkan dalam beberapa penelitian ini. Penelitian sebelumnya juga
pernah dikatakan oleh Shaw et al 1975, Prahl-Andersen 1978, Stenvik et al 1997 bahwa

37

secara umum orang cenderung memiliki pandangan yang kurang kritis tehadap
maloklusi yang sama dinilai oleh dokter gigi. Hal ini juga sesuai dengan pendapat
beberapa peneliti bahwa para ortodontis pada umumnya menilai maloklusi lebih teliti
dibandingkan dengan mereka yang tidak mendalami dalam bidang ortodonti dan orang
secara umu.24
Dari hasil penelitian ini, diperoleh hasil yang secara garis besar dapat dikatakan
bahwa anak-anak yang berada pada SD Inpres Pabaeng-baeng ini banyak yang sudah
mengetahui bahwa gigi sehat dan rapi itu penting untuk penampilan menarik tetapi
responden pada penelitian ini cenderung memberikan skor AC-IOTN yang rendah
kepada dirinya dibanding dengan peneliti. Ini berarti bahwa kesadaran anak di SD
Pabaeng-baeng Makassar terhadap kebutuhan perawatan ortodonti kurang.
Ada beberapa anak-anak dalam penelitian ini tidak merasa memerlukan
perawatan ortodonti untuk memperbaiki penampilannya. Hal ini kemungkinan besar
disebabkan karena masih mudanya usia. Kesadaran akan penampilan diri akan
meningkat sejalan dengan meningkatnya usia seseorang. Respon seseorang terhadap
penampilan diri dapat dilihat sebagai tipe respon psikososial seseorang. Hambatan
psikososial atau emosional yang disebabkan oleh penampilan gigi yang tidak estetis juga
dipengaruhi oleh maturistas seseorang. Hasil tersebut serupa dengan hasil penelitian
Uncuncu

2001

dari

Turki

yang

menunjukkan

90.4%

anak

sekolah

tidak

mengekspresikan keinginan untuk mendapatkan perawatan ortodonti. 3 Rendahnya


tingkat pengetahuan anak-anak mengenai perawatan ortodonti bisa diatasi setidaknya

38

sampai batas tertentu dengan paparan rendah terhadap ortodonti pada sebagian yang
disurvei.25

BAB VII
PENUTUP

7.1

SIMPULAN
Berdasarkan penelitian di atas dapat disimpulkan bahwa anak-anak di SDN

Pabaeng-baeng banyak yang sudah mengetahui bahwa gigi sehat dan rapi itu penting
untuk penampilan menarik dan untuk kebutuhan perawatan ortodonti responden
cenderung memberikan skor AC-IOTN yang rendah kepada dirinya dibanding dengan

39

peneliti. Ini berarti bahwa kesadaran anak di SD Pabaeng-baeng Makassar terhadap


kebutuhan perawatan ortodonti kurang.
7.2

SARAN
Perlu adanya penelitian lebih lanjut karena masih sedikitnya penelitian mengenai

persepsi anak mengenai tampilan susunan gigi anteriornya dengan tingkat kebutuhan
perawatan ortodonti.

DAFTAR PUSTAKA

1. Notoatmodjo S. Persepsi dan perilaku sakit. Ilmu perilaku kesehatan. Jakarta.


Perpustakaan Nasional RI : Katalog Dalam Terbitan 2010.p 92
2. Ekayanty EK. Persepsi siswa sekolah dasar terhadap lagu anak studi kasus pada
siswa sekolah ichthus jakarta [ tesis ]. Bandung. Sekolah Pascasarjana Universitas
Pendidikan Indonesia ; 2009
3. Pertiwi ASP, Latif DS. Gambaran kebutuhan perawatan ortodonti pada siswa kelas 4
dan 5 al-mabrur primary school, kecamatan balenda kabupaten bandung. Dentika
Dental Journal 2008 ; 13(2) : 112-4

40

4. Sudarso ISR. Solusi penetapan waktu dan manajemen perawatan ortodonti pada anak
masa tumbuh kembang. Dentika Dental journal 2008 ; 13(1) : 68-73
5. Sumekar W, Supawaitri S. Mekanisme persepsi rasa sakit selama perawatan
ortodonti. Maj Ked Gi 2008 Des ; 15(2) : 227-232
6. Fauziah E, Hendrarlin S. Perawatan fraktur kelas tiga ellis pada gigi tetap insisif
sentral atas. Indonesian Journal of Dentistry 2008 ; 15(2) : 169-174
7. Sudarso ISR. Perbedaan pengaruh ukuran mesio-distal gigi desidui rahang atas
terhadap bentuk lengkung dan wajah anak arah lateral anak perempuan suku jawa
dengan cina umur 5-6 tahun. JKGUI 2003 ; 10(1) : 1-6
8. Puspawidjaja EY, Hardriyanto W, Wahid AI. Restorasi estetik gigi anterior maksila
malposisi pasca perawatan saluran akar dengan mahkota porselin fusi metal intipasak tuang dan vinir porselin. J Ked Gi 2009 Okt ; 1 : 35-42
9. Ismah N. Perawatan maloklusi klas III pada usia tumbuh kembang. Dentofasial
2010 Okt ; 9(2) : 130-7
10. Sakinah, Sutardjo I, Rochmadi. Perawatan maloklusi angle kelas II divisi 1 dengan
pre-orthodontic trainer individual hidrophilic polysiloxane. M.I. Kedokteran Gigi
2008 Mar ; 23(1) : 19-24
11. Achmad H. Penanganan delayed eruption karena impaksi gigi insisifus sentralis kiri
dengan surgical exposure pada anak. Dentofasial 2009 Apr ; 8(1) : 48-54
12. Simbolon M. Persepsi dan kepribadian. Jurnal Ekonomi dan Bisnis 2008 Mar ;
2(1) : 52-66
13. Lismana L, Komalawati, Rahmayani L. Derajat keparahan pada mahasiswaa prodi
kedokteran gigi unsyiah angkatan 2006-2009 dengan menggunakan indeks PAR.
Cakradonya Dent J 2010 Dec ; 2(2) : 226
14. Soeyoto, Wiyono A, Nindyo A. Gigi dan mulut. Perkembangan oklusi. [internet].
http://rssm.iwarp.com/gigi.htm.

41

15. Dewi O. Analisis hubungan maloklusi dengan kualitas hidup pada remaja SMU kota
medan tahun 2007 [tesis]. Medan. Sekolah Pascasarjana USU ; 2008
16. Foster TD. Oklusi gigi-geligi. Buku ajar ortodonsi. Edisi III. Jakarta. EGC. 1997.p
29-30, 40-59
17. Ernawati, Soehardono. Intrusi gigi anterior rahang atas pada ortodonti dengan alat
cekat teknik begg. MIKGI 2003 Apr ; 5(9) : 217
18. Mathewson RJ, Primosch RE. Fundamentals of pediatric dentistry. Edition 3.
Quintessence books. p 31
19. Mosbys. Dental dictionary. 2004.p 162
20. Wheelers. Dental anatomy. Physiology and occlusion. Edition 8. Saunders. 2003.p
39-43
21. Moyers RE. Handbook of orthodontics. Edition 2. Chicago. Year Book Medical
Publisher Inc. p.247-248
22. Aji FD. Kualitas hidup anak pasca sindrom syok dengue [tesis]. Semarang. Program
Pendidikan Dokter Spesialis Universitas Diponegoro ; 2004
23. Silitonga R. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kualitas hidup penderita
penyakit parkinson di oliklinik saraf RS DR kariadi (factors associate with quality of
life on parkinson disease in neurology out patient department of Dr kariadi hospital
[tesis]. Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro ; 2007
24. Luthfiana F, Sjamsudin J, Sjafei A. Kebutuhan perawatan ortodonti secara perseptip
dan normative pada remaja. Orthodontic Dental Journal 2010 ; 1(2) : 1-5
25. Ngom PI, Diagne F, Dieye F, Diop-Ba K, Thiam F. Orthodontic treatment need and
demand in Senegalese school children aged 12-13 years. Angle Orthodontist 2007 ;
77(2) : 323-330

42

Anda mungkin juga menyukai