PENDAHULUAN
1.1 LATAR BELAKANG
Hasil
program Gigi Pelita VI tahun 1991, prevalensi karies gigi dan penyakit periodontal
masih tinggi yaitu berkisar 70-80%. Hal ini memperlihatkan bahwa kesehatan gigi dan
mulut masyarakat Indonesia masih merupakan hal yang perlu mendapatkan perhatian
serius tenaga kesehatan, baik dokter gigi maupun perawat gigi. Penyebab utama kedua
penyakit tersebut adalah plak. Terabaikannya kebersihan gigi dan mulut menyebabkan
terjadinya akumulasi plak. Plak adalah lapisan tipis yang melekat erat dipermukaan gigi
serta mengandung kumpulan bakteri. Plak ini tidak berwarna, oleh karena itu tidak dapat
terlihat dengan jelas.1,2
Penyakit periodontal dijumpai lebih banyak pada masyarakat yang kurang
berpendidikan
dibandingkan
pada
masyarakat
yang
berpendidikan.
Faktor
saja disebabkan oleh kurangnya pembersihan gigi secara teratur. Keadaan ini
dihubungkan dengan faktor sosial ekonomi, dimana keadaan sosial ekonomi dan
ketidaktahuan dari orang tua mungkin dapat menyebabkan anak-anak kurang menyadari
pentingnya kebersihan mulut. 5
Pada keadaan kronis gingivitis memperlihatkan tanda-tanda seperti permukaan yang
halus dapat mengkilap dan berbentuk nodular. Tingkat keparahan gingivitis dibagi
menjadi gingivitis ringan (terjadi oedema ringan dan sedikit kemerahan), gingivitis
sedang (terjadi kemerahan dan pembesaran gingiva) dan gingivitis berat (terjadi
kemerahan dan pembesaran gingiva yang berat).6
Dari hasil penelitian Hadnyanawati yang dilakukan pada siswa sekolah dasar kelas
V di Kabupaten Jember memperlihatkan bahwa kebersihan gigi dan mulut siswa di
semua lokasi paling banyak menunjukkan kategori sedang, sedangkan jumlah siswa
yang menderita gingivitis hampir sama di seluruh lokasi. Untuk kebersihan gigi dan
mulut dengan kategori baik, siswa perkotaan lebih banyak dari siswa pedesaan. Hal ini
sesuai dengan pendapat yang menyatakan bahwa kondisi kebesihan mulut di Indonesia
termasuk kategori sedang, sementara kondisi kebersihan mulut di daerah perkotaan lebih
baik dari pedesaan.6
Keadaan ini berhubungan dengan tingkat kebersihan gigi dan mulutnya, semakin
buruk tingkat kebersihan gigi dan mulutnya maka semakin mudah terserang gingivitis.
Karena itu penting sekali untuk menjaga kebersihan gigi dan mulut, serta melakukan
kontrol plak secara teratur dan teliti. Jika seseorang dapat mempertahankan kebersihan
gigi dan mulut, maka ini dapat membatasi risiko penyakit periodontal yang lebih parah.6
3
Penelitian mengenai gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar ini dilakukan di
Kompleks Maccini. Di dalam Sekolah Dasar Kompleks Maccini ini terdapat 5 sekolah
yaitu: SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Informasi dari pihak sekolah
mengatakan bahwa salah satu puskesmas yang terdapat di wilayah kecamatan tersebut
memprogramkan pemeriksaan kesehatan di sekolah tersebut rutin setiap 3 bulan sekali.
Peran aktif dari pihak tenaga kesehatan dalam peningkatan kualitas kesehatan anak
sangatlah baik. Ini yang menjadi alasan mengapa memilih sekolah di kecamatan tersebut
sebagai tempat penelitian untuk melihat gambaran gingivitis pada anak sekolah dasar di
wilayah tersebut.
Pada penelitian ini diambil sampel yaitu siswa kelas IV dan V yaitu pada usia antara
8-15 tahun. Usia tersebut telah memasuki periode gigi bercampur. Adanya sikap
kooperatif dari anak anak tersebut dapat membantu kelancaran dalam pemeriksaan yang
dilakukan. Anak-anak pada usia tersebut juga adalah paling efektif dalam menerima
pengetahuan dan perawatan kesehatan gigi.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan uraian di atas, maka dapat dirumuskan masalah sebagai berikut yaitu
Gambaran gingivitis pada anak-anak sekolah dasar kelas IV dan V di Kompleks
Maccini yang terdiri dari SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 GAMBARAN NORMAL GINGIVA
Gingiva pada anak-anak berwarna pink pucat seperti pada gambar 1, tetapi tidak
pucat seperti pada gingiva dewasa karena pada dewasa lapisan keratinnya lebih tipis.
Gambar 1. Gambaran gingiva normal pada anak usia 5 tahun yang menunjukkan adanya
stipping dan interproksimal gingiva yang datar
Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed
Kedalaman sulkus gingiva pada gigi sulung lebih dangkal daripada gigi permanen.
Gigi sulung memiliki kedalaman gingiva 2,1 mm ( 0,2 mm). Sulkus gingival melekat
dengan lebar anteroposterior yang bervariasi, daerah insisivus lebih lebar kemudian
terjadi penyempitan di daerah cusp dan meluas lagi di daerah posterior molar. Secara
anatomis gingiva terdiri dari marginal gingiva, sulkus gingiva, attached gingiva, dan
interdental gingival seperti pada gambar 2.7,15
diagnostik yang penting. Ukuran normal atau ukuran ideal kedalaman sulkus gingiva
sekitar 0 mm.7
2.1.3 Attached gingiva.
Attached gingiva merupakan suatu lanjutan dari marginal gingiva. Attached
gingiva berbatas tegas, elastik dan melekat erat pada periosteum dari tulang alveolar.
Aspek fasial dari attached gingiva meluas ke mukosa alveolar dibatasi oleh
mucogingiva junction. Lebar dari attached gingiva merupakan parameter klinik penting
lainnya. Yang dapat diukur sesuai jarak antara mucogingiva junction dan proyeksi dari
permukaan dasar luar dari sulkus dengan menggunakan probe periodontal.8
Lebar dari attached gingiva dari aspek fasial berbeda pada tiap daerah dalam
rongga mulut. Attached gingiva pada daerah insisivus rahang atas 3,5-4,5 mm dan pada
insisivus rahang bawah sebesar 3,3-3,9 mm. Tetapi lebih sempit pada daerah posterior
dan tersempit pada daerah premolar sebesar 1,9 mm untuk rahang atas dan 1,8 untuk
rahang bawah.8
Mucogingiva junction tetap tidak bergerak hingga dewasa, perubahan lebar
attached gingiva disebabkan oleh perubahan posisi coronal end. Lebar dari attached
gingiva meningkat sesuai umur dan pada gigi yang supraerupsi. Dari aspek lingual
alveolar, akhir dari attached gingiva dihubungkan oleh mukosa membran dasar mulut.8
2.1.4 Interdental Gingiva.
Interdental gingiva menempati embrasure gingiva yang terletak pada daerah
interproksimal dibawah daerah kontak gigi. Interdental gigi dapat berbertuk pyramidal
8
atau berbentuk kol. Bentuk ruang interdental gingiva tergantung dari titik kontak antara
gigi dan ada tidaknya resesi gingiva.8
Permukaan fasial dan lingual lonjong ke daerah kontak proksimal dan berbentuk
cembung pada daerah mesial dan distal. Ujung lateral dari interdental gingiva dibentuk
oleh kontibuitas marginal gingiva ke gigi sebelahnya. Jika terjadi diastem, gingiva
berbentuk datar membulat di atas tulang interdental dan halus tanpa papilla interdental.8
2.2 GINGIVITIS
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar
gigi. Secara mikroskopis, gingivitis ditandai dengan adanya eksudat inflamasi dan
edema, kerusakan serat kolagen gingiva terjadi ulserasi, proliferasi epitelium dari
permukaan gigi sampai ke attached gingiva. Beberapa studi sebelumnya menyebutkan
bahwa gingivitis marginal merupakan penyakit periodontal yang paling sering
ditemukan pada anak-anak.13
Gambar 3. Gingivitis Marginalis Kronis karena kebersihan mulut yang buruk dan
susunan gigi yang tidak beraturan.
Sumber: Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10 th ed
9
menghalangi pembersihan plak. Faktor-faktor ini disebut sebagai faktor retensi plak.
Faktor sistemik dan hospes dapat memodifikasi respon gingiva terhadap iritasi lokal.
A. Faktor lokal16
1. Restorasi yang keliru
Restorasi yang keliru mungkin merupakan faktor yang paling menguntungkan
bagi retensi plak. Tepi tumpatan yang berlebihan sangat sering ditemukan dan
berasal dari penggunaan matriks yang ceroboh dan kegagalan memoles bagian tepi.
Restorasi dengan kontur yang buruk, terutama yang konturnya terlalu besar dan
mahkota atau tumpatan yang terlalu cembung, dapat menghalangi aksi penyikatan
gigi yang efektif.
2. Kavitas karies
Kavitas yang keliru, terutama di dekat tepi gingiva, dapat merangsang
terbentuknya daerah timbunan plak.
3. Tumpukan sisa makanan
Sisa makanan adalah baji yang kuat dari makanan terhadap gingiva di antara
gigi-geligi. Bila gigi-geligi bergerak saling menjauhi dapat terbentuk baji makanan,
khususnya bila ada plunger cusp.
4. Geligi tiruan sebagian lepasan dengan desain tidak baik.
Geligi tiruan adalah benda asing yang dapat menimbulkan iritasi jaringan
melalui berbagai cara. Geligi tiruan yang longgar atau tidak terpoles dengan baik
cenderung berfungsi sebagai fokus timbunan plak. Geligi tiruan tisue borne
seringkali terbenam di dalam mukosa dan menekan tepi gingiva, menyebabkan
inflamasi dan kerusakan jaringan. Efek ini makin bertambah buruk bila gigi-geligi
tiruan tidak dibersihkan dengan baik dan tetap dipakai selama pasien tidur.
5. Pesawat ortodonsi
Pesawat ortodonsi yang dipakai siang dan malam, kecuali bila pasien sudah
diajarkan cara membersihkan plak yang bertumpuk pada pesawat. Karena sebagian
11
besar pasien ortodonsi masih muda, inflamasi yang parah disertai dengan
pembengkakan gingiva dapat terjadi di sini.
6. Susunan gigi-geligi yang tidak teratur.
Susunan gigi yang tidak beraturan yang merupakan predisposisi dari retensi plak
dan mempersulit upaya menghilangkan plak.
7. Kurangnya seal bibir atau kebiasaan bernapas melalui mulut.
Pengaruh postur bibir terhadap kesehatan gingiva masih dipertanyakan namun
suatu fenomena klinis yang sering ditemukan adalah gingivitis hiperplasia pada
segmen anterior, biasanya pada regio insisivus atas, di mana sel bibir kurang
sempurna. Selain itu, pada sebagian besar kasus daerah hiperplasia jelas dibatasi
oleh garis bibir. Walaupun kurangnya seal bibir sering berhubungan dengan
kebiasaan bernafas melalui mulut, seal bibir yang kurang memadai juga dapat
terjadi walaupun pasien bernafas melalui hidung. Bila bibir terbuka gingiva bagian
depan tentunya tidak terlumasi saliva. Keadaan ini kelihatannya mempunyai dua
efek: (i) aksi pembersihan normal dari saliva berkurang sehingga timbunan plak
bertambah; (ii) dehidrasi jaringan yang akan mengganggu resistensinya.
8. Merokok
Efek yang paling jelas dari kebiasaan merokok adalah perubahan warna gigigeligi dan bertambahnya keratinisasi epitelium mulut disertai dengan produksi
bercak putih pada perokok berat di daerah pipi dan palatum, yang kadang-kadang
dapat juga ditemukan pada jaringan periodontal. Insiden gingivitis kronis dan
gingivitis ulseratif akut kelihatannya lebih besar pada perokok yang juga
menunjukkan adanya kerusakan periodontal yang lebih parah.
9. Groove perkembangan pada enamel servikal atau permukaan akar.
12
Groove pada permukaan akar atau daerah servikal mahkota dapat merangsang
akumulasi bakteri dan tidak mungkin dibersihkan. Keadaan ini dapat menimbulkan
daerah-daerah gingivitis lokal dan pembentukan poket, yang paling sering terlihat di
sebelah palatal insisivus atas. Fosa kaninus pada permukaan mesial gigi premolar
atas juga dapat berfungsi sebagai groove perkembangan.
B. Faktor sistemik16
Faktor-faktor sistemik adalah faktor yang mempengaruhi tubuh secara
keseluruhan misalnya; faktor genetik, nutrisional, hormonal dan hematologi.
1. Faktor genetik
Kerentanan individual terhadap periodontitis kronis umumnya bervariasi dan
ada beberapa individu yang mencapai usia tua tanpa menunjukkan tanda-tanda
kerusakan periodontal sedangkan individu lainnya sudah terkena serangan
periodontitis yang progresif pada usia yang lebih mudah.
Ada sejumlah penyakit genetik, beberapa diantaranya sangat langkah, yang
meningkatkan kerentanan terhadap kerusakan periodontal seperti Sindrom Down,
kerentanan di sini berhubungan dengan terganggunya fungsi neutrofil atau
perubahan metabolisme jaringan ikat. Sindroma Chediak-Higashi, merupakan
kondisi autosomal resesif yang langkah, ditandai dengan neutrofil yang terganggu.
2. Faktor nutrisional
Secara teoritis defisiensi dari nutrien dapat mempengaruhi keadaan gingiva
dan daya tahannya terhadap plak, tetapi karena kesalingtergantungan antara
berbagai elemen diet yang berkembang, sangatlah sulit untuk mendifinisikan akibat
defisiensi spesifik pada seorang manusia.
13
14
Menurut
gingivitis berawal dari daerah margin gusi yang dapat disebabkan oleh invasi bakteri
atau rangsang endotoksin. Endotoksin dan enzim dilepaskan oleh bakteri gram negatif
yang menghancurkan substansi interseluler epitel sehingga menimbulkan ulserasi epitel
sulkus. Selanjutnya enzim dan toksin menembus jaringan pendukung dibawahnya.
Peradangan pada jaringan pendukung sebagai akibat dari dilatasi dan pertambahan
permeabilitas pembuluh darah, sehingga menyebabkan warna merah pada jaringan,
edema, perdarahan, dan dapat disertai eksudat.9
b. Tahap II
Dengan berjalannya waktu, tanda-tanda klinis berupa lesi dini (early lesion) mulai
terlihat dengan adanya tanda klinis eritema. Eritema ini terjadi karena proliferasi kapiler
dan meningkatnya pembentukan loops capiler. Epitel sulkus menipis atau terbentuk
ulserasi. Pada tahap ini mulai terjadi perdarahan pada probing. Ditemukan 70% jaringan
kolagen sudah rusak terutama disekitar sel-sel infiltrate.
Neutrofil keluar dari pembuluh darah sebagai respon terhadap stimulus kemotaktik
dari komponen plak, menembus lamina dasar ke arah epitelium dan masuk ke sulkus.
Sel-sel tersebut tertarik ke arah bakteri dan memfagositkannya. Lisosom dikeluarkan
dalam kaitan memproses bakteri. Dalam tahap ini fibroblas jelas terlihat menunjukkan
perubahan sitotoksik sehingga kapasitas produksi kolagen menurun.
c. Tahap III
Pada tahap III, lesi mantap (establish lesion) disebut sebagai gingivitis kronis karena
pembuluh darah membengkak dan padat, sedangkan pembuluh balik terganggu atau
rusak, sehingga aliran darah menjadi lamban. Terlihat anoksemia lokal sebagai
perubahan warna kebiruan pada gingiva yang merah. Selanjutnya sel darah merah keluar
ke jaringan ikat, sebagian pecah sehingga haemoglobin menyebabkan warna area
perdarahan menjadi lebih gelap.
Lesi ini dapat disebut sebagai peradangan gingiva moderat hingga berat. Aktivitas
kolagen sangat meningkat karena kolagenase banyak terdapat di jaringan gingiva yang
diproduksi oleh sejumlah bakteri oral maupun nerofil.
d. Tahap IV
16
Perpanjangan lesi ke dalam tulang alveolar ciri tahap yang keempat yang dikenal
sebagai lesi lanjut atau fase kerusakan periodontal.
2.5 KLASIFIKASI GINGIVITIS
Menurut Carranza dan Glickmans dikutip oleh Eriska E, gingivitis dibedakan
berdasarkan perjalanan dan lamanya serta penyebarannya.
Berdasarkan perjalanan dan lamanya diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :9
1. Gingivitis akut (rasa sakit timbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu pendek)
2. Gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut)
3. Gingivitis rekuren, peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah dibersihkan
dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat timbul kembali
4. Gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul secara
perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit apabila tidak ada
komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang semakin parah).
probing.
: peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,
cenderung ada perdarahan spontan
dengan 12 tahun. Kelompok pada usia sekolah tersebut adalah saat paling efektif dalam
menerima pengetahuan dan perawatan kesehatan giginya. Masa anak usia sekolah
merupakan masa untuk melakukan landasan yang kokoh bagi terwujudnya manusia yang
berkualitas.
Penelitian yang dilakukan di kabupaten Jember memperlihatkan bahwa dari 115
siswa terdiri dari 51 (44,3%) siswa perempuan dan 64 (55,7%) siswa laki-laki menderita
gingivitis. Dari hasil tersebut terlihat bahwa siswa laki-laki lebih banyak yang menderita
gingivitis dibandingkan siswa perempuan. Keadaan ini berhubungan dengan tingkat
kebersihan gigi dan mulutnya, semakin buruk tingkat kebersihan gigi dan mulut maka
semakin mudah terserang gingivitis.6
2.7.1 Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.
Masa usia sekolah dasar adalah masa erupsi gigi permanen yang dapat
meningkatkan risiko peradangan pada gingiva akibat dari proses rupturnya jaringan
gingiva. Apabila kebersihan mulut tidak terjaga, maka resiko terjadinya gingivitis dapat
meningkat.
Gingivitis yang sering ditemukan pada anak-anak yaitu simpel gingivitis. Keadaan
tersebut sering terlihat pada saat pertumbuhan gigi dan reda setelah gigi tumbuh dengan
sempurna di dalam rongga mulut. Peningkatan terbesar terjadi pada anak-anak usia 6-7
tahun, yaitu pada saat gigi permanen mulai erupsi. Ini terjadi karena pada saat gigi
erupsi marginal gingiva tidak dilindungi oleh korona, dan disisi lain makanan terus
menerus menekan gingiva sehingga terjadi proses inflamasi.13
19
overjet dan overbite yang besar, kebiasaan bernafas melalui mulut, open bite, edge
to edge, dan protrusif.
5. Gingivitis pada mucogingiva problems. Mucogingiva problems merupakan salah
satu kerusakan atau penyimpangan morfologi, keadaan, dan kuantitas dari gusi di
sekitar gigi (antara margin gusi dan mucogingiva junction) yang ditandai oleh
mukosa alveolar yang tampak sangat tipis dan mudah pecah, susunan jaringan
ikatnya yang lepas serta banyaknya serat elastis.
6. Gingivitis karena resesi gusi lokalisata. Terjadi karena trauma sikat gigi, alat
ortodontik, frenulum labialis yang tinggi, dan kebersihan mulut yang buruk.
7. Gingivitis karena alergi. McDonald dan Avery menyebutkan adanya gingivitis yang
bersifat sementara terutama berhubungan dengan perubahan cuaca.
2.7.2 Faktor Risiko Gingivitis Pada Anak Sekolah Dasar.
Gingivitis dapat disebabkan oleh banyak faktor. Faktor utama gingivitis pada anak
adalah plak. Faktor resiko lainnya yang dapat menyebabkan gingivitis pada anak-anak
sekolah dasar yaitu :
1. Sosial ekonomi
Makin tinggi status sosial ekonomi keluarga, makin baik perilaku kesehatan
keluarga tersebut. Sosial ekonomi orang tua rendah berpengaruh terhadap kesehatan
umum dan gigi anak, sebab dengan status ekonomi rendah masalah utamanya
adalah
pemenuhan
kebutuhan
minimal
sehingga
mempengaruhi
kondisi
kesehatannya.
2. Oral Hygiene (kebersihan mulut).
21
semakin
parah,
menghambat
progresifitas
penyakit,
menghindarkan
pengobatan yang cepat dan tepat. Deteksi penyakit secara dini dapat dilakukan
dengan cara:
1. Penyaringan
2. Pengamatan Epidemiologis
3. Survei Epidemiologis
4. Memberi pelayanan kesehatan dengan sebaik-baiknya pada sarana pelayanan
umum atau praktek dokter swasta.
c. Pencegahan tersier
Pencegahan ini dimaksudkan untuk mengurangi ketidakmampuan dan
mengadakan rehabilitasi. Upaya pencegahan tingkat ketiga ini dapat dilakukan
dengan cara:
1. Memaksimalkan fungsi organ yang cacat.
2. Membuat protesa ekstremitas akibat amputasi.
3. Mendirikan pusat-pusat rehabilitasi medik.
BAB III
METODE PENELITIAN
23
24
Wawancara terpimpin
Mouth Mirror, Betadine, Air Mineral, dan Gelas
Probe Periodontal, masker, handcoen.
Nierbekken (tempat alat)
Alat tulis
26
6
6
Permukaan gigi yang diperiksa adalah jaringan yang mengelilingi gigi yaitu
permukaan mesial, distal, bukal/labial, lingual/palatal.
27
probing.
: peradangan berat, ditandai dengan warna merah dan edema, ulserasi,
cenderung ada perdarahan spontan
Kriteria gingivitis:
1
2
28
4.12
ALUR PENELITIAN
Pengambilan
Sampel
Pemeriksaan Klinis
Gingivitis
Tidak Gingivitis
Wawancar
a
Pengolaan
Data
Analisis
Hasil
BAB IV
29
HASIL PENELITIAN
4.1 GAMBARAN UMUM
Anak Sekolah Dasar (SD) menjadi sampel dalam penelitian ini yaitu SDN Maccini
I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Terletak di wilayah Kecamatan Makassar dan di
wilayah kerja Puskesmas Maccini. Setiap 3 bulan sekali Puskesmas mengadakan
pemeriksaan gigi pada anak sekolah dasar di sekolah tersebut. Hal ini dilakukan untuk
mengetahui seberapa besar peningkatan kasus kesehatan gigi dan mulut anak sekolah
dasar.
Nama-nama sekolah dasar yang menjadi tempat penelitian dan jumlah sampel
dalam penelitian ini dapat dilihat pada tabel berikut ini :
TABEL 1. Daftar Nama Nama Sekolah Dasar
SDN Maccini I
42
46
Jumlah Siswa
SD
88
SDN Maccini II
41
35
76
3
4
5
23
28
26
35
32
26
58
60
52
160
174
334
No
Nama Sekolah
Total
Kelas IV
Kelas V
30
Data primer diperoleh dari pemeriksaan klinis dan wawancara langsung dengan
siswa yang didampingi oleh guru kelas. Pengambilan data penelitian dilakukan pada
bulan Mei 2011.
4.2 GAMBARAN GINGIVITIS PADA ANAK SEKOLAH DASAR
Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas IV dan V yang keseluruhannya berjumlah
334 siswa dari 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres Maccini I/I. Dari
data ini dapat dilihat gambaran keparahan gingivitis pada anak yang dinilai berdasarkan
gingiva indeks. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 2. Deskripsi Hasil Pengukuran Gingivitis Berdasarkan Gingiva Indeks
Nama Sekolah
Gingiva Indeks
Kelas
Normal
Ringan
IV
9,5
29
10
21,7
33
IV
4,9
36
17,1
24
IV
21
17,1
28
IV
25
16
10
31,3
18
IV
23,1
18
26,9
18
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini
I/I
%
69,
1
71,
7
87,
8
68,
6
91,
3
80
57,
1
56,
2
69,
2
69,
Total
Sedang
Berat
21,4
42
6,5
46
7,3
41
14,3
35
8,7
23
2,9
35
17,9
28
12,5
32
7,7
26
3,9
26
31
Total
58
17,4
241
2
72,
2
35
10,4
334
Nama Sekolah
10
11
SDN Maccini I
13
17,6
35
47,3
23
31,1
SDN Maccini II
8,8
37
54,4
23
33,8
5,8
20
38,5
22
42,3
SDN Maccini IV
2,3
22
2,6
20
51,2
51,3
12
11,6
16,3
10
27,9
25,6
Total
0,7
34
12,3
134
48,5
90
32,6
32
Nama Sekolah
Total
12
13
15
SDN Maccini I
4,0
74
SDN Maccini II
1,5
1,5
68
13,4
52
SDN Maccini IV
2,3
4,7
43
2,6
39
Total
13
4,7
0,7
0,4
276
Berdasarkan tabel diatas, dapat dilihat distribusi gingivitis berdasarkan umur pada
anak kelas IV dan V di 5 sekolah. Siswa yang mengalami gingivitis yang berusia 8 tahun
sebanyak 2 orang (0,7%), 9 tahun sebanyak 34 orang (12,3%), siswa yang berumur 10
tahun sebanyak 134 orang (48,5%), siswa yang berumur 11 tahun sebanyak 90 orang
(32,6%), siswa yang berumur 12 tahun sebanyak 13 orang (4,7%), siswa yang berusia 13
tahun sebanyak 2 orang (0,7%) dan siswa yang berusia 15 tahun sebanyak 1 orang
(0,4%).
4.3.2 Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin.
Berdasarkan penelitian diperoleh data tentang jenis kelamin responden. Data
penelitian menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin laki-laki. Lebih
jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut ini:
TABEL 4. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Jenis Kelamin Pada Anak Kelas IV dan V
Nama Sekolah
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini III
%
48,6
54,4
50
P
38
31
26
%
51,4
45,6
50
Total
74
68
52
33
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini I/I
Total
24
19
142
55,1
48,7
51,5
19
20
134
44,9
51,3
48,5
43
39
276
Dari hasil penelitian pada 276 orang anak yang mengalami gingivitis, anak lakilaki lebih banyak yang mengalami gingivitis yaitu sebanyak 142 orang (51,5%) dan 134
orang (48,5%) anak perempuan mengalami gingivitis.
4.3.3 Karakteristik Responden Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi.
Pada penelitian ini, dilakukan wawancara terpimpin dengan menanyakan kepada
setiap siswa mengenai frekuensi mereka menyikat gigi dalam sehari di rumah dan
didapatkan hasil yang lebih jelasnya dapat di lihat pada tabel berikut ini :
TABEL 5. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Frekuensi Menyikat Gigi
Nama Sekolah
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini III
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini I/I
Total
Kelas
1x
2
4
1
1
2
2
-
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
12
%
4,3
9,8
2,9
2,9
6,2
7,7
3,6 166
2x
%
3x
%
14 33,3 27 64,3
20 43,5 24 52,2
26 63,4 11 26,8
13 37,1 20 57,1
13 56,5 10 43,5
21
60
13 37,1
11 39,3 17 60,7
15 46,9 15 46,9
14 53,8 10 38,5
19 73,1
7
26,9
49,7 154 46,1
2
Total
1
1
-
%
2,4
2,9
0,6
42
46
41
35
23
35
28
32
26
26
334
Hasil wawancara terpimpin yang dilakukan pada anak sekolah dasar kelas IV dan
V dari ke 5 sekolah, frekuensi menyikat gigi 1x sebanyak 3,6%; 2x sebanyak 49,7%; 3x
34
sebanyak 154 orang siswa (46,1%) dan yang tidak menyikat gigi sebanyak 2 orang siswa
(0,6%).
SDN Maccini I
SDN Maccini II
Frekuensi
Persentasi (%)
2
22
12
48
3
87
5
31
8
30
1
75
1
24
10
21
2
58
2,3
25,3
13,8
55,2
3,4
1 skt gg
6,7
41,3
10,7
40
1,3
1 skt gg
1,7
41,4
17,2
36,2
3,5
35
SDN Maccini IV
1x, Pagi/Siang/Sore/Malam
2x, Setelah sarapan & sebelum tidur
2x, Mandi pagi & sore
3x, Pagi,Siang/Sore & Malam
3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam
Total
1x, Pagi/Siang/Sore/Malam
2x, Setelah sarapan & sebelum tidur
2x, Mandi pagi & sore
3x, Pagi,Siang/Sore & Malam
3x, Pagi, Siang, Sore, & Malam
Total
2
15
11
31
1
60
2
28
5
17
52
3,3
25
18,3
51,7
1,7
3,9
53,8
9,6
32,7
-
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini IV
Frekuensi
Persentasi (%)
22
56
1
9
88
7
64
5
76
6
39
2
11
58
5
33
-
25
63,6
1,1
10,3
9,2
84,2
6,6
10,4
67,3
3,4
18,9
8,3
55
36
Tidak Tahu
Total
PNS/Pegawai Swasta
Wiraswasta/Penjual/Buruh,dll.
Ibu Rumah tangga
Tidak Tahu
Total
22
60
6
44
2
52
36,7
11,5
84,6
3,9
Pada penelitian ini, persentasi pekerjaan orang tua siswa di kelas IV dan V yaitu
lebih banyak yang berprofesi dibidang wiraswasta, penjual, buruh dll, yaitu 56 orang
(63,3) di SDN Maccini I, 64 orang (84,2%) di SDN maccini II, 39 orang (67,3%) di
SDN Maccini III, 33 orang (55%) di SDN Maccini IV dan 44 orang (84,6%) di SN
Maccini I/I.
4.3.6 Karakteristik Responden Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi.
Pada wawancara dalam penelitian ini juga ditanyakan apakah anak tersebut sudah
pernah ke dokter gigi, jika iya maka ditanyakan lagi berapa kali mereka ke dokter gigi
dalam 1 tahun. Lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut :
TABEL 8. Distribusi Gingivitis Berdasarkan Kunjungan ke Dokter Gigi Dalam Setahun
Nama Sekolah
SDN Maccini I
SDN Maccini II
SDN Maccini III
SDN Maccini IV
SD Inpres Maccini I/I
Kelas
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
%
33,3
45,7
34,1
51,4
21,7
37,1
14,3
37,6
42,3
30,8
2x
3
4
5
1
2
1
3
2
3
%
7,2
8,7
12,2
2,9
8,7
2,9
10,7
6,2
11,5
3x
4
2
3
1
1
1
2
1
%
9,5
4,3
7,3
4,4
2,9
3,6
6,2
3,9
21
19
19
16
15
20
20
16
15
14
%
50
41,3
46,4
45,7
65,2
57,1
71,4
50
57,7
53,8
Total
42
46
41
35
23
35
28
32
26
26
37
Total
120
35,9
24
7,2
15
4,5
175
52,4
334
Berdasarkan tabel diatas, terlihat bahwa siswa dari ke 5 sekolah tersebut 175
(52,4%) belum pernah ke dokter gigi; 1x ke dokter gigi sebanyak120 orang (35,9%); 2x
sebanyak 24 orang (7,2%) dan 3x ke dokter gigi sebanyak 15 orang (4,5%).
Kelas
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
IV
V
%
78,6
71,7
82,9
88,6
82,6
71,4
60,7
81,3
69,3
73,1
76,3
Diingatkan
9
13
7
4
4
10
11
6
8
7
79
Total
%
21,4
28,3
17,1
11,4
17,4
28,6
39,3
18,7
30,7
26,9
23,7
42
46
41
35
23
35
28
32
26
26
334
38
Dari hasil wawancara terpimpin pada 334 orang siswa kelas IV dan V, 255
(76,3%) orang anak menyikat gigi atas keinginan dan kesadarannya sendiri dan 79
(23,7%) orang anak menyikat gigi karena diingatkan atau disuruh oleh orang tua
mereka.
BAB V
PEMBAHASAN
Gingivitis adalah inflamasi gingiva yang hanya meliputi jaringan gingiva sekitar
gigi. Gejala-gejala terjadinya suatu peradangan adalah rubor (kemerahan), kalor (panas),
dolor (nyeri), tumor (pembengkakan), dan fusiolesa (kehilangan fungsi). Kondisi klinis
yang dapat dilihat pada gingivitis adalah adanya perubahan warna mulai dari merah
terang menjadi merah kebiruan. Ukuran gingiva menjadi lebih besar dari ukuran normal,
gingiva menjadi lebih mudah berdarah misalnya pada saat menyikat gigi. Kedalaman
sulkus lebih dari 2 mm karena pembesaran tepi gingiva akibat pembengkakan pada
jaringan gingiva.
Penelitian ini dilakukan di 5 sekolah yaitu SDN Maccini I, SDN Maccini II, SDN
Maccini III, SDN Maccini IV dan SD Inpres Maccini I/I dengan jumlah siswa secara
keseluruhan yaitu 334 orang siswa. Dari 334 orang siswa tersebut, 58 orang tidak
mengalami gingivitis dan 276 orang mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan
yang sudah ditentukan.
39
40
SDN Maccini II, kelas IV dan V terdiri atas 76 orang siswa. Kelas IV terdiri atas
41 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V
yaitu 8-15 tahun. Dari 76 orang siswa, 10 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 66
orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 41 orang siswa, 2 orang siswa (4,9%) gingivanya dalam keadaan
normal, 36 orang siswa (87,8%) mengalami gingivitis ringan, 3 orang siswa (7,3%)
mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria
yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6 orang siswa
(17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 24 orang siswa (68,6%) mengalami
gingivitis ringan, 5 orang siswa (14,3%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada
siswa yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 6 orang
siswa (8,8%), umur 10 tahun 37 orang siswa (54,4%), umur 11 tahun 23 orang siswa
(33,8%), umur 12 tahun sebanyak 2 orang siswa (1,5%) dan umur 15 tahun sebanyak 1
orang siswa (1,5%)
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 68 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 37 orang (54,4%) adalah siswa laki-laki dan 31 orang
(45,6%) adalah siswa perempuan.
5.1.3 Gambaran Gingivitis di SDN Maccini III.
41
SDN Maccini III, kelas IV dan V terdiri atas 58 orang siswa. Kelas IV terdiri atas
23 orang siswa dan kelas V terdiri atas 35 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V
yaitu 8-15 tahun. Dari 58 orang siswa, 6 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 29
orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 23 orang siswa, tidak ada seorang pun siswa yang gingivanya dalam
keadaan normal, 21 orang siswa (91,3%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa
(8,7%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan
kriteria yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 35 orang siswa, 6
orang siswa (17,1%) gingivanya dalam keadaan normal, 28 orang siswa (80%)
mengalami gingivitis ringan, 1 orang siswa (2,9%) mengalami gingivitis sedang dan
tidak ada siswa yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 9 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 3 orang
siswa (5,8%), umur 10 tahun 20 orang siswa (38,5%), umur 11 tahun 22 orang siswa
(42,3%), dan umur 12 tahun sebanyak 7 orang siswa (13,4%).
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 52 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 26 orang (50%) adalah siswa laki-laki dan 26 orang (50%)
adalah siswa perempuan.
SDN Maccini IV, kelas IV dan V terdiri atas 60 orang siswa. Kelas IV terdiri atas
28 orang siswa dan kelas V terdiri atas 32 orang siswa. Umur pada anak kelas IV dan V
yaitu 8-15 tahun. Dari 60 orang siswa, 17 orang siswa tidak mengalami gingivitis dan 43
orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 28 orang siswa, 7 orang siswa (25%) gingivanya dalam keadaan
normal, 16 orang siswa (57,1%) mengalami gingivitis ringan, 5 orang siswa (17,9%)
mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria
yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 32 orang siswa, 10 orang
siswa (31,3%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (56,2%) mengalami
gingivitis ringan, 4 orang siswa (12,5%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada
siswa yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang
siswa (2,3%), umur 9 tahun 5 orang siswa (11,6%), umur 10 tahun 22 orang siswa
(51,2%), umur 11 tahun 12 orang siswa (27,9%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang
siswa (2,3%) dan umur 13 tahun sebanyak 2 orang siswa (4,7%).
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 43 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 24 orang (55,1%) adalah siswa laki-laki dan 19 orang
(44,9%) adalah siswa perempuan.
5.1.5 Gambaran Gingivitis di SD Inpres Maccini I/I.
43
SD Inpres Maccini I/I, kelas IV dan V terdiri atas 52 orang siswa. Kelas IV terdiri
atas 26 orang siswa dan kelas V terdiri atas 26 orang siswa. Umur pada anak kelas IV
dan V yaitu 8-15 tahun. Dari 52 orang siswa, 13 orang siswa tidak mengalami gingivitis
dan 39 orang siswa mengalami gingivitis dengan tingkat keparahan yang telah
ditentukan.
Hasil penelitian di sekolah ini menunjukkan bahwa keadaan gingiva pada anak
kelas IV yaitu dari 26 orang siswa, 6 orang siswa (23,1%) gingivanya dalam keadaan
normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami gingivitis ringan, 2 orang siswa (7,7%)
mengalami gingivitis sedang dan tidak ada yang mengalami gingivitis dengan kriteria
yang berat. Sedangkan pada anak kelas V yaitu terdiri dari 26 orang siswa, 7 orang siswa
(26,9%) gingivanya dalam keadaan normal, 18 orang siswa (69,2%) mengalami
gingivitis ringan, 1 orang siswa (3,9%) mengalami gingivitis sedang dan tidak ada siswa
yang mengalami gingivitis berat.
Dari data yang berdasarkan umur anak pada anak kelas IV dan V yang mengalami
gingivitis, anak yang berumur 8 tahun yang mengalami gingivitis sebanyak 1 orang
siswa (2,6%), umur 9 tahun 7 orang siswa (16,3%), umur 10 tahun 20 orang siswa
(51,3%), umur 11 tahun 10 orang siswa (25,6%), dan umur 12 tahun sebanyak 1 orang
siswa (2,6%).
Berdasarkan jenis kelamin pada anak kelas IV dan kelas V, dari 39 orang siswa
yang mengalami gingivitis, 19 orang (48,7%) adalah siswa laki-laki dan 20 orang
(51,3%) adalah siswa perempuan.
44
45
Berdasarkan
temuan
ini,
American
Academy
of
Periodontology
(AAP)
pelayanan kesehatan masyarakat antara anak-anak sekolah dasar di Teheran dan harus
diberikan prioritas tinggi untuk layanan pencegahan. Penyediaan pelayanan yang
memadai kesehatan gigi yang akan mencakup pendidikan kesehatan gigi, fasilitas dan
personil untuk diagnosis dini dan pengobatan dini untuk ini dan lainnya anak-anak
sekolah tersebut akan memberikan kontribusi yang sangat berharga untuk suara
kesehatan gigi di Iran. Meskipun faktor-faktor seperti obat-obatan dan menurunkan
kekebalan membuat mereka lebih rentan terhadap radang gusi, penyebab paling umum
adalah kebersihan mulut yang buruk. Menyikat dan pembersihan profesional rutin secara
signifikan dapat mengurangi risiko gingivitis.20
Dalam penelitian Odai dkk, sebagian besar kelompok usia, perempuan
menunjukkan frekuensi yang lebih rendah menderita radang gusi daripada laki-laki
meskipun mereka memiliki periode rentan. Hal ini mungkin karena kebersihan mulut
yang lebih baik pada wanita lebih daripada perbedaan fisiologis. Dalam penelitian ini
perbedaan jenis kelamin dapat terlihat perbedaanya. Hal ini konsisten dengan variasi
gender dalam GI skor yang didokumentasikan dalam studi di mana laki-laki dilaporkan
telah secara signifikan lebih tinggi gingiva skor daripada perempuan Anak laki-laki
memiliki lebih banyak gingivitis dibandingkan anak perempuan.21
5.2 KEBIASAAN MENYIKAT GIGI
Kesehatan mulut tidak dapat lepas dari etiologi dengan plak sebagai faktor
bersama terjadinya gingivitis. Penting disadari bahwa plak pada dasarnya dibentuk terusmenerus. Plak dapat terlihat pada permukaan gigi saat menyikat gigi dihentikan dalam
49
12-24 jam. Hal ini dapat dilihat dengan mata telanjang atau dengan disclosing. Jika
menyikat gigi diabaikan selama beberapa hari plak tumbuh menebal dan sekitar 100-300
sel menebal, mencapai tingkat maksimum pada sekitar satu minggu dengan
pemanjangan oklusal dan insisal.17,19
Kebersihan mulut dapat dipelihara dengan menyikat gigi dan melakukan
pembersihan gigi dengan benang pembersih gigi. Pentingya upaya ini adalah untuk
menghilangkan plak yang menempel pada gigi.17
Penelitian Sumarti di Semarang menunjukkan bahwa jika semua plak dibersihkan
dengan cermat tiap 48 jam, penyakit gusi pada kebanyakan orang dapat dikendalikan.
Tetapi untuk kerusakan gigi harus lebih sering lagi. Para ahli banyak yang berpendapat
bahwa menyikat gigi 2 kali sehari sudah cukup.17
Berdasarkan hasil penelitian yang didapatkan dari wawancara terpimpin dengan
siswa sekolah dasar kelas IV dan V di 5 sekolah, menunjukkan bahwa pada umumnya
sebagian besar siswa telah membersihkan gigi sesuai dengan anjuran yaitu 2 kali sehari.
Frekuensi menyikat gigi yang telah dianjurkan adalah 2 kali sehari, yaitu pagi setelah
sarapan dan malam sebelum tidur. Idealnya adalah menyikat gigi setelah makan, namun
yang paling penting adalah malam hari sebelum tidur.17
Di SDN Maccini I, dari 88 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (2,3%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa
(38,6%), 3x sehari sebanyak 51 orang siswa (57,9%) dan ada 1 orang siswa (1,2%) yang
tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi
yaitu 2 orang siswa (2,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu
50
pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 22 orang siswa
(25,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 12 orang (13,8%), 3x
sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 48 orang siswa (55,2%), dan 3x sehari
sebanyak 3 orang siswa (3,4%).
Di SDN Maccini II, dari 76 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 5 orang siswa (6,6%), 2x sehari sebanyak 39 orang siswa
(51,3%), 3x sehari sebanyak 31 orang siswa (40,8%) dan ada 1 orang siswa (1,3%) yang
tidak pernah menyikat giginya dalam sehari. Sedangkan waktu mereka menyikat gigi
yaitu 5 orang siswa (6,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x sehari yaitu
pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 31 orang siswa
(41,3%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 8 orang (10,7%), 3x
sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 30 orang siswa (40%), dan 3x sehari
sebanyak 1 orang siswa (1,3%).
Di SDN Maccini III, dari 58 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%), 2x sehari sebanyak 34 orang siswa
(58,6%), dan 3x sehari sebanyak 23 orang siswa (39,7%). Sedangkan waktu mereka
menyikat gigi yaitu 1 orang siswa (1,7%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x
sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 24
orang siswa (41,4%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 10 orang
(17,2%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 21 orang siswa (36,2%), dan
3x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,5%).
51
Di SDN Maccini IV, dari 60 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa tersebut
yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,3%), 2x sehari sebanyak 26 orang siswa
(43,3%), dan 3x sehari sebanyak 32 orang siswa (53,4%). Sedangkan waktu mereka
menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,3%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari saja, 2x
sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur sebanyak 15
orang siswa (25%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari sebanyak 11 orang
(18,3%), 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 31 orang siswa (51,7%), dan
3x sehari sebanyak 1 orang siswa (1,7%).
Di SD Inpres Maccini I/I, dari 52 orang siswa, frekuensi menyikat gigi siswa
tersebut yaitu 1x sehari sebanyak 2 orang siswa (3,8%), 2x sehari sebanyak 33 orang
siswa (63,5 %), dan 3x sehari sebanyak 17 orang siswa (32,7%). Sedangkan waktu
mereka menyikat gigi yaitu 2 orang siswa (3,9%) menyikat gigi 1x sehari pada pagi hari
saja, 2x sehari yaitu pada pagi hari setelah sarapan dan malam hari sebelum tidur
sebanyak 28 orang siswa (53,8%), 2x sehari pada waktu mandi pagi dan sore hari
sebanyak 5 orang (9,6%), dan 3x sehari yaitu pagi, siang/sore, malam sebanyak 17 orang
siswa (32,7%).
Gingivitis terkait dengan kebersihan mulut yang buruk. Kondisi gingiva pada
anak-anak sangat berkaitan dengan tingkat kebersihan giginya. Hasil penelitian yang
dilakukan Horowitz pada anak kelas 5 dan kelas 2 SMP ditemukan bahwa gingivitis
tersebut dapat berubah secara signifikan ke arah yang lebih baik setelah dilakukan
kontrol plak. Gingivitis berkurang 40% diantara anak perempuan dan 17 % diantara
anak laki-laki setelah dilakukan kontrol plak.5
52
Kebersihan mulut yang baik dan cara membersihkan gigi yang benar dapat
menghilangkan bakteri plak yang melekat pada gigi. Oklusi gigi yang baik dapat
menguntungkan dalam mengunyah makanan yang bertekstur kasar yang dapat
bermanfaat untuk kebersihan mulut.5
Usaha pemerintah untuk meningkatkan kesehatan gigi dan mulut masyarakat
Indonesia sangat membutuhkan peranserta masyarakat sendiri terutama perubahan
perilaku, melalui program penyuluhan dan pelatihan. Program penyuluhan kesehatan
gigi dan mulut dan pelatihan sikat gigi massal merupakan suatu program yang dilakukan
oleh pemerintah melalui puskesmas setiap tahun.1
Berdasarkan penelitian Hawkins, pendidikan kesehatan yang diberikan beserta
dengan pelatihan akan memberikan hasil yang optimal. Hal ini terbukti pada penelitian
terhadap siswa SDN di Kecamatan Palaran, di mana penyuluhan dan sikat gigi massal
yang dilaksanakan setiap tahun, mempengaruhi perilaku mereka dalam menyikat gigi.
Namun berbeda dengan penelitian yang dilakukan oleh Kolawole, hasil penelitiannya
menunjukkan bahwa mayoritas anak-anak sekolah di Nigeria menyikat gigi mereka
sekali sehari dan setelah diberikan pendidikan kesehatan gigi dan mulut sebagian besar
peserta anak-anak sekolah dalam penelitiannya masih melakukan sikat gigi sekali
sehari.1,19
Untuk semua pasien, dan untuk pasien anak-anak pada khususnya, adalah penting
untuk merekomendasikan teknik menyikat gigi yang efektif, mudah dipelajari, dan
mudah untuk berlatih. Berbagai macam teknik menyikat gigi telah disarankan, dan dapat
dikelompokkan dalam berbagai kategori berdasarkan pola gerak. Selama bertahun-tahun
53
tehnik vertikal menyikat gigi, dilakukan menurut teknik roll, direkomendasikan sebagai
metode yang paling cocok untuk menyikat gigi anak-anak.22
Kebersihan mulut yang baik untuk anak dimulai dengan kepentingan dan
kerjasama dari orang tua. Oleh karena itu, motivasi dan instruksi harus diarahkan
terutama terhadap orang tua anak prasekolah. Namun demikian, penting bagi anak untuk
berada di tim. Instruksi dan pengenalan pembersihan yang berbeda harus diberikan
bertahap, sehingga memungkinkan anak-anak atau orang tua untuk menguasai satu hal
pada suatu waktu. Motivasi, pengajaran dan dorongan konstan juga merupakan bagian
penting dari proses. Jika standar kebersihan oral yang optimal dapat dicapai, hal ini
harus dicapai dalam kunjungan rutin ke dokter gigi atau kebersihan. 22
5.3 PEKERJAAN ORANG TUA, KUNJUNGAN KE DOKTER GIGI DAN
KESADARAN UNTUK MENYIKAT GIGI
Berdasarkan distribusi pekerjaan orang tua siswa didapatkan gambaran bahwa
pekerjaan dari orang tua siswa kelas IV dan V di 5 sekolah tersebut sebagian besar
adalah wiraswasta/penjual/buruh, dll. Di SDN Maccini I, 22 orang siswa (25%) yang
pekerjaan orangtuanya PNS, 56 orang siswa (63,6%) bekerja di wiraswasta, 1 orang
siswa (1,1%) ibu rumah tangga dan 9 orang siswa (10,3%) yang tidak tahu pekerjaan
orangtuanya.
Di SDN Maccini II, 7 orang siswa (9,2%) yang pekerjaan orangtuanya PNS, 64
orang siswa (84,2%) bekerja di wiraswasta dan 5 orang siswa (6,6%) yang tidak tahu
pekerjaan orangtuanya. Di SDN Maccini III, 6 orang siswa (10,4%) yang pekerjaan
54
orangtuanya PNS, 39 orang siswa (67,3%) bekerja di wiraswasta, 2 orang siswa (3,4%)
ibu rumah tangga dan 11 orang siswa (18,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.
Sedangkan di SDN Maccini IV, 5 orang siswa (8,3%) yang pekerjaan orangtuanya
PNS, 33 orang siswa (55%) bekerja di wiraswasta dan 22 orang siswa (36,7%) yang
tidak tahu pekerjaan orangtuanya. Dan di SD Inpres Maccini I/I, 6 orang siswa (11,5%)
yang pekerjaan orangtuanya PNS, 44 orang siswa (84,6%) bekerja di wiraswasta dan 2
orang siswa (3,9%) yang tidak tahu pekerjaan orangtuanya.
Status sosial ekonomi kemungkinan berhubungan dengan satu atau lebih faktorfaktor penghalang yang harus diperhatikan yang mempunyai pengaruh secara langsung
pada kesehatan gigi. Faktor penghalang pasien terhadap perawatan kesehatan gigi sudah
lama dikenal termasuk faktor ekonomi, geografi, pendidikan, budaya, sosial, dan faktor
psikologi.18
Menurut penelitian yang dilakukan oleh M. H. Hobdel dkk dari Inggris, telah lama
dilakukan penelitian terhadap status sosial ekonomi yang rendah memliliki tingkat
kesehatan yang lebih rendah dibandingkan dengan status sosial ekonomi yang tergolong
tinggi. Beberapa studi telah mencari bukti nyata didalam kondisi kehidupan dengan
menjadikan kemiskinan sebagai objeknya dan berbagai penjelasan yang tidak adekuat
untuk menjelaskan perbedaan kesehatan diantara sosial ekonomi rendah dengan sosial
ekonomi tinggi. Penyakit jantung, stroke dan penyakit gigi adalah beberapa contoh
penyakit terbanyak yang terdapat ditingkatan sosial ekonomi rendah dan sedikit sekali
dijumpai ditingkatan sosial ekonomi tinggi. Itu hanya beberapa hal yang dapat dilihat
dari perbedaan sosial ekonomi rendah dengan sosial ekonomi tinggi.18
55
56
siswa (7,2%) ke dokter gigi sebanyak 2x dalam setahun, 15 orang siswa (4,5%) ke
dokter gigi 3x setahun dan 175 orang siswa (52,4%) belum pernah ke dokter gigi.
Berdasarkan hasil penelitian ini juga terlihat bahwa dari 334 orang siswa kelas IV
dan V di sekolah tersebut, 255 orang siswa (76,3%) menyikat gigi atas keinginannya
sendiri dan 79 orang siswa (23,7%) menyikat gigi karena disuruh oleh orangtuanya dan
bukan karena keinginan sendiri.
Setelah melihat gambaran gingivitis pada anak kelas IV dan V di 5 sekolah
tersebut dan didukung oleh pernyataan siswa melalui wawancara terpimpin, dapat
dikatakan bahwa anak-anak di sekolah tersebut kurang mendapatkan penyuluhan
mengenai pentingnya kesehatan gigi dan pentingnya memeriksakan gigi ke dokter gigi
setiap 6 bulan sekali.
Dalam hal ini, tenaga kesehatan (dokter gigi dan perawat gigi) beserta orang tua
dan guru-guru berperan dalam peningkatan kesehatan gigi, juga untuk merubah perilaku
anak-anak dari perilaku yang tidak sehat ke arah perilaku sehat. Dalam menjalankan
perannya, tenaga kesehatan harus mampu menyadarkan masyarakat termasuk anak-anak
tentang pentingnya menjaga kesehatan gigi, menjelaskan permasalahan yang sering
terjadi pada gigi mengenai sebab-sebab timbulnya masalah dan bagaimana mencegah
serta mengatasi masalah pada gigi.
BAB VI
PENUTUP
57
6.1 KESIMPULAN
Dari hasil penelitian yang dilakukan di SDN Maccini I, II, III, IV dan SD Inpres
Maccini I/I Makassar pada bulan Mei tahun 2011, dapat disimpulkan bahwa:
1. Secara umum gambaran gingivitis dari 334 siswa kelas IV dan V di sekolah tersebut
adalah 58 orang (17,4%) gingivanya dalam keadaan normal, 241 orang (72,2%)
mengalami gingivitis ringan, 35 orang (10,4%) mengalami gingivitis sedang dan
tidak ada yang mengalami gingivitis berat.
2. Siswa kelas IV dan V berumur 8-15 tahun, dari 276 orang siswa yang mengalami
gingivitis, 2 orang (0,7%) berumur 8 tahun, 34 orang (12,3%) berumur 9 tahun, 134
orang (48,5%) berumur 10 tahun, 90 orang (32,6%) berumur 11 tahun, 13 orang
(4,7%) berumur 12 tahun, 2 orang (0,7) berumur 13 tahun dan 1 orang (0,4%)
berumur 15 tahun.
3. Prevalensi gingivitis pada anak laki-laki lebih tinggi dibandingkan pada anak
perempuan yaitu dari 276 orang anak, 142 orang (51,5%) anak laki-laki dan 134
orang (48,5%) anak perempuan.
58
6.2 SARAN
1. Untuk puskesmas setempat, meningkatkan kegiatan penyuluhan kesehatan gigi dan
mulut pada anak sekolah dasar dan orang tua siswa agar mereka dapat ikut
berpartisipasi dalam meningkatkan kesehatan anak secara umum terutama kesehatan
gigi dan mulut untuk mencegah terjadinya kerusakan jaringan periodontal secara
dini.
2. Untuk sekolah, meningkatkan peranan dari UKGS agar membantu mengurangi
timbulnya masalah kesehatan gigi dan mulut utamanya kesehatan jaringan
periodontal.
3. Untuk pemerintah, meningkatkan kesadaran masyarakat untuk memelihara
kesehatan gigi dan mulut dengan menggunakan sebaik-baiknya sarana kesehatan
yang telah disediakan oleh pemerintah setempat.
4. Untuk mahasiswa, dilakukan penelitian lebih lanjut pada daerah ini untuk melihat
hubungan antara variabel pada anak sekolah dasar kelas IV dan V.
DAFTAR PUSTAKA
59
60
content/uploads/2010/06/penatalaksanaan_terkini_gingivitis_kronis_pada_anak.p
df. Accessed 23 November 2010.
11. Carranza AF, Rapley W. J, Haake KS. Gingival inflammation. In: Carranzas
clinical periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co; 2002.
p.263-7
12. Newman GM, Takei H. Carranzas clinical periodontology. 10th ed. Newman,
Takei, Klokkevold. WB Saunder Co; 2002. p.115-6
13. Herijulianti E, Indriani TS, Artini S. Pendidikan kesehatan gigi. Jakarta : EGC,
2002; p.108-15
14. McDonald RE, Avery DR, Weddell JA. Gingivitis and periodontal desease. In:
Sokolowski, editor. Dentistry for the child and adolescent. 9th ed. Mosby Elsevier.
St. Louis Missouri; 2004. p. 415
15. Hogan LE, Carranza FA. Gingival enlargement. In: Carranzas clinical
periodontology 9th ed. Newman, Takei, Carranza. WB Saunder Co;2002. p. 27980.
16. Duperon D, Takei HH. Gingival desease in childhood. In: Newman MG, takei
HH, Carranza FA, editors. Clinical periodontology. 9 th ed. Philadelphia, London,
Toronto: WB Saunder Co; 2002. p. 404-5.
17. Manson J D, Eley BM. Buku ajar periodonti (outline of periodontics). 2 nd Ed.
Ahli bahasa: Anastasia S. Editor ; Kentjana S. Hipokrates; Jakarta. 1993. p 44-7;
66-71; 101-2
18. Sumarti. Hubungan Hubungan antara konsumsi makanan kariogenik dan
kebiasaan menggosok gigi dengan timbulnya penyakit Karies gigi sulung pada
anak pra sekolah usia 4-6 tahun di desa sekaran kecamatan gunung pati semarang
tahun 2007.
19. Nn. Hubungan tingkat sosial ekonomi dengan derajat kesehatan gigi dan mulut
masyarakat kelurahan barombong kecamatan tamalate Makassar [internet].
Available from : URL:http://chawdnextholmes.blogspot.com/2010/04/bab-ipendahuluan-1.html Accessed 15 januari 2011.
20. Kolawole KA, Oziegbe EO, Bamise CT. Oral hyangiene measures and the
periodontal status of school children. Int J Dent Hyangiene. 2011; 9: 143-147.
63
21. Pourhashemi SJ, Motlagh MG, Khaniki GRJ. Prevalence and intensity of
gingivitis among 6-10 years old elementary school children in teheran, iran.
Journal of medical sciences. 2007; 7: 830-834.
22. Odai CD, Azodo CC, Braimoh OM, Obuekwe ON. Children at a health facility in
uselu, Benin-city. Benin journal of prostgraduate medicine. 2009; 11(1): 34-39.
23. Goldman MH, Gilmore HW, Irby WB, McDonald RE. Current therapy in
dentistry 6th. Mosby company. 1977. p. 546; 549.
64